[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

52.1K 9.5K 9.1K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 23: I LOVE YOU

1.3K 252 267
By deftsember

~ Happy Reading ~






Jerome berjalan ke arah basecamp tempat ngumpul geng nya. Tadi Dimas mengirimi nya chat yang menyuruhnya untuk datang ke basecamp karena ada sesuatu yang ingin cowok itu bicarakan.

Sebenarnya dia masih malas bertemu dengan Dimas, karena sudah di pastikan hanya akan terjadi adu mulut di antara mereka berdua.

Dia masuk ke dalam rumah kontrakan depan kampus yang di jadikan basecamp oleh geng mereka. Di ruang tengah sudah terdapat Yudha, Jonathan, dan Mahen yang sedang sibuk bermain kartu uno.

Tenang guys..

Mereka tidak bermain uno untuk hal yang buruk kok. Ini hanya semata-mata untuk mencari hiburan saja. 

"Orang dateng tuh salam dulu kek. Jangan asal masuk nyelonong gitu aja." cibir Yudha.

"Permisi. Maaf ganggu setan-setan main uno." ucap Jerome.

"Bangsul! Masa setan ngatain setan sih." seru Mahen.

"Ke kamar sono. Udah di tunggu sama Dimas." kata Jonathan.

"Kok ambigu anjir. Jerome kayak gigolo terus Dimas kayak sugar daddy nya." sahut Yudha.

"Lah ngehomo dong." celetuk Mahen sambil menggelengkan kepala nya.

Jerome tidak mau menggubris celotehan teman-temannya lebih jauh. Dia berjalan menuju kamar utama di rumah itu dan membuka pintu nya. Dia bisa melihat kalau Dimas sedang duduk sambil memainkan ponsel nya.

"Bang." panggil nya membuat Dimas yang tadinya sibuk memainkan ponsel pun teralihkan perhatian nya.

"Oh, udah dateng lo, nyet?" ujar Dimas.

Jerome masuk ke dalam tanpa menutup pintu nya. Dan hal itu langsung di notice oleh Dimas. 

"Tutup pintu nya. Atau sekalian aja di kunci."

Jerome mengernyitkan dahi nya. "Apa nggak lebih baik di buka aja? Gue ngerasa nggak nyaman kalau pintu nya di kunci."

Dimas tertawa sinis, "emang kenapa? Takut di sangka ngehomo sama gue ya? Tenang aja anjir. Gue doyan cewek kok. Buktinya gue pacarin Jean."

"Gue juga doyan cewek kali. Buktinya gue pacaran sama Raline."

"Udah buruan kunci tuh pintu. Gue males kalau orang-orang diluar nguping pembicaraan kita."

Jerome pun akhirnya menuruti kata-kata Dimas. Setelah mengunci pintu dia langsung berjalan mendekati ranjang dan duduk disamping nya.

"Ada apaan, Bang? Gue nggak bisa lama-lama, mau ada rapat BEM jam tiga nanti." ucap Jerome memulai pembicaraan.

"Iya gue tau lo orang sibuk. Makanya gue mau ngomong to the point aja sekarang." ucap Dimas. Cowok itu memutar kursi nya sampai berhadapan dengan Jerome.

"Lo udah berapa lama pacaran sama Raline?" tanya Dimas.

"Udah setengah tahun." jawab Jerome.

Dimas menganggukkan kepala. "Udah setengah tahun aja ya ternyata. Kayaknya baru kemarin gue ngelihat lo galau di putusin Abigail."

"Lo mau ngomong apa sih, Bang? Jangan ngalor-ngidul gini deh."

Dimas menatap serius ke arah Jerome. "Kalau sekarang gue minta lo putus sama Raline gimana, Jer?"

Kening Jerome mengerut dalam. Nampak sangat kebingungan dengan alur pembicaraan Dimas.

"Apa konteks lo tiba-tiba nyuruh gue putus sama Raline?"

"Perlu alasan ya? Bukannya seharusnya lo sadar kenapa gue minta lo putus sama Raline."

Raut wajah datar Jerome terlihat semakin tidak santai. Dia terganggu dengan obrolan yang di bangun oleh Dimas. "Sorry, nggak ada alasan kenapa gue harus putus sama Raline." ujarnya penuh keyakinan.

"Menurut lo kan begitu. Tapi gimana sama Raline? Apa dia nggak butuh alasan buat tetap jadi pacar lo disaat dia sendiri belum dapet kepastian dari pacarnya?"

Jerome langsung terdiam mendengar ucapan Dimas. Dia mulai mengerti maksud pembicaraan Dimas sekarang.

"Masalah itu biar jadi urusan gue sama Raline. Lo emang kakak sepupunya Raline, tapi lo tetap orang luar di hubungan gue dan Raline."

Dimas menyunggingkan smirk mematikan ala nya saat mendengar ucapan Jerome barusan. 

"Gue emang orang luar, tapi yang mau tanggung jawab kalau adik sepupu gue kenapa-napa siapa kalau bukan gue? Kayak kejadian yang baru-baru ini contohnya."

"Selow, Bang. Gue nggak ada niatan untuk macem-macem ke Raline. Kejadian kemaren emang murni kesalahan gue tapi itu semua udah selesai. Gue sama Raline udah baikan sekarang."

"Oke lah kalau emang lo sepercaya itu. Tapi sekarang gue tanya pertanyaan baru."

"Bang, gue nggak bisa lama-lama."

"Jer, lo udah cinta sama Raline?" 

Jerome kembali bungkam mendengar ucapan Dimas barusan. Lidah nya seakan kelu sampai tidak sanggup untuk berkata-kata. Dia tahu jelas jawaban nya, tapi dia tidak ingin Dimas menjadi orang pertama yang mendengarnya.

"Kan. Gimana gue mau percaya sama lo kalau lo aja masih nggak bisa jawab setiap gue tanyain masalah itu. Masih yakin nggak akan nyakitin Raline?"

"Udah gue bilang masalah itu biar jadi urusan gue dan Raline. Tanpa lo ikut campur juga semuanya udah gue persiapkan dengan matang." ujar Jerome.

"Jerome, udah setengah tahun. Kalau lo masih belum bisa memutuskan mau nerima cinta nya Raline atau nggak lebih baik hubungan nggak jelas ini di udahin aja. Perasaan Raline nggak sebesar itu buat nunggu lo lebih lama lagi."

"Gue udah siapin semuanya, Bang. Urusan hati gue biar gue yang atur. Lo cukup lihat aja gimana perkembangan hubungan gue dan Raline nanti."

Dimas tertawa remeh dan di akhiri oleh umpatan lirih. 

"Putus aja lah. Gue nggak lihat kebahagiaan di hubungan kalian kalau cuma Raline doang yang berusaha." ucap Dimas.

"Menurut lo Raline orang nya sabar? Iya, kelihatan nya emang begitu. Tapi apa lo pernah mikir kalau sesabar nya orang sabar pasti capek juga nunggu sesuatu yang nggak pasti. Secinta nya dia ke lo, dia pasti berpikir kalau jadi orang bulol itu tetap melelahkan dan merugikan. Gue ngomong begini bukan berarti asal ngomong doang. Raline emang nggak pernah cerita sama gue, tapi gue sama dia tinggal di satu tempat yang sama. Gue tau keluh kesah dia walaupun dia nggak cerita sama gue. Dan mostly keluhan nya tentang pacarnya yang masih terlalu asing untuk di anggap pacar karena pacarnya masih belum kasih kepastian buat dia. Paham sampai sini, Jerome Raditya Wilsen?" ujar Dimas panjang lebar.

"Gue emang pernah ngasih tau ke lo untuk memanfaatkan perasaan Raline biar lo bisa cepet move-on. Tapi gue nggak nyuruh lo buat gantungin perasaan dia. Bukannya Raline udah pernah minta putus sama lo, kenapa waktu itu nggak lo iyain aja. Kan lo masih belum tau bisa mencintai Raline atau nggak. Kalau lo terus menarik-ulur perasaan Raline, gue takut malah jadi trauma buat dia. Gue nggak mau Raline jadi benci cowok dan nggak mau memulai hubungan yang baru sama cowok lain gara-gara lo."

Jerome benar-benar bungkam mendengar ucapan Dimas yang terlalu menohok relung hati nya. 

"Jer, kalau lo mau putus sekarang itu jauh lebih baik. Jangan sampai bikin Raline semakin jatuh cinta lebih dalam lagi sama lo. Rasanya mencintai orang yang nggak mencintai kita tuh lebih sakit dari pada ketusuk jarum panas. Rasa nya bakal selalu ke-inget selamanya."

Jerome menatap Dimas dengan tatapan datar nya yang nampak sedikit sendu.

"Jangan suruh gue buat putus sama Raline." ucapnya dengan suara berat.

"Kenapa?"

"Karena gue emang nggak akan pernah putus sama dia."

Dimas menghela nafas untuk menahan emosi nya. "Udah gue bilang kalau nggak bisa kasih kepastian nggak usahㅡ" ucapan nya terpotong oleh kata-kata Jerome.

"Gue cinta sama dia. Dan gue serius sama dia. Stop ikut campur masalah hubungan gue dan Raline." ucap Jerome cepat. 

Di akhir ucapan nya dia mengumpat pelan karena terpaksa harus mengatakan apa yang seharusnya tidak dia katakan pada Dimas. Dia ingin kata-kata itu dia utarakan hanya kepada Raline dan dia ingin Raline menjadi orang pertama yang mendengarnya.

Dimas memang menyebalkan!

"Maksud lo apa, Jerome?" raut wajah Dimas mulai berubah. 

Jerome beranjak dari duduknya. "Besok weekend. Gue izin bawa Raline ke rumah. Dia nginep."

Mulut Dimas menganga lebar mendengar ucapan yang barusan saja keluar dari mulut Jerome.

"Hah? Lo ngomong apa barusan?"

Raut wajah Jerome sudah tidak sedatar tadi. "Bang, gue tau ke-khawatiran lo sebagai kakak sepupunya Raline. Tapi lo nggak perlu khawatir berlebihan. Gue nggak akan jadi orang yang lo omongin tadi."

"Jelasin dulu apa maksud ucapan lo tadi? Gue nggak akan kasih izin kalau niat lo jahat."

"Gue sama sekali nggak ada niat jahat ke Raline. Gue sayang dia." ucap Jerome lalu bergegas keluar kamar meninggalkan Dimas yang masih terpaku dengan kata-kata Jerome yang ambigu.

"JEROME! LO MAU APAIN ADEK GUE, ANJENG!" seru nya berteriak kencang.


🍑🌹


Raline sedang mendengarkan musik melalui airpods nya sambil duduk santai membaca buku di dekat taman kampus. 

Tapi ketenangan nya itu harus di interupsi saat seseorang yang tidak ingin dia lihat tiba-tiba muncul di depannya.

"Gue mau ngomong sama lo." ucap orang itu.

Raline tidak menggubris nya dan tetap melanjutkan bacaannya. Aksi nya itu sukses membuat kesal cewek di depannya.

"Heh, orang songong! Budeg ya lo? Gue bilang mau ngomong sama lo."

"Ngomong aja. Nggak akan gue dengerin." ucapnya santai tanpa mengalihkan fokus dari buku nya.

BRAK!

Tiba-tiba cewek di depannya menggebrak meja dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.

"Jangan mentang-mentang lo banyak yang bela jadi bisa songong gini ya. Inget-inget deh, lo tuh nggak ada apa-apanya tanpa temen-temen lo. Terkenal juga karena pansos di BlackCity. Suara lo tuh biasa banget, Raline. Jadi jangan sombong karena lo useless."

Emosi memang mulai naik ke ubun-ubun, tapi Raline berusaha untuk mengontrol nya. Dia tidak ingin terpancing oleh kata-kata omong kosong cewek di depannya itu.

"Jadi cuma itu yang mau lo omongin? Ternyata cuma hal nggak penting."

BRAKK!

Lagi-lagi cewek itu menggebrak meja dengan sangat keras. Diam-diam Raline meringis karena sepertinya itu sangat sakit, terlebih meja ini adalah meja jati yang terkena keras.

"Gue kasih peringatan ya ke lo, stop caper deh. Lo tuh punya apa sih sampai bisa nekat ngedeketin Jerome? Udah gue bilang lo tuh useless. Tanpa BlackCity dan temen-temen lo nggak akan punya backingan."

"Jadi alasan lo ngamuk-ngamuk nggak jelas kayak gini cuma karena cowok gue? Kenapa? Kok lo marah-marah ke gue. Kepanasan ya, Abigail?"

Abigailㅡcewek yang marah-marah tadiㅡdia semakin sinis menatap Raline. Merasa kalau dia di hina oleh Raline.

"Gue cuma mau kasih peringatan aja ke lo biar lo tau diri. Lo itu nggak cocok sama Jerome. Atau lo pacaran sama dia karena mau pansos juga ya? Sekarang kan dia udah jabat jadi Ketua BEM."

Raline tertawa sinis mendengar ucapan Abigail.

Apa katanya? Pansos? Buat apa pansos kalau dia saja sebelumnya tidak tahu kalau Jerome akan menjabat jadi ketua BEM.

"Duh sorry nih, gue bukan cewek kayak lo yang deketin cowok cuma karena latar belakangnya doang."

"Apa maksud lo!"

Raline melepas airpods nya lalu mulai menatap serius ke arah Abigail.

"Gue pacaran sama Jerome murni karena gue cinta sama dia. Nggak pernah sekalipun gue mandang lebih ke latar belakangnya. Sekalipun dia nggak jabat jadi Ketua BEM juga nggak bikin perasaan gue menghilang tuh. Nggak kayak seseorang yang tega ninggalin pacarnya demi cowok lain yang jauh lebih terkenal. Yang pansos bukan gue kan sebenernya, Abigail?"

Abigail mengepalkan tangannya menahan amarah. Dia tidak suka melihat tampang Raline yang menurutnya sangat menyebalkan.

"Asal lo tau aja ya, Raline. Jerome tuh nggak cocok jadi sosok pacar. Lo bakalan ngerasain bosen setiap pacaran sama dia. Gue adalah korban nya dan gue bersyukur udah putus sama dia." ucap Abigail dengan seringai sinis.

Raline mengernyit heran. "Maksud lo?"

Seringai sinis makin nampak di wajah Abigail. "Jerome cowok cuek yang terlalu mementingkan dirinya sendiri. Setiap saat selalu ngurusin tugas dan tugas. Dia nggak pernah ada waktu buat pacarnya. Dan dia juga pasif banget. Jerome tuh sama sekali nggak pernah mau nyentuh gue, at least cuddle and kiss my lips. Dia sama sekali nggak mau having sex with me, padahal gue udah beberapa kali ngegoda dia. Menurut lo itu wajar? Cowok normal kalau di suguhin hal-hal kayak gitu nggak perlu mikir dua kali bakal langsung kepancing. Tapi Jerome nggak. Dia bahkan nggak memperlihatkan efek dari godaan gue. Lo yakin masih mau mempertahankan hubungan sama cowok yang sus kayak dia? Lo nggak pernah curiga kalau mungkin Jerome itu impoten atau mungkin dia gayㅡ"

PLAKK!!

Raline tanpa beban langsung menampar pipi Abigail membuat cewek itu mengumpat kasar.

"What the hell are you doing, bitch?"

"Tarik ucapan lo tentang cowok gue, Abigail. Gue benci denger kata-kata itu keluar dari mulut cewek murahan kayak lo." ucap Raline dengan tatapan tajamnya.

"What?! Lo ngatain gue murahan? Nggak salah ngomoㅡ"

"Big no. Gue nggak salah ngomong. Dan seharusnya lo sadar diri kalau yang mirip bitch itu sebenernya lo sendiri. Sikap lo terlalu murahan dan gue bersyukur karena lo minta putus sama Jerome. Karena gue nggak akan membiarkan cowok yang gue cintai di kotori sama trik murahan lo."

"Lo tuh terlalu polos, Raline. Jangan sampai lo menderita kayak gue setelah tau semuanya tentang Jerome."

"Sebenernya yang nggak tau apa-apa tentang Jerome itu lo, Abigail. Jerome emang cuek, tapi dia nggak se-pasif yang lo pikir. Dia cuma mau jadi cowok yang menjaga ceweknya tanpa mau merusaknya. Tapi ternyata lo berpikir terlalu jauh dan menyimpulkan semuanya tanpa pikir panjang."

"Jerome cowok normal. Dia wajar bersikap kayak gitu karena dia gentleman and i love him so much. Gue bener-bener bersyukur karena Jerome nggak pernah terpancing sama rayuan murah kayak yang lo lakuin."

"Sebenernya gue nggak mau ngomongin ini karena ini terlalu mengumbar privasi gue dan Jerome. Tapi kayaknya lo mesti denger ini biar sadar kalau cowok gue nggak se-pasif yang lo pikir."

"Apa maksud lo?"

Raline tersenyum penuh arti. Dia mendekatkan wajahnya sedikit lalu berucap pelan.

"Dia sama sekali bukan cowok pasif yang nggak kegoda sama hal-hal mesum, Abigail. He and I kiss a lot and have come close to being more intimate than that. Jadi udah di pastikan kalau pacar gue cowok normal tanpa ada kelainan apapun."

Wajah Abigail merah karena menahan amarah. Dia tidak terima karena merasa di rendahkan oleh Raline yang saat ini sedang tersenyum puas ke arahnya.

"Lo pasti cuma halu! Jerome nggak mungkin kayak gitu. Dia itu cowok pasif yang nggak ngerti apa-apa tentang ciuman. Nggak mungkin dia sering ciuman sama lo, apalagi sampai cuddle segala. Lo tuh halu doang, Raline. DASAR CEWEK SINTㅡ"

Ucapan Abigail kembali terhenti saat orang yang tadi menjadi topik pembicaraan tiba-tiba muncul dan langsung merangkul pinggang Raline lalu menariknya dalam pelukan.

"Cewek gue nggak halu, apalagi sinting." ucapnya penuh keyakinan.

Mulut Abigail kembali menganga saat melihat dua orang yang dia caci maki tadi sedang mengumbar keromantisan.

Bukan hanya Abigail saja yang terkejut. Nampaknya Raline pun terkejut dengan kemunculan Jerome yang terlalu tiba-tiba. Apalagi saat menerima perlakuan manis dari pacarnya ini, yang kenyataannya cukup jarang terjadi.

"Jerome.." dia memanggil pacarnya dengan suara lirih.

"Bentar ya, Rell. Aku mau menyelesaikan masalah ini biar benar-benar selesai."

"Maksud kamu?" tanya Raline.

Jerome melempar senyum manis lalu tanpa ragu mengecup kening Raline tepat di depan Abigail yang masih terkejut dengan pemandangan langka di depannya.

Dia tidak salah lihat kan?
Jerome yang dia kenal tidak mungkin bersikap semanis ini.

"Gue mau ngomong penting sama lo. Dan gue harap setelah kejadian ini lo berhenti ganggu gue dan pacar gue." ucap Jerome.

"Abigail gue nggak pernah tau kalau selama ini tujuan lo pacaran sama gue emang ada maksud tertentu. Sebelumnya gue udah sadar kalau lo nggak bener-bener mencintai gue. Lo cuma mau kelihatan perfect di depan semua orang, makanya lo rela pacaran sama cowok cuek dan pasif kayak gue. Tapi gue bener-bener nggak nyangka kalau lo tega ngerendahin harga diri gue sebagai cowok. You know, that your attitude is cheaper than anything. Benar kata Raline, gue seharusnya bersyukur pas lo minta putus ke gue. Bukannya malah galau berminggu-minggu. Entah kenapa gue baru sadar sekarang kalau apa yang gue lakuin buat lo dulu ternyata sangat sia-sia." ujar Jerome.

"Jerome, stop it! Banyak orang yang ngelihat."

Jerome menggeleng. "I don't care. Gue nggak ada maksud bikin nama lo jelek, tapi tadi lo udah bikin nama gue dan cewek gue jelek. Jadi semua orang harus tau kalau sikap lo ke banting sama muka cantik lo. Thank's ya udah mutusin gue waktu itu, kalau nggak begitu gue nggak akan pernah sadar sama perasaan tulus Raline. She's my really good girlfriend."

"Dan satu lagi. Kata-kata lo yang bilang gue pasif karena impoten atau gay tadi ternyata salah besar. Bener kok kata Raline, gue kayak begitu karena mau jaga kehormatan cewek gue. Tapi ternyata sikap baik gue di salah artikan sama lo. Dan gue bersyukur ternyata Raline hadir dan membuka mata hati gue. Dia juga yang bikin gue sering lost control dan ya.. Lo pasti paham dong maksud gue."

Abigail mengamuk. Dia langsung pergi karena merasa sudah di hina harga dirinya oleh mantan pacar sendiri.

Jerome langsung menghembuskan nafas lega karena berhasil mengeluarkan uneg-uneg nya selama ini.

Dia menoleh ke samping dan melihat pacarnya sedang menundukkan wajahnya.

"Hei.." panggil nya.

Raline tidak berani menoleh. Dia terlalu malu setelah mendengar penuturan Jerome tadi. Apalagi di sekeliling mereka banyak orang yang melihat.

"Oke, kita ke mobil aku yuk. Kayak nya disini udah bukan tempat yang cocok." ucapnya lalu langsung menggandeng tangan Raline dan mengajaknya ke parkiran mobil.

Di dalam mobil Raline masih tetap diam. Sikap diam nya itu sampai membuat Jerome panik, karena dia takut kalau aksi nya tadi membuat pacarnya tidak nyaman.

"Hei.. are you okay?" tanya Jerome yang di balas anggukan kepala oleh Raline.

"Kalau emang kamu gapapa kenapa diam aja dari tadi? Kalau aku ada salah ngomong aja biar aku bisa introspeksi diri." nada suara Jerome melembut saat mengucapkannya.

Raline melempar senyum tipis ke arah Jerome sebelum memalingkan wajahnya kembali untuk menghindari tatapan cowok itu.

"I'm okay, Jerome."

"Kamu kayaknya merasa terbebani sama sikap aku tadi ya."

"Hm? Kok kamu ngomong begitu?" tanya Raline.

"Habisnya dari tadi kamu diam aja, kan bikin aku overthingking."

Raline mendadak melamun. Dia seperti sedang bermimpi karena barusan itu dia seperti mendengar Jerome yang sedang merajuk dengannya.

"Jer, sekarang aku bener-bener overthingking. Apa yang kamu bilang di depan Abigail tadi bukan bermaksud buat balas dendam ke dia kan? Atau semua nya emang udah termasuk ke dalam rencana kamu? Tolong jangan bikin aku kepedean ya, aku takut di sakiti sama ekspetasi ku lagi." ujar Raline.

Jerome menoleh dan menatap Raline dengan tatapan serius. Tangan nya bergerak untuk menggenggam tangan Raline.

"Maaf.."

Raline tertawa hambar. Dia menarik tangan nya yang berada di dalam genggaman Jerome. 

"I know. Seharusnya dari awal aku udah sadar kalau ini semua cuma rencana kamu buat bikin Abigail menyesal. Emang dasar aku nya aja yang terlalu ber-ekspetasi." suaranya terdengar sedikit bergetar saat mengucapkan itu.

"Rell, aku nggak lagi mematahkan ekspetasi kamu. Yang aku ucapin di depan Abigail itu bukan semata-mata karena aku mau balas dendam ke dia. Those words were truly sincere from my heart."

Raline menatap Jerome dalam diam. 

Jerome kembali menggenggam tangan Raline. "Kamu harus percaya sama aku karena kali ini aku bakal membuktikan kalau penantian kamu nggak sia-sia."

"What do you mean, Jerome."

Seulas senyum tulus terbit di wajah Jerome. "Aku sayang kamu, Raline."

"K-kenapa kamu jadi aneh gini sih. Kamu kenapa?"

Jerome menggeleng tanpa menghilangkan senyum di wajah tampan nya.

"Aku anter kamu pulang sekarang. Nanti sore aku jemput kamu ya."

"Emang hari ini kita ada rencana nge-date ya?"

"Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat." ucap Jerome. "Dan jangan lupa packing baju untuk dua hari satu malam. Kamu nginep di rumah aku." lanjutnya.

Raut terkejut langsung terlihat di wajah Raline. "Hah? Nginep? Kita nggak pernah punya rencana nginep kayak gini sebelumnya, Jerome."

"Ya ini yang pertama kali nya untuk kita. Mama yang nyuruh, aku nggak bisa nolak buat nyuruh kamu nginep kan?"

Mendengar kata 'Mama' membuat Raline jadi tidak bisa berkutik banyak. "Iya deh, aku juga nggak bisa nolak kalau Bu Siska yang minta."

Senyuman di wajah tampan Jerome makin mengembang. Dia mengusap puncak kepala Raline. "Good." ucapnya.

🍑🌹


Sore hari nya, atau tepat nya pukul lima sore Raline sudah siap dengan penampilan yang super cantik. 

Dia masih tidak bisa mencerna apa maksud dan rencana Jerome. Karena tiba-tiba jam tiga sore tadi ada supir yang menjemputnya atas suruhan Tante Siska dan membawa nya ke butik milik Mama pacarnya itu.

Sesampainya di Butik, Tante Siska dan beberapa pekerja nya langsung heboh memilihkan gaun serta memoles wajahnya dengan berbagai make-up. Sampai akhirnya kini Raline duduk dengan penampilan yang sangat anggun.

"Jerome belum jemput, Lin?" suara Tante Siska mengalun di indera pendengar Raline.

Raline menggeleng. "Belum, Tan. Dia masih di jalan otw kesini. Katanya tadi lama pas ngantri ngisi bensin."

Senyum merekah di wajah cantik Tante Siska. "Yang langgeng ya sama Jerome. Kalau bisa setelah kamu lulus kuliah kalian langsung nikah aja. Masalah biaya mah nggak usah di pikirin."

Raline langsung tertawa canggung mendengar ucapan Tante Siska yang terlalu blak-blakan itu. "Saya masih mau fokus berkarir dulu, Tan. Lagian setelah lulus nanti Jerome masih harus ikut PPDS dulu sebelum benar-benar jadi dokter sesuai cita-cita nya."

"Aduh kamu nggak perlu khawatir tentang pekerjaan Jerome. Dia kan bakal jadi pewaris tunggal Rumah Sakit dan beberapa binis kecil-kecilan punya keluarga, jadi kamu nggak perlu khawatir tentang masa depan kamu."

"Saya sama Jerome belum ada omongan ke arah sana, Tan. Hubungan kita juga belum terlalu lama, jadi masih butuh waktu untuk mengenal lebih jauh satu sama lain."

"Tapi jangan lama-lama ya, Lin. Kamu bakal tetap nikah sama Jerome kan? Tante udah nggak sabar nimang cucu soalnya."

"Nggak usah ngomongin macem-macem gitu, Ma. Mama malah nambahin beban pikiran Raline doang." ucap Jerome tiba-tiba.

Cowok yang baru saja datang itu langsung berjalan mendekati Mama dan Pacarnya.

Raline tidak bisa menutupi rasa terkejutnya saat melihat sosok Jerome yang nampak kelihatan sangat gagah. Penampilan pacarnya sore ini benar-benar berbeda dari biasanya.

Jerome sangat cocok dengan penampilan seperti ini. Dia kelihatan makin tampan dan dewasa.

"Kamu tuh anak cowok satu-satunya. Cucu cowok satu-satunya. Kalau nunggu kamu jadi dokter terlalu kelamaan dong. Nanti Raline keburu bosen nungguin kamu nikahin dia." ujar Tante Siska.

Jerome menghela nafasnya. Entah sejak kapan, tapi Mama nya mulai membicarakan tentang rencana pernikahan dan cucu akhir-akhir ini.

"Nanti juga ada waktunya. Kalau di buru-buru takut malah nggak jadi. Kan Raline juga udah bilang kalau dia mau fokus berkarir dulu. Mama jangan terlalu maksa dia dong."

"Kamu tuh selalu ngeles aja kalau di bilangin sama orang tua."

Raline hanya mampu terdiam sambil sesekali tersenyum canggung mendengar perdebatan antara ibu dan anak di depan nya ini.

"Rell, kamu udah siap?" tanya Jerome.

"Dia udah nunggu kamu dari tadi. Kamu nih cowok tapi kenapa sering buat cewek nunggu kelamaan sih." celetuk Tante Siska dengan nada julid.

"Ya udah kalau gitu aku sama Raline pamit dulu, Ma." pamit Jerome.

"Kita permisi pamit dulu, Tan." Raline juga ikutan pamit.

Mereka berdua jalan bergandengan keluar dari butik. Jerome menoleh ke Raline dan memperhatikan cewek itu yang sedang memasang selt belt.

"Cantik." ucapnya.

"Hm? Kamu ngomong apa, Jer?" 

"Kamu cantik. Aku suka lihatnya."

Raline langsung berdehem untuk menetralkan kerja jantung nya yang berdetak cepat setelah mendengar ucapan Jerome barusan. "Kamu juga ganteng. Impas kan jadi nya."

"Iya cantik." ucap Jerome sambil melempar senyum manis membuat Raline langsung memalingkan wajah nya yang merona.

Ini...
Sejak kapan Jerome berubah jadi clingy begini.


Mereka sampai di sebuah restoran yang dari luar saja Raline sudah bisa menebak kalau ini salah satu restoran berkelas yang pasti biaya reservasi nya tidak main-main.

Raline benar-benar tidak bisa menutupi rasa kagum nya saat melihat dekorasi dari restoran mewah ini. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan sekitar dan memilih untuk mengagumi keindahan yang memanjakan mata nya.

Jerome menggandeng tangan nya dan membawanya menuju salah satu meja yang sepertinya sudah di reservasi oleh Jerome. Cowok itu menarik kursi untuk di duduki oleh Raline.

Raline mengucapkan terima kasih. Dia benar-benar masih belum bisa menebak rencana dan maksud Jerome yang tiba-tiba membawa nya ke restoran mewah ini. Apalagi saat melihat sikap Jerome yang mendadak berubah manis.

Ini seperti sebuah mimpi bagi Raline. Atau dia memang sedang bermimpi ya.

Mereka belum sempat terlibat banyak obrolan karena pelayan tiba-tiba datang untuk menghidangkan makanan yang mungkin sebelumnya sudah di pesan oleh Jerome.

"Jer, ini ada apa sih? Aku masih bingung kenapa tiba-tiba kamu ngajak aku makan di tempat mewah kayak gini." tanya Raline.

Jerome melemparkan senyum ke arah pacarnya. Dia menyerahkan piring berisi daging steak yang sudah di potong-potong ke hadapan Raline.

"Makan dulu. Aku tau dari tadi kamu udah nggak sabar makan steak ini."

Raline semakin merasa aneh saja dengan sikap Jerome. Ini benar-benar langka dan seperti mimpi saja. Hari ini atau khusus nya malam ini dia seperti sedang berhalusinasi. Pacarnya yang terkenal cuek tiba-tiba bersikap sangat manis.

"Kamu beneran Jerome kan?" tanya Raline tiba-tiba sampai membuat Jerome hampir tergelak tawa.

"Aku Jerome, pacar kamu. Kok nanya nya begitu?"

Raline menyuap daging steak yang terasa sangat memanjakan indera pengecap nya. 

"Sorry, tapi aku ngerasa kayak lagi ngedate sama orang yang berbeda. You're so weird, but I like it. Aku cuma masih ngerasa nggak biasa aja."

Jerome tersenyum lalu mengusap punggung tangan pacarnya. "Makan dulu sampai kenyang. Setelah ini kamu bakal tau alasan kenapa aku bersikap kayak gini."

"Kamu boleh nambah kalau masih kurang." lanjutnya.

Raline mendengus sebal. "Aku emang makan banyak, tapi aku masih bisa jaga attitude kalau di ajak dinner sama pacar. Masa lagi dinner romantis tiba-tiba aku minta nambah. Kan bisa-bisa kamu ilfeel nanti."

"Kalau aku sih it's okay aja mau kamu nambah makan nya. Lagian tadi Mama udah pesan ke aku suruh ngajakin makan calon mantu nya makanan yang enak-enak."

Raline mendadak salah tingkah saat mendengar ucapan Jerome barusan. Dia menunduk dan menyibukkan diri dengan daging steak di piring nya.

"Aku serius, Rell. Kalau kamu mau nambah silahkan aja."

"No. Aku udah kenyang."

"Habis dari sini jangan ngajakin jajan di Babeh Waijih lagi ya."

"Aku nggak se-rakus itu, Jerome."

Mereka melanjutkan dinner romantis ini dengan beberapa kali di selingi obrolan ringan.

Setelah melewati dinner romantis di salah satu restoran mewah, sekarang Jerome mengajak Raline untuk jalan-jalan di taman sekitar restoran tersebut. Yang untung nya tidak terlalu ramai.

Mereka berjalan sambil bergandengan dan sejak tadi Raline tidak pernah berhenti berdecak kagum karena indera penglihatan nya di manjakan oleh betapa indah nya pemandangan malam saat ini.

Mereka berhenti di tengah-tengah jembatan yang ada di taman itu. Saling berdiam diri karena terlalu menikmati keindahan. Tapi nampaknya salah satu di antara mereka kelihatan agak gusar.

"Rell.." panggil Jerome.

Raline menoleh dan dia cukup terkejut saat Jerome berdiri cukup dekat dengannya. Apalagi saat melihat tatapan mata Jerome yang cukup tajam menghunus langsung ke bola mata nya.

"A-apa?" suara Raline sampai bergetar karena saking gugup nya.

"Gimana perasaan kamu sekarang? You still love me as much as before?" tanya Jerome tiba-tiba.

Raline mengangguk dengan yakin. "Sure. Perasaan aku nggak pernah berubah sedikitpun. Masih kayak dulu, I really love you."

Jerome menarik nafas nya dalam-dalam lalu menghembuskan nya untuk meringankan rasa gugup di hati nya. 

"Kamu boleh tanya apa aja tentang aku sekarang. Aku bakal jawab tanpa ada yang di tutupi lagi. Kamu juga boleh ngomong apa aja tentang hubungan kita."

Raline manatap heran ke arah pacarnya. "Kenapa tiba-tiba? Sebelumnya kamu nggak pernah kayak gini."

"Sebelumnya emang nggak pernah karena aku belum yakin. Tapi sekarang aku udah yakin sama keputusan aku. Jadi cepet omongin apa yang memang pengen kamu omongin ke aku."

"Jerome, kamu bersikap manis kayak gini bukan ngasih isyarat kalau kamu mau minta putus dari aku kan?" tanya Raline.

"Nggak. Aku sama sekali nggak kepikiran sampai sana."

Raline menghela nafas lega. "Syukurlah. Aku dari tadi udah overthingking takut kalau malam ini kamu mau minta putus sama aku, makanya kamu bersikap romantis gini."

"Maaf kalau bikin kamu nggak nyaman. Aku baru pertama kali kayak gini. Ini juga atas saran Bang Theo sama Bang Ten."

"You've worked hard. Makasih ya udah bikin kenangan paling indah dalam hidup aku. Aku nggak akan lupain tentang malam ini." ucap Raline sambil melempar senyum tulus.

"Ada yang mau kamu tanyain lagi?" tanya Jerome.

"Sebenernya ada, tapi aku ragu mau ngomong nya."

"Ngomong aja. Aku nggak akan nyela kamu."

Raline menatap dalam ke bola mata Jerome. Ada sedikit keraguan di hati nya, tapi dia juga tidak bisa diam saja.

"Jerome, kalau aku tanya tentang perasaan kamu sekarang gimana? Apa kamu nyaman sama aku? Kamu suka sama hubungan ini atau kamu bosan sama aku?"

"Boleh aku jawab jujur?" tanya Jerome. Raline mengangguk ragu, dia agak khawatir mendengar jawaban Jerome.

"Perasaan aku sekarang jauh lebih baik. Aku nyaman sama kamu. Kamu bikin aku sadar kalau ketulusan jauh lebih besar dari apapun. Kalau di tanya apa aku suka sama hubungan ini, jujur aja aku suka. Suka banget malah. Awalnya aku nggak yakin hubungan ini bakal mengarah kemana, tapi sekarang aku yakin karena aku ngejalanin nya sama kamu." ujar Jerome.

Jantung Raline rasanya berdetak cukup cepat setelah mendengar jawaban jujur dari mulut Jerome. Dia mau melayang-layang ke udara saking senang nya.

"I Love You, Jerome. Aku emang nggak sehebat atau secantik Abigail. Aku juga bukan cewek yang feminim atau mungkin aku nggak masuk ke dalam tipe ideal kamu. Tapi aku masih bisa berusaha untuk bikin kamu jatuh hati sama aku. Terlepas dari segala kekurangan yang aku miliki, aku masih sanggup untuk mencintai kamu dengan kelebihan yang aku punya." ucap Raline dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Aku tau semuanya nggak mudah untuk kamu ataupun untuk aku. Aku juga awalnya merasa ragu sama hubungan ini. Tapi karena rasa cinta ku ke kamu udah terlalu besar, aku jadi nggak mikir apapun selain memiliki kamu. Aku berubah jadi orang egois yang pengen dapetin semuanya tentang kamu. Hati kamu dan semua yang ada diri kamu. Aku emang egois dan mungkin kamu mikir aku terlalu berambisi. Tapi aku nggak bisa bohong. It's all because I love you."

"I love you too."

Air mata yang sempat mengalir dari pelupuk mata Raline seakan kembali tersedot setelah mendengar ucapan bernada pelan yang keluar dari mulut Jerome.

"Hah? Kamu ngomong apa barusan?" tanya nya.

Jerome semakin memajukan tubuhnya mendekat dengan Raline. Dia mengangkat tangan nya ke atas untuk mengusap air mata yang hampir jatuh membasahi wajah cantik pacarnya itu.

"I say i love you too, Raline." ucap Jerome dengan suara nya yang berat dan terdengar maskulin.

Bibir Raline bergetar dan nafas nya tercekat. Lidah nya pun kelu seperti tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Apakah barusan dia sedang berhalusinasi?

"Cubit pipi aku, Jer. Kayaknya tadi aku lagi halu deh." ucapnya.

Jerome bukan mencubit pipi nya. Tapi cowok itu malah mendekatkan wajahnya lalu mencium pipi Raline. Dia berbisik tepat di samping telinga Raline. 

"I love you, Raline. Aku sayang kamu. Dan ini sama sekali bukan halusinasi. I say i love you, sayang."

Jantung Raline seperti di paksa berhenti berdetak. Nafasnya pun mendadak hilang dan tertahan di kerongkongan. Tubuh nya membeku seperti batu. Dia merasa jiwa nya sudah melayang-layang di udara.

Jerome mengernyit bingung karena tidak mendapat balasan apapun dari pacarnya. Dia melihat Raline berdiam seperti patung.

"Hei.. kenapa mendadak diem kayak patung gini. Are you okay, Rell?" tanya Jerome. Tangan cowok itu terangkat untuk mengusap wajah cantik Raline yang merona merah.

Raline seketika langsung tersadar dan dia langsung menatap linglung ke arah pacarnya.

"Jerome, t-tadi kamu beneran ngomong itu?"

"Mau aku ulangin lagi biar kamu percaya?"

Wajah Raline semakin merona merah. Dia menggeleng lalu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain, yang penting Jerome tidak melihat wajah salting nya.

"Rell, kamu nggak suka?"

"Kata siapa aku nggak suka?" jawab Raline cepat.

"Kok nggak respon apa-apa."

Raline menutup wajah nya lalu mendengus sebal. "Aku malu. Nanti dulu ya, aku mau nenangin diri dulu. Rasanya kayak mimpi tau."

Jerome tertawa kecil melihat sikap pacarnya yang ternyata bisa se-menggemaskan ini.

Dia menarik tangan Raline yang menutupi wajah cantiknya. "You love me, right?"

Raline menggigit bibirnya menahan gugup. "Padahal udah tau jawaban nya, tapi kenapa masih nanya."

"Coba ngomong lagi kalau kamu sayang aku."

"Jer.." 

"Ayo sayang."

Raline merasa semakin parah saja salah tingkah nya. Dia benar-benar tidak menyangka kalau momen-momen seperti benar-benar terjadi dalam hidupnya.

"I love you, Jerome." ucapnya dengan nada pelanㅡlebih terdengar seperti bisikan.

Jerome tersenyum lebar sampai lesung pipi nya muncul. Dia menarik pinggang Raline agar semakin menempel dengan nya.

"I love you too, Raline." balas nya.

Tatapan mereka berdua saling bersibobrok. Raline menggigit bibir bawahnya saat wajah Jerome semakin mendekat ke arah nya. Sampai pada akhirnya dia memilih menyerah dan mulai memejamkan mata nya saat merasakan hembusan nafas hangat Jerome menerpa wajahnya.

Tidak lama setelah itu yang dia rasakan adalah sebuah benda kenyal dan lembab yang menyentuh bibirnya. Mereka kembali berciuman untuk yang kesekian kalinya. Tapi kali ini ciuman mereka nampak berbeda, karena sudah ada cinta yang menyertainya. 

Jerome memiringkan wajahnya ke kanan dan kiri untuk mencari posisi yang tepat untuk memperdalam ciuman mereka. Dia bahkan tidak ragu lagi untuk mencumbu bibir Raline dengan gerakan intens sampai membuat pacarnya melenguh beberapa kali.

"Eumphh.." lenguhan yang kesekian kembali keluar dari mulut Raline.

Cewek itu mengernyitkan dahi nya karena telalu kewalahan mengimbangi ciuman Jerome. Kedua tangan nya naik ke atas dan melingkar di leher cowoknya. Dia pasrah saat Jerome menghisap bibir bawah nya dan melumatnya sesuka hati.

CUP..

Ciuman mereka terlepas dengan di iringi nafas yang memburu. Wajah sampai telinga mereka sudah merah padam. Ini adalah ciuman paling berkesan untuk mereka, walaupun ini bukan ciuman pertama mereka.

Jerome mengecup kening Raline dengan tulus. Dia mengusap bibir Raline yang lipstik nya mulai belepotan efek ciuman mereka tadi.

"Maaf, aku terlalu berlebihan ya?"

Raline menggeleng pelan. Dia menghambur ke dalam pelukan Jerome dan menyembunyikan wajah nya yang merona di dada bidang pacarnya. 

"Mau pulang sekarang? Atau mau jalan-jalan lagi?"

"Kalau pulang sekarang nanti nggak bisa langsung tidur karena belum ngantuk. Tapi kalau pulang malem-malem nanti di cariin sama Mama kamu."

"Nggak usah mikirin Mama. Tadi Mama chat aku katanya aku suruh ngajakin kamu seneng-seneng dulu, asal tau batasan."

"Jalan-jalan bentar dulu deh, habis itu pulang."

"Ya udah lepas dulu dong pelukan nya. Kita nggak bisa jalan kalau kamu masih meluk aku gini."

Raline langsung melepas pelukan nya. Dia masih tidak sanggup menatap Jerome karena rasanya canggung sekali.

"Jangan nunduk terus." ucap Jerome sambil menarik dagu Raline membuat wajah cewek itu mendongak.

"Nah kalau gini kan aku bisa ngelihat wajah cantik pacarku."

"Jerome, aku maluuu.."

Jerome menggandeng tangan Raline. "Yuk kita jalan-jalan lagi, sayang."

Raline tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan apa yang sedang dia rasakan. Dia masih merasa kalau ini hanya halusinasi nya saja. Tapi ciuman Jerome menyadarkan semuanya bahwa apa yang dia rasakan sekarang ini nyata.

Jerome membalas perasaannya. Sesuatu yang sudah dia tunggu-tunggu sejak lama.

Apa ini tanda nya cinta mereka akan bersemi dengan indah?










To Be Continued...

Masih ada yang inget Jerome-Raline kan? Hehehe maaf ya lama gak update. Aku sengaja bikin draft yang banyak dulu buat Jerome-Raline.

Akhirnya hubungan mereka udah jelas ya. Dan kedepannya jangan bosen ataupun muak lihat Jerome mode clingy dan bucin hehe

Aku tunggu spam komen sebanyak-banyaknya biar bisa fast update kayak minggu kemaren. Semangat spam komen dan vote nya guys 😍

Spoiler next chapter. Bisa dilihat kan sebucin apa Jerome sekarang ☺️

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 776 16
"there is a fine line between hate and love"
3.2K 528 7
[S2] Setelah mengetahui fakta bahwa Raline mengalami amnesia dan tidak bisa mengingat apapun tentang Jerome membuat lelaki itu hampir menyerah. Namun...
4.4K 740 12
Just ordinary story about Joanna and Jeffrey.
4.3M 130K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...