My Lovely Ghost | SELESAI

By rsdtnnisa

4.6K 228 0

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... More

Part 1 : Rumah Oma
Part 3 : Gangguan
Part 4 : Siapa kamu?
Part 5 : Di sini
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 24 : Bu Hana
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 27 : Kecewa
Part 28 : Chandra dan Liam
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 2 : Hari baru

220 11 0
By rsdtnnisa

- • Happy Reading • -

Langit gelap diterangi oleh bintang dan bulan yang bersinar terang, Aesa tak henti-hentinya menatap pemandangan indah itu dari teras rumahnya.

Suasana memang sepi namun karena belum terlalu malam jadi masih ada orang berlalu lalang dengan sepeda motor.

Beberapa juga melayangkan sapa kepada Aesa yang tersenyum ramah kepada mereka.

Di tengah ketenangan hatinya menikmati indahnya malam, sang Ibu muncul di ambang pintu meminta Aesa untuk masuk ke dalam rumah.

Aesa menurut saja, dia masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu.

Sang Ayah sedang memeriksa kertas-kertas dan merapikannya kembali ke dalam map warna merah, Elisa duduk di samping suaminya lalu mengusap singkat lengan Satrio.

Aesa tak berani membuka suara, dadanya terasa sesak tiba-tiba.

"Mulai besok kamu bisa langsung berangkat ke sekolah" ujar Satrio dengan ketus terkesan tak acuh.

Aesa hanya mengangguk, dia sendiri tak tahu merespon seperti apa yang harusnya dia berikan.

"Jalan kaki, deket, dari sini bisa kamu liat gedung sekolahnya" lanjut Satrio, ia lalu menggeser map merah itu lebih dekat dengan Aesa.

"Selanjutnya urus saja sendiri" Satrio kemudian beranjak sambil mengibaskan tangannya tanda perbincangan telah selesai.

Aesa mengambil map merah itu setelah sang Ayah hilang dari pandangan. Elisa mendekat mengintip yang anaknya baca, "Besok laporan dulu sama guru piket atau langsung ke ruang TU, biar dianter ke kelas".

"Bunda beneran pulang?" tanya Aesa menatap dalam mata sang Ibunda.

Elisa tidak bisa menjawab apapun selain hanya menganggukkan kepalanya sambil membelai lembut surai hitam anaknya.

Aesa tersenyum setelahnya, "Bunda emang istri yang baik" ucap gadis itu lalu beranjak hendak menuju ke kamarnya.

Mendengar ucapan Aesa membuat wanita itu berpikir, apakah dia bukan Ibu yang baik?.

Aesa berdiam diri di kamarnya, tetap menatap gemerlap bintang dari jendela kamarnya yang tertutup. Angin malam masuk ke dalam ruangan melalui ventilasi di atas jendela yang hanya dihalau jaringan besi tipis.

Gadis itu menggerakkan kepalanya pelan ke kanan dan ke kiri seolah ada musik dalam kepalanya saat ia sedang melihat bulan.

Tangannya menggapai buku khusus yang menyimpan banyak hasil coretan nya, dia mencari halaman kosong untuk mengabadikan pemandangan indah yang dia lihat lewat gambar.

Brak!

Aesa dikejutkan dengan kotak pensilnya yang jatuh begitu saja, gadis itu terdiam beberapa saat memastikan bahwa benda itu terjatuh karena tersenggol oleh sikunya.

Ia turun dari kursi untuk memasukkan kembali alat tulis yang berserakan di lantai itu ke tempatnya.

Sambil mengemasi alat tulisnya, Aesa terpikir suatu hal yaitu menanyakan keberadaan ponselnya.

Sejak memasuki rumah ini Aesa belum menyentuh lagi ponselnya yang entah dimana. Gadis itu mengambil tasnya yang berwarna senada dengan langit untuk memeriksa kembali isinya.

Aesan bernafas lega saat menemukan ponselnya ada di dalam saku tasnya.

Duduk di lantai dan bersandar pada ranjang, Aesa membuka ponselnya lalu muncul beberapa pesan yang sudah ia duga menanyakan tentang pindahnya dia dari sekolah.

Aesa hanya tersenyum, ia melihat satu pesan yang membuatnya tertarik untuk membalas.

Liam

/Pindah?

Iya\

/Gak pamitan?

Gak tega\

Pesan berhenti di Aesa, ia mencoba melihat pesan dari yang lain namun Aesa tak berani membuka salah satu dari mereka, ia sedang tak ingin ditanyakan apapun yang membuat perasaannya tak enak.

Aesa menjatuhkan kepalanya pada ranjang menatap langit-langit dengan mata terpejam lalu perlahan terbuka kembali.

"AAKH!" jerit gadis itu singkat saat melihat sesuatu seperti mata yang tengah menatap nya dari balik kelambu.

Ia menutup matanya, meringkuk memeluk lututnya dan menenangkan dirinya sendiri yang ketakutan.

Mata hitam besar dengan asap seolah mengeluarkan roh jahat jelas Aesa lihat dan membuatnya ketakutan.

Di tengah deru nafas Aesa yang tak karuan dengan suara lirih melantun istighfar, sentuhan dingin dari sesuatu yang meraba seperti sebuah tangan membuat Aesa kembali terlonjak.

Ternyata sang Ibu, duduk bersimpuh menatap kepada anaknya dengan sorot mata khawatir.

Segera Aesa jatuh ke pelukan sang Ibu seolah berlindung, "Ada.. mata.." lirih Aesa dengan suara bergetar takut serta menahan tangis.

Elisa mengusap lembut kepala serta punggung anaknya memberi rasa aman dan tenang, "Gak apa-apa sayang" ucapnya.

Tak terdengar apapun lagi selain deru nafas Aesa dan sang Ibu yang terus menenangkannya.

"Tidur ya, Es capek kan?" bujuk Elisa.

Aesa melepas pelukan, dia mengusap wajahnya lalu berusaha berdiri, "Es mau sholat dulu" ucapnya lalu beranjak.

Elisa merapikan sedikit kamar Aesa dengan mengemas kembali alat tulis yang berserakan, ia juga membersihkan tempat tidur Aesa menggunakan sapu lidi kecil tersedia di sela kasur dan ranjang besi.

"Anak ku hanya ingin tinggal, dan itupun tidak akan lama" ucap Elisa lirih seolah yang bicara dengan yang tidak nampak, "Temani dia, tapi jangan ganggu dia".

Elisa keluar dari kamar, ia pergi ke teras menemani suaminya yang sedang menikmati secangkir kopi buatannya.

"Kenapa Aesa?" tanya Satrio. Elisa tersenyum lalu duduk di kursi kosong di dekatnya, "Mereka menyapa Aesa" jawabnya.

Satrio mengerti yang dimaksud oleh istrinya. Ia menyeruput kopi yang sudah hangat itu, "Mungkin Ibu datang berkunjung, mengingat kita yang hampir tidak pernah menengok".

"Semoga saja itu memang Ibu" lirih Elisa sambil menenangkan hatinya.

***

Malam yang gelap telah berlalu, sang fajar muncul perlahan dari ufuk timur membuat langit perlahan mulai berubah warna.

Pagi-pagi sekali Aesa bersama wanita paruh baya yang dipanggil nya Budhe, mengantar Ayah dan Bundanya sampai ke depan rumah.

Melihat mereka menyimpan barang di bagasi lalu masuk ke mobil, klakson berbunyi tanda berpamitan.

Asih mengusap kepala gadis di depannya lembut sambil terus menatap mobil keluarga Aesa yang menjauh sampai hilang dari pandangan.

"Nduk, Es" panggil Asih membuat si pemilik nama menoleh.

"Iya, Budhe?" tanya Aesa.

"Mau sarapan di rumah Budhe? Atau Budhe bantu bikin sarapan?" tawar Asih.

"Bantu aja, Budhe, tapi orang rumah Budhe gimana?" tanya Aesa tak enak hati.

"Gak apa-apa, ada Indah" jawab Asih santai lalu menuntun Aesa untuk masuk ke dalam rumah.

Keduanya memasak di dapur, hanya membuat nasi goreng agar mempersingkat waktu. Di tengah kegiatan mereka meracik bumbu, Asih membuka suara memulai obrolan.

"Nanti kamu berangkat sekolah sama Indah, Budhe udah kasih tau Indah juga buat datang dan ajak kamu berangkat bareng" ujar Asih.

"Satu sekolahan sama Indah? Kok Budhe tau?" tanya Aesa.

"Ibu mu yang kasih tau" jawab Asih, "Indah pasti seneng".

Aesa tersenyum mendengarnya, "Makasih ya, Budhe, udah mau Es repotin".

"Iya, Budhe gak repot kok" Asih menuang nasi goreng yang sudah matang ke piring, hanya satu porsi agar nasi yang masih tersisa bisa untuk makan siang Aesa nanti.

"Budhe pulang dulu, mau mandi" Asih berpamitan.

"Makasih ya, Budhe!" seru Aesa pada Asih yang sudah hilang dari balik pintu belakang.

Ia meletakkan piring di meja dapur, Aesa membersihkan lantai tanpa keramik itu lebih dulu dari debu serta beberapa kulit bumbu dapur yang berserakan.

Setelah menyapu, Aesa duduk lesehan untuk menikmati sarapannya. Mata Aesa melebar terkejut dengan rasa nasi goreng yang sangat enak, bumbu yang ada di dalamnya tajam terasa dan sangat berbeda dengan yang dia buat sendiri.

Cahaya matahari mulai muncul dari celah-celah jendela dapur yang terbuat dari kayu, Aesa hendak membukanya namun sudah cukup cahaya yang dia dapat dari pintu belakang yang terbuka.

Sejenak terpikir olehnya pertanyaan tentang waktu karena cahaya matahari sudah memasuki rumahnya.

Aesa belum membersihkan rumah, mandi, bahkan menyiapkan keperluannya untuk ke sekolah nanti.

Gadis itu segera menghabiskan sarapannya lalu mencuci piring sebentar dan segera pergi ke kamar.

Baru saja Aesa membuka pintu, ia dikejutkan dengan sosok laki-laki dengan seragam putih abu-abu yang lusuh berdiri membelakangi nya.

Beberapa saat Aesa mematung sampai sosok itu berbalik menatapnya dengan wajah pucat yang pucat sambil menyeringai.

"Selamat pagi".

"AAAAA!!" jerit Aesa keras membuatnya lemas dan jatuh pingsan.

Pandangan Aesa gelap, dia tidak ingat apapun juga setelahnya. Hanya sekelebat bayangan laki-laki wajah pucat itu yang terus melintas di pikirannya.

Seringai yang membuat jantung Aesa berdegup kencang karena ketakutan seolah terus menghantuinya.

Gadis itu meronta meminta pertolongan, ia membuka mata bangun dari pingsan nya dan kembali ke dunia nyata.

Hal pertama yang Aesa lihat ada raut khawatir dari Asih bersama dengan Indah.

Lagi-lagi Aesa tersentak melihat Indah yang sudah memakai seragam khas SMA, putih abu-abu. Sama seperti yang dipakai oleh sosok yang Aesa lihat.

"Ini aku, Indah" si cantik dengan rambut kuncir kuda itu menunjuk dirinya sendiri.

"Iya" Aesa mengangguk.

"Es istirahat dulu aja ya, biar Budhe temenin" saran Asih dengan nada suara penuh kekhawatiran.

Aesa merubah posisinya menjadi duduk, "Tapi Es harus ke sekolah" gadis itu bangkit dengan ragu melangkah masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk di balik pintu.

Sepeninggal Aesa ke kamar mandi, Indah keluar dari rumah bersama sang Ibu.

"Gak apa-apa kamu nunggu Nduk Es?" tanya Asih pada anaknya yang sudah duduk di kursi ruang tamu.

"Gak apa-apa, Bu" jawab Indah, "Ibu gak sido neng peken?".

Asih menepuk dahinya lupa, "Ibu pergi dulu ya, nanti di tinggal Bapak mu".

Indah menyalami tangan Ibunya lalu melambai pada sang Ibu yang berlari menjauh.

Gadis itu hendak menghampiri Aesa guna memeriksa keadaannya namun ia rasa sedikit kurang sopan masuk lebih jauh ke dalam rumah orang.

Aesa muncul rapi dengan seragam yang dilapisi jaket, "Yuk!".

Setelah mandi dan membersihkan diri, Aesa merasa jauh lebih baik. Bersama Indah diaberjalan bersama menuju ke sekolah, bangunan dua lantai yang dapat dilihat dari kejauhan karena paling menonjol diantara rumah-rumah sederhana warga desa.

SMA Nawasena, itulah yang tertulis pada gerbang dan gedung utama bangunan itu. Suara riuh khas suasana sekolah terdengar jelas di telinga, hawa sejuk dan bersih serta tempat yang luas membuat Aesa terkagum-kagum.

Aesa mengikuti langkah Indah sambil melihat-lihat, "Eh Indah!" panggilnya saat teringat sesuatu.

Indah berhenti berjalan. "Mau anter ke ruang TU gak?" pinta Aesa, Indah mengangguk saja lalu meminta Aesa untuk mengikutinya saja.

Memasuki area sekolah, tak sedikit siswa yang duduk di depan kelas masing-masing sambil mengobrol. Tidak ada dari mereka yang mengganggu, namun yang membuat Aesa tak nyaman adalah mereka terlihat seperti sedang mengamati dirinya.

Aesa abai dan terus mengikuti Indah sampai berhenti di depan pintu putih yang tertutup, matanya naik melihat papan yang tergantung di atas pintu bertuliskan Ruang Tata Usaha.

"Mau aku anter masuk?" tawar Indah.

"Tunggu di sini aja" balas Aesa lalu memasuki ruangan setelah mengetuk pintu.

Indah duduk di ambang teras sambil melihat-lihat bunga di taman kecil yang berada di belakangnya.

"Indah!" seseorang terdengar menyapa, si empu menoleh dan tersenyum.

"Jare ono cah anyar, berangkat bareng kamu ya?" tanya gadis dengan rambutnya yang dicepol asal itu.

"Iya" balas Indah seadanya, "Kok reti?".

"Kayak gak tau aja".

Indah hanya mengangguk, benar kata temannya ini jika satu orang sudah melihat hal yang asing baginya maka tau satu sekolah karenanya.

"Ayu tah?" tanya gadis itu lagi.

"Ya begitu lah".

Pintu terbuka menampakkan Aesa yang keluar dari ruangan dengan raut wajah gembira namun berubah kalem saat melihat seorang gadis bersama Indah.

Gadis itu mengulurkan tangan pada Aesa, "Aku Alya, salam kenal".

Aesa menjabat tangan gadis bernama Alya itu dengan ramah, "Aesa, panggil aja Es".Al

"Wong kota ya, Ndah?".

"Nggih".

Alya diam terpaku mendengar jawaban yang bukan dari Indah melainkan dari si anak baru ini.

Indah tertawa kecil melihatnya, "Gak usah kaget gitu".

"Gimana, Es?" tanya Indah.

"Aku sekelas sama kamu" jawab Aesa kemudian mengulum bibirnya, "Kaku ya kalau aku-kamu?".

"Gak apa-apa, belajar" Indah lalu bangkit merangkul Alya dan Aesa untuk dia boyong ke kelas.

Bel masuk nyaring berbunyi tanda jam pelajaran akan dimulai. Aesa di tarik oleh Alya setelah mereka masuk ke dalam kelas, "Duduk sama aku ya".

Aesa mengangguk saja, "Mereka kok pada ngeliatin sih? Ada yang salah ya?".

Alya menggeleng sambil mengangkat bahu, semua siswa duduk di bangku masing-masing menunggu guru mapel pertama datang.

Aesa memandang sekeliling termasuk meja kayu yang coretan, walaupun begitu tapi kelas tetap bersih dan rapi.

Bisa gadis itu lihat dari sudut matanya murid laki-laki di kelas memandangnya dengan senyum yang mencurigakan, Aesa menghela nafas lalu melipat tangan di depan dada seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Ini anak cowok pada kenapa sih?" tanya Aesa kelas pada Alya.

"Emang gitu, gak gigit kok" jawab Alya. Bisik-bisik terdengar dari segerombol pemuda itu setelah Aesa bersuara.

"Assalamu'alaikum" Bu Ani, Ibu guru yang menenteng buku paket Matematika itu masuk ke dalam kelas.

"Waalaikumsalam" jawab para siswa di kelas serentak.

Netra di balik kacamata itu menyusuri kelas karena kali ini melihat tak ada bangku yang kosong.

Bu Ani tersenyum, "Ada anak baru?".

***

- • To be continued • -

Sido neng peken? (jadi ke pasar?).
Jare ono cah anyar
(katanya ada anak baru).
Reti? (tau?).
Ayu tah? (cantik kah?).
Wong kota (orang kota).
Nggih (iya).

Thanks for the vote and comment

WARNING!
Nama sekolah hanya fiktif belaka

Continue Reading

You'll Also Like

11.5K 1.1K 20
Seorang gadis pindahan dari Jepang. Dia cantik, ramah, sangat polos namun juga begitu dewasa dengan cara pikirnya. Tiki bilang gadis itu punya kekuat...
2.4M 205K 41
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...
877K 65.6K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
6K 1K 27
(Romance+Fiction) Sebuah liontin pemberian sang bunda, mampu membuat kehidupan Vinnerea berubah membingungkan. . . Dari kandasnya hubungan dengan kek...