let me know

By xlnybalqiss

11 2 0

Menjadi anak satu-satunya kadang menyenangkan. Namun bagaimana jika suatu saat hidup kita berubah 180 derajat... More

L | 2
L | 3

L | 1

7 1 0
By xlnybalqiss

seorang anak kecil dengan berpakaian dress selutut tengah menangis di samping gundukan tanah yang di taburi banyaknya bunga dengan batu nisan bernama "Helena Theodore" para pelayat yang sudah dari 15 menit lalu meninggalkan pemakaman meninggalkan gadis itu yang masih bertahan dengan hujan.

Carlisle Bjorn- Anak perempuan dengan wajah Asia Eropa, berkulit putih, memiliki mata indah berwarna Biru serta rambut gelombang coklat yang indah. Siapapun yang memandanginya tak akan pernah jenuh untuk memandangnya.

Anak itu masih memeluk batu nisan yang tertancap di atas gundukan tanah itu. Air matanya menyatu dengan air hujan yang terus turun ketanah. Tak ada tanda-tanda untuk anak itu pergi.

Sang ayah melihatnya, rasa sedih dan kecewa terus berada dalam perasaan dirinya, sedalam itu anaknya menyayangi ibunya. Rasa kesal akan hal itu, perbuatan buruk yang ia lakukan terhadapnya, semua terbayang akan kejadian sebelumnya.

Gavin, ayah dari Carlisle bjorn. Dulu ia tak begitu mengharapkan adanya kehadiran sang anak, namun sang istri meyakinkan bahwa itu semua akan menjadi hadiah dari Tuhan yang sangat Indah. 

***

Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, suasana yang begitu dingin, Carlisle kecil menatap jalanan yang tengah diguyur hujan. Pandangannya tak pernah beralih dari jalanan. Anak itu pucat, rambutnya basah.

Gavin khawatir Carlisle sakit, dirinya merasa canggung pada anak sendiri, dipikirannya hanya siapa yang akan merawat Carlisle? siapa yang akan membuat anak itu tak pernah melewatkan makannya? Carlisle anak yang mudah melewatkan makannya, bila Helena tak menyuapinya makan, maka anak itu tak makan. Carlisle manja kepada Helena saja.

"Carlisle ... Kamu gapapa sayang?," berat menanyakan itu. Gavin menarik nafas panjang, menatap sang putri satu-satunya.

"Bunda ga akan pernah merasakan sakit lagi kan ayah? ... bunda sudah bahagia. Tanpa Carlisle disisinya." Jawaban itu membuat Gavin terdiam ia mengusap puncak kepala anak itu.

"Bunda bahagia disana."

***

Jam tepat menunjukkan pukul 12 malam. Rumah besar yang berdiri kokoh di tengah luasnya taman yang mengelilingi rumah itu. Rumah yang bernuansa Eropa dengan perpaduan kaca membuatnya terlihat sangat megah, taman yang hijau dengan patung dan juga area kolam renang yang spektakuler.

Carlisle kecil masih saja mondar mandir di balkon rumahnya. Hari sudah larut malam, ia menunggu Gavin yang tak kunjung pulang, memang sudah kebiasaan dari sang ayah, bodoh memang Carlisle menunggu yang tak pasti itu.

Carlisle duduk di kursi balkon dengan menatap sang rembulan yang bak lampu besar yang berada di langit. Indah...

Angin malam mengusap pelan wajah Carlisle, hingga rambutnya berterbangan bermain dengan angin, sudah satu jam lebih Carlisle disitu, tak ada tanda akan kepulangan Gavin.

Carlisle menidurkan dirinya dikasur queen size nya, pandangannya kosong, ia merindukan ibu yang selalu membacakan nya dongeng sebelum tidur, mengusap kepalanya halus dengan beberapa senandung lagu pengantar tidur milik Helena. Ingin sekali Carlisle mengulang masa itu.

Sebagai anak diusia 10 tahun, Carlisle menangis sambil memeluk boneka kelinci yang dihadiahi oleh Helena ketika Carlisle menginjak usia 7 tahun, boneka yang selalu ia bawa kemanapun, selalu ia peluk ketika tidur, boneka yang selalu ada disisinya saat ini. Menganggap bahwa ketika boneka itu ada, maka seperti ada Helena disisinya

Carlisle menangis hingga terlelap.

***

Pagi tiba, matahari menampakkan dirinya.
Cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela gorden membuat Carlisle mengerjapkan matanya.

Carlisle berjalan memasuki kamar mandi, mencuci mukanya dan menggosok gigi.

Ketika menuruni tangga, hingga diujung anak tangga, Carlisle menangkap seorang wanita separuh baya sekitar umur 47 tahun tengah memasak makanan yang membuat Carlisle menelan ludah nya.

Wanita itu melihat Carlisle, lalu tersenyum dan menghampirinya.

"Hai non cantik, Saya Mila. Bibi mulai bekerja disini untuk bersih-bersih rumah dan membuatkan non makan," Bibi Mila menjelaskan keberadaannya saat ini. Carlisle mengangguk sambil tersenyum.

"Halo bibi, Ini Carlisle hehe." Carlisle memperkenalkan dirinya, padahal tanpa dia memberitahu bibi Mila sudah mengetahuinya.

Mila mengerutkan keningnya melihat mata anak kecil itu sembab.

"Non Carlisle ada apa? ... non sakit?"

Carlisle langsung menggeleng cepat, ia seharusnya tak usah turun dulu sebelum sembabnya hilang. Tapi Carlisle ingin mencari Gavin.

"Enggak Bi Mila, Carlisle tadi habis nonton film sedih," Alibi Carlisle. Bi Mila mengangguk mengerti.

"Kalau gitu non tunggu dimeja makan dulu ya, Bi Mila menyelesaikan masakannya."

"Iya bi." Carlisle lalu menunggu dimeja makan dengan menyiapkan piringnya dan menaruh boneka kelincinya disampingnya.

Tak lama masakan siap, Mila menyajikan berbagai masakan di meja makan, membuat Carlisle tersenyum bahagia.

"Bi Mila makan sama Carlisle ya." Antusias Carlisle.

"Baiklah non." Bi Mila menyetujui nya.

***

Mila menyiram bunga di taman belakang dengan Carlisle yang mengikuti Mila dari belakang, anak itu tidak lupa membawa boneka kelincinya.

"Non Carlisle suka bunga?" tanya Mila

"Suka sekali!" Carlisle tersenyum, ia lalu berjalan menghampiri bunga-bunga yang tengah tumbuh dengan subur dan cantik.

"Carlisle suka bunga mawar dan juga daisy," ucap Carlisle dengan senyumnya

"Non bahkan cantiknya setara dengan bunga-bunga ini!" Mila takjub dengan wajah Carlisle yang tak kalah cantik dengan bunga-bunga yang tengah bermekaran ini. Bahkan wajah Carlisle lah yang lebih cantik.

"Ah bi Mila bisa aja, Carlisle jadi malu." pipi Carlisle memerah, dia malu dan salah tingkah jika seperti itu. Hahaha

"Bi Mila, tadi ayah ada pulang ke rumah?," Carlisle melihat ke Mila, Mila mengerutkan keningnya, pasalnya ia hanya mengobrol dengan Gavin via telefon dan belum melihat wajah Gavin sendiri. Gavin membayar nya dan menyuruh Mila untuk berkerja dirumahnya.

"Aduh non, Bi Mila kurang tahu ... tapi tadi tuan Gavin menyuruh Bi Mila untuk berkerja disini sembari menemani non Carlisle." ucap Mila

Melihat wajah anak itu sedih, Mila tak tega dan mengajak gadis itu masuk ke rumah dan membuat kue kesukaan Carlisle bersama. Mila harap dengan itu Carlisle tak sedih lagi.

***

8 tahun berlalu, tak terasa sudah banyak waktu Carlisle lewati bersama Mila, Mila yang dianggap sudah seperti Ibu bagi Carlisle sendiri, ia sangat menyayangi Mila seperti Ibu kandung sendiri. Begitupun dengan Mila yang sudah menganggap Carlisle sebagai anak kandungnya sendiri.

Pagi ini, Carlisle duduk dimeja makan dengan melahap roti lapis buatan Mila. Tak ada yang bisa menandingi enaknya kue lapis milik Mila. Bahkan rasanya hampir mirip dengan buatan Helena dahulu.

Siap dengan dirinya, Carlisle meneguk segelas susu, lalu berpamitan dengan Mila untuk pergi ke sekolahnya.

Namun langkahnya berhenti didepan rumah dengan perasaan bingung. Melihat Gavin pulang namun dia tak sendiri.

Ada dua orang anak dan juga perempuan yang berjalan tepat di belakang Gavin. Terlihat wanita sepantaran dengan Gavin dan juga lelaki yang sepantaran dengan Carlisle. Carlisle mengerutkan keningnya bingung, menatap sang ayah dengan tanda tanya besar ditatapan itu.

"Ayah?..."

Tahu akan maksud anak nya, Gavin mengajak Carlisle masuk ke rumah berserta wanita dan anak itu masuk.

Mereka berempat duduk dengan suasana canggung, Gavin membuka suara.
"Carlisle ... ini Tante Anne, dia yang akan menjadi ibu kamu," ungkap Gavin.

Anne tersenyum ramah kearah Carlisle, namun Carlisle hanya diam tak menggubris senyuman yang terlihat palsu itu.

"dan ini kakak kamu, Jaedan." lanjut Gavin kepada Carlisle. Tak ada balasan dari Carlisle. Gadis itu diam, dadanya terasa sakit. Gavin pernah berkata tak akan ada yang menggantikan posisi Helena seumur hidup. Tetapi saat ini ...

"Bunda Carlisle cuma satu. Bunda Helena." lontar Carlisle, dia bangkit dari duduknya dan pergi keluar rumah dengan perasaan seperti disayat dengan pisau.

Gavin yang melihat kepergian sang anak hanya diam. Ia terpukul dengan reaksi Carlisle.

Gadis itu tak lama menangis di halte, menunggu bus yang akan membawanya ke sekolahnya. Ia menghapus air matanya ketika bus itu datang.

Didalam bus Carlisle menatap kosong kearah jalanan yang tengah padat kendaraan.

Hingga bus yang akan mengantarkan nya ke tujuan pun berhenti. Carlisle buru-buru memasuki sekolahnya.

Sekolah ternama dengan sistem pendidikan paling baik di kotanya. Menjadi sekolah favorit dikalangan anak remaja, sekolah dengan siswa siswinya yang rata-rata terus menorehkan prestasi yang luar biasa. Tak sembarangan murid yang bisa masuk ke sekolah itu, jangankan menyogok, jika nilai tak sesuai dengan akreditasi sekolah, maka tak akan diterima.

Bangga bisa masuk ke sekolah ini? pasti jawabannya Iya bagi Carlisle. Menjadi murid di High Internasional School membuat Carlisle bersyukur bisa masuk ke sekolah impiannya dan juga saran dari Helena ketika Carlisle akan SMA.

Carlisle berjalan menuju kelasnya, tak luput dari pandangan siswa siswi yang terus memandangi wajah Carlisle takjub. Carlisle tak memperdulikannya.

Tibalah pelajaran dimulai, pelajaran dimana semua murid menyukainya 'fisika'.
Guru masuk lalu menjelaskan materi seperti biasa.

Setelah selesai pelajaran, bel istirahat berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas termasuk Carlisle dengan dua sahabatnya. Hayley dan Lorelei.

Hayley- anak dengan paras menenangkan, wajahnya yang sendu membuat siapa saja akan terhipnotis. Memiliki sifat perhatian terhadap kedua sahabatnya. Dia bagaikan pahlawan untuk Carlisle dan juga Lorelei.

Lorelei- anak dengan sifat yang sedikit bar-bar dan juga nekat. Wajahnya yang judes membuat siapapun akan menyingkir bila berpapasan dengan dirinya. Namun Lorelei tak sejahat wajahnya, ia juga penyayang dibelakang, dan cengeng.

"Tidak bisakah kau melepas rangkulan mu Lore?" Kesal Hayley saat Lorelei merangkul pinggang Hayley.

"Ini namanya kasih sayang." kekeh Lorelei, gadis itu memang suka jahil. Bila temannya tak suka tetapi ia malah melakukannya.

"bagus jika kau terus menunjukkan kasih sayang, dari pada hanya cuek dan tidak jelas." ucap Carlisle.

"tidak jelas bagaimananya? jangan membuat ku kesal!" Lorelei mendengus kesal kepada kedua sahabatnya. Dua gadis itu tertawa kecil.

"bagaimana jika kita membeli kebab?" ujar Carlisle kepada Hayley dan Lorelei.

"aku mengikuti saja." jawab mereka berdua serempak.

Tibalah mereka di kantin, membeli kebab dan juga jus jeruk. Kantin ramai meja dan kursi terpantau penuh, hingga mereka bertiga memutuskan untuk memakannya di taman sekolah.

Taman yang hijau serta luas, daun-daun berguguran menutupi sebagian jalan.

"Bagaimana dengan hari kalian kemarin?" Hayley membuka obrolan. Gadis itu memang sering menanyakan hari-hari kedua sahabatnya supaya jika ada masalah gadis itu memberi mereka solusi.

"Carlisle. Ayah menikah lagi dan wanita itu menggantikan posisi bunda" Carlisle menatap nanar Hayley, dirinya ingin menangis saat itu juga.

"damn! dia menggantikan posisi bunda Helena?" Lorelei kaget mendengar perkataan yang keluar dari mulut Carlisle. Saat ia menoleh pada Carlisle yang sudah bercucuran air mata.

"Tenang. Jika dia menginap di rumah mu, maka kau bisa sementara menginap di rumah ku!" tegas Hayley.

"Ya! aku sependapat dengan Hayley" ucap Lorelei menambahi.

"hubungi kami saat kau membutuhkan kami Carlisle, kita siap 24 jam!" tegas Lorelei.

"Sudah jangan menangis. Banyak yang melihat mu" Hayley langsung menarik Carlisle kedalam pelukannya.

Murid-murid yang melihat itu malah membicarakannya sebagai bahan obrolan. Membuat Lorelei kesal, namun Carlisle langsung menarik tangan anak itu untuk tidak mengurusinya.

"sudah, biarkan saja."

***

Pukul menunjukkan 8 malam. Carlisle baru saja memasuki gerbang rumahnya. Pandangannya tertuju pada mobil yang terparkir didepan garasi. Gavin membeli mobil lagi? aneh sekali. Gavin terkadang selalu mengganti mobilnya.

Carlisle membuka pintu rumahnya. Carlisle membulatkan matanya terkejut ketika melihat Gavin dan Anne bermesraan.

"ingat umur" Carlisle berbicara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Sadar akan kehadiran Carlisle, Gavin lalau menyudahinya, tersenyum kepada Carlisle.

"Carlisle sayang, kenapa baru pulang?" tanya Gavin hati-hati kepada Carlisle.

"Kan biasa Carlisle pulang jam segini." Carlisle bergidik, lalu berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

***

Carlisle menatap dirinya lekat-lekat di kaca.

Kemana dirinya yang dulu, kemana anak yang sering tertawa dan tersenyum tentang hal-hal kecil saja, mana dirinya yang selalu berada dekat dengan orang tersayang nya? kemana dirinya yang dulu?

Carlisle berubah 80 derajat ketika Helena pergi meninggalkan nya. Sikapnya yang sekarang seakan tak perduli dengan apapun yang terjadi sekarang.

"bunda ... Carlisle merindukan bunda, bolehkah bunda datang ke mimpi Carlisle sekali saja?" gadis itu mulai terisak yang dibutuhkannya saat ini adalah sandaran. Hatinya sakit ketika mengingat Helena, Carlisle masih tidak percaya Helena meninggalkannya secepat itu.

"Carlisle pengen bunda ada disisi Carlisle saat ini" Air mata mulai berjatuhan di pipi Carlisle, tangisannya begitu pilu, dirinya terduduk memeluk lututnya.

"Kamu kenapa?" Lelaki dengan tubuh jangkung itu melihat kearah Carlisle.

Merasa ada suara dari ujung pintu Carlisle menoleh kearah suara itu, ia melihat Jaedan di sana dengan memegang sikat giginya.

Penampilan Jaedan hanya menggunakan baju tidur yang sedikit kebesaran di tubuhnya, itu punya Gavin. Jaedan lupa membawa baju tidurnya.

Carlisle menatapnya datar, menghapus air matanya.

"Maaf ... sudah masuk tanpa permisi, Aku mendengar suara tangisan dari luar, aku pikir itu hantu, aku mengeceknya, ternyata kamu"
Jaedan menghampiri Carlisle, membantu gadis itu berdiri.

"makasih" ucap Carlisle.

"kamu gapapa?" tanya Jaedan khawatir.

"Carlisle butuh udara segar. Carlisle keluar dulu" Carlisle membutuhkan Hayley saat ini. Ia mengambil hoodie nya dan membawa hp nya, sedangkan Jaedan terus mengikuti Carlisle dibelakangnya.

"Ini sudah larut malam. Ga baik perempuan keluar di jam segini" ucap Jaedan. Carlisle tak menggubrisnya, dirinya menekan kontak Hayley dan menelponnya untuk menjemputnya.

"Carlisle?"

"Kamu bisa diam Jaedan? aku tidak baik-baik saja." Carlisle jenuh, ia ingin menangis saat itu juga. Air matanya sudah berada diujung mata, Carlisle menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, mengusap matanya ketika akan menangis lagi.

Tak lama mobil berhenti didepan gerbang rumah, Carlisle dengan cepat memasuki mobil Hayley. Hayley langsung menancap gas untuk pergi.

Hayley sedikit salah fokus melihat lelaki yang berada di samping Carlisle tadi. Ingin rasanya bertanya kepada Carlisle tentang siapa lelaki itu, namun keadaannya belum bagus.

TBC

______

hai... ini cerita pertama Author.
maaf bila ada kesamaan nama tokoh ataupun tempat, ketidaksengajaan bisa terjadi :)

vote, follow, komen ~

30 Desember 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 32.2K 23
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
508K 12.7K 63
( jangan lupa vote+follow akun Author ya!!) "Aku hamil anak kamu." ucap nya dengan sedikit terisak. "Terus?" ucap mahen dingin. "......." "Gugur...
55.6K 8.8K 34
Gatau baca aja!