[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

52.2K 9.6K 9.1K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 19: BREAK UP (?)

1.5K 278 602
By deftsember

Semangat emosi lagi guys??


~ Happy Reading ~




Raline berlari tak kenal arah setelah keluar dari rumah kediaman keluarga Wilsen. Langkahnya menuntunnya ke sebuah taman yang tak jauh dari kompleks perumahan keluarga Wilsen.

Dia terduduk di taman yang lumayan sepi itu lalu menumpahkan segala kesedihan dan kekecewaannya terhadap sikap keras pacarnya tadi.

Dia masih terkejut saat Jerome membentaknya. Dan dia pun masih tak menyangka kalau pacarnya itu tega bersikap seperti itu hanya karena sebuah album foto kenangan bersama mantan pacarnya.

Dan saat ini Raline bertanya-tanya, jadi selama lima bulan mereka pacaran, Jerome masih belum benar-benar bisa melepaskan bayangan Abigail dari hidup cowok itu.

Dia pikir Jerome sudah mulai memiliki sedikit perasaan untuknya, melihat bagaimana sikap manis pemuda itu akhir-akhir ini.

Tapi nyatanya ekspetasi nya terlalu tinggi sampai membuatnya tidak menyadari ada satu hal ganjil yang mungkin saja tidak dia ketahui.

Jerome masih menyimpan baik kenangannya dengan Abigail. Dan Raline sangat meyakini kalau pacarnya itu tidak akan tega membuang semua kenangan itu.

Rintik-rintik hujan makin deras mengguyur tubuhnya. Raline baru sadar kalau sejak tadi dia kehujanan.
Dan dia sama sekali tidak berniat untuk meneduh. Biarlah air hujan menyamarkan air mata kesedihannya saat ini.

Tinnn.. Tinnn..

Raline mendongak saat mendengar suara klakson yang begitu nyaring. Dia melihat mobil sedan warna hitam terparkir tepat di depannya.

"Ya Tuhan, kak Raline! Lo ngapain sih malah hujan-hujanan begini?" suara melengking milik Mahen terdengar bersahutan dengan suara hujan.

Lelaki tampan itu segera berjalan mendekati Raline. "Ayo kita masuk ke mobil." ucapnya.

Raline hanya menurut saja apa perkataan Mahen. Jiwa nya masih melayang ke kejadian tadi.

"Lo tau darimana kalau gue disini?" tanya Raline saat mereka sudah ada di dalam mobil.

Ini mobil milik Dimas. Dan sepertinya Mahen meminjamnya.

"Insting gue." jawab Mahen.

Dia melepas hoodie nya dan menyerahkannya ke Raline. "Pakai, kak. Badan lo basah kuyup. Gue udah matiin AC nya tapi lo pasti bakal tetap kedinginan."

Raline mengambil hoodie itu. Dia terkekeh samar, "lo suka sama gue ya?"

"Hah?" Mahen langsung merespon nya dengan wajah cengo. "Kagak lah anjir. Gue udah punya gebetan. Lo baper sama gue ya? Tapi nggak mungkin sih, lo kan bulol number one nya Jerome Raditya Wilsen." lanjutnya.

Mendengar nama Jerome kembali membuat hatinya terasa teriris pisau tajam. Sangat perih dan membuatnya tidak bisa menutupi kesedihannya.

"Gue tau lo lagi ada masalah sama Bang Jerome. Gue nggak akan minta penjelasan apa-apa dan gue nggak akan ngasih tau ke siapa-siapa. Lo bebas nangis sepuasnya disini, Kak." kata Mahen seakan mengerti dengan kondisi Raline.

Setelah mendengarnya, Raline pun tanpa ragu lagi langsung melepas semua kegundahan hatinya. Tangisannya begitu pilu sampai Mahen meringis iba mendengarnya.

Dia jarang melihat Raline se-terpuruk ini. Cewek itu punya kepribadian yang ceria dan penuh semangat. Dan saat dirinya melihat Raline menangis sampai sesegukan gini membuatnya tak kuasa untuk menahan amarahnya.

"Shit!!" dia mengumpat kesal.

Dia tidak suka orang yang sudah dia anggap sebagai saudaranya sendiri menangis.

Ada rasa marah yang memenuhi hatinya. Dia bisa sampai disini menjemput Raline karena tadi Jerome menghubunginya dan menanyakan apakah Raline sudah sampai rumah atau belum.

Walaupun Jerome tidak mengatakan lebih jauh, Mahen sudah paham kalau sudah terjadi sesuatu dengan pasangan kekasih yang awal kisah cinta nya tidak begitu mulus.

"Kak, lo bisa cerita ke gue. Sorry kalau gue kesan nya memaksa lo buat terbuka, tapi gue nggak bisa diem aja lihat lo kayak gini. Se-enggaknya dengan lo cerita bisa bikin hati lo lebih lega."

Raline menyeka air matanya. "Gue sakit hati, Hen."

"Ceritain aja gapapa. Di rumah lagi nggak ada orang. Kak Lili sama Mbak Judith lagi bucin pacar. Bang Dimas lagi bantuin temen fakultas nya. Gue bakal keep secret cerita lo."

Raline mengatur nafasnya agar mengurangi sesegukan karena menangis terlalu tersedu-sedu.

"Gue di usir sama Jerome." ucapnya dengan nada lirih.

"Di usir? Maksudnya gimana, Kak?"

"Hari ini gue di undang dinner sama nyokap nya Jerome sebagai perayaan hari terakhir gue pra-magang di butik nya. Awalnya gue bantuin Tante Siska masak, tapi dia nyuruh gue ke kamar anaknya buat istirahat sebentar sambil nunggu jam makan malam. Jujur, gue merasa senang karena lo tau sendiri kalau Jerome terlalu tertutup sama kehidupan pribadinya. Dia bahkan nggak pernah nyeritain tentang Keluarga nya sampai akhirnya gue yang tau sendiri."

"Gue masuk ke kamar Jerome dan ngelihat meja belajarnya berantakan. Niat gue baik mau ngerapihin meja itu biar nanti Jerome nggak perlu capek-capek ngerapihin lagi. Pas gue mau naruh beberapa ATK ke laci meja gue ngelihat ada album foto warna nya pink. Gue yakin itu bukan punya Jerome. Pas gue lihat isi nya gue langsung sakit hati dan seakan-akan tertampar kenyataan pahit."

"Apa isinya?" tanya Mahen.

Air mata kembali mengalir deras dari pelupuk mata Raline. "Album foto kenangan Jerome dan Abigail." jawab Raline.

"Dan nggak lama dia masuk ke kamar dan marah lihat gue nyentuh album foto itu. Dia ngebentak dan ngusir gue. Serius, gue takut banget lihat Jerome se-murka itu. Dia kayak bukan Jerome yang gue kenal selama ini. Gue takut banget, Hen."

"Kak, tenang ya." Mahen agak bingung juga saat melihat Raline kembali menangis sesenggukan.

"Mahen, kalau dia berani kayak gitu, itu berarti dia emang nggak pernah bisa ngelupain Abigail kan? Dia sama sekali nggak berniat ngehapus kenangannya sama Abigail. Dan selama ini perjuangan gue sia-sia. Padahal akhir-akhir ini dia bersikap manis ke gue, seolah-olah dia udah bisa nerima perasaan gue. Tapi ternyata ekspetasi gue aja yang ketinggian. Apa yang Jerome lakuin cuma pura-pura biar nggak nyakitin hati gue terlalu dalam."

"Bahkan pas kita udah mulai pacaran dia masih pasang fotonya sama Abigail lagi pelukan jadi wallpaper hp nya. Itu kan berarti Jerome emang nggak ada niat ngelupain Abigail."

Mahen menghela nafasnya panjang. Inilah hal yang dia takutkan kalau Raline masih nekat memperjuangkan cintanya yang tidak bisa memberi keuntungan untuk cewek itu.

Mencintai orang yang belum selesai dan tidak mau melupakan sisa-sisa kisah cintanya bersama mantan adalah tantangan terberat.

Dan Raline sudah melangkahi tahap itu. Mahen berpikir hubungan mereka akan berjalan baik setelah melihat bagaimana perkembangan kedekatan Raline dan Jerome.

Apalagi saat melihat fakta kalau mereka sudah berani melakukan skinship yang lebih jauh. Seperti ciuman dan lainnya.

"Apa gue putus aja ya?"

Mahen langsung menoleh mendengar kata-kata keramat itu terucap dari mulut Raline.

"Kak, jangan gegabah. Mungkin aja lo perlu denger penjelasan Bang Jerome."

"Gue takut denger penjelasan dia, Hen. Karena hati gue meyakini kalau Jerome nggak akan pernah bisa nerima gue."

"Kita pulang dulu ya, Kak. Gue takut lo masuk angin kalau kelamaan pakai baju basah kuyup begini." ucap Mahen yang langsung menancap gas menuju rumah kontrakan mereka.


🍑🌹

Suara umpatan kembali terdengar dari mulut Jerome. Entah sudah keberapa kalinya dia mendengus, marah-marah sendiri, dan mengumpat kata-kata kasar.

Ini sudah lewat dari jam makan malam. Dia tidak ikut makan malam dan kata Mama nya juga rencana makan malam mereka batal.

Padahal Mama nya sudah menyiapkan makan malam sebagai perayaan hari terakhir Raline selesai pra-magang di butik. Tapi Jerome sudah merusak rencana Mama nya itu.

Cowok itu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tubuhnya sudah lelah dan butuh di istirahatkan, tapi mata dan pikirannya masih tidak mau di ajak berkompromi.

Jerome masih mengingat dengan jelas wajah ketakutan Raline saat dia membentak nya tadi.

"Rell.." nama Raline terdengar lirih terucap dari mulutnya.

Tokk.. Tokk..

Pintu kamar nya terbuka setelah terdengar ketukan beberapa kali. Jerome menoleh dan mendapati Papa nya masuk ke dalam kamarnya.

"Ada apa, Pa? Mau di bantuin ngecek kerjaan lagi?" tanya Jerome.

Papa tidak menjawabnya dan tetap berjalan mendekati putra tunggal nya.

"Kamu lagi ada masalah apa sama Mama? Sampai Mama kelihatan badmood banget dari tadi."

"Mama marah sama aku."

"Marah kenapa?"

"Aku tadi ngebentak Raline dan buat dia ketakutan. Aku juga ngusir Raline dari rumah. Mama udah tau semuanya dan kayaknya dia marah besar sama aku."

Papa menghela nafas panjang. Dia menepuk bahu anaknya. "Kalau lagi ada masalah sama pacarmu jangan dibawa-bawa ke keluarga. Curhat boleh, tapi harus jaga sikap juga. Papa lihat-lihat Mama kamu suka banget sama Raline. Tiap malam kalau mau tidur Mama pasti cerita kalau Raline tuh tipikal mantu idamannya."

"Raline orang baik ya? Papa jarang ketemu dia, nggak kayak kamu sama Mama yang sering ketemu dia. Tapi dari cerita Mama, Papa yakin kalau Raline emang orang yang baik. Terlepas dari perasaan kamu sekarang, ada baiknya kamu jelasin ke dia yang sebenar-benarnya. Jangan menggantungkan perasaan orang lain, apalagi kalau dia beneran tulus sama kamu. Lepasin dia kalau emang kamu nggak bisa mempertahankan dia. Biarin dia ketemu sama orang yang lebih baik dan lebih tepat dari kamu."

Jerome merenung mendengar penuturan Papa nya.

"Jer, laki-laki itu calon pemimpin keluarga. Kalau kamu nggak bisa menghargai perempuan, gimana nanti kamu pas punya istri. Sekarang Papa tanya gimana perasaan kamu ke Raline?"

Jerome menundukkan wajahnya sambil menggeleng. "Nggak tau, Pa."

"Nggak tau berarti kamu belum yakin sama jawabannya atau emang kamu nggak punya jawabannya?"

"Kayaknya begitu."

"Lepasin dia, Jer. Ketulusan nya Raline nggak pantas kamu dapatkan kalau kamu masih belum bisa kasih kepastian buat dia."

"Pa, nggak gitu maksudnya." Jerome ingin membantah ucapan Papa nya barusan.

"Dia pasti sadar kalau cinta nggak bisa di paksakan. Daripada dia harus ngasih ketulusan buat orang yang salah dan malah bikin dia makin sakit hatinya. Kamu tega lihat anak orang patah hati?"

Jerome kembali merenung. Ini adalah pilihan tersulit dalam hidupnya.

"Kalau kamu nggak mau kehilangan dia, kamu harus berjuang sama seperti dia berjuang buat dapetin kamu. Cewek tuh sebenernya makhluk yang menerima, bukan mengejar. Kamu sebagai laki-laki yang seharusnya berjuang buat dia."

"Papa nggak akan pilih-pilih jodoh buat kamu. Biarin kamu sendiri yang milih mau menghabiskan hidup sama siapa nanti. Kamu udah dewasa dan Papa yakin kamu udah bisa tau mana yang benar dan salah."

Papa keluar dari kamarnya meninggalkan Jerome seorang diri yang terlalu fokus memikirkan jalan keluar dari masalahnya.

Setelah beberapa saat berperang dengan pikirannya, Jerome pun beranjak dari duduknya dan mengambil jaket, kunci mobil, dompet, dan ponselnya.

Dia turun dari lantai atas dengan langkah lebar.

"Mau kemana lagi malem-malem gini? Nggak lihat di luar masih hujan?" suara sinis Mama nya terdengar menyeramkan.

"Izin keluar sebentar. Nggak akan lebih dari jam sepuluh kok."

"Mau kemana?"

"Ke rumah mantu Mama."

"Jerome maksud kamu Raline atau si mantan pacar kamu yang kayak tante-tante itu?"

Jerome berjalan keluar rumah sambil berseru menjawab ucapan Mama nya, "Raline!!"

"Ya udah hati-hati. Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, Dek!"

"Iyaa!!"



Jerome sampai di pekarangan rumah kontrakan Raline. Dia keluar dari mobil nya dan mendongak melihat ke arah jendela kamar Raline yang lampu nya sudah di matikan.

"Dia udah tidur ya?" gumamnya dengan nada kecewa.

Tapi Jerome tidak mau langsung menyerah dan kembali pulang begitu saja. Cowok itu berjalan ke arah pintu rumah dan membunyikan bel pintu.

Dia menunggu beberapa saat sebelum pintu rumah ber-cat coklat itu terbuka dan menampakkan sosok Mahen yang sedang menatapnya dengan alis yang naik satu.

"Ngapain?" tanya nya dengan singkat, padat, dan jelas.

"Izinin gue masuk dulu. Di luar dingin habis hujan."

"Nggak usah. Di dalem ada Bang Dimas sama Kak Lili."

"Apa hubungannya?" tanya Jerome dengan kening berkerut bingung.

"Ada. Lo nggak mau di interogasi macem-macem kan sama mereka."

"Mahen, gue mau ketemu sama pacar gue."

Mahen menggeleng. "Kak Raline udah tidur. Jangan diganggu."

"Ya udah kalau gitu izinin gue ngelihat dia sebentar." Jerome masih ngotot ingin bertemu dengan Raline.

Lagi-lagi Mahen menggeleng. "Dia lagi di kompres sama Kak Lili. Lo jangan ganggu dia istirahat. Mending lo pulang aja deh, Bang."

"Raline kenapa?"

"Demam. Habis ujan-ujanan karena di usir sama cowoknya."

Jerome merasa tertohok mendengarnya. "Izinin gue ngelihat keadaannya Raline. Lima menit doang."

"Nggak akan gue izinin. Mending lo pulang aja deh, Bang. Kak Raline juga kayaknya nggak mau ketemu sama lo. Dia minta putus."

"Lo jangan ngomong macem-macem!" ucap Jerome tidak terima.

"Ya udah kalau nggak percaya. Lo tunggu dia yang ngomong sendiri."

Mahen menutup pintu rumah, namun belum sempat itu terjadi Jerome sudah lebih dulu menahannya.

"Gue mau ketemu sama pacar gue. Please."

Mahen menghela nafas panjang. Dia yang jarang marah, tapi kali ini amarah nya seakan-akan di pancing sampai ubun-ubun. 

"Lo masih menganggap Kak Raline pacar? Padahal beberapa jam yang lalu lo tega ngebentak dan ngusir dia cuma gara-gara dia nemuin album foto kenangan lo sama mantan. Kenapa? Lo nggak suka kalau barang-barang berharga lo bersama mantan disentuh orang lain? Even if it's your own girlfriend."

Jerome bungkam karena ucapan Mahen tidak salah. Dia yang salah dan sekarang dia menyesali perbuatannya itu.

"Lo emang teman deket gue, Bang. Tapi gue nggak akan kasih ampun kalau lo udah jahatin orang yang udah gue anggap seperti kakak sendiri." kata Mahen lagi.

"Udah ya, Bang. Mendingan lo pulang aja deh. Daripada Bang Dimas ikutan tau masalah ini, yang ada lo langsung disuruh putus sama Kak Raline saat ini juga."

"Gue nggak akan putus sama Raline. Jaga ucapan lo." ujar Jerome merasa tersinggung. Wajah marah nya tidak membuat Mahen takut.

"Sorry, tapi gue lebih berharap kalian putus. Kak Raline deserves a man who can love her sincerely."

BRAK..

Mahen langsung menutup pintu rumah dan sama sekali tidak menggubris keadaan Jerome. Rasa sakit hati yang Raline alami juga ikut dia rasakan.

Walaupun hubungan mereka tidak sedarah, tapi Mahen sudah menganggap teman-teman satu kontrakan nya sebagai saudara.

Jerome yang masih bertahan di depan pintu kontrakan Raline pun kembali mengumpat kasar. Tiba-tiba hati nya tidak tenang. Dia sangat takut dengan sikap Raline kepadanya setelah ini.

Pacarnya pasti akan memberikan kesempatan bagi nya untuk meluruskan masalah ini kan?

"Nggak akan. Gue dan Raline nggak akan putus." ucapnya dengan penuh keyakinan. Walau ada sedikit keraguan di hatinya.

Jerome berjalan ke arah mobil nya. Sebelum masuk ke dalam mobil dia sempatkan untuk menatap jendela kamar Raline yang lampu nya sudah padam.

"Kita nggak akan pernah putus, Rell. Aku tau aku salah, tapi aku nggak mau kehilangan pacar lagi."

🍑🌹

Dua hari setelah insiden itu Jerome sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Raline. Bahkan untuk menghubungi nya pun sangat sulit. Dia jelas bisa menebak kalau pacarnya itu sudah memblokir semua kontaknya.

Di telepon tidak pernah aktif.

Di chat tidak dibalas.

Dan saat ingin bertemu selalu mendapat halangan.

Mahen dan Lili adalah orang yang paling gencar mengacaukan rencana nya setiap ingin bertemu dengan Raline. Dua orang itu benar-benar menjauhkannya dengan Raline.

Selama dua hari itu Jerome selalu berpikir yang tidak-tidak. Banyak sekali pikiran negatif yang mengganggu konsenterasi nya. Dan hal itu sempat mengganggu kegiatan kuliah dan BEM nya.

Sampai-sampai Jerome harus rehat sejenak dari kegiatan BEM. Untung nya dia punya wakil ketua seperti William yang benar-benar sangat membantu nya tanpa menanyakan lebih jauh tentang alasan nya rehat dari kegiatan BEM.

"Ternyata lo disini ya? Padahal gue udah cari-cari lo sampai ke sekre BEM."

Jerome menoleh setelah mendengar suara yang amat familiar untuknya. Decakan kesal langsung keluar dari mulutnya begitu melihat kehadiran orang yang sangat ingin dia hindari.

"Ngapain lo kesini?"

Abigail melempar senyum lalu memposisikan diri nya duduk di sebelah Jerome yang reflek langsung menggeser duduknya.

"Pergi. Gue nggak ada urusan sama lo lagi." ujar Jerome. Dia nampak tidak berminat memperpanjang urusan dengan sang mantan pacar.

Abigail memasang wajah sedih yang dibuat-buat. "Kok lo ngomong nya begitu? Kemaren yang minta ketemu karena kangen siapa coba? Masa pinter-pinter gampang lupa."

Jerome melotot tajam setelah mendengar ucapan Abigail. "Gue nggak pernah ngomong begitu. Jangan asal nyebar kebohongan."

"Apa perlu gue kasih lihat chat kita kemaren? Kan lo sendiri yang bilang belum bisa move-on dari gue. Kalau lo mau kita bisa kok balikan lagi."

"Stop! Gue nggak ngerti kenapa lo tiba-tiba jadi begini. Bukan nya lo yang nggak suka punya pacar kayak gue?"

Abigail menggeleng. Dia semakin mendekatkan duduknya ke arah Jerome. "Lo salah paham, Jerome. Gue bukan nggak suka punya pacar kayak lo. Gue cuma agak jenuh aja karena lo sama sekali nggak bisa di ajak senang-senang."

"Gue bukan tipikal cowok murahan yang lo suka, Abigail. Stop gangguin gue lagi."

"Tapi kenangan kita selama dua tahun nggak akan bisa gue lupain, Jer. Lo itu pacar terbaik buat gue. Dan gue yakin kalau gue adalah satu-satunya cewek yang tepat buat jadi pacar lo. Kita itu saling melengkapi."

Jerome menatap jengah ke arah sang mantan pacar. "Gue nggak ada waktu ngeladenin ocehan lo yang nggak berbobot."

"Lo cuma cocok sama gue, Jerome. Pacar lo yang sekarang nggak ada apa-apanya dibandingkan sama gue. Lo perlu cewek yang punya reputasi bagus dan terkenal di kalangan kampus, biar jabatan lo sebagai Ketua BEM juga dapat sokongan yang baik dari orang-orang. Lo sama gue bakal jadi pasangan paling terkenal di seluruh kampus."

"Gue nggak perlu jadi terkenal buat dapat dukungan. Posisi gue saat ini bisa gue dapetin karena kerja keras dan dukungan dari orang-orang yang tulus sama gue. Dan yang pasti pacar gue jauh lebih cocok sama gue dibandingkan lo, Abigail. Lo deketin gue karena ada mau nya. Lo butuh orang yang punya nama besar di kampus ini buat balikin reputasi lo yang sempet jelek gara-gara lo di fitnah jadi selingkuhan dosen."

Raut wajah Abigail langsung berubah marah. Dia tidak terima karena Jerome menyudutkan nya seperti ini.

Cewek itu dengan sigap langsung menahan pergelangan tangan Jerome saat cowok itu berniat pergi. Abigail menarik tangan Jerome membuat tubuh cowok itu limbung dan hampir terjatuh.

Jerome langsung memberontak saat Abigail memeluk tubuhnya dengan erat. "Lo gila! Ini masih di wilayah kampus. Jangan seret gue ke skandal lo dong."

"Gue nggak peduli sama kata-kata orang lain. Gue tau lo masih sayang sama gue, Jer. Karena gue juga masih sayang sama lo. It's okay if you want to break up with your girlfriend. Kita bisa mulai semuanya dari awal." kata Abigail dengan pura-pura menangis.

Jerome mendorong tubuh Abigail dan langsung mencaci maki mantan pacar nya itu. 

"You're so crazy. Sampai kapanpun gue nggak akan pernah mau balikan sama lo lagi. Dan gue nggak akan pernah putus sama Raline."

Abigail mengusap air mata palsu yang tergenang di mata nya. Cewek itu menyeringai seolah tidak takut melihat Jerome yang sedang naik pitam.

"Really? Tapi kayaknya pacar lo yang pengen putus sama lo sekarang. Iya kan, Raline?" ucap Abigail dengan seringai nya.

Jerome langsung tersadar setelah mendengar nama Raline disebut oleh Abigail. Cowok itu langsung menoleh dan terkejut saat melihat sosok pacarnya sedang berdiri tidak jauh di belakangnya.

Raline sedang menatapnya dengan diam, tapi dia tahu dari tatapan nya kalau pacarnya itu sedang terluka.

"Oh shit!" Jerome mengumpat. Dia langsung mendekati Raline yang sedang bersama Lili dan Jean.

"Rell, please jangan dengerin kata-kata Abigail. Semua yang dia omongin sama sekali nggak bener. Dia cuma mau bikin kitaㅡ" ucapan Jerome terhenti.

"I don't care about that." balas Raline dengan nada bergetar. Dia mencoba tetap santai walau dalam hatinya kini sedang porak-poranda.

"Apa?" Jerome seakan tidak percaya mendengar ucapan itu dari mulut pacarnya.

"Emangnya apa lagi? Masalah kamu dan dia sama sekali bukan urusan aku. So, I don't care about that.

Lidah Jerome langsung kelu sampai dia tidak memiliki energi untuk membalas ucapan Raline. Semua yang dia terima saat ini benar-benar diluar ekspetasi nya. Raline yang biasanya selalu kelihatan penuh kasih sayang dan tulus kepadanya tidak dia lihat sekarang ini.

"Rell, kamu salah paham. Please dengerin aku dulu ya. Aku mau minta maaf dan jelasin semuanya ke kamu."

"Woy Raline! Jerome itu susah move-on dari gue. Hati-hati aja, takutnya lo cuma di jadiin pelampiasan doang sama dia." celetuk Abigail yang sengaja memanas-manasi keadaan.

Jerome mengumpat keras dan menyuruh Abigail untuk diam. Cowok itu kembali memusatkan perhatian nya ke Raline yang sama sekali tidak ingin melihat ke arahnya.

"Jangan percaya kata-kata Abigail, Rell. Aku bisa jelasin semuanya ke kamu. Kita harus ngobrol berdua aja, kamu mau kan?"

"Sorry, tapi kita mau langsung pergi. Tadi kita cuma nggak sengaja lewat sini dan ternyata ngelihat lo lagi reuni sama mantan." celetuk Lili sambil melirik Jerome dan Abigail dengan tatapan tajam.

"Kita pergi aja sekarang." ucap Raline yang sama sekali tidak menggubris Jerome.

"Ayo deh kita pergi. Gue sepet lihat drama permantanan ini." kata Jean.

Saat Raline hampir pergi, Jerome langsung menggenggam tangan nya. Namun genggaman nya itu langsung di sentak oleh Lili.

"Cuy! Jangan asal megang tangan suci temen gue. Lo kan tadi habis pelukan sama sampah. Tolong jaga kebersihan ya, corona masih ada dimana-mana." ujar Lili dengan tingkat sarkas nya yang tinggi.

"Gue pengen ngomong sama Raline. Lo jangan ikut campur." kata Jerome kesal.

"Nggak usah deh. Lagian bentar lagi lo juga jadi mantan nya Raline kok." sahut Jean dengan wajah julid nya.

"Jaga ucapan lo. Gue nggak akan putus sama Raline."

Raline yang dari tadi berusaha menuliskan pendengaran nya pun menyeret kedua teman nya agar pergi dari tempat itu. "Nggak usah ribut. Kita langsung pergi aja." ucapnya.

"Rell, aku mau ngomong sama kamu." ucap Jerome.

Raline melirik sekilas ke arah Jerome. "Tapi aku nggak mau." ucapnya lalu langsung pergi meninggalkan Jerome yang langsung merutuki nasib nya.

"Kalau Raline ngajak putus, kamu bisa balik ke aku lagi kok, Jer." celetuk Abigail.

Dengan tatapan tajam Jerome berkata, "balikan sama lo adalah hal yang nggak akan pernah gue lakuin." ucapnya lalu langsung bergegas pergi.



🍑🌹



Ini adalah pertama kali  dalam hidup Jerome memutuskan untuk bolos kelas. Cowok itu tidak memiliki semangat karena kejadian siang tadi. Pikiran nya sedang tidak sinkron dan percuma saja kalau mengikuti kelas.

Dia berjalan masuk ke dalam basecamp dan berniat ingin mengistirahatkan tubuh dan pikiran nya yang sama-sama lelah. Tapi rencana nya itu benar-benar tidak sejalan dengan ekspetasi.

Saat kaki nya baru saja masuk ke ruang tengah basecamp dia langsung di hadang oleh teman-teman nya yang sepertinya sudah menunggu kedatangan nya.

"Kenapa pada ngelihatin gue segituㅡ" 

Ucapannya terpaksa berhenti saat Dimas yang entah datang dari mana langsung menarik kerah baju nya dan melemparkan satu bogeman mentah yang tepat mengenai rahang nya.

BUGH!

Jerome melotot saat merasa perih di rahang nya. Dia menatap Dimas yang seperti kerasukan setan dan sekali lagi melayangkan tinju ke arah wajahnya.

BUGH!

"Dimas! Anjing! Stop woy, jangan berantem pakai fisik." itu suara Tenandra yang langsung memekik kencang saat melihat Dimas menonjok Jerome tanpa ampun.

"Jangan cuma diem aja, bego. Pisahin dulu tuh temen-temen lo. Jangan sampai ada polisi yang grebek kita." kata Theo.

Jonathan dan Mahen bergerak untuk melerai Dimas yang sedang menghajar Jerome. 

"Tenang, Dim. Masalah nggak akan selesai kalau lo main fisik doang." ucap Jonathan.

Dimas menendang perut Jerome sampai membuat cowok itu jatuh terduduk sambil mengerang kesakitan.

"Anjing lo, Jer! Anjiingggg! Lo apain adek gue?" Dimas berteriak seperti orang kesetanan. Nafasnya saja sampai memburu saking emosi nya.

Jerome masih tidak menjawabnya. Tapi dia mulai memahami kalau alasan Dimas mengeroyoki nya ada sangkut pautnya sama Raline. Karena itu lah dia memilih diam dan tidak membalas tonjokan Dimas.

Theo dan Tenandra membantu Jerome untuk berdiri. 

"Tenangin diri lo dulu, Dimas." ucap Theo.

"Lo pikir gue bisa tenang kalau tau si anjing ini udah nyakitin adek gue?"

"Gue nggak menyalahkan insting lo yang pengen melindungi Raline. Tapi menyelesaikan masalah pakai kekerasan juga nggak baik. Kalian berdua harus ngobrol pakai kepala dingin." kini Jonathan yang berbicara.

"Sorry Bang, gue nggak bisa keep ini sendirian. Bang Dimas selaku kakak sepupunya kak Raline wajib tau keadaan adik nya lagi nggak baik-baik aja." celetuk Mahen.

Jerome mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Dia menatap Dimas dengan wajah datar.

"Masalah gue sama Raline nggak sebesar yang lo pikir. Jadi lo nggak berhak ikut campur." ucapnya yang malah menaikkan kadar emosi Dimas.

"Anak tolol! Lo bilang bukan masalah besar? Dan gue nggak berhak ikut campur?" suara Dimas menggelegar.

"Raline itu adek gue dan dia masih tanggung jawab gue. Lo bilang gue nggak berhak ikut campur di saat adek gue disakitin orang lain. JANCOK!"

"Gue tau gue salah. Gue mau menyelesaikan masalah itu sama Raline. Gue masih menghargai lo sebagai kakak sepupu nya Raline, tapi lo nggak harus ikut campur di setiap hubungan gue sama pacar gue."

Dimas tertawa sinis. "Jerome, gue ngizinin lo pacaran sama Raline bukan buat bikin adek gue sakit hati. Gue paham hubungan lo sama Raline emang nggak di awali dengan baik. Tapi lo nggak harus ngusir dia dari rumah lo cuma gara-gara lo nggak terima adek gue nyentuh barang berharga kenangan lo dan mantan lo."

"Gue nggak bermaksud begitu." 

"Halah bangsat. Gue masih menahan diri karena gue nggak mau merusak pertemanan kita. Jadi lebih baik lo jauhin Raline. Putusin dia sekarang. Biarin dia dapat kebahagiaan dari orang yang tepat."

Jerome menggeleng. Dia sangat tegas menolak usulan Dimas. "Sorry, gue nggak bisa ngelepasin Raline."

Emosi Dimas kembali terpancing. Dia menarik kerah baju Jerome dan meninju wajahnya lagi.

"Dim, jangan pakai kekerasan." cegah Jonathan yang tidak di gubris oleh Dimas.

"Lo bebal, Jer. Lo udah bikin kepercayaan gue hancur."

"Gue bakal balikin kepercayaan lo dan buktiin kalau Raline bisa bahagia sama gue." ucap Jerome masih dengan rasa percaya diri nya yang tinggi.

"Raline nggak akan pernah bahagia sama cowok yang belum bisa lupain masa lalu nya. Dan Raline nggak akan pernah bahagia sama cowok sinting yang udah nyia-nyiain ketulusan nya. Jauh-jauh dari adek gue deh mulai sekarang."

"Sekali lagi gue minta maaf. Gue nggak akan pernah jauhin Raline apalagi putus dari dia."

Dimas mengumpat lagi. Emosi nya benar-benar sudah tak terbendung. Dia memilih pergi dari basecamp untuk menenangkan diri, disusul oleh Jonathan dan Mahen.

"Gue nggak mau interogasi lo sekarang. Mending lo ke kamar deh." ucap Tenandra.

"Gue nggak akan putus sama Raline." ucap Jerome masih dengan pendirian nya.

Theo menepuk bahu Jerome. "Tenangin diri dan obatin luka-luka lo dulu, Jer. Nanti kita bantu bujuk Dimas."

Jerome mengangguk. Dia berjalan ke arah kamar yang ada di basecamp. Hari ini sangat kacau dan dia ingin menenangkan dirinya. 

Tapi sudah setengah jam berlalu dia masih belum merasa tenang. Wajah Raline tadi masih terngiang-ngiang di pikiran nya. Dia baru kali itu mendapat penolakan dari sang pacar.

CKLEK..

Pintu kamar terbuka. Jerome pikir yang masuk ke ke kamarnya adalah Theo atau Tenandra, tapi ternyata bukan.

"Obatin dulu luka nya." 

Suara yang sangat familiar. Jerome yang tadinya sedang berbaring sambil memejamkan mata pun langsung bangun dari rebahan nya. Dia mengehela nafas lega setelah melihat siapa yang datang.

"Rell.." panggilnya. 

Jerome baru saja beranjak dari ranjang dan ingin mendekati Raline, tapi cewek itu sudah lebih dulu melarangnya.

"Jangan dekat-dekat. Stop disana."

Raut wajah Jerome langsung berubah sendu. "Rell, kita harus ngobrol. Please.."

Raline menggeleng. "Nggak dulu, Jer. Aku masih butuh waktu buat nenangin diri. Aku kesini cuma mau ngasih obat-obat ini ke kamu sebagai ucapan permintaan maaf karena Mas Dimas bikin bonyok muka kamu."

"Kamu nggak perlu minta maaf. Aku paham kenapa Bang Dimas kayak gini ke aku."

"Aku emang nggak perlu minta maaf. Tapi aku nggak pernah menormalisasikan bentuk kekerasan apapun. Mas Dimas salah karena dia terlalu berlebihan."

"Rell, kita bisa bicarain ini baik-baik."

"Sekali lagi aku bilang nggak, Jerome. Kamu harus hormati keputusan aku."

"Tapi aku nggak berharap kita putus. Aku tau aku salah, dan aku mau menebus kesalahan aku."

Raline mendadak terdiam. Hati dan perasaan nya meluap-luap seperti lava gunung berapi. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya.

"Awalnya aku nggak pernah punya keinginan untuk mengakhiri hubungan yang sama sekali nggak jelas ujungnya ini. Aku takut ngejauh dari kamu. Aku takut lihat kamu pergi. Tapi sekarang..." Raline menahan ucapannya. Dia sedang berusaha untuk tidak menangis.

"Tapi sekarang aku nggak akan takut kalau emang kamu mau pergi. Itu tanda nya cinta dan ketulusan aku selama ini nggak bisa bikin kamu bertahan. Walaupun rasanya pasti menyakitkan, tapi aku ikhlas dari pada harus menjalani hubungan dengan cinta palsu dari kamu."

"Raline, aku nggak mau putus. Nggak ada yang akan saling menjauhi."

"Jerome, kalaupun kamu bilang putus sekarang pun aku nggak akan protes dan minta penjelasan."

Jerome menggeleng. "Nggak. Nggak ada yang pengen putus."

Raline melempar senyum hangat yang penuh kesedihan. "Mencintai ternyata emang nggak mudah ya. Bener kata Lili, lebih enak dicintai daripada mencintai. Karena kita nggak perlu berjuang keras biar perasaannya terbalas. Sekarang aku ngerti maksudnya."

"Raline please. Kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya."

CKLEK..

Pintu kembali terbuka dan Yudha muncul dari balik pintu. "Rell, udah belum? Pergi sekarang aja yuk."

Raline mengangguk. "Iya. Tunggu diluar aja, Kak."

Yudha mengangguk. Dia melirik sekilas ke arah Jerome yang menatapnya dengan tajam sebelum keluar dari kamar.

"Aku harus pergi sekarang. Obatin luka-luka kamu. Kalau nggak bisa kamu bisa minta tolong Kak Theo atau kak Ten. Mereka berdua masih di depan."

"Raline, please stay with me. Jangan pergi." baru kali ini Raline melihat Jerome memohon sampai segininya.

"Kita butuh waktu untuk merenung dan meyakinkan diri mau dibawa kemana hubungan ini." ucapnya lalu tanpa sepatah kata lagi langsung keluar kamar meninggalkan Jerome yang langsung terduduk lemas di atas ranjang.

"Maksud aku nggak gini, Rell. Aku nggak mau putus. Aku mau sama kamu terus." gumam Jerome.

Dan tanpa dia sadari kalau setitik air mata mengalir dari pelupuk matanya.


Jadi.. Apakah semuanya berakhir disini? 

Atau mereka berdua masih memiliki kesempatan untuk mengulang dari awal?











To Be Continued...

Eh ini maaf banget aku telat update. Tadi ada revisi di chapter ini jadi baru bisa update sekarang. 

Yah.. yah.. otw putus nih kayaknya sih.

Konflik pertama nih hehehe. Jangan harap konflik cuma sampe disini aja ya. Nanti kedepannya bakal lebih banyak kejutan buat kalian.

Puas kan kalian lihat sikap Raline? Kasih tepuk tangan buat kesayangan kita yang paling keren.

Kasih kesempatan gak buat Jerome? Pada pengen lihat Jerome yang balik berjuang buat Raline kan?

Mau kasih nasihat apa buat pasangan kesayangan kita?

1. Jerome
2. Raline

In advance, thank you very much guys 😘😭😘😭😘😭 Bisa-bisanya langsung pada spam. Bikin aku kaget lihat notif gak berhenti. Tapi seneng sih bacain komentar kalian 😂

Chapter sebelumnya aja udah segitu. Chapter ini bisa sampe berapa nih?

Ku tunggu spam komen dan vote kalian ya 😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 740 12
Just ordinary story about Joanna and Jeffrey.
27.8K 3.6K 23
[Wonjoy Area] It's nice to know you, Let's do it again! How we did in one night stand Boy, I wanna be more than a friend to you . . . . . . . . . Te...
2.2K 331 10
The 5 Stages of Grief is a theory developed by psychiatrist Elisabeth Kübler-Ross. It suggests that we go through five distinct stages after the loss...
1.4M 6.6K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...