RASYID

By enyagain

10.8K 1.8K 444

Di tengah gempuran orang-orang yang banyak memilih menikah muda, Rasyid masih asik jadi RT. Masih senang main... More

SATU
DUA
NASIB RT
MASALAH MULAI DATANG
JADI PIHAK KETIGA
JAMINAN JOMBLO
KEKACAUAN
DETECTIVE RASYID
ANEH
RUMOR
RASYID PENGEN NIKAH
CALON PACAR
SITUASI SULIT
RASYID BERULAH
RASYID COSPLAY
JIWA KAYARA
KAYARA EROR
BUKAN JODOH
PERJUANGAN RASYID
RASYID SEBENARNYA
RASYID DENGAN TINGKAHNYA
KAMPUNG DUKU TEMPAT JATUH CINTA
OFFICIAL CALON BINI

RASYID SI ANAK ORANG KAYA

521 83 13
By enyagain

Rasyid masih memilih tiduran di sofa. Setelah kemarin mendengar mpok Nina mengundurkan diri, Rasyid galau. Dia tidak tau harus gimana, harus apa. Masa iya Rasyid juga yang urus rumah sendiri? Kurang berwibawa banget kalau sampe terdengar pejabat RT lainnya. Masa RT tidak bisa bayar ART? Ah sialan. Kenapa mpok Nina pake resign segala sih?.

"Assalamu'alaikum" Rasyid masih diam dengan posisinya yang tiduran di sofa, matanya menatap ke arah televisi. Entahlah, sepertinya ia hanya sedang bingung saja bukan sedang menikmati acara televisi. "Kenapa dia, mah?"

"Udah dua jam dia kayak gitu, mama aja pusing." Wahyu duduk, ia menggeplak betis Rasyid. Dan sama sekali tidak ada respon. "Minta emak Iroh"

"Kenapa minta mak Iroh?" Wahyu duduk di samping mama Iren yang masih setia membujuk Rasyid.

"Yang bantuin bersihin rumahnya, resign."

"Katanya di sayang warga setempat." Ejekan ini biasanya Rasyid langsung menyela. Namun, kali ini Rasyid memilih tetap diam. "Syid"

"Terserah kamu deh mau di apain tuh adiknya. Mama pusing." Kata mama yang langsung merebut remot dari tangan Rasyid. Wahyu, semenjak kepergian papa, ia memilih untuk tinggal bersama ibu sambungnya.

"Mas, minta tolong boleh?" Rasyid masih mogok ngomong, ia masih tetap tiduran dengan wajah melas. "Temui anak rekan kerja, mas."

Tak lama Rasyid duduk tegak, ia menatap mama yang kini tersenyum penuh makna. Ucapan kode, artinya perjodohan. Hah! Jaman apa main jodoh-jodohan. Di kata jaman Rasyid baru lahir?

"Maaf mas, rumah gue masih kotor perlu gue bersihkan." Lalu Rasyid pergi ke atas, bukan keluar yang katanya rumah belum di bersihkan. Pintar sekali selalu menghindar. Rasyid kembali berbaring di kasur, ia menatap langit-langit kamar. Kalau di pikir-pikir, kenapa Rasyid harus pusing karena perkara rumah? Ia bahkan setiap hari tidak ada kerjaan? Lalu untuk apa? Bukankah waktunya sangat banyak untuk sekedar membersihkan rumah? Tidak salah memiliki otak pintar.

"ABANG SI JELITA MATI!!!" Tentu saja Rasyid terbangun langsung duduk, nafasnya memburu, keringat mulai bercucuran. Barusan kabar apa? Lalu Rasyid melihat ke arah samping. Kenapa jadi rame? Ada Sasi, Irsyad, mama, Wahyu beserta istrinya.

"Sas, mau gue mutilasi? Bisa kali bangunin gue kagak pake urat."

"Segala macam cara udah di lakuin, makanya gue teriak. Cuma nyebut nama Jelita, pasti bangun."

"Serah lo." Lalu Rasyid melihat ke ujung kaki merasa ada sesuatu. Kala ia membuka selimut, terdapat Elano anak dari pasangan yang julit. Siapa lagi? Tentu saja Sasi dan Irsyad. "Pada ngapain di sini?"

"Jujur sama mama, bang." Mata Rasyid berkedip beberapa kali, ia terlihat lucu bak bocah yang sedang melakukan kesalahan besar. Mama kenapa langsung main interogasi aja. "Kenapa kemarin kamu ada di kantor polisi?."

Sialan!! Siapa yang ngadu? Kayara? Tidak mungkin, tapi mungkin saja. Apalagi Kayara sahabat Sasi, yang notabene setiap hari bertemu. Atau Kikan, nah bisa saja tuh adik tiri ngadu sama Wahyu. Shila? Mana mungkin, tapi bisa aja.

"Rasyid." Panggil Wahyu yang kini menatapnya serius. Mampus, sidang di mulai. Harusnya Rasyid tidak perlu pulang ke rumah. Kenapa Rasyid sangat bodoh!? Harus apa ia? Tidak mungkin mengatakan, kalau Rasyid menjadi tersangka pembunuhan.

"Kalian ngomong apa, sih? Permisi dong babang Irsyad, gue mau nyari makan." Berniat mau turun dari kasur, akan tetapi dorongan di bahu kini membuat Rasyid duduk kembali. Mana yang dorong mama, bikin Rasyid tambah bingung aja. Irsyad juga, bukannya minggir malah tetap berdiri. Awas aja, tunggu pembalasan Rasyid.

"Kata Shila, lo kemarin di kantor polisi jadi tahanan." Ujar Sasi yang mengambil anaknya dari pangkuan Rasyid. Shila emang tidak bisa menjaga rahasia. Kalau sudah begini, mau gimana? Jelas saja harus cerita.

"Masalah warga gue, salah paham. Tapi udah selesai."

"Rasyid." Panggilan Wahyu sedikit terdengar horor. Semua memilih keluar, karena mereka tahu Wahyu ingin bicara berdua. Kini hanya tinggal Rasyid dan Wahyu. "Kamu tau setelah papa pergi, mas yang bertanggung jawab pada kamu dan mama."

"Iya mas,"

"Lalu kenapa kamu tidak cerita sama, mas?"

"Gue itu erte, warga kena masalah, tanggung jawab gue." Wahyu mengangguk, tapi anggukan Wahyu seolah tidak percaya pada Rasyid. "Oke fine, gue di tahan gantikan Faad jadi tahanan."

"Faad?"

"Warga kampung Duku, sekaligus karyawan gue. Kena fitnah."

"Fitnah apa?"

Rasyid mulai menceritakannya, tidak kurang dan lebih. Bahkan saat ia lari-lari bersama mpok Alpa, Rasyid menceritakannya. Oh tentu saja soal Kikan, Rasyid juga menceritakannya pada Wahyu. Ya, biar Kikan juga kena sidang. Enak aja Rasyid doang yang di sidang. Biar adil dong.

"Kamu sudah menyelidiki Lurah Sidik?" Kepala Rasyid mengangguk mantap. "Jadi?"

"Kagak ada jadi, gue lapar." Rasyid beranjak dari kasur, keluar begitu saja meninggalkan Wahyu termenung. Adiknya sedang berurusan dengan seseorang yang mungkin saja bahaya.

"Mas, giamana?" Wahyu memberikan senyuman pada mamanya. Lebih tepatnya mama sambung. Kepergian papanya, meningggalkan banyak tanggungan dan amanah untuk Wahyu.

"Rasyid belum sadar, orang yang dia hadapi bukan sembarangan."

"Kamu suruh Syarief awasi Rasyid. Kalau perlu tinggal bareng aja."

"Mah, tenang aja. Lagian--

"Mas, sebelum terjadi lebih panjang. Kita harus belajar dari kajadian Sasi." Wahyu memegang tangan mama, mencoba untuk menenangkan nya. "Cuma sama kamu, Rasyid nurut."

"Iya, nanti Wahyu minta Syarief untuk tetap di samping Rasyid."

Rasyid sudah kembali ke kampung halaman di mana ia menjabat sebagai RT. Berbaring sendirian di tempat nongkrong, mumpung sendiri enaknya emang tiduran.

"Kenapa tuh bocah?" Mpok Alpa datang bersamaan dengan mpok Hindun. Kayak biasa, mereka memang selalu kumpul di tempat biasa. Lebih mirip pos ronda sebenarnya, tempat tersebut.

"Galau perkara mpok Nina keluar."

"Masih galau? Udah dua hari yang lalu, padahal."

"Ya begimane, namanya juga jomblo." Perkataan mpok Hindu benar-benar menyakitkan bagi Rasyid, langsung menebus ke dalam ginjal. Andai saja ia sudah memiliki istri, bakal Rasyid pamerin. Bisa-bisanya RT di nistakan terus. Ah sudahlah, mau Rasyid ngelak juga, memang kenyataannya.

"Gibah mulu ini dua ibu-ibu." Mpok Alpa menggeplak bahu Rasyid. Cari penyakit memang Rasyid kalau sudah berdebat dengan ibu-ibu. Apalagi ibu-ibu yang super galak. Untung cuma dua, masih aman nasib Rasyid.

"Ngapain lo tiduran di pos ronda?" Tanya mpok Hindun duduk, di susul mpok Alpa ikut duduk. Tempat di mana mereka sering kumpul, termasuk Rasyid.

"Elah mpok, biasa juga gue emang tiduran di sini." Kata Rasyid yang masih tiduran. Ia sama sekali tidak ada niatan untuk bangun. Bebas dong, RT ini.

"Lupa gue, lo pan pengangguran." Sela mpok Alpa yang tertawa akan ucapannya. Tenang, ini sudah biasa di julitin ibu-ibu. Belum aja ada mpok Nina, nambah julitnya.

"Gue aja bingung cara ngabisin duit, kalau kerja, makin bingung berat ngabisinnya." Jawab Rasyid yang akhirnya memilih duduk. Namun, ia merasakan kepalanya di dorong dari belakang. Ternyata si Ambu, nenek-nenek yang galak. Hidup Rasyid memang di kelilingi oleh perempuan galak. Tapi tidak apa, toh Rasyid santai saja anaknya. Rasyid adalah pria yang tidak emosian, dan selalu santai menanggapi candaan bahkan hinaan.

"Mana si Nina?" Kata Ambu sembari menaruh rujakan se-nampan. Emang siang-siang begini kalau rujakan paling nikmat. Rasyid yang mengabaikan pertanyaan Ambu, tangannya sudah memegang buah pepaya.

"Katanya ikut suaminya kondangan." Mpok Alpa menjawab sembari menikmati rujakan yang di bawa Ambu. Begitulah keseharian mereka kalau kumpul, minus mpok Nina.

"Syid"

"Kenapa Ambu?"

"Rumah aman tanpa mpok Nina?" Gelak tawa terdengar jelas di telinga Rasyid. Begini amat memang punya teman tongkrongan ibu-ibu, tiap hari di ajak gibah dan di gibahin.

"Paling nyuruh si Syarief ke rumahnya, udah kelar." Bener-bener ini mpon Hindun kalau nebak selalu benar. Dengan anggukan Rasyid, ibu-ibu hanya bisa terkekeh. Sudah tidak aneh dengan kelakuan Rasyid. Apalagi bersihin rumah, mana mau Rasyid. Katanya, orang ganteng itu kurang cocok bersihkan rumah. Makanya, Rasyid minta Syarief aja. Ngomong-ngomong, setelah Rasyid pulang dari rumah kala itu demi meminta emak Iroh tinggal di rumahnya, mama tidak pernah telepon Rasyid. Apa karena ada Syarief, dan mama pasti dapat laporan dari Syarief?.

"Gimana tuh si Johan, Syid?"

"Aman mpok Alpa, ini niatnya hari ini gue mau ke rumah sakit. Buat ngurusin kepulangannya."

"Gue masih kagak paham sama tindakan Lurah, apa sengaja atau gimana dah?" Mpok Hindun terus saja membahas perihal tindakan Lurah Sdikit, namun Rasyid mencoba untuk mengalihkan dengan cara seolah tidak peduli akan rasa khawatir mpok Hindun

"Kagak usah di pikirin mpok, biarin aja. Gue juga makan bukan dari si Lurah Sidik jari itu."

"Mungkin karena selama ini mpok Hindun lihat si Sidik santai, cool. Jadi, masih bertanya-tanya, kok bisa?" Ujar mpok Alpa mencoba untuk agar Rasyid paham bahwa mereka Khawatir.

"Cool? Kulkas? Elah ini dua mpok ye, pan kita udah tau begimane tabiat si Lurah. Biarin aja, gue kagak mau nanggepin." Ambu memberikan dua jempol ke arah Rasyid. "Lagian ya, orang kalau di tanggepin biasanya suka pansos."

"Dih, sape lo? Apa coba yang mau di pansos dari, lo?"

"Mana gue tau, kan bisa aja mpok."

"Serah lo erte, atur dah."

Rasyid terbahak, tangannya mengusap bahu mpok Hindun. Rasyid paham kok, mereka semua khawatir setelah mendengar cerita Rasyid tentang orang yang melukai Johan.

Continue Reading

You'll Also Like

90.2K 6.6K 55
Thalia dan Thania adalah dua orang yang berbeda, meskipun memiliki nama yang hampir sama. Thania yang terkenal ramah, ceria, pemalu dan pintar, membu...
28.6K 5.2K 63
[ Terinspirasi dari lagu Rindu Lukisan ciptaan Ismail Marzuki ] Menjadi seorang bibliophile dan menyukai sejarah membuat Naina Arzia-anggota klub sej...
18.5K 2.8K 23
Kisah Jenlisa dari awal kenal sampai punya tiga bocah
5K 849 22
Seri Cerita SETAN Bagian 2 Waktu libur kali itu tidak terisi dengan kegiatan bersantai bagi Karel dan seluruh anggota timnya. Mereka mendapatkan peke...