Want to See My Cat?

By berbilovie

43.5K 4.9K 838

Kim Lilith merasa masuk ke dalam lubang neraka ketika manajernya mengungkapkan bahwa dengan terpaksa ia harus... More

Prologue
1. Perfect Destiny
2. Lilith's Home
3. Apartement-Mate
4. First Morning With You
6. Cheating on Me
7. First Snow
8. Bastard
9. New Question Mark
10. About Kavinsky

5. Limited Mix

2.8K 412 64
By berbilovie

selamat malam, lovre. yang sudah kangen tuan muda arche coba angkat tangannya! 🙌🏻

di chapter ini mulai kebuka soal kehidupan arche yang sebenarnya nih. juga alasan kenapa dia selalu pulang dini hari dengan bau alkohol.

yuk dikencengin komen dan votenya. aku merasa mendapat apresiasi dan dukungan lewat itu. challengesnya 100 komen, 400 vote, dan 1,1k views ya lov!

follow instagram beeverse_ untuk informasi seputar karyaku! ❤️

happy reading, lovre!

.

Selama dua tahun menjalin hubungan, Lilith tak pernah merasa segugup ini ketika mendatangi kediaman Miles. Biasanya ia akan merasa senang dan tak sabar untuk menjumpai sang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, kini Lilith begitu gugup dan takut. Takut jika prianya akan menyinggung perihal apartemen atau bahkan berniat untuk datang. Keberaniannya untuk mengutarakan kebohongan lagi belum sebesar itu.

Namun, rupanya ia mendapat keberuntungan di pagi yang cerah ini. Salah satu pelayan yang biasa menjamunya ketika datang mengatakan jika Miles pergi bekerja lebih awal karena akan melaksanakan rapat mendadak bersama para pemegang saham. Tentu Lilith bisa menarik napas lega dan langsung mengambil kucingnya yang kemarin ia titipkan kepada Miles.

Saat perjalanan pulang, Lilith melirik ke arah kursi penumpang, tepatnya pada kandang berukuran kecil yang berisi kucing putih di dalamnya. Detik itu ia menyadari jika ia belum mengatakan apapun pada Jeon terkait memelihara kucing ini di apartemen mereka. Seharusnya Lilith berdiskusi lebih dulu. Namun apa boleh buat, sudah terlanjur ia bawa. Toh mereka bertemu pertama kali di toko hewan, mungkin Jeon juga seorang pecinta kucing sepertinya.

"Mari kita pikirkan nama yang bagus untukmu, Manis." Lilith tersenyum tatkala si kucing menatap matanya selama beberapa detik dari cermin bagian depan. Semoga saja kucing betina itu bisa menurut padanya setelah beberapa hari mereka berinteraksi. Lilith tidak sabar untuk itu, bahkan ketika ia sampai di basemen, Lilith langsung membawa si kucing dengan terburu-buru. Benar-benar tak sabar untuk merawatnya.

Sesampainya di apartemen, Lilith tak menemukan keberadaan Jeon, padahal sekarang ia membutuhkan bantuan pria itu untuk membawa beberapa karung makanan kucing dan kandang yang ukurannya lumayan besar. Seingatnya, sebelumnya Jeon mengatakan akan workout di tempat gym yang ada di gedung ini—salah satu fasilitas yang bisa dinikmati penghuni unit apartemennya. Maka segera ia pergi ke sana, meninggalkan si kucing di dalam apartemen.

Benar saja, Lilith menemukan Jeon di sana. Ia terpaku di atas pijakannya sebab terbius oleh apa yang ia lihat. Jeon yang tengah menggunakan alat Berwyn Multi AB Core dengan telanjang dada, delapan petak yang ada di perutnya tampak mengkilat karena dibanjiri peluh. Ditambah otot pahanya yang tampak kekar, mengintip dari balik celana pendek yang ia kenakan. Seksi dan menggoda. Dua kata itu mewakili isi pikiran Lilith saat ini.

Sejenak Lilith teringat kejadian ketika sarapan tadi. Jeon memanggilnya 'noona' dengan tatapan dalam, suara lembut, dan usapan pada surainya. Jeon terlihat garang dengan tubuhnya yang kekar, tetapi menjadi seperti adik yang manis ketika panggilan itu terlontar. Hal itu meninggalkan sensasi hangat dalam dada Lilith, membuatnya tersipu kendati saat ini mereka tak saling menatap mata satu sama lain.

Mungkin ini terkesan aneh, tertarik pada pria yang baru dikenalnya. Namun, itu masih lebih baik ketimbang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama seperti cerita romansa picisan yang pernah ia baca. Tertarik bukan berarti cinta. Tersipu bukan berarti tumbuh rasa. Di sana Lilith membuang napasnya melalui mulut, lalu berniat untuk pergi dari tempat itu. Rasanya gugup jika ia harus menyapa Jeon untuk saat ini. Maka dari itu, ia berbalik badan, hendak melangkah, tetapi sebuah suara menyeru dari belakang punggungnya.

"Lilith!" Jeon berlari kecil mendekati Lilith. Sementara wanita itu menegang sesaat sebelum akhirnya berbalik badan dan menyambut Jeon dengan senyuman. "Noona mencarik?" tanya Jeon dengan panggilan yang membuat Lilith semakin gugup.

Dari manik Lilith yang mengedar secara tak konsisten jelas menunjukkan kegugupan di sana. Jeon berdiri di hadapannya dengan santai tanpa mengenakan atasan, lalu ia memanggil Lilith dengan panggilan 'noona'. Lilith bahkan tak tahu harus merespon apa sekarang. Namun pada akhirnya ia menyahut pelan, "Hm ..., mungkin?"

"Ada apa?" Jeon bertanya. Ia yakin Lilith menghampirinya karena membutuhkan suatu hal. Tidak mungkin wanita itu datang hanya untuk melihat dirinya workout di sini.

"Aku mengadopsi kucing yang waktu itu." Lilith mengulum bibirnya sejenak sambil mengamati Jeon yang tengah memiringkan kepalanya dengan dahi yang mengernyit. "Ya, kau ingat 'kan? Apa kau keberatan?"

"Tentu tidak. Di mana kucingnya?"

"Di dalam. Tapi sekarang aku perlu bantuanmu untuk membawa beberapa keperluannya dari mobil," kata Lilith sambil menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya. Ia merasa agak ragu, terlebih sang lawan bicara menoleh ke arah alat-alat gym di belakangnya sekilas. Jika ditolak, Lilith tidak akan kesal karena ia memang mengganggu aktivitas Jeon saat ini.

Namun, alih-alih menolak dengan halus, pria itu justru tersenyum hangat dan berkata, "Ya, tentu. Ayo kita ke basemen sekarang."

Mendadak senyum Lilith merekah. Mereka berjalan beriringan menuju basemen tempat mobil Lilith berada, lantas mengeluarkan barang-barang keperluan si kucing dan membawanya bersama-sama. Sepanjang langkah jenjang keduanya, banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Membangun dugaan dalam kepala jika keduanya adalah sepasang suami istri yang baru saja pindah ke sini, berniat menunda kehamilan dan memilih untuk merawat kucing bersama-sama. Sayangnya dugaan semacam itu tidak ada realisasinya dalam kehidupan nyata, Jeon dan Lilith hanyalah dua orang yang baru dipertemukan. Atmosfer di antara mereka masih terasa dingin dan canggung.

Seperti saat ini, ketika keduanya sampai di dalam unit 607, Lilith memanggil Jeon dengan canggung. "Jeon."

Sang pria yang tengah meletakkan barang-barang di dalam gudang pun menoleh. "Iya?"

Lilith menatap pria itu dengan senyum sekaku kanebo kering. Ia benar-benar tidak enak jika harus meminta bantuan lagi. Namun pada akhirnya tetap berkata, "Dia tidak menurut padaku. Bisa kau membantunya keluar dari kandang?" Detik berikutnya, Lilith terkejut dengan aksi Jeon yang langsung membuka kandang si kucing tanpa rasa ragu sama sekali. Ia melotot dan menyeru, "Hati-hati, dia bisa mencakarmu!"

Apa yang dikhawatirkan Lilith tidak terjadi, justru Jeon berhasil membawa kucing itu dalam gendongannya. Dan si kucing pun tidak memberikan perlawanan sama sekali, seperti pasrah dan menikmati belaian dari pria itu. "Good girl," tutur Jeon kepada si kucing.

Kemudian Lilith di atas pijakannya melongo tak percaya. Terheran-heran dengan apa yang dilihatnya. "Bagaimana bisa?"

Jeon memiringkan kepalanya guna menatap sisi wajah si kucing. "Lihatlah, dia anak yang baik."

Lilith menatap mata kucing itu, lantas berjaan mendekatinya dan mencoba mengelus bulu halusnya. Berpikir jika ia akan dapat sambutan ramah ternyata salah, respon si kucing kepadanya tidak sama seperti responnya kepada Jeon. Justru menggeram sebagai tanda ketidaksukaannya kepada sentuhan Lilith. "Okay-okay, aku tidak akan mengganggumu." Sang wanita mengangkat tangannya ke depan dada sambil melangkah mundur.

Momen itu cukup memberi kesan gemelitik pada dada Jeon. Suara kekehannya mengisi udara di sekitar mereka. "Kau hanya perlu menggunakan perasaanmu ketika menyentuhnya." Ia menarik sudut-sudut bibirnya ke atas. Kemudian mengangkat si kucing tinggi-tinggi ke udara. "Hey, Manis! Tidak boleh galak-galak kepada Noona cantik ini, ya. Nanti kau tidak dikasih makan olehnya," celetuk Jeon, ia melirik ke arah Lilith pada akhir kalimatnya dengan sebuah senyuman jahil.

Atmosfer di antara keduanya menghangat. Kecanggungan mulai lenyap digantikan suara riuh tawa dari Lilith. Mungkin semuanya memang butuh waktu, mereka akan semakin akrab jika terus bersama seperti ini. "Aku tidak sekeji itu pada kucing," ujar Lilith berupaya membela diri dari tuduhan lucu Jeon.

Sang pria memeluk si kucing kembali, lantas memikirkan hal yang lain. "Kalau pada pria bagaimana?"

"Maksudnya?"

"Seperti berselingkuh." Jeon melirik Lilith dengan sebuah senyuman elusif. Terkesan bercanda, tetapi tatapannya tidak mengartikan demikian.

Lilith mengendikkan bahunya. "Aku tidak keji pada siapa pun. Terlebih pada orang yang kusayangi." Ia membalas perkataan Jeon dengan pemikiran sederhana. Memang ia tidak cukup peka untuk merespons seperti yang Jeon pikirkan.

Maka sang pria pun menghela napas panjang. "Kekasihmu akan senang mendengarnya."

Tepat setelah itu, keduanya membersihkan gudang bersama. Mereka berniat menjadikan ruangan kosong itu sebagai ruangan khusus kucing yang belum diberi namanya itu. Namun sebelum itu Lilith sempat menyuruh Jeon untuk memakai pakaiannya agar pandangannya tetap fokus pada pekerjaannya, bukan pada yang lain.

Usai benar-benar bersih, mereka mulai memasukkan keperluan si kucing satu per satu, dimulai dari lemari kecil untuk menyimpan makanan kucing. Kemudian berlanjut menata isinya hingga penuh.

"Bukankah lebih baik jika kandangnya diletakkan di sudut ruangan? Bagian sini bisa diisi untuk mainannya." Jeon berucap ketika Lilith meletakkan kandang berukuran lumayan besar di sisi kiri ruangan.

Mendengar perkataan Jeon, Lilith mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian menilai aspek tata letak yang baik sebelum akhirnya menjawab, "Kau benar." Lilith menerima saran Jeon, selanjutnya ia mendorong kandang beroda itu ke sudut ruangan dibantu oleh sang pria. Di detik yang sama, ia mendapati peluh menetes dari dahi pria itu, terlihat kelelahan mengingat Jeon belum beristirahat usai workout tadi pagi.

"Apa kau benar-benar tidak keberatan jika aku memelihara kucing?" Lilith bertanya, tak ingin Jeon menerima kehadiran kucing putihnya dengan berat hati.

Jeon mengunci tatapan mereka, cukup membuatnya menarik sudut-sudut bibir ke atas membentuk senyuman. "Tentu tidak, aku juga menyukai kucing, Noona. Bahkan manusia yang mirip kucing sekalipun," katanya.

Lilith tertawa kecil. Kemudian memiringkan kepalanya. "Siluman?"

"Bisa jadi."

Selanjutnya, suara tawa mereka mengisi lenggang sunyi pada atmosfer yang mulai menghangat. Kecanggungan yang mulai melenyap menghadirkan tawa dan canda pada dua insan yang belum lama mengenal. Barangkali ini adalah tentang waktu, sebab siapa sangka jika pria yang ditemui Lilith di toko hewan bisa menjadi sehangat dan semanis ini setelah tinggal bersama.

***

Dentuman musik dan kelap-kelip lampu disko memenuhi seisi ruang. Di tengah ruangan orang-orang berkumpul untuk menggerakan tubuh mereka mengikuti irama musik, sebagian berdansa berpasangan, tak peduli mereka saling mengenal atau tidak. Sementara di sisi ruangan, terdapat kursi-kursi yang diisi oleh sekumpulan orang yang tengah merayakan pencapaian, mengangkat minuman tinggi-tinggi dan bersulang seraya bersorak gembira.

Sungguh pemandangan yang tak asing bagi pria yang kini tengah meracik minuman beralkohol di bar, ditemani seorang bartender yang hanya melihat tanpa berbicara apa pun. Di depannya, tiga orang wanita tengah duduk berjejer sambil menunggu minuman salah satu dari antara mereka selesai dibuat. Wanita bergaun putih di bagian tengah menopang dagunya pada tangan seraya melempar tatapan dan senyum sensual pada pria itu.

Jeon Arche, pria yang kini tengah menuangkan minuman ke dalam gelas kaca bening terlihat begitu memesona. Ketampanan dan kemampuannya dalam meracik minuman telah didengar oleh seluruh tamu yang pernah datang ke klub ini. Sayangnya tidak mudah untuk membuat pria itu rela meracik minuman untuk tamu yang datang, mereka harus memiliki sesuatu yang dirasa mampu menarik perhatian sang pria.

"Aromatized wine untuk Nona Cantik," ucap Jeon seraya menyajikan minuman itu kepada wanita bergaun putih disertai senyuman ramah. Investasi dana yang cukup besarlah yang akan membuat Jeon meracik minuman untuk tamunya kendati ia bukan seorang pekerja di klub ini.

Dan itu yang wanita bergaun putih tawarkan beberapa menit yang lalu, ia akan menginvestasikan dana yang besar pada klub ini dengan racikan minuman Jeon sebagai balasannya. "Terima kasih, Tampan." Ia mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Jeon secara sensual sebelum benar-benar meraih gelas kaca tersebut. "Eum ..., apa kau punya waktu luang malam ini?" Layaknya tamu yang lain, wanita itu berharap bisa memasuki kehidupan Jeon dengan cara menggiringkan ke kasur.

Namun, tentu sang pria tak semudah itu didekati. Ia tetap tersenyum ramah dan membalas perkataan wanita itu dengan gelengan kepala sebelum akhirnya pergi dari sana. Kesepakatan mereka hanya sebatas investasi dana dan racikan minuman, tidak lebih dari itu.

Sementara di sana sang wanita melotot tak percaya. "Hey, tunggu! Bagaimana dengan nomor ponsel?" Suaranya nyaris memekik. Ada perasaan terhina ketika Jeon lenyap dari pandangannya. "Ah sial! Dasar sok jual mahal," gerutunya merasa benar-benar kesal.

Di sana Jeon tak pernah ambil pusing dengan penilaian setiap tamu yang ia layani. Mereka tentu akan menyukai minuman racikannya, tetapi akan merasa kesal setengah mati ketika Jeon memberikan penolakan dalam hal lain. Maka di sana, sang pria menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan. Tatkala pandangannya melewati sekumpulan pria di bagian pojok, Jeon mengernyit, lantas menajamkan pandangannya guna menelisik lebih jauh.

Ada segurat rasa penasaran dalam batinnya yang membuat ia memanggil salah satu karyawannya guna bertanya, "Siapa mereka?" Ia menunjuk ke arah sekumpulan pria.

Karyawannya itu menunduk, lantas menjawab, "Para petinggi perusahaan besar, Pak. Mereka tamu VIP."

Jeon mengangguk paham, lalu membiarkan karyawannya itu pergi. Dugaannya benar, sejak tadi ia memang merasa tidak asing dengan mereka, terlebih pria bermata sipit yang duduk di bagian tengah. Tidak sampai di situ saja, Jeon masih ingin menuntaskan rasa penasarannya itu dengan mendekat ke sana. Maka ketika seorang pelayan lewat sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman, Jeon menghentikannya.

"Biar saya yang antar," kata Jeon sambil meraih nampan itu dari tangan sang pelayan.

Pelayan itu terlihat ragu. Ia tak ingin membiarkan bosnya membawa nampan untuk para tamu. "Tapi Pak—"

"Kembalilah dan layani tamu yang lain," perintah Jeon. Setelah itu ia langsung mendekati sekumpulan pria tadi.

Ketika ia datang, salah satu dari antara pria itu melirik tak suka ke arahnya. Memandangnya seolah ia adalah makhluk yang rendah. Namun di sana Jeon tetap memasang roman setenang air telaga, ia meletakkan makanan dan minuman di atas meja secara perlahan untuk mendengarkan percakapan mereka.

"Kau memang gila, Bro!" Pria berkemeja merah berseru sebelum tertawa riuh seolah baru mendengar lelucon di malam hari.

Pria bermata sipit yang dibalut kemeja putih tersenyum asimetris. Terlihat sangat licik. "Kegilaanku ini akan menghasilkan banyak uang, kau tahu? Media akan sangat senang jika mendapat berita kontroversial seperti itu," lontarnya sebelum meneguk minumannya.

Detik berikutnya, pria yang duduk di sebelahnya menyahut sambil menepuk pundak sang pria bermata sipit. "Aku yakin rencanamu ini akan berhasil."

Pria bermata sipit itu mengangguk. "Harus. Aku sudah menunggu tiga tahun untuk ini." Selanjutnya, ia melirik ke arah Jeon yang menurutnya lambat sekali dalam bekerja.

Padahal sesungguhnya Jeon tengah merekam baik-baik apa yang mereka bicarakan. Barangkali akan berguna baginya nanti. Karena sesungguhnya, para pria itu bukanlah sosok yang asing di hidupnya. Sekumpulan orang berdasi yang selalu ada di dekatnya. Sangat dekat hingga suatu waktu membuatnya mengambil pilihan berbeda.

Jeon berdiri, hendak pergi dari sana. Namun sebelum itu, ia menangkap sebuah kalimat yang menarik perhatiannya dari sang pria bermata sipit. "Objekku kali ini benar-benar sempurna. Kujamin Severin Group akan mengalahkan perusahaan pesaingnya."

[]

Jeon Arche a.k.a Bartender

___

waduh, arche di cerita ini jago racik minuman guys. bukan cuma bartender, tapi juga yang punya klubnya. kece abis. nona lilith kalau tau gimana ya responsnya? 🤔

anw, kalian pengen kucingnya lilith dikasih nama apa? coba drop di kolom komentar ya. ❤️

Feb 4, 2023.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 138K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.6M 39.4K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.4M 72K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
966K 89.6K 53
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...