Trapped In The Ego βœ“

By Luvslavthv

10.4K 1.6K 1.3K

[M] Kepergian Namjoon yang misterius membuat Soojin terjebak di tengah labirin yang dipenuhi mawar berduri. S... More

00. Broken Heart
01. Disaster
02. Enemy [ A : Amour et la haine ]
03. Living In Trauma
04. Handsome Guest
06. Love And Hate
07. In Tension
08. Case Is Not Clear
09. Disgrace
10. Live Under Pressure
11. Belated Bad News
12. Kind Driver [ B : Espoir mourant ]
13. Demanded To Fight Alone
14. Forbidden Hope
15. Without Pause
16. Pinched
17. New Storm
18. Wooden Hut
19. Empty Glass
20. It All Starts From Here
21. Deadly Decision
22. The Birth Of Revenge [ C : Vengeance ]
23. Kill Aster's Soul
24. Following The Puzzle Pieces
25. Entering False Light
26. Just A Dream
27. Bound In Misery
28. Two Tangled Knots
29. Lost In A Maze
30. Peak Of Hatred And Pain
31. Born On The Night Of A Blue Moon
32. Pricked By A Rose Thorn [ D : Lutte ]
33. The Root Of All Roots
34. Restless From Nowhere
35. Tossed Around
36. Caught Up In Curiosity
37. Biggest Disappointment
38. Miracle Of Sincerity
39. Meaningless Apologies
40. Dying Belief
41. Still Error
42. Pinnacle Of Madness
43. Antagonist Of Antagonist
44. The Beginning Of The End
45. Regret Brings Narcissus Flower
00. Aster Was Finally In A Safe Place

05. A Suspect

241 44 5
By Luvslavthv

🍓🍓🍓

"Taehyung!"

Jinhee berlari mengejar Taehyung yang hampir saja membuka pintu.

"Di luar hujan semakin deras, lebih baik kau tetap di sini menunggu hujan reda. Aku tak ingin kau berkendara di cuaca buruk seperti ini." Saran Jinhee sambil menahan bahu Taehyung agar kekasihnya itu tak keluar.

"Hujan sudah lebat sejak aku berkendara mengantarmu ke sini. Jadi, apa yang harus dihindari? Ini hanya hujan!" Taehyung berujar ketus.

Jinhee tersenyum tipis. "Ada apa hm? Hari ini kau mudah marah," Jinhee memasangkan jas Taehyung, "Kalau kau ingin pulang, tapi kenapa kau sampai meninggalkan jasmu? Apakah karena kau sedang marah sampai membuatmu melupakan hal-hal kecil?" Jinhee menepuk-nepuk pelan dada Taehyung, merapikan jas di badan tegap Taehyung.

"Kau tahu kan bagaimana jika aku sedang kesal?!"

"Aku mengerti kau sedang kesal, tapi aku tak mengerti apa yang membuatmu sampai sekesal ini. Apa ini hanya karena maeuntang Soojin?"

"Rasanya buruk sekali!"

"Aku tahu, tapi kau marah hanya karena itu? Kenapa? Alasan kemarahanmu sangat sepele, Taehyung. Padahal, kau adalah pria lembut yang hanya berubah keras pada hal-hal tertentu. Hal kecil takkan membuatmu mudah marah seperti ini. Tapi, ada apa denganmu hari ini? Apa kau memiliki beban pikiran yang lain?"

Taehyung mengalihkan tatapannya dari Jinhee. Setelah mendengar setiap penuturan halus Jinhee, kini Taehyung menyadari bahwa sikapnya tadi terlalu berlebihan. Jinhee memang selalu mengerti dirinya. Dan Jinhee langsung bisa memahami kalau memang ada sesuatu yang saat ini bersarang busuk di kepala Taehyung sehingga membuatnya mudah tersulut emosi. Tapi, Taehyung merasa bersalah karena ia tak bisa menceritakan beban itu pada Jinhee. Menurutnya masalah ini terlalu berat untuk bisa ia ceritakan pada orang lain, apalagi masalah ini berkaitan dengan Soojin, jadi wajar saja kalau amarah Taehyung mudah meninggi jika berhubungan dengan Soojin. Sebab, bagi Taehyung, Soojin adalah sumber masalah terbesar yang saat ini terpaksa ia emban. Apalagi ia tak bisa bercerita dan terbuka pada Jinhee. Padahal biasanya ia selalu menjadikan Jinhee orang pertama yang mengetahui keluhannya. Tapi, untuk masalah ini, Taehyung benar-benar tak bisa membaginya pada Jinhee. Alhasil, Taehyung terpaksa berdusta....

"Iya, Sayang! Semenjak mengemban tanggung jawab besar sebagai presdir, aku sering merasa resah. Sesukses apa pun perusahaan yang aku bangun, tetap saja ada masalah, kan?" Taehyung memijit pelipisnya. Saat ini ia tak punya pilihan selain berbohong, menyembunyikan masalah aslinya, dan menjadikan Victory sebagai masalah palsunya, sebab Taehyung tak ingin Jinhee memandangnya aneh karena marah-marah tak jelas hanya karena maeuntang Soojin.

Jinhee mengangguk, "Aku mengerti. Lain kali carilah ketenangan padaku dulu, aku tak ingin kau bersikap kasar seperti tadi di depan orang lain."

"Maaf!"

Jinhee tersenyum, lalu mengelus pipi Taehyung. "Tidak apa-apa. Kali ini aku takkan memaksamu, kalau kau ingin pulㅡ"

"Aarrrkkhhh!!!! To-tolong! Sakit!"

Kalimat Jinhee terpotong ketika jeritan Soojin dari dapur mengudara, berhasil memecah fokus Jinhee, begitupun Taehyung.

"Soojin? Itu suara Soojin? Apa yang terjadi?" Wajah Jinhee berubah panik. Ia langsung menarik tangan Taehyung. "Mari kita lihat!"

"Tapi aku ingin segera pulang," Taehyung masih keras. Ia sama sekali tak ingin kembali dan melihat wajah Soojin lagi.

"Ayolah, kali ini singkirkan egomu! Aku takut terjadi sesuatu pada Soojin!"

"Tapㅡ"

Jinhee tetap menarik paksa Taehyung agar kembali ke dapur. Taehyung pun pasrah ditarik sambil menghela napas berat.

"Astaga! Soojin!" Jinhee langsung menjerit heboh ketika menemukan Soojin terkapar di lantai sambil meremas perutnya. Jinhee hendak menghampiri Soojin, namun presensi Seokjin membuatnya ragu.

Sebab, bagaimana bisa Jinhee ataupun Taehyung tidak syok melihat sikap aneh Seokjin. Pria itu seperti orang gila yang baru saja lepas dari tahanan rehabilitasi, mengamuk di ruangan dan menghancurkan setiap fasilitas dapur, lalu memakan setiap benda yang hancur dan tajam hingga mulutnya robek, dipenuhi darah.

"Taehyung, kenapa dengan pria itu?" Jinhee kalang kabut, ia ingin mendekati Soojin, namun ia takut dengan Seokjin. Alhasil ia hanya bisa mematung di depan pintu dapur, bersama Taehyung yang juga tampak ingin menghindari kejadian.

"Entahlah."

"Aish!" Jinhee menampar bahu Taehyung, "Cepatlah masuk dan bantu Soojin!"

"Kenapa harus? Dia tidak apa-apa!"

"Tidak apa-apa bagaimana? Kau tak dengar rintihannya hah? Bagaimana kalau kandungannya dalam bahaya?" Jinhee tak bisa lagi mengontrol kepanikannya.

"Itu tak mungkin!"

"Apanya yang tak mungkin?" Jinhee bahkan terlihat paling heboh daripada Soojin, "Cepatlah, Taehyung! Aku mohon bawa Soojin menjauhi pria itu! Dia bisa melukai Soojin!" Jinhee mendorong-dorong Taehyung agar masuk.

Taehyung berdecak. Ia akhirnya memasuki dapur yang sangat berantakan seperti baru saja terjadi gempa bumi. Tapi, alih-alih membantu Soojin seperti yang Jinhee minta, Taehyung justru mendekati Seokjin dan mencoba menghentikan aksi gila Seokjin.

"Taehyung, abaikan dia! Kau bisa terluka kalau mendekatinya! Lebih baik kau angkat Soojin!" Jinhee berteriak heboh. Ia tak mengerti dengan pemikiran Taehyung. Entah kenapa ia merasa Taehyung tampak enggan mendekati Soojin.

"Tapi kalau tidak dihentikan, dapurmu bisa hancur."

"Itu tak penting!" Jinhee tak habis pikir lagi. Ia akhirnya masuk dan menghampiri Soojin. "Soojin, kau tidak apa-apa?"

"Kakak, aku takut ..." suara Soojin terdengar getir dan lirih.

"Astaga, tidak apa-apa, Soojin! Bertahanlah!" Jinhee berpaling ke arah Taehyung yang masih sibuk menghalau kegilaan Seokjin. "Taehyung! Lebih baik kau jangan pedulikan dia dan cepat bantu Soojin!"

"Apa yang harus kubantu? Soojin baik-baik saja!"

"Taehyung, Ada apa denganmu? Kenapa kau sama sekali tak peduli pada Soojin?"

"Akuㅡarrghh!" Taehyung menggeram ketika tangannya tertusuk pecahan kaca yang dilemparkan Seokjin. Darah langsung muncrat dari lengannya.

Jinhee yang melihat itu langsung berdiri panik. "Kan sudah aku bilang berbahaya! Tanganmu jadi terluka, kenapa kau sangat keras kepala?!"

Taehyung tak menyahut diomeli oleh kekasihnya. Ia merintih sambil berusaha menutupi tangannya yang dilumuri darah.

Jinhee tak tahan lagi. Menurutnya sikap keras kepala Taehyung membuat keadaan lebih kacau. Dan pasangan itu jadi berselisih kecil di tengah-tengah tragedi mendebarkan seperti saat ini.

Jinhee bergegas mendekat dan langsung menarik Taehyung agar menjauh dari Seokjin.

"Kenapa kau tak mendengarkanku hah?"

Sementara Soojin masih di lantai, dengan pasrah ia menonton perdebatan sepasang kekasih itu.

"Maaf!" Taehyung seperti bocah kecil yang menyesali kesalahannya karena tak mendengarkan larangan Ibunya.

"Akibat dirimu aku jadi bingung bagaimana membantu Soojin."

"Membantu Soojin apa? Dia baik-baik saja, begitupun kandungannya. Apa yang harus dicemaskan?" Anehnya amarah Taehyung kembali melonjak.

"Astaga! Kau tak lihat apa yang terjadi padanya?" Jinhee menunjuk Soojin sambil menatap Taehyung nanar.

Taehyung menoleh sekilas ke arah Soojin. "Tak terjadi apa pun padanya. Dia masih bisa berdiri!"

"Kali ini aku tak mengerti dengan pola pikirmu, Taehyung!" Jinhee tak ingin mengharapkan Taehyung lagi untuk membantu Soojin. Alhasil dirinya sendirilah yang harus turun tangan, mencoba membantu Soojin bangkit. "Soojin, kau masih bisa bertahan, kan? Mari, aku akan membantumu!" Jinhee melingkarkan tangan kanan Soojin di pundaknya, ia membantu Soojin berdiri dan mulai memapah Soojin.

"Jangan berlebihan, Sayang! Dia tak apa-apa, dia hanya manja!"

"Taehyung, Berhentilah bersikap seperti itu!" Jinhee membentak Taehyung.

Taehyung menghela berat. Merasa kasihan melihat Jinhee yang tampak kesulitan menyanggah Soojin yang sedang hamil. Pada akhirnya Taehyung mengalah. Ia mengabaikan tetesan darahnya dan langsung mengambil alih tubuh Soojin dari Jinheeㅡmenggendong Soojin dan membawa Soojin keluar apartemen tanpa mengatakan apa pun.

"Aish, kenapa tak sedari tadi kau bertindak seperti ini?!" Jinhee menggerutu sambil mengikuti Taehyung.

🍓🍓🍓

Unit apartemen milik Jinhee pada akhirnya berubah menjadi TKP. Seokjin ditemukan tak bernyawa, jasadnya tergeletak mengenaskan di tengah-tengah kekacauan dapur. Seokjin meninggal dengan mata yang terbuka lebar, begitupun dengan mulutnya yang menganga dipenuhi darah, bibir dan daging pipinya robek, cairan amis juga tak hentinya merembes dari tenggorokan Seokjin sampai berlubang. Mengerikan.

Dua hari, unit Jinhee disesaki para polisi yang bertugas mengatasi kekacauan, serta para penyelidik yang bekerja sama memecah kasus kematian Seokjin yang dianggap misterius.

Hingga saat ini jasad Seokjin belum dikebumikan, sebab para polisi masih membutuhkan raga Seokjin untuk bahan penelitian. Tentunya atas izin pihak keluarga, mayat Seokjin diawetkan di ruang otopsi. Para detektif pun berharap bisa menemukan bukti agar bisa memecah peristiwa berdarah di hari hujan. Apalagi Seokjin salah satu tokoh yang cukup disegani karena kelihaiannya dalam memasak. Seorang Chef serta pemilik restoran terbesar di Vanlycon.

Dan dalam dua hari, Soojin bermalam di rumah sakit, ditemani oleh Jinhee. Seperti kata Taehyung, tak terjadi hal serius pada kandungan Soojin. Kandungan Soojin hanya terguncang ringan, dan Soojin juga hanya syok kecil. Mereka bermalam di rumah sakit karena mereka tak bisa pulang, mereka terpaksa bermalam di ruangan dokter milik Jinhee untuk sementara waktu.

Hari ini, pekerja Taehyung yang bernama Park Hoseok mendapat tugas menjemput Jinhee dan Soojin di rumah sakit, dua koper juga sudah tersedia di bagasi. Taehyung memutuskan membawa kekasihnya tinggal di rumahnya selama proses mencari sewa unit lain yang masih kosong. Dan keputusan Taehyung ini disetujui oleh Jinhee dengan syarat membawa Soojin ikut serta.

Kini dua wanita itu sudah sampai di depan rumah Taehyung. Koper mereka dibawa oleh Park Hoseok. Jinhee merangkul Soojin sambil mengamati rumah besar di hadapannya. "Wah, ini pertama kalinya aku melihat rumah Taehyung secara langsung."

Tentu saja penuturan Jinhee sangat menarik perhatian Soojin. Pertama kali? Yang benar saja, bukankah Taehyung dan Jinhee telah menjalin hubungan selama bertahun-tahun, lantas kenapa Jinhee baru bisa melihat rumah Taehyung hari ini? Lalu bagaimana dengan dirinya yang sudah mengagumi Taehyung bertahun-tahun tak pernah mengetahui di mana rumah Taehyung apalagi tentang keluarga Taehyung.

"Aku sangat kagum dengan kerja keras Taehyung, belum sempat setahun memimpin sebuah perusahaan, dia langsung mampu membeli rumah baru, dan meninggikan namanya." Jinhee terus bercerita selama perjalanan menuju teras luas rumah Taehyung.

Soojin berupaya memahami segala ucapan Jinhee. "Taehyung tinggal bersama siapa?"

"Hanya bersama adiknya, dan ada beberapa pelayan juga."

Soojin angguk-angguk, dengan hati-hati ia meniti tangga teras.

Saat mereka berdua sampai, pintu langsung terbuka, Taehyung menyambut mereka dan mengajak mereka beristirahat di ruang tengah.

"Taehyung, bagaimana kondisi lenganmu? Sudah membaik?" Baru saja duduk, Jinhee langsung mempertanyakan kondisi kekasihnya sambil mengelus pelan lengan kiri Taehyung yang diperban.

"Sudah membaik, lukanya tak terlalu dalam."

"Syukurlah," Jinhee tersenyum, "Terima kasih kau telah mengizinkan kami menumpang di sini."

"Sayang ... kau bahkan boleh tinggal di sini selama yang kau mau, kau kekasihku." Sebenarnya sejak dulu Taehyung sudah mengajak Jinhee tinggal bersama di rumahnya. Namun Jinhee menolak.

Jinhee menepuk pelan bahu Taehyung, "Kita belum sah, aku tak ingin orang-orang berpendapat aneh tentang kita."

"Untuk apa memikirkan pendapat orang lain? Itu sama sekali tak berguna. Pentingkanlah kenyamanan diri kita sendiri. Kita bahkan bisa satu ranjang berㅡoh!"

Ucapan ambigu Taehyung langsung dipangkas oleh pukulan Jinhee, "Jangan berbicara aneh!" Jinhee merasa tak nyaman karena Soojin juga ada bersama mereka.

Sementara Soojin berusaha menahan diri. Ia tak bohong bahwa ia selalu membenci situasi seperti ini. Rasanya ia seperti seekor kucing yang ada namun tak dipedulikan karena dianggap ia takkan bisa memahami pembahasan mereka.

Rumah Taehyung memang mewah dan luas. Namun, semegah apa pun tetap saja tak bisa benar-benar menyalurkan kenyamanan untuk Soojin. Apalagi setiap kali ia tak sengaja bertatapan dengan Taehyung, mata pria itu tampak memusuhinya dan seolah menjelaskan betapa tak ikhlasnya mempersilakan Soojin ikut bermalam di rumahnya. Meskipun sedikit tak suka dengan kehadiran Soojin, Taehyung tetap tak bisa menolak kemauan Jinhee. Tapi dari sini Taehyung tahu bahwa kekasihnya adalah wanita yang sangat baik hati. Yang selalu membantu gadis asing sejenis Soojin.

"Ah iya ... aku sudah menyiapkan susu stroberi untukmu." Taehyung mengambil gelas susu lalu memberikannya pada Jinhee, "Ini murni buatanku, khusus untuk kekasihku yang cantik dan baik hati ..." Taehyung mengatakannya dengan mode Tata mic, sangat menggemaskan.

Jinhee tersenyum lebar sambil menerima gelas susu itu. "Wah kekasihku manis sekali ..." Jinhee mencubit gemas pipi Taehyung. Ia hendak meminum susu itu namun tak jadi ketika teringat sesuatu. "Kau hanya membuat satu? Untuk Soojin mana?"

Senyuman antusias Taehyung seketika memudar. Entahlah, untuk saat ini ia selalu merasa momen manisnya bersama Jinhee selalu dihancurkan oleh Soojin. Ia tak suka!

"Aku tak tahu apakah dia suka susu stroberi atau tidak. Tapi pelayanku akan membawakan teh untuknya."

Jinhee berpaling ke arah Soojin yang sedari tadi diam, "Apa kau ingin susu stroberi juga, Soojin? Taehyung bisa membuatkan lagi untukmu."

Bahkan sebelum Soojin membalas pertanyaan Jinhee, Soojin langsung menyadari ekspresi keberatan dari muka Taehyung. Jadi ia menggeleng sambil tersenyum tipis, "Tidak, terima kasih." Sungguh, Soojin tak tahu apakah ia bisa betah tinggal di rumah ini. Kendati hanya sementara, tapi ia tak tahu akan berapa lama. Yang jelas, aura Taehyung benar-benar menolak kehadirannya.

"Oppa, kenapa kau membawa dia kemari? Aku tak suka!"

Ketiga orang di ruangan tersentak bersamaan ketika tiba-tiba terdengar teriakan protes dari seorang gadis cantik. Gadis berumur 18 tahun itu menatap tak suka ke arah Jinhee.

Taehyung langsung berdiri. "Minji, aku mohon pahami posisi Jinhee. Lagi pula ini hanya sementara." Sepertinya ini adalah alasan lainnya mengapa Taehyung dan Jinhee tak bisa tinggal bersama.

Joo Minji, adik perempuan Taehyung tak pernah menyetujui hubungan mereka sejak dulu.

"Kenapa kakak tidak mendengarkanku? Aku bilang kakak harus putus dengannya, dan tinggalkan dia. Tapi kenapa kakak masih bersamanya? Dan bahkan berani membawa dia ke sini tanpa izinku dulu!"

"Minjㅡ"

"Aku tak mau tahu, kak! Pokoknya dia tak boleh ada di sini!" Gadis itu sampai menghentak-hentakkan kakinya, "Apakah kakak lupa aku harus dirawat di rumah sakit bertahun-tahun gara-gara dia. Tapi kenapa kakak masih bersamanya? Apakah kakak sama sekali tidak memikirkan perasaanku?"

Jinhee hanya menunduk setiap kali menerima tatapan kebencian dari Minji. Sementara Soojin seperti orang dungu yang berusaha memahami situasi. Sungguh, Soojin merasa ia memasuki dunia lain yang dipenuhi drama.

"Minji, tolong berpikirlah dengan bijak! Jinhee sama sekali tak terlibat atas kecelakaanmu, orang tua Jinhee lah yang salah. Jadi, tak seharusnya kau ikut membencinya," Taehyung berusaha memberikan pengertian pada adik kesayangannya itu.

"Tapi tetap saja, dia anaknya."

"Minji, kakak mohon kali ini kau jangan egois." Taehyung tak marah, nada bicaranya justru lirih dengan tatapan sendu ke arah Minji, "Jangan membuat kakak merasa berada di posisi serba salah. Aku menyayangi Jinhee dan juga sangat menyayangimu."

"Kakak bohong!" Minji membentak, gadis itu mulai menangis.

"Kakak sedih melihat kau begini, Minji. Apakah kasih sayang kakak padamu selama ini tidak berarti apa pun untukmu?"

Tangisan Minji semakin deras. Ia takkan melupakan setiap kasih sayang kakaknya, dan ia selalu ingat bagaimana Taehyung selalu ada untuknya. Selalu mengorbankan banyak hal untuk bisa menghidupinya seorang diri. Bekerja keras sendirian agar bisa membayar setiap biaya perawatannya. Dan tentu saja tentang Taehyung yang sejak remaja merawatnya penuh kasih sayang. Mereka hanya hidup berdua, tanpa Ayah ataupun Ibu, orang tua mereka pergi karena sebuah kecelakaan besar. Itulah kenapa Taehyung yang harus bertanggung jawab sendirian atas Minji tak peduli seberapa muda usianya dulu.

Minji tahu seberapa besar rasa sayang Taehyung padanya. Tapi, ia tak bisa memaksakan diri untuk menerima Jinhee.

"Taehyung, sudahlah!" Jinhee berdiri sambil mengusap bahu Taehyung agar Taehyung kembali tenang, "Tidak apa-apa. Aku bisa kembali ke rumah sakit. Tapi, tidak apa-apa kalau Soojin tetap di sini, kan?"

"Siapa wanita hamil itu?"

Soojin langsung berdiri ketika Minji menatapnya. Sungguh, drama antara saudara ini semakin membuat Soojin tak nyaman jika harus tinggal di sini.

"Dia Ahn Soojin, adikku. Kalau kau melarangku tinggal di sini, setidaknya tolong biarkan dia di sini, dia harus berada di tempat yang nyaman karena dia sedang mengandung." Jinhee memohon pada Minji.

"Tidak! Siapa pun yang berhubungan denganmu tetap tak boleh ada di sini!" Tegas Minji meskipun masih dengan pipi yang basah.

"Minji, cukup! Jangan bersikap kekanakan!" Taehyung menarik Minji pergi, "Mari kita berbicara berdua. Sekali-kali kau harus memahami keadaan dan belajar menyingkirkan ego sejak dini!"

Jinhee kembali duduk dengan wajah loyo. "Maaf, Soojin! Sepertinya kita harus kembali bermalam di rumah sakit."

"Tidak apa-apa, kak!" Itu bahkan lebih bagus.

Jinhee menghela napas berat, "Aku mendadak merindukan rumahku." Lirih Jinhee tiba-tiba.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah aku boleh mengetahuinya?" Soojin duduk di samping Jinhee. Ia mulai merasa penasaran, apa yang terjadi pada hubungan Taehyung dan Jinhee selama ini? Apa yang telah ia lewatkan?

"Aku memiliki hubungan tak baik dengan orang tuaku, dan juga adiknya Taehyung. Orang tuaku tak mau menerima Taehyung sebagai pasangan hidupku. Orang tuaku terlalu egois menolak Taehyung hanya karena dulu Taehyung orang miskin dan tak terpandang, bahkan mereka melibatkan adik Taehyung demi menghalangi hubungan kami. Tapi, aku tetap memilih Taehyung meskipun Minji membenciku. Aku bahkan lebih memilih pergi dari rumah, tak ingin tinggal bersama orang tuaku. Sebab, meskipun mereka orang tuaku, tetap saja aku tak memaklumi sikap keji mereka terhadap Minji. Untungnya Minji selamat namun sayangnya aku belum bisa mendapatkan restu Minji."

Soojin menyerap baik-baik cerita Jinhee. Hari ini, akhirnya ia tahu bahwa dugaannya salah. Ia kira Taehyung dan Jinhee telah bahagia bersama, tapi ternyata hubungan mereka begitu rumit. Pantas saja mereka tak kunjung meresmikan hubungan mereka dengan menikah. Tapi satu hal yang pasti. Mereka saling mencintai!

"Tidak apa-apa, kak. Aku yakin semua masalah akan selalu memiliki jalan keluar. Kau harus memercayai itu." Soojin berusaha menenangkan Jinhee sambil mengusap lembut bahu Jinhee.

Terkadang Soojin kesulitan menerima fakta bahwa ia bisa sangat dekat dengan Jinhee. Tentu saja. Soojin tak pernah lupa bagaimana dulu ia begitu membenci Jinhee hanya karena Jinhee bisa mendapatkan hati pria yang ia kagumi. Tapi saat ini, ia tak bisa egois membenci Jinhee. Wanita itu memiliki hati yang sangat lembut dan tulus, serta memberikannya banyak perhatian yang tak pernah ia dapatkan dari siapa pun. Ternyata pilihan Taehyung sangat tepat. Wajar saja Taehyung menjadikan Jinhee sebagai kekasih. Dan pantas saja ia kalah jauh dari Jinhee dalam persaingan menarik perhatian Taehyung.

Lamunan Soojin buyar tatkala suara serena terdengar jelas dari depan rumah Taehyung. Tak lama Taehyung kembali bersama Minji. Mereka semua tertarik oleh kehebohan yang terjadi di luar.

Tak lama pintu dibuka oleh Park Hoseok, kemudian beberapa polisi masuk dan langsung mengambil seluruh fokus empat orang di ruangan.

"Maaf, Tuan Joo Taehyung. Kami dari pihak polisi mendapat tugas di kediaman Anda." Ujar kepala polisi sambil menunjukkan kartu.

"Baik, jadi ada apa? Apakah kalian ingin menyelidiki rumah Saya?" Taehyung bertanya formal.

"Tidak, kami menerima informasi bahwa Ahn Soojin ada di sini. Jadi kami datang untuk membawa Ahn Soojin."

Dada Soojin langsung berdetak tak tenang ketika namanya disebut oleh kepala polisi.

"Ahn Soojin? Dia memang ada di sini. Dia orangnya!" Taehyung tanpa ragu menunjuk Soojin.

Polisi itu pun mendekati Soojin. "Sudah berapa bulan?" Tanya sang polisi sambil melirik perut Soojin.

"E-enam bulan!" Soojin tergugu.

"Di mana suami Anda?"

Jinhee langsung merangkul Soojin, sebab ia tahu bahwa pertanyaan sang polisi sangat sensitif untuk Soojin.

"Say-Saya belum men-menikah ..." lirih Soojin terbata-bata.

"Ohㅡ" sang polisi mencoba mengambil kesimpulan lainnya tentang Soojin, "Saya ganti pertanyaannya. Di mana Ayah dari bayi yang Anda kandung?"

Soojin sontak menatap Taehyung. Dan Taehyung benar-benar benci ditatap seperti itu oleh Soojin. "Dia adalah korban pemerkosaan."

Jawaban Taehyung tak salah. Soojin memang korban pemerkosaan. Tapi, Soojin tetap merasa sedih. Sesulit itukah mengakui? Soojin tak meminta untuk Taehyung mengakui pemerkosaan, tapi setidaknya mengakui anaknya.

"Owh Saya mengerti, tapi kami masih memiliki banyak pertanyaan untuk Ahn Soojin." Kepala polisi itu menatap Soojin tegas, "Meskipun Anda sedang mengandung, kami tak bisa mengabaikan hukum." Polisi itu kemudian menunjukkan sesuatu yang dibungkus oleh plastik transparan. "Kami menemukan ini di pakaian Anda ..." salah satu polisi yang ada di belakang menunjukkan selembar baju, "... Baju ini kami temukan di keranjang cucian, masih basah. Bukankah ini milik Anda? Dan Anda yang mengenakan baju ini sebelumnya?"

Soojin mendadak merasa takut. Firasatnya memburuk. "Iya, itu memang bajuku dan aku memang sempat memakainya. Tapi aku benar-benar tak tahu tentang benda itu." Yang Soojin maksud adalah sebuah bubuk putih yang ada di plastik, yang tadi ditunjukkan Polisi.

"Tapi bubuk ini jelas ada di saku pakaian Anda. Anda mengenakan baju itu di saat Anda masih bersama mendiang Choi Seokjin. Dan teh itu ... teh yang diminum oleh mendiang Choi Seokjin, Anda yang membuatnya, kan?"

"Y-ya ...."

"Bubuk ini ada di larutan teh yang Anda olah. Jadi sudah jelaskan apa maksud kami?"

"Memangnya itu bubuk apa?" Taehyung bertanya.

"Ini bubuk racun yang memiliki dosis sangat tinggi. Seseorang yang keracunan ini biasanya terserang delusi parah dan mengalami gairah terhadap benda-benda tajam sebelum kemudian meninggal. Yang secara tak langsung dirinyalah yang membunuh dirinya sendiri. Ini adalah bubuk ilegal, yang biasanya digunakan oleh orang-orang depresi agar bisa bunuh diri tanpa menyadari rasa sakit." Terang sang Polisi detail.

"Jadi, kalian berpendapat bahwa Ahn Soojin adalah pelaku pembunuhan Choi Seokjin?" Taehyung langsung bertanya pada inti, yang sontak membuat Soojin bergidik takut.

"Iya, untuk sementara ini dugaan pelaku paling kuat adalah Ahn Soojin. Dia bisa tak bersalah, tapi tetap saja bukti sangat jelas mengarah padanya. Jadi, kami harus tetap membawanya untuk diinterogasi."

Soojin menggeleng kuat. "Tapi sungguh aku tak tahu menahu tentang bubuk itu. Aku bahkan tak tahu mengapa bubuk itu ada di saku bajuku. Dan aku bersumpah tak menambahkan apa pun di teh yang Tuan Choi minum, aku hanya menambahkan gula." Soojin berusaha membela dirinya.

"Anda bisa bercerita di ruang interogasi nanti, untuk saat ini kami harus tetap membawa Anda untuk diselidiki."

Beberapa polisi mulai menahan tangan Soojin dan hendak membawa Soojin. Tapi Soojin berontak. "Aku sama sekali tak bersalah! Aku bersumpah!" Soojin menjerit.

"Tuan, Saya mohon bersikaplah lebih lembut padanya." Jinhee yang merasa kasihan berusaha menghentikan polisi yang membawa Soojin. "Kalian bisa bertanya dan menyelidiki Soojin dengan keadaan tenang, kan? Dia sedang hamil, sikap kalian akan membuatnya tertekan. Tolong mengertilah!"

"Maaf, Nona! Kami hanya bertugas."

"Lagi pula dia adalah seorang wanita aneh yang hamil di luar nikah. Terdengar sangat menjijikkan. Tak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya dia seorang pelacur, jadi aku yakin memang dia pelakunya." Minji ikut memanasi keadaan.

"Tidak! Aku bersumpah bukan aku yang membunuh Tuan Choi. Aku berkata jujur." Soojin akhirnya menangis. Ia merasa sangat takut diperlakukan sebagai penjahat, dituduh atas sesuatu yang sama sekali tak ia pikirkan, apalagi tuduhan ini dikaitkan dengan cerita di balik kehamilannya.

"Kami tak memenjarakan Anda, Nona. Kami hanya butuh keterangan Anda di ruangan interogasi." Sang polisi berusaha menenangkan Soojin.

Soojin menggeleng, "Apa yang harus aku terangkan lagi? Aku sama sekali tak tahu apa-apa!" Soojin menoleh sedih ke arah Taehyung, "Taehyung ... kumohon, kau memiliki kuasa, kan? Tolong beritahu mereka bahwa bukan aku yang membunuh Tuan Choi. Sungguh, bukan aku! Aku mohon!" Soojin tak tahu, tapi kali ini ia sangat berharap pada Taehyung.

Tapi, Taehyung justru hanya menatap tanpa ekspresi. "Kalau kau merasa bukan pelaku, kenapa harus berontak dan menangis ketakutan seperti itu? Seharusnya kau tetap merasa tenang sebab kau menggenggam bukti kejujuran," Seperti itulah sahutan Taehyung.

"Polisi, silakan bawa dia. Dia memang harus menjelaskan mengapa teh buatannya beracun. Atau mungkin kenapa semua olahannya selalu mematikan."

Dan pada akhirnya segala penuturan Taehyung membuat Soojin lemah dan pasrah. Ia hanya bisa menangis dan membiarkan dirinya dibawa ke dalam mobil polisi.

Dengan air mata yang bercucuran, Soojin kini mengerti bahwa mengharapkan Taehyung sama artinya dengan melukai dirinya sendiri.

🍓🍓🍓


Tuan Joo kyknya bahagia banget ....

Owh ya soal bubuk racun toh, haha aku jga gk tau ada atau enggk bubuk kyk bgtu di real wkwkw. Gpp namanya jga crita fiksi 😭 tolong di maklumi

< Senin, 14 November 2022 >

Continue Reading

You'll Also Like

9.7K 1.3K 23
[COMPLETE] Hanya satu keinginan Lee Sooyoung, menjalani pekerjaannya dengan tenang di perusahaan tempat ia bekerja. Dan, menjaga hubungan asmara-nya...
57.3K 7K 31
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
175K 8.6K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
48.1K 4.7K 20
"Noona lah yang harus berhenti bicara seolah-olah kita sedarah,Noona!"-Kim Taehyung - Diadopsi oleh keluarga Kim yang kaya raya menjadikan Irene pel...