[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.5K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 15: SESUAI HARAPAN

980 219 119
By deftsember


~ Happy Reading ~




Mereka memutuskan untuk menetap di Bandung sampai hari Minggu. Karena semalam mereka sama-sama pulang saat festival benar-benar selesai.

Kira-kira mereka sampai di penginapan saat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Semuanya memilih langsung tidur karena rasa kantuk dan lelah sudah menggerayangi tubuh mereka.

Tapi tidak untuk Raline yang sampai pukul dua pagi ini masih belum juga tertidur. Padahal tubuhnya sudah memberi sinyal tanda lelah dan ngantuk.

Namun perasaannya lah yang membuatnya tetap terjaga dari tidurnya.

Sejak tadi senyum tidak mau luntur dari wajahnya. Hari ini waktu berjalan sangat cepat sampai dia tidak menyadarinya.

Mengingat tentang malam ini, senyum semakin lebar merekah di wajah cantiknya. Perlakuan Jerome tadi benar-benar diluar ekspektasi nya sampai membuat perasaannya meluap-luap.

"Ngapain lo malem-malem nggak tidur?" tanya Jean yang terbangun karena habis dari toilet.

"Nggak tau. Masih belum ngantuk." jawabnya.

Jean berjalan mendekati Raline yang sedang duduk di samping jendela kamar hotel mereka. Cewek itu menatap temannya dengan kening berkerut bingung.

"Muka lo nggak ada gurat galau sama sekali tuh. Apa yang jadi penyebab lo nggak bisa tidur?" tanya Jean.

Cewek itu tiba-tiba jadi tidak terlalu mengantuk dan memilih duduk di samping Raline.

"Emangnya kalau gue nggak bisa tidur itu berarti gue lagi galau ya?"

"Who knows. Jalan pikiran lo kan nggak ketebak."

"Jean, menurut lo hubungan lo sama Mas Dimas gimana? Kalian kan udah mau jalan  tiga tahun pacaran tuh. Ada nggak sih pikiran buat lanjut sampai tahap yang lebih serius?"

Jean mengedikan bahu nya. "Gue sama Dimas masih belum mikir sampai sejauh itu sih."

"Dih! Kok gitu? Lo sama sepupu gue kan udah sampai berani tidur bareng. Masa nggak ada pikiran buat ke arah yang lebih serius sih. Parah bangetttt.."

Jean mendelik tajam ke arah Raline. "Denger gosip darimana lo? Ngaco banget omongan nya."

Raline menyeringai menggoda Jean. "Lo tau kan kalau cowok lo itu punya bad habits suka ngomong blak-blakan pas lagi tipsy. Waktu itu gue denger langsung pakai telinga gue pas Mas Dimas ngigau kalau dia ketagihan tidur sama lo. Sumpah deh, pas denger itu gue langsung pengen telepon budhe dan ngadu kalau anak Lanang nya wes berani turu karo cah wedok." kata Raline yang di akhiri dengan kata-kata berbahasa Jawa medhok khas nya.

Jean jadi panik sendiri. Dia benar-benar tidak tahu kalau ternyata pacarnya itu keceplosan membuka masalah privasi mereka.

"Cuma dua kali doang kok. Nggak sering-sering amat. Jangan salah paham deh." alibi nya.

"Honestly, gue nggak peduli sih. Karena itu urusan privasi kalian berdua. Gue juga nggak setega itu buat ngadu ke budhe. Karena gue tau kalian berdua udah sama-sama dewasa buat tau baik-buruk nya sex before married."

Jean jadi merasa canggung dengan Raline setelah teman nya itu mengetahui rahasia yang selama ini dia simpan rapat.

"Rell, gue sama Dimas consent kok pas ngelakuinnya. Kita sama-sama tau sama dampaknya. Tolong keep secret aja ya."

Kini giliran Raline yang mengedikan bahu nya. "Selow Jean. Gue bukan manusia kolot kok."

Cewek itu memutar tubuhnya menghadap ke arah Jean. "Tapi lo beneran nggak ada niat serius untuk kedepannya sama Mas Dimas? Kayaknya hubungan kalian juga lurus-lurus aja tuh."

Wajah Jean mulai merona. "Sebenernya sih gue sering mikirin buat kedepannya. Munafik banget kalau gue nggak mau menikah sama Dimas. Tapi gue nggak tau gimana dari sisi Dimas nya. Takutnya dia mulai bosen sama gue, secara gue ini kan orangnya kadang moodyan."

"Coba omongin sama Mas Dimas deh biar nggak ada salah paham. Soalnya salah paham sekecil apapun bisa berakibat buruk sama hubungan kalian. Gue yakin kok Mas Dimas juga pasti ada pikiran ngajak lo buat serius. Dia tuh bucin banget sama lo, Jean."

"Terus gimana sama lo, Rell?" Jean balik bertanya.

"Hm? Kenapa sama gue?"

"Lo sama Jerome. Udah sampai tahap mana hubungan kalian?"

"Baik-baik aja kok. Jerome udah banyak berubah dan semakin memperlihatkan perhatiannya ke gue. He started acting like a good boyfriend."

"Saking baiknya sampai hampir kebablasan ya?" tanya Jean sambil menampakkan raut wajah menggoda.

"Maksud lo?"

"Kalian udah berani ciuman. 2 kali lagi." ujar Jean yang langsung membuat wajah Raline berubah warna menjadi merona merah.

"N-ngomong apaan sih lo."

"Jangan kira gue nggak tau kalau tadi kalian ciuman pas di fest. Gue ada disana ngelihat lo lagi ciuman sambil back hug sama Jerome. Gue berdiri di sisi panggung sambil berusaha ngademin hati nya Dimas yang berapi-api lihat adik sepupu nya cipokan sama cowok."

Raline langsung memalingkan wajahnya yang sudah merona sempurna. Mengingat tentang kejadian tadi hanya membuat perasaannya makin meluap-luap.

"Y-yaudah sih namanya juga pacaran. Lo juga ciuman sama Mas Dimas kan?"

Jean mengangguk. "Iya. Gue emang ciuman sama Dimas. Tapi ada yang mau gue tanyain deh, Rell."

"Tanya apa?"

"Lo yakin sama Jerome?"

Raline balas menatap Jean. Raut wajahnya berubah muram. "Dari dulu, bahkan sebelum Jerome deket sama gue, gue udah yakin sama perasaan gue ke Jerome. Apa yang perlu di ragukan lagi?"

Jean menghela nafasnya. "Sorry to say ya, Rell. Gue emang nggak kenal deket sama Jerome. Tapi gue masih belum bisa kasih kepercayaan penuh sama dia. Dia belum bisa menerima hati lo sampai saat ini aja udah parah. Kalian udah hampir lima bulan pacaran. Seharusnya itu waktu yang cukup buat move-on dan mulai nerima perasaan baru."

"Jerome lagi berusaha, Jean. Lepas dari masa lalu yang udah nyakitin hati itu nggak segampang balikin telapak tangan. Gue udah bisa rasain perubahan sikap dia kok, dan gue yakin Jerome bisa nerima perasaan gue suatu saat nanti."

"Terus lo yakin sama dia? Yakin kalau dia bener-bener bisa nerima perasaan lo?"

Raline mengangguk. Namun dari anggukan nya itu terlihat ada keraguan didalamnya.

"Gue nggak mau mikir yang jelek-jelek. Perubahan sikap Jerome ke gue udah bisa bikin gue percaya sama dia."

Jean menepuk pundak Raline. "I wish you a good ending. Gue bakal support lo apapun keadaannya. Jangan ragu buat cerita sama kita, Rell."

Raline tersenyum. "Thank's Jean."

Jean beranjak dari duduknya. "Gue mau tidur lagi. Lo jangan tidur malem-malem, besok sore kita balik ke Jakarta."

"Iya. Lo tidur duluan aja, bentar lagi gue nyusul."

🍑🌹

Setelah check out dari hotel, mereka sepakat untuk menghabiskan waktu sejenak di salah satu cafe outdoor paling terkenal di daerah sekitar Bandung. Sebenarnya yang mengusulkan rencana ini tidak lain dan tidak bukan adalah Yudha.

Cowok itu dengan semangat mengajak teman-teman nya untuk datang ke cafe outdoor milik salah satu kenalan nya. Mungkin memang ada niat terselebung dari rencana Yudha itu, tapi tidak masalah juga sih. Mereka malah di untungkan karena mendapat potongan harga 30%.

"Kalau lagi ngumpul kayak gini rasanya kurang asik kalau nggak main permainan." kata Yudha.

"Mau mainan apa?" tanya Theo.

"Main mobile legend tah?" sahut Lili dengan semangat.

"Nggak ah. Lo cupu main nya, banyak teriaknya dari pada main nya." celetuk Dimas.

Lili mencibir kesal. 

"Main truth or dare lah biar keren." kata Yudha dengan cengiran lebar.

Raut wajah Jerome dan Raline kompak berubah menjadi tegang. Mereka berdua seperti trauma dengan permainan itu.

"Cari yang lain permainan nya." ucap Jerome dengan tegas.

"Kenapa? Padahal main truth or dare seru juga loh. Pasti bakal heboh deh nanti." celetuk Jean dengan girang nya karena dia sudah membayangkan permainan itu akan se-seru apa.

"Gue juga nggak mau main itu. Kan bisa cari permainan yang lain." sahut Raline.

"Emangnya ada apa sih? Kok kayaknya kalian keliatan nggak mau main truth or dare? Ada kenangan buruk apa sama permainan itu?" tanya Theo dengan wajah menyebalkan. Cowok itu pasti sengaja bertanya begitu.

Judith yang mengerti dengan keadaan Jerome dan Raline pun memukul paha Theo karena sudah usil menggoda dua orang itu. "Kamu tuh nggak usah ikut ngompor-ngomporin keadaan deh. Cari aja permainan yang lain."

"Kok aku yang di marahin sih, sayang." ucap Theo tidak terima.

"Gini aja deh. Vote terbanyak yang bakal menentukan permainan apa yang bakal kita mainin." ujar Tenandra.

"Gue setuju. Kita ambil vote terbanyak." celetuk Dimas.

Sembilan orang itu mulai melakukan voting untuk menentukan permainan apa yang akan mereka mainkan untuk mengusir rasa bosan. Dan dari sembilan orang itu hanya tiga orang yang menolak permainan truth or dare.

Mereka adalah Jerome, Raline, dan Judith.

"Nah kan! Emang bener kita main truth or dare aja." seru Tenandra.

Jerome dan Raline saling bertatapan, seakan merajut obrolan lewat tatapan mata.

"Gimana? Kalian setuju nggak?" tanya Jean.

"Ya udah lah. Lagian nggak ada pilihan lain juga." kata Jerome.

Mereka mulai duduk membentuk lingkaran dengan botol plastik kosong yang sudah di letakan di tengah-tengah mereka.

"Sebelum mulai gue masih kasih rules nya dulu nih." kata Yudha.

Cowok itu memanggil salah satu pelayan dan menyuruhnya untuk membawakan pesanan yang sebelumnya sudah dia siapkan. Semua pasang mata langsung fokus dengan sesuatu yang di bawa oleh pelayan itu.

"Anjir! Lo mau nge-bir siang bolong begini, Yud? Stres banget bego." seru Tenandra melihat beberapa kaleng bir dingin sudah tersaji di tengah-tengah mereka.

"Bukan sengaja buat mabok-mabokan kok. Bir ini yang bakal jadi penalti bagi yang nggak sanggup menyelesaikan tantangan nya."

"Jadi maksud lo kalau ada yang nggak bisa menyelesaikan tantangan permainan bakal di suruh minum bir?" tanya Dimas.

Yudha mengangguk semangat. "Penalti nya minum bir sama nyayiin lagu Reyhan begitu syulit yang lagi viral di tok-tok itu di depan semua orang."

Dari ucapan Yudha barusan langsung merubah suasana menjadi heboh. Pasalnya penalti yang di sudah di rencanakan Yudha benar-benar tidak masuk akal dan sangat merugikan bagi siapapun yang tidak bisa menyelesaikan tantangan permainan.

"Gue keberatan. Hal gila apa yang udah lo rencanain, Bang?" tanya Jerome dengan wajah datar nya.

"Kalau keberatan berarti lo harus terima hukuman dari konsekuensi yang udah lo langgar." kata Yudha.

"Lo pasti emang udah ngerencanain macem-macem kan, Kak?" dan Raline pun ikut bersuara.

"Permainan nya aja belum di mulai, tapi kalian udah kayak orang ketakutan bakal di hukum gitu sih?" celetuk Lili.

"Trauma sama permainan truth or dare kali." celetuk Theo yang langsung di balas tawa canda oleh yang lain nya.

"Cepetan di mulai permainan nya, nanti keburu sore." ujar Dimas menengahi perdebatan teman-teman nya.

Permainan pun resmi di mulai. Tenandra memutar botol plastik itu dengan kencang sampai akhirnya ujung botol nya berhenti tepat mengarah pada Theo.

"Truth or dare, Yo?"

"Truth lah."

"Sebutin satu alasan yang bikin lo ilfeel sama cewek lo."

Theo melotot tajam ke arah Tenandra setelah mendengar pertanyaan dari teman nya itu.

"Ngaco lo, anjir! Mau bikin gue perang sama Judith ya?"

"Pilih ngaku atau minum bir sambil nyanyi?"

Theo yang merasa terpojok pun sepertinya sudah tidak punya pilihan lain. Dia melirik takut-takut ke arah sang pacar yang ternyata sedang menatapnya juga.

"Kenapa malah ngelihatin aku? Jawab aja tuh truth nya." ujar Judith.

Theo mengehela nafas. "Satu alasan gue ilfil banget sama cewek gue. Judith itu orangnya random abis. Kadang childish kadang dewasa banget. Kadang ada beberapa sikapnya yang bikin gue mikir nih orang manusia atau jelmaan alien karena saking random nya."

"Tapi berhubung dia cantik banget jadi gue maklumin sifat random nya. Karena gue nggak munafik kalau emang mandang fisik."

Penuturan Theo tadi di sambut seruan dan tepuk tangan dari yang lainnya.

"Ya gue ngaku sih kalau kadang emang random. Sorry ya bikin kamu ilfil sama aku." kata Judith

"Se-aneh apapun kamu aku tetap jadi bulol kamu kok, sayang."

Dimas yang geli dengan ucapan gombal Theo pun melempar cowok itu degan kulit kacang.

"Lanjutin main nya."

Botol plastik kembali di putar dan kali ini berhenti tepat mengarah pada Lili. Cewek itu memilih truth tapi dia tidak mau menjawabnya karena pertanyaan yang di ajukan Yudha sangat tidak masuk akal.

"Gila aja lo! Kagak! Gue nggak mau jawab." kata Lili dengan pendiriannya.

"Kalau nggak mau jawab ya berarti lo gagal dan harus nerima hukuman."

Lili menatap tajam ke arah Yudha. "Yang bener aja dong, bang. Masa pertanyaannya nggak jelas begitu sih. Wajar dong gue nggak mau jawab."

"Padahal tinggal jawab aja apa adanya, Li." sahut Raline sambil menahan tawa nya.

"Siapa yang mau jawab pertanyaan kayak gitu sih. Kalau ngasih pertanyaan tuh yang logis dan rasional. Masa nanya 'Kapan terakhir kali kamu kepergok pacar lagi nonton bokep.' Mana pernah gue nonton begituan. Kalau Ten sih pasti sering. Seharusnya pertanyaan itu buat pacar gue, bukan buat gue." Lili mengoceh tak mau kalah.

"Ya udah jadi intinya lo nggak mau jawab kan? Berarti mau nggak mau lo harus dapet hukuman."

Lili dengan kesal mengambil satu kaleng bir lalu menegak nya sampai tersisa setengah.

"Gue minum bir nya aja, nggak mau nyanyi. Yang nyanyi biar cowok gue aja." kata Lili.

"Hah? Kok jadi aku?" tanya Tenandra.

"Udah buruan sana nyanyi depan orang-orang. Kalau kamu sayang aku, kamu bakal ngorbanin diri kamu buat aku."

Wajah Tenandra langsung layu. Dia tidak Sudi bernyanyi di depan orang-orang. Suaranya sih bagus, tapi masalahnya jenis lagu yang akan di nyanyikan nya itu agak memalukan.

Tapi karena dia tidak mau kena amukan sang pacar, akhirnya Tenandra pun memaksakan dirinya untuk menggantikan hukuman Lili. Semua orang yang melihat Tenandra pun tertawa terbahak-bahak, termasuk Lili.

"Lain kali jangan main kayak ginian lagi." ujar Tenandra dengan wajah merah menahan malu.

"Masa baru gitu aja lo langsung trauma sih, Ten. Bikin orang ketawa bisa dapet pahala loh." celetuk Jean yang di hadiahi sungutan kesal oleh Tenandra.

Permainan kembali di lanjutkan dan kali ini ujung botol mengarah tepat ke posisi duduk Raline. Dia yang tahu kalau sudah giliran nya untuk menerima tantangan pun merasa panik.

"Jangan tanya macem-macem." ucapnya memberi peringatan.

"Truth or dare, Rell?" tanya Lili.

"Truth."

"Kalau sampai akhir nanti Jerome masih nggak nerima perasaan lo. Apa yang bakal lo lakuin?" 

Semuanya langsung menoleh ke arah Dimas begitu ucapan itu terlontar dari mulutnya.

"Kok lo malah nanya begituan sih, Dim?" ucap Judith. Dia tidak mau Raline atau Jerome merasa canggung karena permainan ini.

"Biarin aja. Gue cuma mau tau jawaban jujur dari Raline." ucapnya.

"Ganti pertanyaan nya." sahut Jerome dengan tatapan datar menghunus ke arah Dimas.

"Kenapa lo yang sewot? Kan ini tantangan untuk Raline." kata Dimas.

Raline menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya. Dia akan menjawab apa yang tertanam di hati nya.

"Kalau sampai akhir nanti Jerome masih belum bisa nerima perasaan gue." ucapnya. Raline menatap ke arah teman-temannya dengan tatapan yakin. "ㅡGue bakal berhenti untuk berjuang dan ngelepasin dia. Itu janji gue sama Jerome kalau emang kita nggak bisa bersama." ujar nya dengan penuh keyakinan.

Jerome menatap Raline dengan tatapan serius. "Ralineㅡ" ucapan Jerome terhenti karena Raline tidak membiarkan dia membuka suara.

"Udah kan. Gue berhasil nerima tantangan nya. Ayo lanjutin lagi main nya." ucapnya seakan tidak terjadi apa-apa dengan perasaan nya. Padahal nyata nya dia hanya berpura-pura agar -terlihat baik-baik saja.

Permainan pun kembali dimulai. Raline berusaha untuk nampak baik-baik saja, karena dia tidak mau suasana berubah hanya karena dirinya. 

Meskipun begitu Jerome yang sejak tadi tidak fokus dengan permainan dan lebih banyak memperhatikan Raline pun sadar dengan kondisi pacarnya itu.

Dia menggenggam tangan Raline dan membawa genggaman mereka bertumpu di atas paha nya. Raline yang menyadari nya pun langsung menoleh ke arah sang pacar yang juga sedang menatapnya.

"Jangan di lepas. Aku mau pegang tangan kamu." ucapnya dengan nada berbisik agar yang lain tidak mendengarnya.

Senyum hangat merekah di wajah Raline. Dia pun menggeser duduknya agar semakin dekat dengan pacarnya. Raline membalas genggaman tangan Jerome. Sedetik setelahnya perasaan yang tadinya terasa tidak nyaman kini di gantikan oleh kenyamanan.

Raline tahu kalau pacarnya itu sedang berusaha menenangkan hati nya yang sempat dilanda gundah gulana.

Permainan terus saja berlangsung sampai tidak terasa sudah berjalan lebih dari 40 menit. Tapi semakin lama mereka merasa permainan semakin seru.

Sudah banyak sekali rahasia-rahasia yang terbongkar hasil dari permainan ini. Membuat beberapa dari mereka merasa menyesal tapi juga tidak bisa marah karena ini hanyalah sebuah permainan.

Sampai tiba saatnya ujung botol itu berhenti tepat di posisi Jerome. Sebagian dari mereka langsung berseru heboh karena momen inilah yang mereka tunggu-tunggu sejak tadi.

"Nggak usah macem-macem nanya nya." ujarnya memberi peringatan.

"Loh? Kan lo aja belum jawab mau milih truth or dare. Masa udah ngasih warning aja sih." celetuk Tenandra

"Antisipasi biar kalian semua nggak bisa seenaknya."

"Ya udah buruan lo pilih truth or dare."

"Truth."

"Nggak dare nggak laki. Lo cemen banget sih, Jer."

"Nggak milih dare juga nggak ngaruh ke jenis kelamin gue tuh."

"Ya udah buruan kasih pertanyaan buat Jerome."

Yudha dengan senyum lebar nya menatap ke arah Jerome. "Ini truth buat lo, Jer." ucapnya.

"Kalau disuruh milih. Lo lebih milih Raline atau balikan sama Abigail?" ujar Yudha membuat semuanya sontak menatap ke arah cowok itu.

Judith menepuk bahu Yudha. "Ngaco pertanyaan lo, Yud. Mending ganti aja deh pertanyaan nya."

"Biarin aja dong, Dith. Namanya juga truth or dare. Mainan doang ini, jangan baper lah." kata Yudha.

"Tapi berlebihan anjir pertanyaan lo." sahut Theo.

"Kalau Jerome nggak bisa jawab dia tinggal minum bir sambil nyanyi sebagai hukumannya."

Jerome menatap Yudha dengan tatapan tajam. Inilah hal yang dia hindari dari permainan ini.

"Gue udah nggak ada hubungan sama Abigail. Nggak ada alasan buat gue balikan lagi sama dia." ujar Jerome dengan nada yakin.

Raline yang diam saja dari tadi pun mendesah lega setelah mendengar ucapan pacarnya.

"Itu kan karena lo terlanjur sakit hati sama mantan lo. Coba kalau situasi nya terbalik. Gimana kalau tiba-tiba Abigail mengakui kesalahannya dan berusaha bikin lo jatuh cinta lagi sama dia. Di momen seperti itu apa yang bakal lo pilih? Stay sama Raline atau balikan sama Abigail."

Rupanya Yudha masih berusaha mengorek semua isi hati Jerome yang masih menjadi teka-teki.

"Yud, pertanyaan lo udah keterlaluan sih gue rasa. Ganti aja lah yang lain. Nggak usah bahas masalah mantan nya Jerome terus. Nggak enakan sama Raline dong, kan dia sekarang pacar nya Jerome." ujar Jean.

"Justru itu, Jean. Gue pengen denger dari mulut Jerome langsung. Kira-kira dia udah sampai tahap mana menerima Raline jadi pacarnya."

"Skip Yud. Lo jangan bikin orang tengkar sama pacarnya." kata Dimas.

Raline diam sambil menundukkan kepalanya. Apapun jawaban yang di utarakan Jerome nanti pasti akan membuat hatinya berdebar-debar.

Dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia meyakini kalau sebenarnya Jerome pasti akan memilih Abigail. Mengingat perasaan cowok itu masih terlalu melekat dengan nama sang mantan pacar.

"Kalau nggak bisa jawab tinggal minum bir nya dan nyanyi di depan kita semua." kata Yudha sambil menyeringai.

"Tapi kalau lo lebih milih hukuman, berarti secara nggak langsung lo mengakui kalau sampai saat ini lo masih bingung berlabuh di hati yang mana. Raline atau Abigail. Lo masih bingung kan, Jer?"

Jerome yang di cerca dan di pojokan oleh Yudha pun menahan emosi nya. Wajahnya yang datar terlihat seram dan tatapan nya yang tajam menghunus tepat ke bola mata Yudha.

"Gue aja yang minum bir nya. Kebetulan gue lagi pengen nyoba minum bir." celetuk Raline.

Semua pasang mata langsung mengarah ke arahnya, termasuk Jerome.

"Jangan macem-macem. Nggak ada minum bir." ucap Jerome dengan nada tegas.

"Gapapa. Aku jarang kok minum begituan."

"Masa hukumannya di wakilin sih. Apa kata dunia." sahut Yudha sambil menyeringai menggoda.

Jerome mulai kesal dengan suasana yang terjadi saat ini. Dia merebut bir kalengan itu lalu menegak nya sampai habis.

Semua orang yang melihatnya pun hanya diam. Jerome tidak akan mabuk hanya karena meminum sekaleng bir. Cowok itu termasuk orang yang bisa minum dengan baik.

Raline pun hanya bisa terdiam melihatnya. Tapi dalam hati nya saat ini sedang meraung-raung. Melihat Jerome meminum bir itu berarti cowok itu memilih hukuman karena tidak bisa menjawab tantangan permainan nya.

Itu berarti Jerome benar-benar masih tidak bisa memilih antara dirinya dan mantan kekasihnya.

Segitu sulitnya kah mengambil hati Jerome?

Setelah meneguk bir kalengan itu. Jerome langsung menarik tangan Raline dan menggenggam nya.

"Kenapa harus milih? Sekarang yang jadi pacar gue kan Raline, jadi nggak akan ada satu pun alasan yang bikin gue balikan sama mantan. Itu jawaban gue buat tantangan truth tadi." ucapnya.

Jerome beranjak bangun dari duduknya. Dia menarik tangan Raline dan menyuruh cewek itu berdiri dari duduknya juga.

"Gue sama Raline cabut duluan." ucapnya.

"Kita kan sore nanti mau pulang ke Jakarta, Jer." ucap Tenandra.

"Kalian pulang duluan aja. Gue sama Raline masih mau jalan-jalan di sekitar sini." ucapnya.

"Udah ya, gue sama Raline cabut duluan. Bye." ucapnya lalu pergi dari tempat itu sambil menggandeng tangan Raline yang sejak tadi hanya diam saja.

Sepeninggalan Jerome dan Raline, mereka semua langsung menatap kesal ke arah Yudha.

"Yud, lo tuh ada masalah apa sih sama Jerome? Masih dendam gara-gara di tikung temen sendiri?" tanya Theo.

Yudha mengedikan bahu. Tidak terlihat raut penyesalan sama sekali di wajahnya.

"Gue nggak niat ngerebut Raline dari Jerome. Gue cuma mau lihat reaksi Jerome aja kok. Tuh anak udah sampai mana seriusnya sama Raline." ujarnya menjelaskan.

"Tapi nggak sampai bikin mereka berdua jadi canggung. Lo nggak kasihan sama Raline apa? Dia pasti udah overthingking banget tadi." sahut Lili dengan nada kesal.

"Kurang percaya apa lo sama temen lo sendiri sih, Yud?" kini giliran Judith yang bertanya.

"Udah udah guys. Kita paham maksud lo, Yud. Tapi lain kali jangan terlalu berlebihan kayak gitu. Kasihan kalau nanti hubungan mereka jadi canggung lagi. Usaha Raline nggak main-main buat sampai di tahap ini. Jerome juga udah memperlihatkan ketulusan nya kok walaupun dia belum benar-benar bisa balas perasaan Raline. Lo percaya aja kalau mereka bisa ngurusin hubungan mereka sendiri. Kita sebagai temen cuma bisa bantu support." ucap Dimas.

"Oke, gue minta maaf deh. Gue beneran nggak ada maksud bikin suasana jadi nggak enak begini."

"Kita otw balik sekarang aja deh. Permainan nya udah nggak seru lagi." keluh Lili.

🍑🌹

Di tempat lain, Jerome dan Raline yang sedang dalam perjalanan pun hanya saling diam dan tak ada yang mau memulai pembicaraan.

Jerome melirik ke arah Raline beberapa kali dan mendapati pacarnya itu sibuk melihat pemandangan dari jendela mobil.

Cowok itu menghela nafasnya. Dia sedikit paham dengan keadaan mereka saat ini. Dan dia merutuki Yudha yang menjadi alasan dari kecanggungan yang terjadi antara dirinya dan Raline.

Sampai mereka tiba di tempat tujuan, masih tidak ada yang mau memulai obrolan. Raline bahkan tidak menoleh sedikitpun ke arahnya, seolah-olah pemandangan di luar jauh lebih indah dari apapun.

"Turun yuk." ajak Jerome setelah mematikan mesin mobilnya.

Raline mengangguk. Dia turun dari mobil dan berjalan mengikuti langkah Jerome tanpa mengatakan satu kata pun.

Jerome lama-lama jadi geram juga karena dia pun merasa tidak nyaman dengan kebungkaman Raline.

"Rell.." panggilnya.

"Hm?" jawab Raline hanya dengan deheman.

Jerome menggenggam tangan Raline dan menatap lekat ke arah pacarnya itu. "Jangan diem aja dong. Nggak enak rasanya."

Raline balas menatap pacarnya itu. "Terus aku harus apa? Kamu mau denger aku ngoceh nggak jelas sepanjang waktu?"

"Nanti kalau aku cerewet kamu ke-ganggu lagi. Makanya lebih baik aku diem aja dari tadi. Aku takut salah ngomong."

"Diem nya kamu bikin aku overthingking."

Raline menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman tipis. "It's okay. Kalau kamu khawatir aku marah gara-gara Kak Yudha tadi, kamu salah. Aku nggak akan ambil pusing sama permainan tadi. Isi hati kamu cuma kamu yang bisa menentukan. Aku nggak ada hak memaksa kehendak kalau kamu nggak nyaman."

"Jangan salah paham, Rell. Akuㅡ" ucapan Jerome terhenti.

"Aku nggak tau harus ngomong apa. Makanya aku diem aja, Jer. Kalau kamu tanya gimana perasaan aku? Tentu aja aku overthingking. Di satu sisi aku berharap kamu nggak jawab, tapi di satu sisi aku juga pengen denger jawaban kamu. Aku pengen tau apa aku udah bisa bikin kamu sedikit lupa sama masa lalu. Tapi aku nggak tau jawabannya. Aku nggak bisa baca isi hati kamu sekarang." ujar Raline.

"Aku sadar kalau aku masih belum bisa menghapus nama Abigail dari hati kamu. Pengaruh dia buat kamu terlalu besar. Dan cinta kamu ke dia juga terlalu besar. Mustahil bisa melupakan mantan terindah cuma karena kehadiran orang baru kayak aku."

Jerome menarik tubuh Raline ke dalam pelukannya. Dia tidak ingin mendengar lebih jauh penuturan Raline yang sudah bisa dipastikan hanya akan menyakiti hati cewek itu

"Jangan diterusin kalau cuma bikin kamu sakit hati." ucap Jerome.

"Jer, kalau kamu beneran nggak bisa nerima perasaan aku, tolong kasih tau aku pelan-pelan. Biar aku bisa mempersiapkan untuk nggak terlalu merasakan patah hati yang terlalu parah."

"Raline, stop it. Jangan ngomong itu lagi. Aku nggak suka dengernya."

Raline melepaskan pelukan mereka. Dia menatap Jerome dengan senyum terpaksa.

"Aku serius, Jerome. Suatu saat nanti kalau kamu masih belum bisa nerima aku, tolong kasih tau aku pelan-pelan biar aku bisa mempersiapkan hati."

"Kita udah sejauh ini. Kalau kamu ngomong kayak gitu malah bikin hubungan kita jadi canggung lagi."

"Aku cuma mau siap-siap dari awal biar rasa sakitnya nggak terlalu parah."

Jerome menangkup wajah cantik pacarnya. "Nggak perlu siap-siap. Hati aku pasti bakal memilih orang yang tepat. Orang yang bisa mencintai aku dengan tulus. Dan itu kamu, Raline. Kamu cuma harus sabar sedikit lagi sampai aku benar-benar bisa mencintai kamu seutuhnya."

Raline mengangguk samar. "Iya. Aku masih harus bersabar karena nunggu kamu bisa ngucapin I Love You ke aku tuh nggak gampang."

Jerome mendekatkan wajahnya ke wajah cantik Raline. "Tunggu sebentar lagi aja. Setelah penantian kamu, aku pastikan semuanya bakal berakhir indah. Maafin aku yang selalu nyuruh kamu untuk bersabar. Aku lagi berusaha, Rell."

"I love you, Jerome. And I hope to hear love in return from your mouth."

"Ya. I like you, Raline."













To Be Continued...

Update lagiiii...
Kayaknya aku sering banget update Jerome-Raline ya wkwk.

Kalau kalian bosen jangan salahin aku 😂

Menurut kalian diantara Jerome-Raline siapa yang bakal lebih bucin?

See you again..
Aku pantau komen nya ya, nanti kalau melebihi chapter sebelumnya aku update lagi pas habis tahun baru, soalnya aku mau rehat dari menulis sampai tahun depan dan sekalian mau liburan juga 😂




[INFO]

Young parents update setelah natal. Sengaja aku update setelah natal untuk menghormati readers yang sedang menjalani hari raya natal.

Continue Reading

You'll Also Like

255K 10K 48
WARNING❗SEDANG DIREVISI SECARA BRUTAL❗ 15+ "Akhh...akhh" Nata "jangan mendesah didepan gue!!" Reyfefa "akh akh akhh..." Nata "gue bilang jangan mende...
Tentative By nza

Fanfiction

95.8K 16.8K 48
Kegemaran Rosiana terhadap musik indie dan content design menghantarkan dirinya mengenal Jeffrey. Lelaki dengan ketampanan luar biasa itu nyatanya me...
72.7K 11.2K 22
"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COM...
3.5M 27.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...