My Lovely Ghost | SELESAI

By rsdtnnisa

4.6K 228 0

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... More

Part 1 : Rumah Oma
Part 2 : Hari baru
Part 3 : Gangguan
Part 5 : Di sini
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 24 : Bu Hana
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 27 : Kecewa
Part 28 : Chandra dan Liam
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 4 : Siapa kamu?

203 12 0
By rsdtnnisa

- • Happy Reading • -

Suara adzan berkumandang membuat seorang gadis yang tadinya terlelap lantas tersentak bangun dari tidurnya.

Netral indah itu mengerjapkan matanya menyadari bahwa dia ketiduran, tubuhnya terasa kaku dan pegal karena meringkuk selama beberapa jam.

Ia melihat sekeliling, keadaan rumah gelap dan hanya mendapat sinar samar dari cahaya matahari terbenam yang sedikit terhalau awan mendung.

Perlahan Aesa bangkit, merenggangkan otot dan persendiannya sampai berbunyi dan membuatnya lega. Satu persatu saklar lampu Aesa nyalakan, tak lupa mematikan televisi dan kipas serta menutup pintu.

Setelah semua lampu menyala sampai ke dapur, Aesa kembali ke ruang tamu untuk mengambil ponselnya. Secarik kertas kecil terselip di bawah benda pipih itu membuat Aesa kembali duduk untuk mengetahui isi dari kertas itu.
__________

Makanan di rantang aku taruh dalem tudung saji, buat makan malam ya

Indah
__________

Aesa tersenyum membacanya, ia bangkit tak lupa membawa ponsel yang akan diisi daya di kamar. Bergegas Aesa mengambil wudhu di kran belakang rumah lalu menunaikan serangkaian ibadah dengan lancar.

Aesa tidak begitu lapar namun karena makanan pemberian Indah sangat menggoda, ia makan sedikit sambil menemaninya belajar.

Nasi sambal ikan teri bersama tempe dan tumis kangkung menjadi menu makan malam Aesa. Sambil mengunyah dia tetap membaca buku, entah mengapa Aesa lebih ingin mengasah literasi Bahasa Inggrisnya.

Suara ketukan pintu mengagetkan Aesa, ucap salam seseorang dari balik pintu membuat Aesa mengintip dari celah gorden usang yang menutupi jendela.

Ternyata Indah, gadis itu benar-benar datang menemani Aesa belajar seperti yang ia minta lewat pesan singkat di ponselnya sebelum dia isi daya.

Aesa menjawab salam lalu membukakan pintu, dia persilahkan Indah masuk sembari merapikan meja ruang tamu.

"Ke kamar aja ya, Ndah".

"Loh, gak apa-apa?" tanya Indah yang baru saja akan duduk.

"Gak apa-apa, biar bisa rebahan" jawab Aesa lalu membawa rantang makanan kembali ke dapur.

Indah menunggu Aesa di depan pintu kamar, rasanya tidak sopan masuk ke dalam ruangan seseorang yang pemiliknya saja belum masuk ke dalamnya.

"Yuk!" Aesa datang lalu mengajak Indah masuk ke dalam kamarnya tanpa menutup pintu agar angin sepoi masuk ke dalam kamar lewat pintu utama yang sedikit terbuka.

Mereka mulai duduk di lantai tanpa keramik yang dingin, jika Indah tidak datang mungkin Aesa tidak akan tahu jika ada PR yang harus di kumpulkan besok.

"Tidur sini sekalian gak, Ndah?" tanya Aesa di tengah kegiatan mereka mengerjakan PR Matematika.

Indah tersenyum mengejek, "Takut ya".

Aesa berdecak, "Gak gitu, Ndah".

"Kapan-kapan aja, Bapak lagi di rumah jadi gak bisa minta ijin tiba-tiba gini" ujar Indah, "Kamu juga belum ketemu Bapak aku kan?".

"Ya udah deh" Aesa cemberut, Indah tertawa dibuatnya.

Keduanya kembali mengerjakan soal-soal, tidak mudah memang tapi Indah dengan senang hati membantu Aesa yang terus-terusan mengeluh.

Aesa bisa Matematika namun hanya sebatas bisa, tidak menguasai seluruh materi sampai rumus sehingga dapat mengerjakan hanya dengan menutup mata.

"Aku pulang ya, Es" pamit Indah.

Aesa yang baru saja masuk ke dalam kamar sehabis buang air kecil pun melongo, "Bentar, Ndah, nanti aja jam sembilan".

"Aku belum cuci piring, Es" Indah mengemasi buku dan kotak pensilnya, Aesa mengangkat bahunya pasrah tak bisa menahan Indah lagi.

"Oke deh, tapi besok berangkat bareng ya" pinta Aesa.

"Pasti" balas Indah mantap. Aesa mengantar Indah sampai ke teras, dia melihat gadis itu menjauh sampai hilang dari balik tembok pembatas rumahnya.

Aesa mengusap wajahnya, meyakinkan diri sendiri bahwa malam ke duanya ini akan baik-baik saja.

Sekelebat cahaya kilat di susul gemuruh keras membuat Aesa tersentak kanget, hujan deras turun setelahnya.

Buru-buru dia menutup pintu lalu lari ke kamar, tak ada suara apapun selain air hujan yang mengguyur atap rumah dan tanah serta nyanyian katak yang terus berseru.

Tangannya meraih asal salah satu buku novel yang tertata rapi di meja. Sambil duduk di ranjang dengan selimut memeluk dirinya, Aesa mulai membaca lembar demi lembar buku fiksi itu.

Cuaca seolah mendukung dengan suara hujan yang tak lagi sekeras tadi sehingga mengalun nyaman di indra pendengaran.

Aesa melirik jam dinding di atas lemari yang menunjukkan pukul sepuluh tepat. Karena belum mengantuk, ia lanjutkan saja membaca walau perih di mata dia rasa.

Sekuat-kuatnya Aesa bertahan, rasa kantuk tetap hadir menyapa. Aesa jatuh terlelap, menarik selimut melindungi dirinya dari udara dingin yang menusuk kulit.

Hujan tak berhenti begitu saja saat hari sudah lewat tengah malam, rintik-rintik air itu masih awet sampai fajar menyingsing.

Netra cantik itu mulai terbuka saat merasakan lengannya menyentuh sesuatu yang lembut namun juga dingin.

Betapa terkejutnya Aesa melihat sosok laki-laki yang sama dengan yang dia lihat kemarin, duduk terlelap di lantai dengan kepala bersandar pada lengannya.

Aesa ingin menangis dan berteriak sekencang mungkin namun otaknya seolah merespon lambat yang seharusnya dia lakukan.

Perlahan dia tarik lengannya, satu gerakan kecil ternyata membuat sosok itu terusik.

Aesa mencengkram kuat selimutnya, keringat dingin bercucuran seiring dengan irama jantung yang tak karuan.

Sosok serupa laki-laki itu membuka mata seraya menguap lebar, Aesa yang awalnya ketakutan ditambah lagi dengan perasaan bingung melihat apa yang ada di depan matanya sekarang.

Gadis itu memberanikan dirinya untuk melihat lebih jeli, sosok itu menoleh membuat Aesa sedikit tersentak namun tak hilang pandangan.

Tatapan mereka terkunci untuk beberapa detik sampai Aesa kembali menarik wajahnya menjauh dari sosok itu.

Dengan suara yang bergetar ketakutan Aesa memberanikan diri mengeluarkan suaranya untuk bertanya.

"Siapa kamu?".

Sosok itu tersenyum ramah kemudian sedikit menundukkan kepalanya sopan.

"Chandra" jawabnya

Entah mengapa Aesa merasa semakin ketakutan, dia tidak menyangka bisa berkomunikasi dengan sesuatu yang tidak nyata.

Aesa menarik nafas bersiap untuk berteriak, sosok di depannya seketika panik dan berusaha mencegah Aesa.

"Jangan teriak, jangan teriak!" ujar Chandra, "Tolong jangan teriak, saya takut".

"Yang harusnya takut itu gue!" marah Aesa lalu tanpa sadar melempar bantal yang langsung menembus kepala sosok itu.

Menangis lah Aesa sejadi-jadinya karena sangat ketakutan, selimut yang masih membelit tubuh nya dia tarik untuk menutupi wajahnya.

"Jangan ganggu gue, please" lirih gadis itu sambil sesenggukan.

Tak ada suara apapun lagi, Aesa menurunkan selimutnya dan tak melihat lagi sosok bernama Chandra itu.

Kepalanya menoleh memeriksa keadaan sampai sebuah wajah tepat berada di samping telinganya mengejutkan Aesa.

"Akh!" pekik gadis itu, "Jangan ganggu gue! Gue mohon" Aesa bergerak mundur.

"Saya gak ganggu, saya cuma mau ajak kamu berteman" ujar Chandra antusias.

"Kemarin saya sudah baik hati nyapa kamu, tapi kamu malah teriak terus pingsan" Chandra melayang lalu duduk kembali di pinggir ranjang membuat Aesa semakin terpojok.

Melihat Aesa ketakutan membuat raut wajah Chandra yang awalnya ramah menjadi murung, "Kamu takut ya?" tanya nya.

"Gak perlu lo tanya juga lo pasti udah tau jawabannya!" sentak Aesa meluapkan kemarahan nya.

Sosok itu berdiri lalu perlahan menjauh dari Aesa, "Kalau semisal kamu berubah pikiran, saya ada di sini" tubuh pucat itu semakin samar lalu hilang seolah menembus lemari.

"Ada di sini?" gumam Aesa, "Apa maksud lo ada di sini?!" tanya gadis itu dengan suara keras.

Tak ada sahutan, Aesa turun dari ranjang merasakan lantai dingin menyengat telapak kakinya.

"Keluar lo!" teriak Aesa, "Chandra!".

"Terimakasih sudah mengingat nama saya" suara itu muncul begitu saja tepat di telinga kiri Aesa membuat gadis itu tersentak kaget.

"Stop bikin gue kaget!" sentak Aesa.

Sosok dengan pakaian serba hitam yang sangat kontras dengan kulit pucat itu mengambil beberapa langkah untuk memberi jarak antara dia dan Aesa.

"Maaf" ucapnya.

Gadis itu mengatur nafasnya sembari duduk di kursi belajar yang tanpa ia sadar ditiru oleh Chandra yang melayang rendah hanya untuk melipat kakinya lalu duduk di lantai.

Aesa menoleh saat merasakan pergerakan dari sosok itu namun Chandra berpaling seolah tak tahu apa yang terjadi.

"Jadi, lo ini siapa?" tanya Aesa setelah lebih tenang walau masih diganjal rasa takut.

"Kan sudah saya bilang, saya Chan-"

"Bukan itu!" potong Aesa, "Maksud gue, lo ini siapa? Dateng dari mana? Dan kenapa lo ada di sini? Lo tuh pengganggu!".

Aesa meluapkan habis-habisan kemarahannya pada sosok yang kini memandangnya bingung.

Ia lelah, Aesa tidak menyangka kehidupan barunya di rumah sang Oma akan jadi seperti ini.

"Semua gangguan itu lo kan?".

Dengan ragu sosok itu mengangguk, "Maaf, saya cuma iseng aja sama penghuni baru kamar saya".

"Kamar lo?" tatapan Aesa penuh selidik ternyata menciutkan mental Chandra.

"I-iya, dulu" jawabnya gugup.

"Sekarang lo pergi! Gue mau siap-siap ke sekolah" usir Aesa terang-terangan.

Chandra mengacungkan jempol lalu tubuh nya mulai pudar lalu menghilang. Aesa menyangga kepalanya yang pusing, dia merasa akan demam.

Berusaha dia mengembalikan kesadarannya, udara hangat yang semakin terasa membuat Aesa mendongak lalu menarik gorden agar terbuka.

Matanya terpejam sejenak sambil menikmati siraman cahaya sang Surya yang menenangkan hati.

Aesa bangkit setelah cukup dengan cahaya matahari pagi, ia ambil handuk lalu pergi ke kamar mandi.

Suasana jalanan desa ramai orang-orang yang mulai berkegiatan. Suara tawa serta obrolan acak saling bersahutan bercampur dengan kucauan burung serta deru motor.

Gadis itu melewatkan sarapan pagi karena sedang tak berselera. Aesa keluar dari rumah lalu mengunci pintu sebelum memakai sepatu.

"Es!".

Si empu menoleh ke sumber suara, di lihatnya Indah berada di antara orang-orang dengan seragam putih abu-abu yang berjalan bersama sambil saling melempar canda.

Indah berlari kecil menyebrang untuk menghampiri Aesa. Awalnya Indah kira Aesa sudah berangkat meninggalkannya karena pintu rumah yang tertutup rapat jadi dia tunggu di seberang jalan untuk beberapa saat.

"Nunggu lama ya?" tanya Aesa dibalas gelengan oleh Indah.

Aesa berdiri dibantu oleh Indah, mereka berjalan bersama menuju ke sekolah seperti biasa. Kali ini Aesa tidak membawa jaketnya karena ingin menikmati udara sejuk setelah hujan, tapi entah jika memang tubuh Aesa yang sedang hangat.

Selama pelajaran berlangsung, Aesa banyak melamun dan tidak fokus dengan materi yang di sampaikan. Indah banyak bertanya kepadanya begitu juga dengan Alya namun Aesa terlalu takut untuk bercerita.

Lebih tepatnya Aesa takut jika dia bercerita Chandra akan muncul menguping pembicaraan mereka.

Bel istirahat nyaring berbunyi, Aesa duduk diam di bangkunya menyembunyikan kepala pada lipatan lengan di atas meja.

Kelas dalam keadaan sepi, hanya ada Aesa yang tengah menikmati setiap denyut nyeri di kepalanya.

Di saat itu Aesa merakan sebuah usapan lembut mengikuti arus rambut nya, sontak Aesa terusik karena mengingat kelas yang sepi tak ada satu orangpun.

Beberapa detik setelah melihat pelaku yang mengusap kepalanya, Aesa menghela nafas sambil memelas menopang kepalanya dengan tangan.

"Pergi!" tekan Aesa.

Chandra diam saja pura-pura tidak mendengar apapun sambil melihat-lihat sekitarnya.

"Gue bilang PERGI!" nada bicara Aesa meninggi membuat sosok itu menggeleng mantap.

"Enggak!" balas Chandra, "Yang harusnya kamu suruh pergi itu rasa sakit kamu, bukan saya!".

"Makanya tadi saya usap biar sakitnya pergi" lanjutnya pelan.

Entah sudah berapa kali Aesa mengusap wajahnya tak habis pikir dengan dirinya dan sosok menyebalkan di sampingnya.

"Masih sakit?" tanya Chandra polos.

"Diem" jawab Aesa dingin yang melenceng dari jawaban sebenarnya.

Tak terdengar lagi suara di antara mereka, Aesa hampir kembali memejamkan mata tetapi tiba-tiba terdengar seseorang memanggil namanya.

"Ini" Alya meletakkan sebotol air mineral titipan dari Aesa di dekat gadis itu.

"Makasih ya, Al" ucapnya.

"Iya" Alya duduk di samping Aesa sedangkan Indah duduk di bangku depan mereka.

"Lagi gak enak badan ya, Es?" tanya Indah melihat Aesa yang sepertinya tidak bersemangat.

"Pusing dikit" jawab Aesa.

"Ke UKS aja, Es" saran Alya, "Lumayan bisa rebahan" gadis itu menawarkan cilok nya pada Aesa yang menggeleng.

"Aku mau dong" Indah membuka mulutnya, Alya menyuapi dengan senang hati.

"Tadi pagi gak ada apa-apa kan, Es? Soalnya Ibu minta aku buat liat ke rumah tapi pintunya masih tutup".

Aesa diam sejenak kemudian mengangguk kecil, "Gak ada apa-apa, aman".

Indah menelan cilok kenyal itu susah payah, "Alhamdulillah" ucapnya entah untuk Aesa atau dirinya karena berhasil menelan dengan lancar.

Aesa mendengarkan Indah dan Alya yang saling berbicara tentang Anis yang ijin sakit, mereka tertawa kecil saat mempunyai asumsi yang sama bahwa Anis mungkin kelelahan setelah mengikuti ekskul olahraga.

"Bukannya Anis emang udah lama ikut ekskul basket ya?" tanya Aesa.

"Kalau di basket Anis termasuk anak baru, awalnya dia di voli" jawab Alya.

"Kenapa pindah ke basket?".

"Katanya sih gara-gara pelatihnya galak, pas masuk basket juga sama aja" jawab Indah diakhiri tawa bersama.

Sejenak Aesa bisa melupakan masalahnya, bertemu dan beradaptasi dengan orang-orang baru menjadi salah satu hal yang sulit bagi Aesa namun dia berusaha menempatkan dirinya sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya.

***

- • To be continued • -

Thanks for the vote and comment

Continue Reading

You'll Also Like

3.8M 246K 77
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 55.6K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
555K 37.3K 68
Zia Angelina Kim seorang fangirl yang awal ingin berlibur di rumah neneknya yang berada di korea, tidak sengaja bertemu dengan idolanya. Bagi Zia ini...
910K 13K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+