RASYID

By enyagain

10.5K 1.8K 429

Di tengah gempuran orang-orang yang banyak memilih menikah muda, Rasyid masih asik jadi RT. Masih senang main... More

SATU
DUA
NASIB RT
JADI PIHAK KETIGA
JAMINAN JOMBLO
KEKACAUAN
RASYID SI ANAK ORANG KAYA
DETECTIVE RASYID
ANEH
RUMOR
RASYID PENGEN NIKAH
CALON PACAR
SITUASI SULIT
RASYID BERULAH
RASYID COSPLAY
JIWA KAYARA
KAYARA EROR
BUKAN JODOH
PERJUANGAN RASYID
RASYID SEBENARNYA
RASYID DENGAN TINGKAHNYA
KAMPUNG DUKU TEMPAT JATUH CINTA

MASALAH MULAI DATANG

611 104 23
By enyagain

Rasyid dan Ambu duduk di tempat biasa bawah pohon besar. Keduanya asik menikmati pisang goreng yang tadi Rasyid bikin. Jangan salah dengan kelakuan Rasyid, gitu-gitu pintar masak. Ya, namanya hidup sendiri di rumah. Iyah, Rasyid memutuskan jadi warga kampung Duku. Makanya ia sampai membangun rumah untuk dirinya sendiri. Lagi pula, mama di rumah ada temannya ini. Wisnu dan istrinya memutuskan untuk tinggal di rumah bareng mama. Sedangkan Rasyid mengungsikan diri ke kampung Duku.

"Syid"

"Kenapa Ambu?"

"Kagak tergoda lihat Shila sama Gibran?"

"Kagak"

"Mau jadi bujang lapuk terus?" Rasyid sedikit meringis mendengar ejekan Ambu.  Ya mau sekeras apa pun, Rasyid memang belum kepikiran untuk mencari pasangan. Entah apa alasannya, hanya Rasyid yang tau.

"Ambu kalau udah bosen nongkrong sama Rasyid, bilang aja."

"Bukan bosen, tapi kamu ini sudah berumur. Lihat si Ayu udah mau hajatan aja."

"Ambu, mohon maaf Rasyid ada keperluan." Ini cara Rasyid untuk menghindari pembicaraan soaal pasangan. Cukup sudah Rasyid pura-pura menerima semua nasihat mengenai pasangannya. "Dadah Ambu!!!"

Rasyid berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan Ambu sendirian duduk di bawah pohon besar. Pohon besar bukan di tanahnya, melainkan ada tempat duduk yang memang sengaja Rasyid buat khusus mereka rapat mengenai warga.

"Syid!!" Haduh suara siapa lagi coba? Bikin Rasyid harus berbalik badan saja. "Napa lo?'

"Kampret, gue kira siapa. Ada apa lo?" Rasyid mengelus dada dengan lega. Ia pikir tadi siapa, taunya Ogi.

"Heh setan!! Jangan kelihatan tolol kenapa!?"

"Apa anjir!!"

"Data yang lo minta"

"Masuk cepetan!!"

"Kenapa bego?"

"Berisik. Cepet masuk aja udah."

Keduanya masuk ke dalam rumah Rasyid. Rumah yang begitu simple dan terlihat sangat menarik, hanya di huni oleh Rasyid saja. Begitu masuk ke dalam di suguhi dengan ruang tamu. Dan rumah Rasyid terbilang sangat bagus untuk di perkampungan. Rumah yang di desain langsung oleh Rasyid sendiri. Jadi, begitu masuk gerbang langsung naik tangga lalu masuk ke dalam di suguhi ruang tamu.

"Apa yang lo temui?" Rasyid memberikan segelas air mineral untuk Ogi. Salah satu sahabatnya yang sudah menikah. Dan kenapa hanya Rasyid yang belum menikah, jawaban hanya Rasyid yang tau. Ogi langsung meletakan beberapa berkas di meja. "Sidik Mustofa?"

"Manager keuangan."

"Di PT Jaya?" Ogi menatap Rasyid dengan senyuman yang terlihat puas. "Di PT Jaya dia bukan karyawan sembarangan, terus kenapa tujuh tahun yang lalu malah keluar? Tau-tau jadi Lurah"

"Mana gue tau. Lo cuma nyuruh gue buat cari tau si Sidik."

"Kayak ada yang ganjal. Masa iyah keluar dari manager mau-maunya jad Lurah?"

"Cari tau sendiri, masa iyah harus gue?"

"Lo sebagai polisi, harus bantu gue si rakyat ini."

"Gue tendang juga, lo." Rasyid terbahak. Melihat Ogi yang sudah berdiri, kemungkinan besar sahabatnya yang satu ini akan pulang. "Lo nggak mau nyoba, Syid?"

"Gi, please. Gue nggak mau bahas"

"Bokap lo udah tiga tahun pergi, lo mau gini-gini aja?" Rasyid meletakan berkas yang ia pegang tadi. Ogi dan Gibran selalu saja menyindir perihal setatusnya. "Syid--

"Gi, serius gue nggak mau bahas lagi. Lo kalau mau pulang, tolong tutup pintu." Rasyid berdiri, bahkan tidak menoleh ke arah Ogi.

"Lo nggak mungkin terus begini. Lo punya masa depan, punya proses. Syid, kagak kasian sarjana hukum lo?" Rasyid berbalik badan, ia menatap Ogi dengan tatapan datar. "Bokap lo udah tenang, jangan merasa bersalah terus."

"Ogi, tolong berhenti bahas ini. Gue akan tetap sama pendirian gue."

"Lo hanya merasa bersalah karena bokap lo yang nggak mau anaknya jadi pengacara. Kenapa? Karena akan banyak musuh. Dan lo lihat sekarang, lo jadi RT aja bakal punya musuh."

"Ogi. Jangan sampe wajah lo pulang-pulang bonyok."

"Terserah lo, gue bakal nonton sampe mana lo bakal jadi manusia pengecut. Lanjutkan aja tingkah bodoh lo."

Ogi pergi keluar dari rumah, bahkan sampai membanting pintu hingga membuat Rasyid mengusap dada pelan.

"Dia Polisi atau pereman sih, gue harus cek pintu gue." Rasyid menatap pintu masuk, untung saja tidak ada yang retak atau baret. Ogi ini emang senang banget banting pintu. Alhamdulillah pintu masih aman. Lain kali Rasyid harus siap siaga kalau Ogi marah. Ini baru pintu, takutnya nanti malah kaca yang di tendang. Sudahlah, lebih baik Rasyid tidur untuk menyambut pagi hari.

"BANG RT!!" Haduh teriakan siapa lagi, baru saja Rasyid keluar untuk menghirup embun pagi. "BANG RT!!"

"Kenapa mpok Alpa yang bahenol?" Rasyid membuka gerbang lalu meminta mpok Alpa masuk. "Lurah Sidik tauran?"

"Bukan"

"Mpok Hindun kabur?"

"Bukan elah."

"Terus apa? Dari tadi bukan mulu."

"Ada yang kena begal."

"Siapa? Keadaannya gimana?"

"Anak mang Agus, si Johan umur tujuh tahun."

"Astaghfirullah, bentar mpok, gue kunci rumah. " Rasyid segera mengambil hape miliknya, lalu berjalan ke arah luar. Untung saja mpok Alpa masih nungguin. "Di begal jam berapa?"

"Tadi jam enam pagi, bang. Katanya si Johan mau beli bubur."

"Terus di mana anaknya?"

"Rumah sakit."

"Kalau gitu kita langsung ke rumah sakit." Rasyid masuk ke dalam mobil, di susul oleh mpok Alpa ikut masuk juga. "Siapa aja yang udah ke sana?"

"Lurah Sidik, sama mpok Hindun."

"Gimana kejadiannya?"

"Kata mang Agus, si Johan kayak biasa tiap pagi mau beli bubur ke depan. Pulang udah darah-darah."

"Kenapa bisa berdarah?"

"Bang"

"Jangan nakutin gue, mpok."

"Tangannya di sayat, di belek katanya." Rasyid menancap gas dengan kencang, ia tentu saja panik mendengar cerita mpok Alpa. Siapa yang udah mulai meresahkan kampung Duku. Harus Rasyid cari tau sampai ketemu pelakunya.

Tidak sampai memakan waktu, Rasyid sudah tiba di rumah sakit. Ia berlari kencang, melupakan mpok Alpa yang pasrah jalan santai. Di kata mpok Alpa punya kekuatan untuk mengejarnya? Tidak. Akan lebih baik mpok Alpa diem. Lalu Rasyid berhenti, ia lupa satu hal. Allahuakbar, kenapa tidak bertanya mpok Alpa dulu, main lari aja.

"Kok berhenti bang?"

"Kamar berapa si Johan di rawat?"

"Oh, di kamar rawat biasa. Kata mpok Hindun nomor 203." Rasyid mengangguk lalu pergi meninggalkan mpok Alpa lagi. Ia harus segera tau kondisi keadaan warganya. Setelah sampai di depan ruangan, Rasyid segera berjalan ke arah mpok Hindun yang masih duduk dengan pakaian daster ala emak-emak. Wajar saja, ini masih pagi.

"Keluarga korban." Rasyid ikut berdiri, dan mata Rasyid harus bertatap dengan mata yang ganas. Siapa lagi, Kayara tentunya. Kenapa akhir-akhir ini Rasyid sering ketemu Kayara? Sangat tidak masuk akal. Rasyid menggelengkan Kepala, tanda kode pada Kayara bahwa mereka tidak saling mengenal.

"Apa terjadi sesuatu, Dok?" Tanya Lurah Sidik. Kayara tersadar, lalu menatap ke arah Lurah Sidik.

"Alhamdulillah tidak terjadi hal serius. Pasien adik Johan akan baik-baik saja."

Semua mengucapkan rasa syukur dan menghela nafas lega. Rasyid melihat kedipan Kayara seolah itu tanda yang harus Rasyid lakukan. Ada sesuatu yang akan Kayara sampaikan, itu artinya Rasyid harus melakukan pengusiran pada orang-orang di sana.

"Gini, akan lebih baik Lurah Sidik pulang aja. Urusan mang Agus biar saya saja. Lagi pula Lurah pasti banyak kesibukan." Ujar Rasyid tersenyum, matanya mengedip ke arah mpok Alpa dan mpok Hindun.

"Ngga papa, pak Rasyid. Saya masih banyak waktu untuk menemani mang Agus." Sialan, Lurah satu ini minta banget Rasyid getok. Lalu Rasyid berbalik badan, memberikan kode pada Mpok Alpa bahwa harus melakukan sesuatu.

"Nggak papa pak Lurah, saya saja."

"Saya juga bertanggung jawab atas--

"Pak Lurah, benar kata abang erte. Kita memang lebih baik pulang, biar Johan juga bisa di rawat." Sela mpok Alpa yang sudah paham akan maksud perkataan Rasyid. Pasti Rasyid punya hal penting, sehingga memberikan tatapan beda pada mpok Alpa.

"Setuju kata mpok Alpa, lagian mang Agus warga RT 03, yang di pimpin RT Rasyid." Sambung mpok Hindun yang mulai ikut paham juga. Lalu mpok Hindun memberikan jempol pada Rasyid di belakang tubuhnya. Rasyid yang paham mengangguk. Mereka kalau ada hal sesuatu selalu kompak dalam keadaan darurat.

"Saya--

"Aduh pak Lurah, saya belum masak. Boleh saya sama si Alpa numpang? Pasti anak-anak kami nanti pulang lapar kagak ada makanan." Rasyid menahan tawa kala melihat mpok Hindun yang begitu berusaha untuk memaksa Lurah Sidik agar mau pulang.

"Setuju. Pak Lurah, tolong antarkan kami." Tau-tau mpok Alpa sudah memeluk tangan Lurah Sidik. Lihat, bahkan mpok Alpa sedikit menarik tangan Lurah Sidik. "Bang erte, kami duluan."

Rasyid mengangguk, ia memberikan dua jempol ke arah mpok Alpa dan mpok Hindun. Paling bisa dua ibu-ibu itu di ajak tolong menolong. Lalu Rasyid menatap ke arah samping, melihat gerakan kepala Kayara.

"Mang, ayo masuk ke dalam."

Rasyid menghela nafas berat, ia melihat Johan yang tengah terbaring. Mang Agus memilih diam tidak banyak bertanya usai mendengar penjelasan Dokter Kayara.

"Jadi, maksudnya ini bukan pelaku handal?"

"Gue rasa pelakunya kayak ada dorongan."

"Yaya, bentar deh. Gue belum mudeng."

"Pelakunya bukan pelaku yang sesungguhnya." Rasyid menatap mang Agus yang tidak paham. Ia mengusap pundak mang Agus, memberikan senyuman tulus.

UDAH SIAP NUNGGU SASI JADI BUKU?!

Continue Reading

You'll Also Like

90K 6.7K 60
Aulia bangkit dari kematian. Ia mencoba menemukan kembali kepingan-kepingan dari masa lalunya, bertemu teman-teman dan orang-orang yang sayang padany...
386K 36.8K 35
Secuil kisah ajaib bin menarik dari keluarga mapia Papi Rion Kenzo dan Mami Caine Chana beserta tuyul-tuyulnya. YES THIS STORY CONTAIN BXB!
1.4K 165 25
[Villain Series #1] Mendekam di penjara dengan tuduhan pembunuhan tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Inayat, gadis asal Kashmir yang terlalu men...
957K 54.7K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...