Keluarga Pak Chanyeol | Chanb...

By aroona_el

38.5K 5.1K 1.1K

Berisi tentang kisah Haris Chanyeol dan Angga Baekhyun bersama anak-anak mereka. Buku ini hanya berisi tuanga... More

1. Anak Papih Mamih
2. Bisul
3. Selamat Ulang Tahun, Papih
Tebak-tebakan
4. Musuh Keamanan
5. Jagain Bocil
6. Taman Bermain
7. Quality Time
8. Sedap Malam
10. Tempuhan Malem Kemaren 🔞
11. Cembulu
12. Perasaan Papih
OPEN PO BOOK KPC BAGIAN 3
13. Anak Setan
14. Selonjoran
15. Panen Jagung
16. Zoom Meet
info
OPEN PO BUKU KPC BAGIAN 04
17. PIL KB

9. Tumbang Perisainya, Tumbang Rajanya

1.9K 267 39
By aroona_el

Cie apdet lagi.

Rajin ya 😀

Btw ini udah pernah gue posting di twitter, jadi bahasanya baku.

~*~

Baekhyun memijat pundak suaminya yang terduduk lemas di kursi ruang tamu. Kepala lelaki tinggi itu terkulai di lengan kursi dengan mata memerah mengantuk karena dua hari dirinya tak tidur. Orang-orang datang silih berganti memberi dukungan, dari ba'da Maghrib hingga dini hari.

“Kamu tidur dulu malem ini, jangan keluar nemuin orang-orang. Tidur, istirahat, biar temen-temenmu yang layanin tamu.” Ujar Baekhyun, berikan usapan lembut di bahu suaminya.

“Gak enak akunya, Dek. Wong di rumah kok gak ditemuin.”

“Ya udah kamu ngungsi dulu ke rumah Bapak, tidur di sana. Lihaten matamu, merah begitu dua hari gak tidur, tiap siang sampe sore ke rumah-rumah warga. Nurut sama aku.”

Chanyeol mendesah pelan, menarik tangan Baekhyun, mengcup pergelangan tangannya dan memeluknya. Dia butuh ini, sedikit banyak rasa lelahnya lungsur.
Dan Chanyeol menyanggupinya, dirinya meninggalkan rumah dan mengistirahatkan diri di rumah mertuanya. Teman-teman dekat Chanyeol yang biasa datang memberitahu para tamu bahwa Chanyeol sedang berkunjung ke rumah teman di kecamatan. Baekhyun juga mengatakan demikian ketika menemani tamu-tamu itu.

“Papih kemana?” Tanya Sehun sambil melirik kakaknya yang sedang menyelesaikan tugas terakhirnya sebelum libur semester.

Dyo menoleh sekilas lalu menghendikkan bahu, “Katanya keluar, gak tau ke mana.” Balasnya.

Sehun mencebik lalu berbaring dan bergulung-gulung di atas tempat tidur, mengangkat bantal kecil yang baru dibeli Dyo dua bulan lalu kemudian dihirup aroma wanginya. Baru habis dicuci.

Sedang asik menciumi aroma wangi bantal bercampur wangi Dyo, kepala Sehun langsung menoleh ke arah Dyo kala suara batuk teramat keras dan terdengar amat menyakitkan itu keluar dari mulut kakaknya.

“Mamath kenapa?” Tanya Sehun, dirinya kelabakan dan segera turun dari tempat tidur.

Dengan masih terbatuk Dyo berusaha berbicara, “Mi-min-num!”

Tanpa banyak menunggu Sehun melesat keluar kamar mengambil air. Dyo masih terbatuk, dan makin lama suaranya makin terdengar menyakitkan. Ketika Sehun datang kembali ke kamar sambil membawa segelas besar air, kakaknya telah terduduk di lantai dengan darah menetes dari mulutnya, mengumpul dengan simbahan darah di bawahnya.

“MAMATH!”

Tubuh Sehun gemetar, gelas di tangannya berguncang hingga isinya tumpah berceceran. Dia taruh gelas ke atas meja kemudian duduk di depan kakaknya yang masih saja terbatuk dan mengeluarkan darah.

“Mamath kenapa? Apa yang thakit?” Tanya dia, matanya memerah sarat akan rasa takut.

Dyo menggeleng, tangannya yang gemetar menunjuk ke arah ruang tamu, meminta adiknya untuk memanggil Baekhyun atau siapapun yang ada di depan.

Sehun mengerti, dia bangkit lalu berlari. Namun belum sampai dirinya di depan pintu kamar, kakeknya lebih dulu datang dan menerabas masuk ke kamar, menangkap tubuh cucunya yang hampir tumbang.

“Abil, panggil Mamih.” Kata Minho, Sehun mengangguk dan kembali berlari.

Dyo ditidurkan di pangkuan Minho, air mata tumpah ruah, merasakan sesak menyerang dada.

“Se-sesek, Mbah—” bata Dyo susah payah.

Minho melepas kancing kemeja Dyo, melonggarkan semua belitan di tubuh cucunya sambil mengucapkan doa-doa.

Baekhyun dan beberapa teman Chanyeol datang, terkejut melihat kondisi Dyo yang hampir tak sadar di pangkuan Minho. Baekhyun melirik sebentar ke ayahnya yang entah kapan datang, tapi dia tak mau repot menanyakannya sekarang, yang terpenting adalah anaknya.

“Cek sekitar rumah, cari barang apapun yang mencurigakan.” Kata Minho tanpa mengalihkan pandangannya dari Dyo.

Teman-teman Chanyeol mengangguk, mereka faham akan isi perintah itu, dan tahu pula mengapa Minho meminta mereka mengecek sekeliling rumah.

Baekhyun mengusap tangan anaknya yang dingin, basah, dan gemetar. Sehun duduk di sebelah ibunya, menatap sedih kakaknya.

Minho meniup dengan lembut ubun-ubun cucunya dan menuntun dengan lembut pula agar Dyo bernafas dengan perlahan.

Tak lama Chanyeol datang dengan nafas terengah, hampir tergelincir ketika melihat putranya tak berdaya. Seperti deja vu, dadanya seakan didesak kayu besar mengingat ini bukan kali pertama dirinya melihat putranya terkapar begini.

“Udah lebih enak? Masih sakit?” Tanya Minho.

Dyo mengambil nafas dalam-dalam dan menjawab dengan parau,

“Me-mendingan.”

Minho mengucap syukur pelan, “Abil, ambilin minumnya itu, Cong. Sama ambil baskom satu ya.”

Sehun menurut, dia serahkan air yang tadi dia ambil dan berlalu ke dapur untuk mengambil baskom. Setelahnya dia berikan kepada kakeknya.

“Kumur dulu.” Pinta Minho dan dituruti oleh cucunya.

Dyo berkumur beberapa kali untuk membersihkan darah dari mulutnya kemudian memuntahkannya ke dalam baskom. Dia berdeham, membersihkan tenggorokannya.

“Lebih enak?”

Dyo mengangguk lalu dituntun untuk ke tempat tidur. Baekhyun membersihkan bekas darah yang dimuntahkan Dyo sebelum duduk di sebelah putranya. Chanyeol sedang mengobrol dengan Minho, bertanya tentang apa yang terjadi pada putranya.

“Aku tadi di luar lagi santai, terus aku lihat ke langit ada merah-merah kaya api itu terbang ke arah rumahmu. Perasaanku gak enak, aku lari ke rumahmu sambil berdoa gak ada yang terjadi sama keluargamu. Aku gak sempet bangunin kamu, Ris, aku wes panik, cuma sempet teriak ke Asri kalau aku mau ke rumahmu. Terus pas aku sampe, aku lihat Zaman hampir tumbang.” Jelas Minho, mereka berdua mengobrol di halaman belakang sembari mencari kejanggalan, siapa tau ada yang ditinggalkan dari api merah yang melayang tadi.

“Waktu pemilihan udah mepet, Ris, hal-hal kaya santet atau yang berbau dukun udah bukan hal yang aneh. Anakmu tadi hampir kena loh, kalau gak cepet ditolong kali ini anakmu bakalan amblas. Mungkin awalnya mau nyerang awakmu, Ris, tapi awakmu gak di rumah, sedangkan yang pikirannya lagi kacau dan gak fokus itu Zaman, jadi yang kena anakmu.”

Pundak Chanyeol ditepuk, “Banyak-banyak doa, Ris. Dua orang musuhmu ini mainnya bukan duit lagi, tapi sudah manggil bala bantuan lain."

“Aku mundur aja, Pak kalau gitu. Aku gak mau anakku atau istriku jadi sasaran.” Balas Chanyeol, kepalanya tertunduk dan suaranya amat pelan.

“Menurutmu bisa mundur sedangkan acara pemilihan tinggal sepuluh hari lagi?” Tanya Minho, Chanyeol diam. “Kamu dulu juga udah mau mundur, surat udah ada, dimaterai, ditandatangan. Tapi apa bisa mundur?”

“Tapi ini alasannya anakku, Pak.”

“Dulu juga alasannya anakmu, tekanan keluargamu. Tapi apa bisa mundur?”

“TAPI SEKARANG YANG BUAT AKU MUNDUR BUKAN KETIDAKSETUJUAN, PAK! TAPI NYAWA ANAKKU JADI TARUHAN!” Chanyeol tak sadar meninggikan suaranya, emosinya memuncak.

Minho tak marah, dia paham akan ketakutan menantunya. Dia mendesah pelan, mengusap punggung menantunya dan berujar dengan lembut.

“Aku tau. Tapi tolong, ini sebentar lagi. Aku sama temen-temenmu yang lain bakal jagain rumahmu sampai hari pelaksanaan. Kamu bakal jadi olokan musuhmu kalau kamu mundur dari pemilihan.”

Chanyeol tak paham jalan fikiran mertuanya dan para tetua yang mendukungnya. Pikirnya orang-orang ini sangat egois. Dulu dirinya sudah mengalah dan menahan diri atas tatapan tak suka dari keluarga dan bahkan putranya sendiri. Sekarang setelah dia mendapat dukungan dari putranya, malah nyawa putranya dan seluruh keluarga intinya yang dalam bahaya. Dia ingin mundur kembali dengan alasan keselamatan keluarganya, tapi lagi-lagi orang-orang ini mencegahnya.

“Aku gak tau sepenting apa jabatan ini sampai keselamatan anak istriku aja bukan jadi masalah yang penting di mata kalian.” Ujar Chanyeol sebelum berlalu meninggalkan mertuanya yang terdiam dengan helaan nafas yang keluar perlahan.

Minho mengusap wajahnya dan duduk di dipan dengan kepala tertunduk.
Sejauh ini menantunya sudah banyak berkorban, merelakan banyak waktu bercengkerama dengan anak istri untuk menghampiri rumah warga. Memangkas waktu istirahatnya untuk menemui tamu yang datang. Menekan dalam perasaan saat saudaranya menyatakan ketidaksetujuan.

Tapi, apa Chanyeol harus menyerah setelah sejauh ini?

Jika saja pendukungnya tak sebanyak ini, jika saja orang-orang itu tak menaruh beban kepercayaan kepadanya, sudah dari lama dia mangkat dari pemilihan ini.

Pukul dua dini hari Dyo terbangun, teringat tugasnya yang belum dia selesaikan padahal tinggal sedikit lagi. Dia berjalan keluar kamar dan langkahnya terhenti ketika mendengar suara isak tipis dari ruang tamu.

Ruang tamu sudah gelap, tandanya tamu telah pulang. Lalu suara tangis siapa itu?
Dia urungkan niatnya ke kamar mandi untuk melihat ke ruang tamu. Semakin dekat suara isakannya semakin jelas dan terdengar familiar. Ketika tiba dan membuka kelambunya sedikit, dia melihat ayahnya sedang menangis lirih sambil meracau.

Dada Dyo sesak mendengar kata demi kata yang terlontar.

Tak ingin keberadaannya diketahui, dia buru-buru pergi dan melanjutkan niatnya untuk ke kamar mandi dan mengerjakan tugasnya kemudian.

Pagi datang, Dyo melangkahkan kakinya ke halaman belakang dan melihat Chanyeol serta Baekhyun sedang duduk berdua di dipan.

Dia memakai topinya dan mengantongi ponselnya di saku kemudian berjalan ke arah kedua orang tuanya.

“Mau ke mana?” Tanya Chanyeol dan Baekhyun bersamaan.

“Mau ke Shofi.” Jawab Dyo, “Papih jangan mundur, Dyo gak apa-apa. Abil, Alif, Rizfan juga gak bakal kenapa-napa selagi gak ada yang lengah.”

Setelah berujar, Dyo berlalu begitu saja menghampiri sepeda pancalnya kemudian dikayuh pergi menjauhi pelataran rumah, tinggalkan tatapan penuh arti dari kedua orang tuanya.

Dan sebuah senyum menghias bibir Chanyeol. Keraguannya yang semalaman menemani kini telah pudar. Usapan dan kecupan dari istrinya jadi hadiah setelahnya.

“Apapun yang terjadi, seperti apa hasilnya, jangan takut. Aku sama anak-anakmu gak pernah ninggalin kamu.” Bisik Baekhyun dengan lembut.

Maka tak ada alasan lagi bagi Chanyeol untuk mundur jika penguatnya benar-benar kuat.

-
Selesai
-

Ohohoooo

Dyo mulu dah yang kena. Ya gak tau ya, mungkin Dyo darahnya manis wkwk

(Gak sih, emang suka aja lihat karakter favoritku menderita. Mohon ampun kanjeng Zaman 🙇‍♂️)

Sampai jumpa chapter selanjutnya 😉

Continue Reading

You'll Also Like

Sorai By k

Fanfiction

551 72 2
Shani dan Gracia, dua insan yang berbeda dipertemukan oleh waktu, masuk ke dalam lingkar permainan takdir. Membuat puan ayu dengan paras cantik seper...
95.1K 9.2K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
84.2K 3.2K 20
[ Bukan Novel Terjemahan ] Murni Karya Author Sendiri (⌒o⌒) ⚠️ Ini hanya fiksi semata, tidak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata, orang, kepercaya...
2.1K 294 16
sejalan cinta wonbin ke eunseok yang kokoh banget kaya dinding rumah. pay attention -boys love -eunseok wonbin area -vote nya berguna buat ninggalin...