My Flower Girl

By HaderKim

73.1K 11.1K 9.4K

Kang Soojae terjebak rayuan manis Hwan Gang Vin. Ketika dikabarkan kalau Soojae hamil dan keluarga gadis itu... More

00
01 : Lengkara
02 : Ladang
03 : Rumah
04 : Perkelahian
05 : Tanggungan
07 : Sarapan
08 : Lelap
09 : Celaka
10 : Tertipu
11 : Pelukan
12 : Kecupan
13 : Lilin Gairah
14 : Tersembunyi
15 : Pengaman
16 : Hukuman
17 : Tidur Bersama
18 : Tingkah Si Rubah
19 : Kencan Singkat
20 : Sakit Yang Manis
21 : Kendali ⚠️
22 : Cemburu
23 : Kutu
24 : Cemburu Diam-Diam
25 : Denial
26 : Merayu Manis
27 : Pujian Untuk Istri
28 : Hadiah Untuk Istri
29 : Sebuah Janji
30 : Pelajaran Pertama ⚠️
Spoiler 1
Ebook Pre-Order
Ebook

06 : Peraturan

1.3K 344 435
By HaderKim


"Kau yakin tidak merasa lapar?"

"Tidak."

"Bagaimana kalau nanti kubawakan kau makanan kecil dan susu hangat?"

"Terima kasih Bibi Veda."

"Ya, Sayang. Buatlah dirimu senyaman mungkin, aku harus menyelesaikan pekerjaan di dapur."

Soojae hanya terdiam pasrah ketika bibi Veda keluar meninggalkannya. Baru beberapa jam menjadi istri dari Hwan Dante, Soojae sudah merasa gelisah dan tertekan. Bukan saja karena ia harus bertemu orang-orang baru, tetapi Soojae merasa asing di sana.

Setelah pemberkatan di Gereja terdekat yang hanya dihadiri keluarga inti. Soojae dibawa pergi ke rumah besar Hwan Dante setelah resmi menikah. Mulai malam ini, rumah itu akan menjadi rumahnya. Soojae tidak menyangka semua akan terjadi dengan begitu cepat. Semua yang terjadi bagaikan mimpi, terasa tidak nyata. Ia benar-benar tak diberi kesempatan untuk bertanya atau pun menolak.

"Antarkan dia ke kamar, ada yang harus kubicarakan dengan orang tuaku."

Soojae mendengar Dante bicara pada bibi Veda ketika ia dibawa masuk untuk pertama kali sebagai gadis kecil bersuami. Pria itu bahkan tak mau menatap dan menyebut namanya. Soojae benar-benar merasa asing. Jadi, Soojae pasrah saja begitu bibi Veda mengantarnya ke kamar.

"Tok! Tok! Boleh aku masuk?"

Soojae tersadar dari lamunan, disekanya air mata dari pipi dan dihampirinya pintu.

"Hai!"

"H-hai!"

"Boleh aku masuk?"

"Ya, Kakak."

Hwan Naree tersenyum lebar ketika berjalan masuk ke dalam kamar pasangan pengantin baru itu. Ia dengan lembut mengapit tangan Soojae dan membawanya duduk bersama di sofa.

"Aku ingin memeriksa keadaanmu. Dante bilang kau sakit."

"Aku ... aku tidak sakit."

"Oh, ya? tapi Dante ...."

Soojae menatap kakak iparnya dengan tatapan polos. Menyadari sesuatu, Naree menghela napas. Tega sekali Dante memisahkan istrinya sementara keluarga besar menikmati makan malam di bawah. Dante sepertinya sengaja melakukan hal itu.

"Kau sudah makan?"

"Aku tidak lapar, Kakak."

Ketika Dante mengabarkan kalau dia akan menikah, seluruh keluarga merasa sangat terkejut. Apalagi kabar itu datang di saat-saat keadaan Gavin tidak memungkinkan, tetapi ketika Dante mengatakan kalau dia menikahi Soojae karena sesuatu, mereka semua menjadi cemas akan nasib gadis itu.

Akan seperti apa Dante memperlakukan Soojae nanti? Naree tidak yakin. Apalagi mengingat Dante masih belum keluar dari kenangannya bersama Haneul. Akan seperti apa Soojae nanti? Tetapi ketika ibu mertua mengatakan kalau Soojae akan baik-baik saja, Naree berusaha mempercayai.

Dante mungkin pria yang dingin tak berperasaan, tetapi dia bukan orang kasar yang main tangan. Entah mengapa, sejak pertama kali melihat Soojae.

Naree sudah menyayangi gadis itu, apalagi Soojae mengingatkannya akan adiknya yang meninggal.
Gadis itu rapuh, begitu murni dan belia, dan Gavin ... telah mencemari hidupnya.

"Bagaimana dengan bayimu?"

"Baik-baik saja."

"Oh, ya?"

Naree tersenyum. "Tidak kusangka aku akan punya keponakan lagi."

Soojae tersipu. Berbicara dengan Naree membuat gadis itu merasa nyaman dan aman. Meskipun ia sedang mengandung anak di luar nikah, keluarga Dante menerimanya dengan tangan terbuka. Ya, meskipun tidak menutup kemungkinan ada beberapa anggota keluarga yang tidak bisa menerimanya.

"Kalau kau menginginkan sesuatu, katakan saja padaku. Oke?"

Naree tersenyum kecil, lalu meraih saku pakaian dan mengeluarkan segenggam permen cokelat yang dicurinya diam-diam.

"Cokelat!?" Mata Soojae berbinar. Naree menyeringai.

"Aku mencurinya dari saku ayah mertua."

Soojae dan Naree terkikik.

"Bagaimana kalau ayah mencarinya?"

"Katakan saja padanya kalau kau mendapatkan permen itu dariku."

Soojae membuka salah satu bungkus permen dan memasukannya ke dalam mulut. Senyum polos Soojae membuat hati Naree melembut. Apa pun itu, gadis ini telah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Hanya dengan menatap sepasang mata Soojae yang jernih tanpa prasangka, Naree rela melakukan apa saja demi melindungi gadis itu.

"Suamiku punya jadwal yang sangat padat, jadi malam ini kami semua akan pulang ke Seoul, tapi kalau kau butuh keperluan lain. Katakan saja padaku atau kepada Dante."

Ketika nama suaminya disebut-sebut, Soojae mendadak gelisah. Entah mengapa, Soojae menjadi takut sekali dengan pria itu. Gara-gara Dante pernah meminta ayahnya untuk melakukan aborsi, Soojae kehilangan kepercayaan kepada Dante. Belum lagi Soojae masih merasa asing terhadapnya, Soojae tidak tahu apa pun tentang Dante dan pria itu pun kelihatannya tidak mau terlibat terlalu jauh.

"Soojae, kau mendengarku tidak?"

"Maaf, aku tidak dengar."

"Kubilang, kalau Dante berbuat macam-macam padamu. Katakan saja, oke?"

"Ya, Kakak."

"Sini, biar kupeluk kau dulu."

Ketika mereka sedang berpelukan, pintu kamar diketuk. Hwan Namjoon menyembulkan kepala dan tersenyum hangat pada Soojae.

"Hai!"

"Ada apa, Sayang?" Naree berdiri dan Soojae mengekori wanita itu.

"Kita harus pulang sekarang."

"Sekarang?" Naree menatap adik iparnya dengan merana.

"Aku akan menunggu Kakak berkunjung lagi ke sini, tapi Kakak harus janji untuk membawakanku cokelat lagi," Soojae berkata malu-malu, dan Namjoon menimpali dengan hangat, "Nanti kubelikan sekeranjang cokelat untukmu."

Mata Soojae berbinar terang. Seperti anak kecil yang baru saja dijanjikan mainan baru. "Sungguh?"

"Tentu saja, Dik."

"Kau baik sekali, Kakak."

Tanpa pikir panjang, Soojae melompat ke arah Naree untuk memeluknya. Namjoon dan Naree saling berpandangan, senyum keduanya mengembang karena rasa gemas. Astaga! Soojae bahkan sudah 19 tahun, tetapi sikap dan kepolosannya seperti gadis 7 tahun saja.

Ya, sejak awal mereka memang menyadari itu. Bahwa Soojae adalah gadis yang berbeda, gadis yang sangat belia dan murni. Gadis yang lahir tanpa prasangka dan gadis ini memiliki suami yang umurnya 21 tahun lebih tua darinya. Tidak perlu cemas, pikir Naree. Dante memang agak kasar kalau bicara, tapi dia orang yang baik dan akan menjaga Soojae apa pun yang terjadi.

"Mari Soojae, antar aku keluar. Mau kan?"

Soojae mengangguk dengan semangat, diapitnya tangan sang kakak ipar dan dilangkahkan kaki beriringan. Ketika mereka berada di lantai bawah, semua orang sudah siap untuk pergi. Chaeyon dan tuan Yoo-Tae, dengan berat hati berpamitan pulang.

Wanita tua itu memeluk Soojae erat-erat, membisikan sesuatu yang membuat gadis itu tersipu dan diakhir dengan, "Jaga dirimu baik-baik, Sayang. Minggu depan aku akan datang lagi untuk menjengukmu dan Gavin."

Sementara itu, tuan Hwan hanya menatap Soojae sekilas sebelum berbalik pergi. Yeah, pria itu memang sangat tegas dan salah satu orang yang menentang kehadiran bayi di kandungan Soojae.

Mungkin Soojae tidak tahu, tetapi selama dua minggu terakhir. Pria itu bertengkar hebat dengan istrinya karena perbedaan pendapat. Akhirnya, entah karena alasan apa. Pria itu mau menyetujui pernikahan mereka. Belum, pria itu belum menerima Soojae, tetapi cepat atau lambat dia akan melakukannya.

Karena Soojae adalah istri sah Dante, menantunya, yang memiliki posisi sama seperti Naree.

Yeah, meskipun pria itu tadinya berharap Dante menikah dengan wanita yang lebih dewasa dan pintar, yang bisa melakukan pekerjaan sebagai istri normal, yang bisa diandalkan.

Bukan seorang gadis muda yang bodoh--bukan, tetapi tuan Hwan akan mengetahui apa kelebihan Soojae nanti. Kelebihan yang tidak bisa dimiliki oleh wanita lain, oleh siapa pun. Soojae adalah gadis yang istimewa, dan keistimewaan itu hanya akan disadari oleh orang-orang yang istimewa pula. Setelah mengantar rombongan itu ke beranda depan, Soojae melambai.

Sekarang, setelah kakak iparnya itu pergi. Soojae merasakan kesepian kembali. Ketika Soojae mengusap air mata dari pipinya, gadis itu baru menyadari kalau Dante tengah berdiri di ambang pintu dan menatapinya dengan sorot mata tajam.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Sebelum melanjutkan, Dante mengangguk ke arah bibi Veda.

"Tolong ambilkan aku sebotol wiski dari penyimpanan dan letakkan saja di ruang kerjaku."

"Dengan es batu?"

"Ya." Bibi Veda tersenyum pada Soojae.

"Aku juga akan mengantarkan susu hangat untukmu setelahnya. Kau mau makanan lain?"

Soojae mengangkat wajah dan berkata, "Aku ... ingin roti selai."

"Tentu, Sayang. Tunggu ya."

Setelah memberikan tatapan sayang pada Soojae, bibi Veda meninggalkan mereka.

"Kau masih ingat di mana letak kamarku 'kan?"

Soojae mengangguk. Ia tidak mengatakan apa-apa. Bahkan ketika berjalan menaiki tangga dan Dante naik ke lantai atas mengikutinya.

"Duduklah," titah Dante, menunjuk sofa dengan dagunya.

"Tuan ingin bicara apa?" Soojae akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat pandangan, dan tatapannya langsung bertemu sapa dengan sepasang mata tajam yang gelap penuh jarak.

"Soal kita." Dante duduk di sudut sofa, bahunya yang tegap bersandar pada permukaan sofa yang empuk dan Soojae nyaris tak bisa bernapas dengan baik untuk melawan rasa tidak nyamannya.

"Mama bilang kalau seseorang berbicara, aku harus mendengarkan baik-baik. Jadi maafkan aku kalau ... kalau aku akan sedikit sulit mencerna ucapanmu, Tuan Dante."

Dante mengangguk dengan kaku. Sorot gelap di matanya menodai kesan sebagai pengantin pria di malam pertama--yang seharusnya tersenyum lebar menyambut pengantin wanitanya.

"Aku akan bicara pelan-pelan."

Soojae hanya menatap Dante dengan polos. Ekspresi tersebut membuat Dante muak.

"Meskipun kita sudah menikah, aku tidak ingin terlibat banyak hal denganmu. Akan kubuat peraturan yang berlaku mulai besok."

"Peraturan apa?"

"Kau akan menurutinya kan?" kata Dante dengan angkuh. Soojae memainkan tangan di pangkuannya dengan gugup.

"Ya."

"Kau tidak boleh mencampuri urusanku. Aku orang yang sibuk, jadi aku tidak akan membatalkan jadwal berbisnisku hanya untuk menghabiskan waktu bersamamu. Jadi, tidak ada bulan madu atau kencan sejenisnya. Lakukanlah hal yang kau inginkan, tetapi jangan ganggu aku."

Soojae sendiri tidak mengerti hubungan suami-istri ideal itu seperti apa, sebab hubungan ayah dan ibunya sangat kacau. Jadi, ketika Dante memintanya untuk memahami hal demikian. Ia kesulitan mencerna dan terus memutar ucapan Dante berulang kali.

"Kalau aku nakal, apakah kau akan memukulku?"

Dante tidak bergerak, menunggu Soojae berbicara lagi.

"Apakah kau akan memukulku seperti Papa memukul Mama?"

"Kalau kau membuat masalah dan mengacau, aku akan menghukummu."

"Kau akan memukulku seperti Papa?"
Sorot mata Soojae mirip seperti seekor anak anjing yang kelaparan, yang meminta agar diberi makan.

"Bisa saja."

"Apakah aku boleh bermain dengan kucing? Apakah aku boleh makan semua makanan milik Tuan?"

Dante memijat keningnya, "Ya, tentu saja."

"Mama bilang aku tidak boleh nakal jika tinggal di rumah baru. Jadi aku tidak akan nakal."

"Baguslah."

"Kalau aku tak sengaja mengganggu Tuan, bagaimana?"

"Aku akan memukulmu dengan ganas sampai-sampai kau menjerit kesakitan."

Alis Soojae mengerut dan gadis itu memainkan kakinya dengan raut wajah kecewa. Seperti anak kecil yang ketakutan karena baru saja dibentak kasar oleh sang ayah. Bagus! Pikir Dante. Semua ini akan mudah kalau gadis itu takut padaku.

"Kau mengerti 'kan?"

"Aku tidak akan menganggu Tuan kalau sedang bekerja," cicit Soojae, menyadari kalau tubuh Dante begitu jangkung dan besar. Bagai raksasa menyeramkan yang sanggup melahap seorang manusia dalam satu gigitan.

"Rupanya kau cepat mengerti." Dante menghela napas. Kemudian kepalanya menoleh ke sekeliling kamar yang dihias ala pengantin baru.

"Aku tidak akan tidur satu ranjang denganmu," katanya sambil lalu menepuk pahanya, "Jadi mulai besok, kau akan pindah dari kamarku dan tidur di kamarmu sendiri."

"Jadi Tuan tidak akan tidur denganku?"

Soojae bergerak-gerak gelisah.

"Ya."

"Kenapa?"

Kenapa? Tentu saja karena Dante tidak mau berdekatan dengan gadis itu, tentu saja karena Dante tidak ingin diganggu. Dia suka sendirian, sibuk dalam bisnis dan dunianya sendiri. Jadi, kalau Soojae hidup menempel padanya, itu akan mengacaukan ketenangannya.

"Aku tidak menginginkanmu."

"Apakah tidur bersama harus saling menginginkan lebih dulu?"

Dante tidak menjawab.
Soojae menggigit bibirnya yang berwarna merah muda cerah. Dante mengamati gadis itu sejenak. Menikah dengan Soojae membuat Dante merasa tua, membuatnya seperti seorang pedofil saja.

"Mama dan Papa tidur satu ranjang. Kenapa kita tidak?"

"Karena aku tidak tertarik denganmu."

"Aku juga tidak menyukai Tuan Dante, kau orang jahat," Soojae bergumam jujur, nyaris seperti bicara pada diri sendiri.

"Menurutmu aku orang jahat?"

"Ya, menurutku kau jahat."

Hanya butuh gerakan sederhana bagi Dante untuk meraih Soojae dan menelentangkan gadis itu di atas sofa. Tentu saja Dante tidak akan melakukannya.

Meskipun Soojae begitu cantik dalam balutan gaun tidur yang menggoda, atau tatapan mata lugu yang menggiurkan. Dante tidak akan mendekat satu langkah pun.

Tidak akan. Ia menikahi Soojae hanya karena merasa kasihan dengan gadis itu, dengan masa depannya yang telah dihancurkan oleh Gavin. Dante hanya ingin melindungi kehormatan keluarga, bisnis dan juga keberlangsungan karir politik kakaknya.

Sebagai seorang ayah dan suami, Dante telah gagal, dan menikahi Soojae adalah bentuk hukuman. Meskipun Dante menikahi Soojae atas dasar keinginan sendiri, bukan berarti ia akan menyambut gadis itu, bukan pula akan memberinya tempat spesial di rumah ini.

Bagi Dante, Soojae hanyalah gadis desa yang bodoh, tidak bisa diandalkan dan akan selalu menjadi duri di dalam dagingnya.


HaderKim/31/10/22

Dari kemarin otak gak bisa diajak mikir, mood berantakan, ide menulis tidak jelas, kosakata ambyar, entahlah 🤯

Continue Reading

You'll Also Like

124K 12.9K 24
Lima tahun lalu, Wonwoo memutuskan sebuah keputusan paling penting sepanjang hidupnya. Dia ingin punya anak tanpa menikah. Lima tahun kemudian, Wonw...
324K 35.2K 71
⚠️BXB, MISGENDERING, MPREG⚠️ Kisah tentang Jungkook yang berteleportasi ke zaman Dinasti Versailles. Bagaimana kisahnya? Baca saja. Taekook : Top Tae...
168K 19K 47
#taekook #boyslove #mpreg
43.6K 6K 29
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...