[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

52.2K 9.6K 9.1K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 18: ANNOYING!

1.3K 256 536
By deftsember

Siapin hati siapin emosi :)


~ Happy Reading ~ 




Raline sudah kembali dari tugasnya sebagai relawan di Kalimantan selama lima hari. Cewek itu merebahkan tubuhnya sambil mengecek ponsel nya. Sejak kepulangan nya kemarin sore dan sampai siang ini dia tidak mendapat kabar dari sang pacar.

Chat yang dia kirim ke Jerome terkirim tapi tidak mendapat balasan satu pun. Di telepon juga tidak di angkat. Sebenarnya kemana pergi nya pacar kesayangan nya itu ya?

Seperti ada yang aneh karena Raline merasa Jerome seperti sedang menjauhinya perlahan-lahan.

Tapi tentu saja dia tidak mau berprasangka buruk. Mungkin saja Jerome sedang sangat sibuk sampai tidak punya waktu untuk memberi kabar kepadanya.

CKLEK..

Raline menoleh saat pintu kamar nya terbuka dan sosok Lili masuk ke dalam kamarnya sambil membawa bungkusan plastik yang tercium aroma enak.

"Seblak dulu, cuy!" Lili berteriak kegirangan.

"Seblak mulu. Lama-lama otak lo umes kayak kerupuk seblak."

"Kali ini gue beli seblak kwetiau ya, bukan seblak kerupuk. Mau nggak nih? Barengan sama gue."

Raline menggeleng. "Nggak ah, lagi males makan."

Lili menatap sahabat nya itu dengan kening berkerut. "Tumben banget lo nolak makanan. Ada hal buruk apa sampai lo nggak minat di tawarin makanan."

"Pacar gue kayaknya sibuk banget deh. Dari kemaren nggak ada kabar nya sama sekali."

"Oh Jerome? Iya tuh, kayaknya dia lagi sibuk."

"Beneran sibuk, Li?"

Lili mengedikkan bahu nya. "Nggak tau juga sih. Tapi yang gue denger-denger fakultas kedokteran lagi ada project kunjungan ke Rumah sakit swasta di Tebet. Mungkin karena itu cowok lo jadi nggak punya waktu buat ngabarin."

"Coba tanyain cowok lo, Li. Kali aja Jerome sempet mampir ke basecamp."

"Cowok gue lagi sakit tipes, udah tiga hari nggak masuk kuliah."

"Innalillahiwainnailaihirojiun.."

Lili mendelik tajam ke arah Raline. "Lo doa-in cowok gue mati?"

"Enggak tuh."

"Itu kenapa baca doa begitu. Itu kan untuk orang meninggal."

"Loh? Emang iya ya?"

"Dih, lo gimana sih anjir."

Raline terkekeh pelan. "Ya maklum, kan gue bukan hamba nya jadi nggak tau. Temen fakultas gue sering ngomong begitu kalau ada yang sakit."

"Udah jelas beda server masih aja di ikutin."

"Li, gue kangen Jerome deh." Raline mengeluh dengan wajah merengut.

"Ya terus gue harus ngapain? Makanya jangan pacaran sama cowok ngambis kayak Jerome, ribet kan kalau lagi kangen. Mending juga kayak gue nih pacaran sama cowok yang se-relate sama kehidupan gue." ucap Lili sambil memakan seblak nya.

"Gue kan cinta nya sama Jerome."

"Ya udah terima nasib aja pacaran sama batu es berjalan kayak Jerome."

Raline berdecak sebal. Meminta saran dari Lili tidak pernah membantunya dan malah membuatnya semakin di landa kegalauan.

"Ngomong sama lo nggak ada hasilnya." ucapnya lalu beranjak keluar dari kamar meninggalkan Lili yang terlalu sibuk menikmati seblak nya.

Raline berjalan ke pintu belakang untuk mencari angin di halaman belakang. Tapi mata nya melihat sosok Dimas yang sedang menyirami tanaman.

"Mas!" 

Dimas menoleh setelah mendengar nama nya di panggil. "Opo?" jawabnya.

"Nyiram kembang kok bengi-bengi kek ngene toh."

"Kembange layu koyok hati mu."

Raline mendengus sebal. Dia berjalan mendekati kakak sepupu nya yang masih asik menyiram tanaman. 

"Mas.."

"Apa sih, Rell? Dari tadi mas-mas mulu."

"Lo lihat Jerome nggak di kampus?" tanya Raline.

"Jeromo terus yang di pikirin. Sekali-kali sepupu nya gitu yang di tanyain."

"Dih ngapain nanyain lo. Kan kita tinggal se-rumah. Tiap hari juga ngelihat lo kok."

"Enggak. Dia jarang kelihatan akhir-akhir ini. Mungkin lagi sibuk."

Dimas menoleh ke arah Raline saat tidak mendengar suara dari sepupu nya itu. 

"Kenapa? Berantem sama Jerome?" tanya Dimas.

Raline menghela nafasnya. "Nggak kok. Gue sama Jerome baik-baik aja, tapi gue ngerasa tiga hari ini dia kayak susah banget di hubungin."

"Kan kemaren lo lagi ke Kalimantan dan nggak ada sinyal disana makanya nggak bisa ngehubungin Jerome."

"Iya gue tau. Dia juga tau kok gue nggak bisa ngehubungin dia karena terkendala sinyal. Tapi dia masih nggak ngehubungin gue pas gue udah balik. Padahal gue udah nyoba chat dan telepon, tapi nggak ada yang di respon sama Jerome." ujar Raline.

"Udah nanya ke temen-temen nya yang lain? Kali aja cowok lo emang lagi sibuk. Gue denger-denger BEM lagi sibuk mau ada event tahunan kampus."

"Iya kali ya. Atau gue aja yang terlalu over protective ke Jerome." ucap Raline sambil tertawa hambar.

Ucapan Dimas sama sekali tidak membuatnya tenang. Raline masih merasa ada yang tidak beres dengan pacarnya itu.

"Lo sama Jerome udah berapa lama pacaran?" tanya Dimas seketika mengalihkan topik obrolan.

"Udah mau setengah tahun. Kenapa?"

"Selama setengah tahun itu kalian udah ngapain aja? Jerome ada perkembangan nggak?"

Raline mendadak salah tingkah saat di tanyai seperti itu. Dia tidak akan pernah mungkin menceritakan tentang perkembangan hubungan nya dengan Jerome. Bisa-bisa Dimas naik pitam kalau tau dia dan Jerome sudah lumayan sering melakukan skinship.

"Ya ngapain aja kayak orang pacaran biasa. Cowok gue juga ngasih effort yang bikin hubungan kita jadi lebih baik. Dia udah nggak se-cuek dulu kok."

"Rell, sebucin-bucin nya lo sama Jerome jangan pernah kasih dia kesempatan buat nyentuh lo lebih jauh. Karena hal itu nggak bisa menjamin dia bakal tetap stay sama lo."

Raline menatap kesal ke arah Dimas dengan wajah merona. "Lo pikir gue cewek apaan! Sebucin-bucin nya gue sama Jerome gue masih tau batasan ya. Lagian Jerome bukan cowok kayak gitu dan hubungan kita berdua nggak sejauh hubungan lo sama Jean."

Mendengar hal tersebut membuat Dimas jadi salah tingkah. "Gue serius sama Jean dan Jean juga serius sama gue. Hubungan gue sama Jean udah lebih serius dibanding hubungan lo sama Jerome."

"Padahal lo sendiri yang bilang kalau hal-hal kayak gitu nggak menjamin pasangan lo tetap stay. Jilat ludah sendiri, cuih!"

"Gue udah punya rencana serius sama Jean setelah gue lulus nanti."

Kening Raline berkerut bingung. "Maksudnya? Lo mau nikahin Jean pas lo udah lulus nanti? Mau lo kasih makan apa temen gue kalau langsung lo nikahin padahal lo belum kerja sama sekali. Gaya hidup Jean tuh tinggi, Mas. Ojo kakehan polah."

"Nggak gitu. Ya gue kerja dulu lah minimal setahun-dua tahun. Habis itu baru gue nikahin dia."

"Udah ngomongin masalah nikah aja." ucap Raline dengan ketus.

"Gue sama Jean udah sejauh itu hubungan nya dan gue juga nggak mungkin kayak gitu mulu. Gue harus kasih kepastian buat hubungan gue dan Jean kedepan nya. Lo jangan bilang ini ke siapa-siapa dulu, termasuk Jean. Ini baru rencana gue."

"Gue juga pengen di ajakin serius." celetuk Raline.

"Kalau untuk lo kayaknya masih butuh waktu yang agak lama. Soalnya sampai sekarang aja Jerome masih belum ada bahas tentang perasaan dia ke lo. Padahal kalian udah lima bulan pacaran."

Raline berdecak sebal. "Gue bakal di nikahin sama Jerome. Lihat aja nanti."

"Kok lo malah sewot sih. Iri banget ya kayaknya."

"Bodo amat! Lo malah bikin gue jadi tambah badmood." ucap Raline lalu berbalik badan meninggalkan Dimas dengan kesal.

"Rell. jangan maksain keadaan kalau nggak di takdirkan!" seru Dimas yang tidak di gubris oleh Raline.



🍑🌹


Sudah genap empat hari Raline tidak mendapat kabar satu pun dari Jerome. Pacarnya itu seolah-olah hilang di telan bumi. Dan sampai saat itu juga dia masih tidak tahu alasan kenapa Jerome tidak bisa di hubungi. 

Cowok itu seperti berniat ingin menjaga jarak dari Raline.

Karena itu lah beberapa hari ini mood Raline mendadak kacar balau. Prasangka buruk perlahan-lahan mulai mengganggu ketenangan nya. Ada banyak sekali hal yang dia pikirkan tentang alasan menghilang nya Jerome dari radar nya.

Atau kah cowok itu memang sedang sibuk dan tidak bisa di ganggu. Atau mungkin ini semua adalah kode untuk Raline kalau hubungan percintaan nya sedang tidak baik-baik saja.

Tapi terlepas dari itu semua, Raline merasa sedikit lega saat atasan nya di butik alias Mama nya Jerome berniat mengundang nya untuk makan malam bersama. 

Hal itu tentu saja tidak akan di sia-siakan oleh Raline. Karena ini merupakan kesempatan emas untuknya bisa bertemu dengan Jerome. Mungkin saja saat dia ke rumah Jerome nanti dia bisa bertemu dan berbicara dengan pacar nya itu.

Raline bahkan sampai rela menolak ajakan Judith and friend untuk mengunjungi cafe yang baru saja buka di dekat kampus mereka. 

Dan disinilah Raline sekarang. Dia tersenyum sangat lebar namun tetap masih sopan saat Mama nya Jerome menyambut kedatangan nya dengan sumringah. Beliau mempersilahkan Raline untuk masuk ke dalam.

Ini adalah pertama kalinya Raline mengunjungi rumah Jerome selama mereka berpacaran, karena Jerome sama sekali tidak banyak menyinggung tentang keluarga nya. 

Decak kagum beberapa kali terdengar dari mulut Raline saat kedua mata nya di manjakan oleh penampakan rumah mewah keluarga Jerome. Dia tidak tahu kalau ternyata pacarnya ini termasuk anak konglomerat.

Pantas saja gaya hidup Jerome kalau di lihat-lihat memang agak pricey sih. Mobil nya aja sering ganti-ganti. Punya motor sport keluaran terbaru. Pakaian nya selalu kelihatan modis. 

Tapi meskipun begitu Raline tidak bermaksud untuk mengambil kesempatan sekecil apapun. Karena pada dasarnya dia memang mencintai Jerome dengan tulus, bukan karena Jerome anak orang kaya.

"Kenapa? Kok kamu kayaknya sibuk banget merhatiin isi rumah?" tanya Bu Siska.

"Rumah ibu bangus banget. Saya sampai kagum lihatnya. Tipikal rumah yang punya nilai seni dan estetika yang tinggi."

"Ah kamu ini bisa aja muji nya. Makanya kalau suka sering-sering main kesini biar kamu puas ngelihatin seluruh isi rumah ini."

Raline tersenyum canggung merespon nya. "Kalau saya keseringan kesini nanti yang punya rumah malah bosen lagi, Bu."

"Jangan begitu. Kan rumah ini nanti bakal jadi rumah kamu juga kalau udah resmi jadi menantu keluarga Wilsen."

Wajah Raline langsung merona merah. Dia langsung salah tingkah saat mendengar ucapan Mama nya Jerome. "A-ahh.. ibu bisa aja ngomong nya. Tapi saya bantu aminkan ya, Bu."

Bu Siska terkekeh mendengar respon Raline yang menurutnya sangat menghibur. Dia suka sama sikap Raline yang bisa menempatkan diri sesuai kondisi dan situasi. Sangat cocok sekali dengan sikapnya, karena itu lah obrolan mereka nyambung.

Jerome memang tidak salah mencari pacar. 

"Ngomong-ngomong kamu jangan manggil Ibu lagi dong. Kan sekarang kamu udah jadi pacarnya Jerome, masa masih manggil Mama nya pacar kamu pakai panggilan formal gitu sih."

"Saya harus panggil apa ya, Bu? Kalau manggil Mama mertua kan kecepetan."

Lagi-lagi Bu Siska tertawa mendengar gurauan Raline. "Manggil tante aja, Lin. Kesan nya lebih akrab dan enak di dengar. Tapi kalau di Butik tetap panggil Ibu ya, biar profesional."

Raline mengangguk menyetujuinya. "Siap tante."

"Udah jam lima sore aja nih. Tante mau ke dapur dulu buat nyiapin makan malem. Kamu tunggu di ruang tengah aja ya. Atau mau ke kamarnya Jerome?"

"Saya ikut bantuin di dapur boleh, Tante? Itung-itung belajar masak makanan kesukaan nya Jerome."

"Wah.. boleh juga tuh. Kebetulan tante emang mau masak makanan kesukaan nya Jerome. Kita ke dapur sekarang aja yuk."

"Iya tante."

Raline menaruh tas nya di sofa ruang tengah lalu berjalan mengikuti Mama nya Jerome ke dapur. Sebelum masak Raline tidak lupa memakai apron agar baju nya tidak kotor.

"Jerome hari ini pulang telat." ucap Mama Jerome.

Raline diam-diam menghela nafas lega karena dari tadi dia sibuk mencari timing untuk menanyakan tentang Jerome. Tapi ternyata Mama nya Jerome sendiri yang mengatakannya.

"Dia jadi super sibuk semenjak jabat Ketua BEM. Kadang Tante khawatir karena tiap pulang dia selalu langsung tidur. Biasanya dia belajar dulu atau sekedar main games, tapi akhir-akhir ini jadwalnya jadi tambah sibuk karena harus ke Rumah Sakit juga." ujar Mama Jerome.

Raline yang sedang mencuci sayur-mayur yang akan di masak pun langsung menoleh saat mendengar ucapan Mama nya Jerome.

"Rumah Sakit? Jerome kenapa, Tante? Dia sakit apa?" tanya nya dengan intonasi yang agak meninggi karena khawatir.

Mama Jerome yang sedang memotong daging menggeleng. Dia tersenyum sambil menoleh ke arah Raline yang kelihatan sangat khawatir di lihat dari raut wajahnya.

"Dia bantu-bantu Papa nya doang kok. Dia masih sehat walaupun ngeluh capek terus."

"Bantu gimana maksudnya, Tan?"

"Kamu nggak tau kalau Papa nya Jerome kepala Rumah Sakit?" 

Raline menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu dengan latar belakang keluarga Jerome karena cowok itu tidak pernah sekalipun membahas tentang keluarga nya.

"Jerome kayaknya belum sempat ngasih tau ke saya."

"Papa nya Jerome tuh dokter bedah sekaligus kepala rumah sakit. Sebelumnya kepala Rumah Sakit di pegang sama kakek nya Jerome, tapi karena usia nya udah cukup tua, jadi di wariskan ke Papa nya Jerome. Nah.. Jerome masuk fakultas kedokteran karena ada pengaruh hak waris juga. Karena dia anak tunggal dan cucu laki-laki satu-satunya, jadi dia memikul beban yang cukup berat buat jadi hak waris."

Raline yang mendengarnya pun hanya mampu melampiaskan kekaguman nya dalam hati. 

Pantas saja aura Jerome kelihatan mahal. Ternyata dia anak tunggal kaya raya.

"Tapi Tante agak khawatir karena Jerome tuh mirip banget sama Papa nya. Dia pendiam dan cuek banget sama sekitar. Dia butuh orang yang bisa menutupi kekurangan nya. Kayak Tante yang nutupin kekurangan Papa nya Jerome. Dia harus punya pasangan yang kurang-lebih kayak Mama nya. Karena dia bukan cuma butuh pasangan yang bisa nutupin kekurangan nya aja, tapi dia butuh pasangan yang bisa bawa dia ke arah yang baik."

"Tante sih nggak akan milih-milih masalah jodohnya Jerome. Tapi ada baiknya dia punya pasangan yang kayak kamu, Raline."

Ucapan Mama nya Jerome barusan membuat detakan jantung Raline berpacu lebih cepat dari biasanya. Dan tentu saja rona merah langsung menghiasi wajah cantiknya.

"Hahaha.. saya juga berharap begitu, Tan."

"Yang betah ya sama Jerome. Dia emang cuek banget orangnya, tapi dia bisa jadi bucin sama pasangan yang menurutnya tepat. Pokoknya dia plek-ketiplek Papa nya banget deh."

Senyum hangat langsung terlihat di wajah Raline. "Semoga aja ya, Tan."

"Raline, kamu mau belajar masak makanan kesukaan nya Jerome?"

Raline langsung mengangguk semangat. "Mau banget, Tan."

"Yuk kita mulai masak makanan nya Jerome dan Papa nya."



40 menit berlalu dan aktivitas di dapur sudah hampir selesai. Semua hidangan utama sudah rapi tersaji di meja makan. Sekarang hanya tinggal menyiapkan hidangan untuk cuci mulut. Dan Mama nya Jerome berencana membuat es buah.

"Udah selesai semua nih. Kamu lepas apron nya terus ke kamar nya Jerome aja sana." kata Mama Jerome.

"Eh? K-ke kamar nya Jerome? Ngapain Tante?"

"Kamu nunggu di kamar nya Jerome aja sampai jam makan malam. Sama sekalian istirahat di kamar pacar kamu."

Raline tertawa canggung. "Emang gapapa, Tan? Saya kan belum izin Jerome."

"Ya gapapa dong. Kamu nggak perlu izin Jerome karena Tante yang nyuruh."

"Beneran gapapa ya, Tan?"

"Iya Raline. Jerome nggak akan marah ke pacarnya cuma gara-gara masuk kamarnya doang kok."

"Kalau gitu saya izin ke kamar nya Jerome ya, Tan."

"Iya calon mantuku."

Raline melepas apron lalu beranjak keluar dari area dapur. Dengan langkah canggung dia naik ke lantai atas menuju kamar Jerome. Cewek itu menarik nafasnya lalu membuangnya untuk meringankan rasa gugupnya.

"Aku izin masuk kamar kamu ya, Jer." ucapnya sebelum meraih gagang pintu dan membukanya.

Pintu terbuka dan Raline masuk ke dalam. Decak kagum kembali keluar dari mulut Raline saat kedua mata nya di manjakan oleh visual interior dari kamar pribadi Jerome yang di selimuti oleh warna monokrom khas laki-laki dewasa.

"Luas kamar nya aja dua kali lipat ukuran kamar gue." gumamnya.

Raline menggeleng tidak percaya dengan kekayaan pacarnya. Hal apa yang dia lakukan di masa lalu sampai bisa punya pacar super perfect seperti Jerome Raditya Wilsen.

Cewek itu berjalan-jalan menyusuri sudut-sudut kamar Jerome. Mata nya terpaku ke arah meja belajar Jerome karena hanya tempat itu yang kelihatan berantakan dibanding yang lainnya.

"Kalau orang pintar meja belajarnya berantakan bukan sama remahan makanan, tapi karena tumpukan buku. Emang hebat banget cowok gue." ucap Raline membanggakan pacarnya.

"Gue beresin aja kali ya. Itung-itung belajar jadi istri yang baik." ucapnya sambil terkekeh kecil.

Lalu Raline mulai merapikan meja belajar Jerome. Dia tumpuk buku-buku itu menjadi satu. Dia juga menyusun nya dengan rapi. Dia membuka laci meja untuk menaruh beberapa ATK disana, tapi mata nya menangkap sesuatu yang menarik perhatian nya.

Sebuah album foto yang berukuran sedang berwarna merah muda. 

Raline tadi nya mengira kalau ini bukan punya Jerome karena tidak mungkin sekali Jerome memiliki barang yang nampak girly ini. 

Karena rasa penasaran yang mulai membumbung tinggi, Raline pun mulai membuka album foto itu tanpa ada kecurigaan sedikitpun. Namun sedetik setelahnya dia merutuki rasa penasaran nya setelah melihat isi dari album foto tersebut.



🍑🌹


Jerome menutup pintu mobilnya lalu tidak lupa juga mengunci pintu nya. Dia berjalan dengan wajah yang memperlihatkan kalau dia sangat lelah sekali. 

Beberapa hari belakangan ini kesibukannya sangat gila. Deadline tugas kampus yang menumpuk, urusan BEM, dan membantu beberapa kerjaan milik Papa nya di Rumah Sakit.

Bukan hanya fisik nya saja yang lelah. Tapi batin dan pikiran nya juga ikut lelah.

Sudah empat hari ini dia merasa tekanan batin nya makin kuat setelah mantan kekasih nya yang sangat ingin dia hindari mulai aktif mengirimi nya chat. Bahkan dia tidak sungkan untuk menelepon Jerome dan mengajaknya makan siang bersama.

Jerome tidak mengerti kenapa Abigail kembali mendekatinya dan bersikap tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Padahal beberapa bulan yang lalu cewek itu sudah mencampakkan nya dengan kejam.

Sebenarnya Jerome sudah tidak mau meladeni nya lagi. Tapi Abigail seolah-olah berusaha ingin menarik perhatian nya lagi. Cewek itu beberapa kali membahas tentang kenangan indah selama mereka berpacaran dul.

Semua itu membuat hati dan pendirian Jerome hampir goyah dan bahkan dia tidak sadar melupakan eksistensi pacarnyaㅡRaline. 

Jerome bukan nya tidak menyadari kalau dia menarik dirinya dari sosok sang pacar. Dia bahkan sadar kalau Raline sering mengiriminya chat dan menelepon nya untuk menanyai kabar. Tapi entah kenapa Jerome seperti tidak memiliki keinginan untuk meladeni pacarnya itu.

Dia memang sangat jahat. Dia sendiri juga merutuki sikapnya yang brengsek. 

Raline tidak tahu apa-apa dan dia juga tidak salah apa-apa. Cewek itu tidak layak mendapat silent treatment seperti ini dari nya. Tapi Jerome butuh waktu untuk memulihkan perasaan nya. Karena itu lah dia memilih menjaga jarak dari Raline agar tidak menyakiti hati Raline lebih jauh lagi.

Dan Jerome masih tidak bisa meyakinkan perasaan nya akan berlabuh kemana. 

"Udah pulang, Dek?" 

Jerome yang baru masuk ke rumah pun menoleh saat mendengar suara Mama nya.

"Iya."

"Capek banget? Kenapa nggak pulang sama Papa?"

"Papa nyusul aja katanya. Tadi harus ketemu keluarga pasien dulu."

Jerome melihat ke arah meja makan yang sudah tersaji beberapa hidangan yang menggugah selera.

"Masak nya banyak amat, Ma?" 

"Karena ada orang spesial yang bakal makan malem sama kita."

"Siapa?" tanya Jerome dengan kening mengerut.

"Nanti juga kamu tau. Kamu ke kamar sekarang aja sana, Dek."

"Ya udah aku naik ke atas dulu ya."

"Jangan lama-lama di kamar dan jangan macem-macem ya, Dek!"

Jerome mengedikan bahu acuh merespon serua Mama nya yang sama sekali tidak dia mengerti. 

Dia membuka pintu kamarnya dan seketika terkejut saat melihat eksistensi orang lain di dalam kamarnya yang merupakan area privasi baginya.

Terlebih saat melihat orang itu menyentuh sesuatu yang berharga untuknya.

"Balikin barang itu ke tempatnya!" ucapnya dengan nada dingin dan intonasi yang datar.

"J-jerome, kamu udah pulㅡ"

"Gue bilang balikin itu ke tempatnya! Lo budeg?!"

Raline yang melihat sisi lain dari pacarnya pun terkejut bukan main. Saat ini Jerome terlihat seperti orang lain yang galak.

"T-tadi aku cuma beresin meja belajar kamu. Aku nggak niat macem-macem kok."

Jerome mengumpat keras. Dia berjalan dengan langkah lebar lalu merebut album foto itu dari tangan Raline dengan kasar sampai membuat cewek itu terkejut.

"Siapa yang kasih izin nyentuh barang-barang di kamar gue? Lancang banget jadi orang." wajahnya sangat jelas sekali kalau dia sedang marah.

Tubuh Raline mulai bergetar ketakutan dan tanpa sadar air mata mulai menumpuk di pelupuk matanya.

"T-tadi Mama kamu yangㅡ"

"Keluar dari kamar gue. Sekarang!"

"Jerome, akuㅡ"

"Udah gue bilang keluar! Annoying!"

Raline menunduk ketakutan. "A-aku pergi dulu. Maaf udah lancang dan ganggu privasi kamu."

Cewek itu langsung berjalan cepat keluar dari kamar Jerome dengan bahu yang bergetar menahan tangisan.

Jerome kembali mengumpat sambil membanting album foto itu ke atas meja belajarnya. Dia memijat keningnya yang mulai merasakan pening akibat lelah dan banyak pikiran.

Dia bahkan tidak sadar sudah bersikap kasar dengan pacarnya sendiri. Jerome seperti di gelapi emosi saat melihat Raline ada di dalam kamarnya sambil memegang album foto yang sengaja dia simpan.

"Shittt!!"


Raline mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Dia ingin segera keluar dari rumah ini. Dada nya begitu sesak dan dia masih bergetar ketakutan.

"Loh? Kok kamu keluar sendirian. Jerome mana?"

Raline mendongak saat mendengar suara Mama nya Jerome. "Maaf Tante, kayaknya saya harus pulang sekarang."

Mama Jerome mengerutkan keningnya merasa bingung dengan gelagat Raline. "Kamu gapapa, Lin?"

Raline menundukkan wajahnya agar Mama nya Jerome tidak bisa melihat raut menyedihkannya.

"Gapapa. Tante, sekali lagi maaf saya harus pulang sekarang. Di meja ruang tengah ada bingkisan oleh-oleh dari Kalimantan. Yang satu buat Tante sama Papa nya Jerome, yang satunya lagi buat Jerome. Saya minta tolong kasih bingkisan itu ke Jerome ya."

"Raline, kamu nangis?"

Raline menggeleng berusaha menutupi kesedihannya. "Nggak Tante. Kalau gitu saya pamit dulu. Maaf karena nggak bisa ikut makan malam bareng. Permisi."

Dan setelahnya Raline langsung melesat pergi dari kediaman Jerome dengan luka batin yang menyertainya.

Mama Jerome jelas mengerti kalau sudah terjadi sesuatu antara Jerome dan Raline. Beliau segera bergegas pergi menuju ke kamar sang putra kesayangan.

Beliau buka pintu kamar bercat abu-abu tua itu dan melihat anaknya sedang duduk di samping ranjang sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu apain Raline sampai dia gemetar ketakutan gitu badan nya? Dia juga nahan nangis pas mau pulang tadi."

Tidak ada jawaban dari Jerome. Kebungkaman anaknya malah membuat amarah mulai memuncak.

Mama Jerome menaruh bingkisan dari Raline tadi di atas ranjang Jerome. "Mama nggak tau apa yang udah terjadi sama kamu dan Raline barusan. Tapi Mama nggak suka anak laki-laki Mama berbuat buruk sampai bikin anak gadis orang ketakutan kayak gitu. Kamu kalau ada masalah di omongin dulu baik-baik, jangan langsung ngegas dan melampiaskan ke orang yang nggak bersalah."

"Dia masuk ke kamar aku tanpa izin." ujar Jerome.

"Dia pacar kamu, Dek. Perlu izin dari kamu langsung kalau mau masuk ke kamar? Lagian Mama yang ngizinin dia tadi, kamu kalau mau marah ya ke Mama aja, nggak usah ke Raline. Emangnya di kamar kamu ada harta berharga apa sih sampai nggak ngebolehin orang lain masuk? Raline bukan orang jahat yang mau maling di kamar kamu." ujar Mama Jerome.

Beliau menghela nafasnya. "Mama yang ngundang Raline kesini karena besok hari terakhir dia magang di butik. Rencana nya Mama mau ngajak dia dinner sama keluarga kita. Dia bahkan yang bantuin Mama masak makanan kesukaan kamu tadi. Tapi kamu malah ngusir dia sampai bikin dia ketakutan kayak gitu."

Helaan nafas kembali terdengar dari mulut beliau saat tidak mendapat respon sama sekali dari sang putra.

"Itu ada bingkisan dari Raline. Katanya oleh-oleh dari Kalimantan buat Jerome."

Jerome melirik ke arah bingkisan yang ada di samping nya.

"Tadi dia datang kesini udah semangat banget soalnya kangen sama pacarnya yang udah beberapa hari nggak ada kabar. Tapi pacarnya juga yang bikin dia pulang sambil nangis ketakutan."

Mama Jerome menepuk pelan pundak anaknya. "Kamu udah dewasa, Dek. Udah ngerti mana baik dan buruk. Udah bisa tanggung jawab sama apa yang kamu perbuat. Sekarang mending kamu instrospeksi diri. Mama nggak suka anak laki-laki kesayangan Mama jadi cowok brengsek yang tega nyakitin hati perempuan."

"Kalau udah nggak mau sama Raline, akhiri hubungan kalian secara baik-baik. Nggak jadi pacar masih bisa jadi teman."

Jerome langsung mendongak menatap Mama nya. "Aku nggak kepikiran sampai sana, Ma."

"Nggak kepikiran sampai mana maksudnya?"

"Nggak kepikiran sampai harus putus sama Raline."

"Tapi sikap kamu barusan bikin dia sakit hati, Dek. Kamu yakin Raline masih mau sama orang yang nyakitin hati nya?"

Jerome kembali bungkam. Dia paham kalau kesalahan sangat fatal. Dan tiba-tiba saja dia merasa takut kalau Raline benar-benar ingin mengakhiri hubungan mereka.

"Apa alasan kamu sampai semarah itu ke Raline?"

Tadinya Jerome tidak menjawabnya. Tapi desakan dari sang Mama membuatnya tak memiliki pilihan lain.

"Dia nyentuh barang aku tanpa izin."

"Barang apa? Brankas kamu?"

Jerome menggeleng pelan. "Album foto." jawabnya.

"Hah? Album foto? Maksudnya?" tanya Mama tidak mengerti.

Jerome melirik ke arah meja belajarnya yang terdapat album foto yang dia maksud. Mama yang mengerti dengan arah tunjukkan mata Jerome pun langsung berjalan mendekati meja belajar dan membuka album foto itu.

"Ya Tuhan... Kamu marah-marah ke pacar kamu sampai bikin dia nangis ketakutan cuma gara-gara album foto kamu sama mantan pacar kamu yang masih kamu simpan sampai sekarang?"

Jerome memilih tidak mengatakan apa-apa saat melihat reaksi Mama nya yang hampir meledakkan emosinya.

"Kamu keterlaluan banget, Dek. Emang deserve kalau Raline nanti minta putus. Dia udah di bentak dan di usir sama pacarnya cuma gara-gara kamu nggak terima dia nyentuh album kenangan kamu sama mantan kamu."

"Ma, jangan ngomong begitu."

"Terserah. Mama nggak mau ikut campur. Mama udah kecewa sama kamu, Dek. Kamu udah mematahkan rencana Mama punya menantu kayak Raline."

Mama Siska langsung pergi dari kamar Jerome sambil menutup pintu dengan keras.

BRAKK..

Jerome mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia baru sadar dengan perbuatan buruk yang baru saja dia lakukan.

"Maafin aku, Rell."

Dia bergumam maaf berkali-kali dan berharap kalau apa yang dia lakukan tidak berimbas buruk kepada hubungannya dengan Raline.

Jerome membuka bingkisan oleh-oleh dari Raline. Hati nya mencelos sesak saat menyadari kalau ditengah kesibukan Raline dia masih tetap mengingat pacarnya. Cewek itu pasti bela-belain membeli oleh-oleh untuknya.

Sebesar itu effort pacarnya. Tapi apa yang dia lakukan sekarang? Mematahkan effort yang sudah dilakukan Raline selama ini.

Memang pantas kalau Raline ingin menyudahi hubungan mereka. Tapi tetap saja Jerome tidak ingin itu terjadi.

Dia merutuk kenapa sempat terdistraksi oleh omong kosong Abigail. Sudah jelas-jelas mantan pacarnya itu adalah sumber kehancuran nya, kenapa dia sempat ingin kembali dengan orang itu.

"Besok gue harus ngomong sama Raline." ucapnya yakin.








To Be Continued...


Aku update nih hehehe..

Gimana? Udah kesel belum? Udah emosi belum? Atau mau di tambah lagi biar makin berapi-api kesel nya?

Fans Jerome-Raline ketar-ketir nih sekarang nungguin kepastian hubungan Jerome-Raline bakal terus lanjut atau putus sampai disini.

Kira-kira Raline bakal menyerah atau lanjut memperjuangkan Jerome?

Aku mau lihat spam komen kalian untuk chapter ini.

Next nya setelah aku memantau banyaknya komen dan vote di chapter ini ya guys XiXiXi 🥰

Continue Reading

You'll Also Like

9.8K 1.9K 6
Kesalahan Kim Yerim yang tiba-tiba mengakui jika Jeon Jungkook-salah satu dosen dikampusnya adalah kekasihnya. Hanya karena ingin menolak laki-laki y...
613 82 4
Menceritakan penggalan kisah-kisah yang belum pernah diceritakan sebelumnya. All My Universe berisikan tentang semua tokoh dalam dunia fiksiku. Enj...
97.7K 11.3K 49
[COMPLETE] "Kincir angin kecil termenung berdiri sendirian seolah sedang menunggu seseorang, itu aku." High Rank: #1 - Pinwheel (24-6-20) #1 - wonu (...
18.7K 2.1K 26
Kumpulan draft yang udah lama numpuk tapi masih ragu buat di post atau di lanjut ngetik nya. Ini semua draft Jaerose ya guys...