About You

بواسطة fairytls

56K 5.5K 3.8K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Trauma terhadap cinta membuat Leone Ice Fox tak ingin menjalin hubungan d... المزيد

A T T E N T I O N
P R O L O G U E
1. Leone Ice Cole
2. Ocean Javiera
3. School
4. Clubbing
5. Girlfriend? Big No!
6. Ocean is a Germ
7. Freaky Girl
8. What? Mr. Ice
9. Gifts
11. Damn! Crazy Girl
12. Poor Ocean
13. She's Not Cinderella
14. Physics Olympiad
15. She's Says "I Love You"
16. Family Date
17. Nightmare, Hug, and Hallucinations
18. Denial
19. Angry
20. Can I Eat Your Lips?
21. I Apologize
22. Who's she?
23. I Gotta Go
24. Missing You
25. Musée du Louvre

10. Ck! She's Noisy

1.3K 159 36
بواسطة fairytls

High heels Luna menapak di halaman mansion keluarga Cole, manik gadis itu dimanjakan dengan pemandangan bangunan mewah yang berdiri kokoh di hadapannya.

"Ayo masuk," ajak Leone.

Luna tersenyum simpul sebelum berjalan mengikuti langkah lebar Leone. Begitu masuk Luna mengedarkan pandangannya penuh kagum melihat isi mansion dipenuhi barang-barang mewah.

Kenyataanya bukan hanya bagian luar mansion yang terlihat indah dan mewah. Namun dibagian dalam juga tak kalah menarik, setiap sisi dipoles dengan kemewahan yang tak ada habisnya.

Sampai di ruang tengah, mereka disambut oleh Lucy. "Luna, akhirnya kamu datang juga," ujar Lucy langsung memeluk Luna saat gadis itu sampai di hadapannya, Lucy melepaskan pelukannya seraya memegang kedua lengan Luna. "Tante udah nunggu kamu dari tadi."

Luna tersenyum manis. "Maaf udah buat Tante nunggu, Mama nyuruh aku siap-siap dulu sebelum datang ke sini, makanya lama."

"Enggak apa-apa, Tante ngerti, kamu enggak perlu minta maaf," balas Lucy, selanjutnya wanita itu menilik penampilan Luna dari bawah ke atas. "Pantes aja penampilan kamu cantik banget," sambung Lucy.

Luna tersenyum malu. "Tante bisa aja. Tante juga cantik."

Lucy mengulas senyum manis. "Ayo duduk." Wanita itu mempersilakan Luna duduk pada sofa silver yang berada tepat di tengah ruangan, disusul Leone duduk di seberang mereka.

"Gimana sekolah kamu, Lun. Orang tua kamu apa kabar?"

"Sekolah lancar kok, Tan. Kabar Papa Mama juga baik," jawab Luna. "Oh iya, om Lionel mana?" Luna balik bertanya.

"Jam segini om masih di kantor," jawab Lucy

Leone berdeham cukup keras karena  merasa kehadirannya tidak dibutuhkan. "Udah ngomongnya? Kalau gitu aku mau balik ke kantor."

"Cepat banget kamu mau pergi? Luna aja baru datang," lontar Lucy menatap sang putra. Sejurus kemudian Lucy bangkit. "Kamu jangan pergi dulu, Mama mau ambil minum buat Luna," perintah Lucy tak terbantahkan.

"Luna, kamu mau minum apa sayang? Biar Tante buatin."

"Apa aja, Tante, asalkan enggak ngerepotin Tante," jawab Luna sungkan.

Leone melirik Lucy yang berjalan menuju dapur setelahnya ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Bapak enggak nyaman ya?" Pertanyaan itu keluar melalui bibir Luna kala melihat Leone menghembuskan napas berulang kali, ia tahu Leone bosan dan tidak nyaman menemaninya.

Leone menatap Luna. "Bagi saya terjebak di Antartika jauh lebih baik daripada nemanin kamu."

"Um, jadi gitu. Okay, kalau gitu Bapak boleh pergi kok."

"Baiklah, kamu sendiri yang minta saya pergi, saya akan pergi." Leone berdiri sambil mengancing jasnya.

Luna hanya tersenyum melihat Leone melenggang pergi meninggalkannya. Hal itu tidak masalah bagi Luna.

"Luna, Leonenya mana?" Lucy kembali sambil membawa minuman untuk Luna.

"Udah pergi, Tante. Ada meeting mendadak katanya."

"Anak itu susah banget nurutin apa kata Mamanya," dumel Lucy mengambil tempat duduk di sebelah Luna.

Luna dan Lucy lanjut mengobrol. Kemudian mereka memutuskan ingin membuat kue bersama. Kedekatan mereka membuat orang yang melihat akan beranggapan bahwa Luna adalah anak perempuan Lucy.

Di tempat lain, Ocean sibuk mengelap meja saat pengunjung kafe sudah pergi, ia menyeka keringat dikeningnya. Mengangkat piring serta gelas kotor dan membawanya ke belakang untuk dibersihkan.

Dari luar kafe Leone memperhatikan setiap pergerakan Ocean meski terhalang oleh kaca tembus pandang. Kemudian Leone memutuskan masuk ke dalam kafe tersebut.

Leone duduk. Membolak-balik buku menu, ia bingung harus memesan apa karena sebenarnya ia tidak lapar ataupun haus. Kenapa gue masuk ke sini! Apa karena ada, Ocean? Kayaknya gue udah mulai enggak waras, batin Leone merutuki kebodohannya sendiri karena telah masuk ke dalam kafe tempat Ocean bekerja.

"Mau pesan apa, Mas?" Atensi Leone teralihkan kepada pelayan di depannya. Entah kenapa Leone sedikit kecewa ternyata pelayan itu bukan Ocean.

Leone memesan minum dan sepotong kue. Pelayan itu pergi usai mencatat pesanan Leone. Sembari menunggu Leone memilih mengutak-atik ponselnya. Tak sampai sepuluh menit pesanan Leone diantar ke meja.

"Silakan dinikmati."

Leone mengenali suara itu, ia mengalihkan fokusnya dari ponsel.

Hari ini Ocean sibuk bekerja, ia bahkan dimarahi karena datang terlambat hampir satu jam dikarenakan ulah Draco. Ocean tak memperhatikan pelanggannya, ia hanya meletakkan pesanan setelah itu pergi.

Leone menahan pergelangan tangan Ocean. Sontak Ocean terperanjat, sejurus kemudian gadis itu menoleh. "Pak Es?"

"Kamu sakit? Wajah kamu pucat?" tanya Leone menelisik wajah Ocean.

"Enggak, Pak Es. Aku baik-baik aja." Ocean tersenyum lebar seperti biasanya.

"Duduk!" Leone menarik pelan tangan Ocean agar gadis itu duduk pada kursi di depannya.

Ocean mengerutkan alis, aneh. Tidak biasanya Leone mau bersentuhan langsung. Namun pikiran itu segera terhempas saat Ocean melihat Leone membersihkan tangannya. Enggak berubah, kirain Pak Es udah enggak alergi bersentuhan denganku, batin Ocean.

"Pak Es kenapa nyuruh aku duduk?" Ocean mengawali pembicaraan.

"Istirahat."

"Tapi sekarang masih jam kerja, aku enggak bisa istirahat."

Krukk! Kruuk! Ocean meringis malu, kenapa perutnya harus berbunyi di depan Leone. Memalukan. Jika di depan orang lain tidak masalah, tapi ini di depan crush-nya. Rasanya Ocean ingin menghilang sekarang juga.

Leone mendorong sepotong kue yang belum ia sentuh ke hadapan Ocean. "Makan." Bukan karena Leone perhatian, jangan berpikir demikian. Bagaimana pun Ocean adalah muridnya di sekolah, sebagai guru serta wali kelas yang baik, Leone rasa tindakannya normal.

Dalam hati Ocean berteriak senang, sebisa mungkin ia menahan bibirnya agar tidak tertarik ke atas, ia tidak mau ketahuan Leone kalau ia sedang salah tingkah. "Ini buat aku, Pak Es?" tanya Ocean memastikan.

"Um."

Ocean menatap red velvet cake itu. Sayang kalau dimakan. Menurut Ocean pemberian Leone harus dijaga sepenuh hati bahkan dimuseumkan bila perlu, agak berlebihan memang, namun begitulah adanya, karena bagi Ocean pemberian Leone sangat berharga.

"Heh, Ocean! Kamu ini niat kerja atau enggak sih! Saya enggak menggaji kamu buat duduk santai di sini. Udah datangnya telat, seharusnya kamu lebih rajin kerja." Pemilik kafe memarahi Ocean.

Ocean kelabakan berdiri. "Maaf, Bu. Jangan marah-marah nanti keriput di wajah Ibu nambah."

Wanita 30 tahun itu bertambah marah, mukanya merah padam. "Apa kamu bilang? Dasar enggak sopan! Seharusnya kamu berterima kasih karena saya udah kasih kamu kerjaan. Tapi kamu justru malas-malasan dan duduk santai di sini."

"Mau gimana lagi, Bu. Susah nolak permintaan crush."

"Jawab terus! Alasan aja kamu, udahlah, kamu kayaknya enggak butuh kerjaan ini. Kamu saya pecat!" putusnya.

"Saya minta maaf, Bu, jangan pecat saya Bu," ujar Ocean.

Ocean baru beberapa bulan menjadi pelayan kafe, sulit mencari pekerjaan paruh waktu mengingat usianya tidak memenuhi persyaratan. "Saya 'kan besok gajian, kalau Ibu pecat saya, terus gaji saya gimana, Bu?"

Wanita itu mengeluarkan dompet, menarik uang dari dalam sana kemudian memberikannya ke dalam genggaman tangan Ocean, "Ini ambil gaji kamu, sekarang kamu tinggalkan kafe saya!"

"Tapi Bu saya—"

"Enggak ada tapi-tapian, sekarang kamu pergi atau saya panggil keamanan," sela wanita itu.

Ocean diam, ia tak bisa protes lagi hanya bisa pasrah menerima keputusan pemilik kafe.

"Heh-heh! Mau ke mana kamu?" tunjuknya melihat Ocean hendak pergi ke belakang.

"Mau ganti baju, Bu. Emangnya Ibu mau seragam kafe ini saya bawa pulang?" seloroh Ocean.

"Ya sudah cepat!"

Leone memperhatikan perdebatan Ocean dengan pemilik kafe. Namun Leone tak ingin ikut campur. Leone terkesiap melihat Ocean mengenakan seragam sekolah kembali menghampirinya.

"Pak Es, mukanya jangan merasa bersalah gitu dong."

Leone mendengus. "Saya enggak merasa bersalah." Leone berbohong karena sebenarnya terbesit sedikit rasa bersalah dihatinya telah membuat Ocean dipecat.

"Terus kenapa Pak Es natap aku kayak gitu?" Ocean tidak suka jika ada orang menatapnya iba.

"Sebenarnya aku emang mau resign dari kafe ini," ungkap Ocean agar Leone berhenti menatapnya kasihan.

"Pak Es, tahu? Sebelum kerja di sini, aku pernah kerja di restoran. Kerjanya itu berat, makanannya laku terjual, tapi bayarannya dikit. Dan Bos aku itu pelit banget, ditambah lagi teman kerja aku orangnya cuek banget."

"Pak Es mau tau saat itu aku kerja di mana?

"Di mana?"

"Krusty Krab." Ocean tertawa di mana tawa itu menular kepada Leone.

"Pak Es bisa ketawa juga?" Ocean menutup mulutnya menatap Leone tak percaya.

Sontak Leone mengembalikan raut wajahnya seperti semula sambil berdeham pelan. Leone meninggalkan uang di atas meja kemudian ia keluar dari kafe.

"Pak Es, tungguin." Ocean berlari mengejar Leone.

"EH! KUENYA!" Ocean berhenti mendadak, ia berbalik masuk lagi ke dalam kafe. Melahap kue di atas meja dalam dua suapan besar. Sayang jika tidak dimakan, karena sudah dibayar oleh Leone. Setelah itu secepat kilat Ocean menyusul pria itu.

Leone menoleh ke samping dan menunduk untuk melihat Ocean karena gadis itu sangat pendek berjalan di sebelahnya. "Apa?" ketus Leone ketika Ocean mendongak padanya.

"Aku mau ikut Pak Es, boleh?"

Leone menghentikan langkah, ia sudah sampai di samping mobilnya.

"Enggak!"

"Please, Pak Es, bolehin aku ikut, ya? Lagian aku belum mau pulang." Ocean beralasan agar bisa lebih lama bersama Leone.

Untuk sejenak Leone terpaku melihat wajah Ocean yang tampak cantik kala rambutnya diterpa angin.

"Udah banyak banget orang yang puji aku cantik, Pak Es, kalau Pak Es juga mau bilang gitu, mungkin Pak Es akan jadi orang yang keseratus."

Leone tersadar. "Kepedean banget kamu!" Ia pun segera masuk ke dalam Tesla miliknya.

Leone menurunkan kaca mobil. "Cepat masuk!"

Ocean kira ia akan ditinggal oleh Leone. Mendengar itu, Ocean tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia meraih handle pintu mobil dan mendudukkan bokongannya pada kursi penumpang.

Leone melepaskan jas serta dasi, menaruhnya dikursi belakang. Menggulung lengan kemeja sebatas siku pun membiarkan dua kancing atasnya terbuka membuat dadanya terekspos seakan meminta dijamah. Kemudian barulah Leone melajukan mobil.

Ocean menikmati pemandangan manusia bak patung pahatan di sampingnya. Rahang tegasnya, hidung macung bagaikan prosotan anak-anak, juga mata indah yang berkedip-kedip menatap ke arah jalanan. Sungguh Ocean tak habis pikir, apa Leone antre paling depan saat pembagian rupa sehingga dilihat dari sudut manapun tidak ada cela untuk mengatakan bahwa pria itu jelek.

Manik Ocean beralih ke arah lain, mengabsen setiap bagian tubuh Leone dari atas sampai bawah. Otot-otot pada tubuh Leone tercetak jelas, bisa ditebak bahwa Leone sangat telaten merawat tubuhnya. Tanpa sadar Ocean meneguk saliva susah. Pak Es seksi banget, ucap Ocean dalam hati.

"Apa matamu enggak bisa liat objek lain selain saya?"

"Kalau ada Pak Es objek lain dimataku tiba-tiba nge-blur cuma Pak Es yang jelas."

Leone tak bereaksi apa pun mendengar bualan gadis itu. Apa yang kalian harapkan? Leone akan salah tingkah ketika mendengarnya. Big No!

Cukup lama Tesla Leone mengecai hamparan aspal kota tanpa tujuan.

"Omong-omong, kita mau pergi ke mana, Pak Es?" Ocean bertanya sebab dari tadi mereka hanya mutar-mutar tidak Jelas.

"Enggak tau."

"Oh, aku tau, pasti Pak Es mau lama-lama sama aku 'kan? Makanya Pak Es enggak mau berhenti."

"Ciihh, siapa juga yang mau lama-lama sama kamu!"

"Pak Es, aku mau—"

"BERISIK!" bentak Leone membuat Ocean seketika terdiam sambil menunduk dalam.

"Turun," suruh Leone.

Ocean mengangkat kepalanya, ia sudah berada di depan rumah. Muncul pertanyaan dalam benak gadis itu. Bagaimana Leone tahu di mana rumahnya?

"Pak Es tau rumahku dari mana?"

"Itu enggak penting, cepat turun!"

Ocean keluar dari mobil Leone, ia menunduk dan berkata. "Makasih, Pak Es, udah ngantar aku pulang." Kemudian Ocean menutup kembali pintu mobil Leone.

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
588K 67.9K 70
⚠️ follow sebelum baca, kalo kaga gue santed online mampus⚠️ Theodora siapa yang tidak kenal dengan remaja multitalenta itu? Banyak wanita tergila-g...
22K 1.2K 7
Karna penghianatan tunangannya, secara tidak sengaja Viera bertemu dengan pria misterius. Pria yang tak Viera tahu namanya itu sempat menolongnya. Ta...
6.9M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...