Strong Girl

By Langit_Alaska7

63.6K 7.4K 417

Semesta selalu membuatnya terpojok. Tak pernah ada celah untuk bernafas bebas baginya di dunia ini. Karena di... More

Prolog
01. Hadir Yang Salah
02. Tidak Ada Yang Mudah
03. Semangkuk Sup Hangat
04. Kejutan Menyakitkan
05. Sebuah Awal
06. Kedai Sup Nenek
08. Terbongkar
09. Lebih Dari Jatuh
10. Sulit Di Lewati
11. Alat dan Jalan
12. Alasan Untuk Tidak Menyerah
13. Damai Yang Tak Abadi
14. Tanya Tanpa Jawab
15. Hubungan Yang Rumit
16. Kedatangan Orang Baru
17. Gangguan Baru
18. Semua Karena Keadaan
19. Teman
20. Masalah Tak Terduga
21. Resah
22. Pengecut
23. Hampa
24. Hilang Bukan Pergi
25. Penyesalan
26. Beban
27. Luka Dan Tawa
WARNING!

07. Demam

2.4K 290 9
By Langit_Alaska7

Lisa menghembuskan nafas kasar. Sebelah tangan ia letakan di atas dahinya yang terasa panas saat ini.
Mungkin efek kemarin malam dirinya kehujanan.

Tak hanya panas, kepalanya juga terasa pusing juga berat membuat tubuhnya lemas dan hanya bisa berbaring di tempat tidurnya.

Ia melirik jam kecil yang berada di samping tempat tidur, ternyata sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Haish~"

Memaksakan tubuh lemasnya, Lisa beranjak dari tempat tidur. Baru satu langkah, tubuhnya hampir limbung karena kepalanya pusing. Namun ia menahannya hingga akhirnya bisa sampai ke kamar mandi.

Tak butuh waktu lama, gadis itu pun keluar dari sana. Tidak mandi, hanya mencuci wajah dan sikat gigi. Jika mandi, dia tak akan kuat karena airnya sangat dingin.

Setelah mengganti pakaiannya dan merapikan sedikit rambut yang berantakan, Lisa keluar dari kamarnya. Dan karena sekarang hari minggu, Lisa yakin saudara-saudaranya pasti tak akan ada di rumah seharian.

Benar saja, saat keluar ia tak mendapati siapapun di rumah kecuali para pembantu.
Ia berjalan menuju dapur, mencari sesuatu yang bisa di makan karena  harus segera meminum obat agar sakitnya tidak semakin parah. Karena jika itu terjadi, dirinya sendiri yang akan kesusahan nantinya.

"Non Lisa. Sedang apa?"

Lisa yang tengah mencari sesuatu dalam lemari seketika menoleh, kemudian tersenyum kecil pada pembantu wanita yang kira-kira seusia neneknya.

"Aku mencari roti tawar,"

"Sebentar, biar Bibi ambilkan Non."

Lisa menyingkir, memilih duduk.

"Ini Non. Selai coklat ya?"

Lisa mengangguk.

Wanita tua itu dengan cekatan membuatkan Lisa sandwich. Mungkin karena sudah sangat lama bekerja di rumahnya, dia jadi dengan sangat mudah melakukan sesuatu.

"Gomawo, Ahjumma."

Wanita itu mengangguk, kemudian beranjak untuk mengambilkan Lisa minum.

Lisa juga dengan cepat menghabiskan makanannya, meski pada lidahnya terasa pahit ia memaksakan diri untuk menghabiskannya hingga tuntas.

"Ini minumnya, Non."

"Tolong ambilkan Paracetamol juga Bi."

"Non Lisa sakit?" Wanita tua itu terlihat khawatir.

"Hanya demam Bi. Selebihnya aku baik."

"Sebentar, Bibi ambilkan obatnya."

Lisa mengangguk. Dan tak butuh waktu lama, wanita itu membawakan satu botol berisi obat pereda panas. Lisa menerimanya, lalu mengeluarkan satu pil dan memakannya di bantu sedikit air.

Setelah itu Lisa pergi dari sana untuk kembali ke kamarnya. Jika sudah minum obat maka harus langsung tidur selimutan, nantinya dia akan pulih seperti sedia kala.

Sementara itu, ketiga gadis cantik bersaudara terlihat asyik berjalan bersama sembari memilih-milih pakaian dan barang lainnya, pada sebuah pusat perbelanjaan besar di kotanya.

Jennie di apit kedua saudarinya, pasrah di bawa kemana pun mereka mau. Dan hanya untuk hari ini, dirinya harus rela berpisah dengan headphone kesayangannya.

"Kak, kita kesana yuk! Lihat, pakaiannya lucu-lucu." Rosé berseru, nampak bersemangat saat matanya menangkap sosok pakaian menarik di arah depan sana.

"Ayo-ayo!" Rosé menggoyangkan lengan Kakaknya yang hanya diam.

"Ayo," Jisoo menimpali, kemudian menyeret Jennie yang memasang wajah datar. Jennie bukan tidak suka saat bersama mereka, namun berbelanja bersama seperti ini seperti buang-buang waktu saja. Padahal jika bermain game, mungkin levelnya akan naik.

"Mau beli apa, Rosé-ya?" Jisoo bertanya saat adik kecilnya hanya menatap barang di hadapannya dalam diam.

Jennie juga nampak memperhatikan beberapa pakaian yang terpajang di sana.

"Apa ya? Semuanya bagus."

Jisoo tersenyum, kemudian tangannya  ia letakan di bahu sang adik.
Namun saat menyadari punggung tangannya terlihat lebam, ia kembali menurunkan tangannya dan menyembunyikannya di belakang tubuh.

"Pilih yang menurutmu paling bagus saja. Nanti Kakak ikut. Iyakan Jen?"

"Hm."

Rosé menatap kedua Kakaknya bergantian.

"Benarkah?"

Jisoo dan Jennie mengangguk bersamaan.

Rosé tersenyum senang, kemudian menunjuk Hoodie yang berwarna warni. Ada tulisan ice cream berukuran kecil disana.

"Jika itu, kalian suka?"

Jisoo mengangguk tanpa beban.

"Aku suka."

Jennie nampak memperhatikan sejenak, lalu kemudian mengangguk.

"Not bad."

×××××××××××××××××××


Sore hari menjelang, Lisa terbangun dengan tubuh yang sudah lebih segar.
Kepalanya juga tidak sesakit beberapa waktu lalu.

Ia keluar dari kamarnya, berniat untuk mengambil air minum di dapur. Namun saat melewati ruang tengah, ia mendapati Kakak tertuanya sedang tidur di atas sofa.

Ia kira mereka belum pulang.

"Shh~"

Lisa berhenti berjalan, tubuhnya beralih menghadap sang Kakak yang terdengar meringis pelan. Ia mendekat dengan hati-hati.

"Awh~"

Benar saja, gadis itu meringis seperti tengah merasa sakit.

Lisa bimbang, haruskah memastikan keadaannya atau pergi saja.
Hingga sesuatu yang ia lihat pada bahu terbuka kakaknya itu membuat dirinya mematung diam.

Ia perhatikan wajah Jisoo yang terlihat pucat. Lalu keningnya yang mulai mengeluarkan keringat.

Tanpa ragu ia meletakan punggung tangannya pada dahi sang Kakak. Dan ia merasakan panas yang cukup tinggi di sini.

"Ya ampun. Kak Jisoo demam,"

Lisa berlutut, mulai menyeka kening Jisoo perlahan. Saat itu juga, Jisoo membuka matanya. Hanya sedikit, namun ia bisa melihat samar seseorang tengah mengusap keningnya.

Ingin bersuara, namun rasa sakit pada bagian punggungnya membuat dirinya tak bisa mengeluarkan suara.

"Kak? Kakak baik-baik saja? Ada yang sakit kah?" Lisa menepuk-nepuk pipi Jisoo, berharap gadis itu merespon.
Untuk beberapa saat Jisoo diam, namun setelah itu dirinya akhirnya bisa bangun setelah menahan rasa sakit mati-matian.

Lisa membantu gadis itu untuk duduk, meski pada akhirnya tangannya di tepis begitu saja.

"Jangan menyentuhku!"

Jisoo menatap Lisa juga sedikit menekan suaranya. Lisa refleks menjauh dan mengepalkan kedua tangannya.

"M-maaf."

"Pergi."

Lisa menggigit bibirnya, kemudian mengangguk. Namun sebelum benar-benar pergi, ia memutuskan untuk bertanya sekali lagi.

"Eum. Bahumu memar, sepertinya harus segera di obati. Kau tidak apa-apa kan?"

"Bukan urusanmu. Pergi sana!"

Lisa menelan ludah, kemudian segera pergi dengan cepat.
Sementara itu Jisoo melirik bahunya yang memang terlihat memar, kemudian menutupinya dengan rambut.

Ia memperhatikan Lisa yang menuju dapur, kemudian menghembuskan nafas panjang.

"Kau tidak perlu ikut campur tentang hidupku. Lisa. Kau bukan siapa-siapa,"

Tak lama kemudian, Jennie dan Rosé datang. Mereka menghampiri Jisoo yang tersenyum menyambut mereka.
Lisa bergegas meninggalkan dapur dengan satu gelas air putih di tangannya. Tak mau mengganggu acara mereka.

"Maaf ya karena Kakak harus pulang lebih dulu."

"Tidak apa-apa. Ada Kak Jennie,"

Jisoo mengangguk. Beberapa waktu lalu dirinya memutuskan pulang lebih dulu, beralasan perutnya sakit. Padahal bukan karena itu.

"Sekarang masih sakit perut?" Rosé bertanya.

Jisoo menggeleng. "Sudah sembuh."

"Syukurlah."

Jennie memberikan Kakaknya sebuah kotak makanan. Tertulis Chikkin Chu di atasnya. Jisoo menerimanya dengan senang hati. Itu adalah ayam goreng kesukaannya. Namun hanya bertahan beberapa saat hingga setelahnya senyuman gadis itu hilang.

"Kenapa?" Jennie bertanya karena mendapati wajah Kakaknya terlihat aneh.

Rosé juga bertanya.

Jisoo menggeleng tanpa senyuman.

"Sepertinya aku tidak bisa memakannya."

"Kenapa Kak? Bukannya ayam goreng ini kesukaanmu? Paha loh.." Rosé mengeluarkan satu paha ayam krispi.
Jisoo harusnya ngiler, tapi sekarang tidak. Wajahnya lesu.

"Jika aku memakannya, nanti perutku sakit lagi."

Jennie mengering. "Aku kira kenapa."

Rosé tertawa. "Tidak apa-apa Kak jika hanya satu."

Jisoo menggeleng. Wajahnya muram.

"Untuk kalian saja. Aku ingin ini."

Jisoo menolak ayam goreng demi sebuah susu pisang. Jennie dan Rosé bertatapan, namun setelahnya menggedikan bahu tak peduli.

"Ya sudah. Nanti jangan nangis tapi jika ayamnya habis."

Jisoo terkekeh. "Tidak akan. Habiskan saja. Aku sudah kenyang."


××××××××××××××××××××××××××××××××

Happy reading 🤙





Continue Reading

You'll Also Like

283K 11.6K 31
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
416K 45.7K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.2M 291K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
6.5M 278K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...