CHAMOMILE

By Luluk_HF

1M 220K 36.4K

Alen terpaksa harus berurusan kembali dengan Alan, mantan pacarnya waktu SMP yang diputuskannya tanpa penjela... More

SELAMAT DATANG DI CHAMOMILE
PROLOG
1 - WISH BIRTHDAY
2 - SHINING
3 - LONG TIME NO SEE
4 - DIVE
5 - CONFUSED
6 - FIRST TALK
7 - GLASSES
8 - STALKER
9 - PADAMNYA LAMPU HIJAU
10 - BERPAPASAN
11 - PARTICIPATION
12 - TSUNDERE
13 - SETIDAKNYA
14 - BUSY!
15 - KOLOM KOMENTAR
16 - LOKASI
17 - WAWANCARA
18 - KOTAK HADIAH
19 - SPESIAL
20 - CANTIK
21 - TANGGUNG JAWAB
22 - FREE WATER
23 - IKAT RAMBUT
24 - HARAPAN
25 - TRAKTIR
26 - CHAMOLATO
27 - LOVE INSTAGRAM
28 - TELOR BERUANG
29 - TOMORROW
30 - TWO YEARS AGO
CHAMOMILE SPESIAL PART (BREAK UP)
31 - HUJAN TURUN
32 - BAIKAN BUKAN BALIKAN
33 - GANTUNGAN KUNCI BERUANG
34 - KADO ULANG TAHUN
35 - SELAMAT ULANG TAHUN ALENA
36 - ALASAN ALAN
37 - AVOID
38 - KOTAK SALAD
39 - CAN'T
40 - WHAT'S WRONG?
41 - HOLD ON
42 - KEPASTIAN
43 - IDE GILA
44 - COWOK LAIN
45 - GUARDIANS
46 - WORRIED
47 - HALTE
48 - REALIZE
49 - THE QUESTION
50 - THE ANSWER
51 - BUKTI
52 - NILAI
54 - PERINGATAN
55 - PERMINTAAN
56 - BISIKAN
57 - BILANG
58 - RAHASIA
59 - LARI PAGI
60 - REASON
61 - KEBERANIAN
62 - COME IN
63 - AJAKAN
64 - KELUARGA SEMPURNA
65 - KEJADIAN SEBENARNYA
66 - PUSAT PERHATIAN
67 - TULISAN UNTUK ALENA
68 - HIS PROMISE
69 - HAI ALENA

53 - HANYA KAMU

12.4K 2.4K 315
By Luluk_HF

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua? Apa kabar? Semoga sehat selalu ya ^^

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 53? 

Sebelumnya aku mau ada info nih. Aku dan Tim Loveable, penerbit dari Novel CHAMOMILE mau bikin event "TIM NABUNG" 

Jadi, kami mau ajak teman-teman semua nabung bersama untuk peluk NOVEL CHAMOMILE. 

INI ADALAH HARGA NOVEL CHAMOMILE YANG BISA KALIAN DAPATKAN DENGAN IKUT TIM NABUNG LOH. MURAH BANGET KAN HANYA 59.700 RIBU DENGAN BONUS YANG SUDAH BANYAK BANGET ^^

DAN, HARGA INI NGGAK AKAN DIBUKA LAGI KETIKA PRE ORDER BULAN DESEMBER. HANYA ADA SEKARANG INI BAGI YANG IKUT TIM NABUNG LOH ^^ 

TIM NABUNG ITU SEPERTI APA KAK LUK?

Jadi, Tim nabung itu kalian bisa nabung di Admin yang sudah kami sediakan. Pembayarannya hanya dua kali ya. Tanggal 31 Oktober dan 24 November. Dan, tenang aja uang kalian dijamin aman dan insyaallah kita amanah kok. 

Di bulan Desember setelah pre order, Novel kalian akan serempak dikirim yaa ^^

CARA DAFTARNYA BAGAIMANA? 

Kalian tinggal whatsapp ke nomer :  081284474236

Setelah kamu whatsapp, ikuti semua step yang diberikan oleh Admin whatsapp tim nabung ya. 

JANGAN SAMPAI KETINGGALAN DAFTAR SEKARANG JUGA YA. KAPAN LAGI BISA PELUK CHAMOMILE DENGAN HARGA YANG MURAH BANGET DAN BONUS BANYAK BANGET!! 

DAN TENANG SAJA! PAKET DIATAS BUKAN HANYA SATU-SATUNYA PAKET NOVEL CHAMOMILE YA. KETIKA PRE ORDER NANTI AKAN ADA 3 PAKET LAINNYA YANG PUNYA BANYAK BONUS MERCHANDISE SUPER GEMESIN ^^ 

Jadi, buat teman-teman yang lebih tertarik beli paket yang banyak BONUSNYA, boleh banget nanti beli waktu Pre Order dibuka ya. Nggak apa-apa buat nggak ikut tim nabung. 

KARENA TIM NABUNG HANYA UNTUK PAKET PUTUS DI ATAS YA ^^ 

BESOK AKU AKAN SEGERA KASIH TAU 3 PAKET LAINNYA YAA BUAT KALIAN SEMUA ^^ 

JANGAN LUPA SEMANGAT NABUNG BIAR BISA PELUK NOVEL CHAMOMILE DI BULAN DESEMBER ^^ 

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^

*****

Jam istirahat akhirnya tiba, Ara dan Sanda segera membereskan buku mereka dan memasukannya ke kolong meja. Sesuai rencana mereka tadi pagi, mereka akan pergi ke kantin dan menemui Alan untuk meminta traktir makan.

"Gue minta traktir apa ya? Makan? Minum? atau keduanya?" racau Ara tak sabar.

Sanda berdiri, menatap Alen yang masih duduk dengan tatapan kosong.

"Len, ayo," ajak Sanda menyadarkan Alen yang masih diam saja.

Alen tersentak kaget, ia menatap Ara dan Sanda dengan bingung.

"Apa?"

"Ayo ke kantin Len. Kita harus samperin Kak Alan!" jawab Ara.

Alen menghela napas pelan.

"Gue boleh nggak ikut? Lagian gue juga nggak bisa makan apapun di sana."

Ara dan Sanda kaget mendengar jawaban Alen. Pasalnya tadi pagi Alen pun setuju dan bersemangat dengan ide mereka.

"Kalau lo nggak ikut, kita nanti canggung sama Kak Alan, Len," ucap Ara dengan nada sedih.

"Lo beneran nggak mau ikut?" tambah Sanda.

Alen menatap kedua sahabatnya tak tega. Alen memaksakan senyumnya.

"Gue ikut. Tapi, gue nggak makan, ya."

Senyum di wajah Ara dan Sanda langsung mengembang sembari mengangguk semangat.

"Lo nggak makan nggak apa-apa, Len. Asal lo nemenin kita berdua!"

Alen pun segera berdiri. Setelah itu, mereka bertiga bergegas ke kantin untuk mencari Alan yang mereka yakini pasti sudah di kantin.

*****

"Itu Kak Alan!" tunjuk Ara ke meja paling ujung.

Alen, Sanda dan Ara segera menghampiri Alan yang tengah berbincang dengan tiga sahabatnya. Alfin, Gesa dan Jaka. Dan, tentu saja Ara sangat bersemangat bisa bertemu Alfin bahkan makan satu meja dengan Alfin.

"Kak Alan," sapa Ara dengan berani.

Baik Alan, Alfin, Gesa dan Jaka langsung menghentikan percakapan maupun aktifitas mereka. Keempatnya menatap kehadiran Alen, Ara dan Sanda dengan bingung.

Senyum Alan mengembang saat menatap sang pacar. Sedangkan, Alen hanya membalas dengan senyum tipis dan kaku.

"Hanya Alan aja nih Ra yang di sapa?" protes Gesa.

"Hai Kak Gesa, Kak Jaka, dan hai Kak Alfin," ralat Ara cepat.

Gesa dan Jaka langsung melambaikan tangan semangat.

"Hai hai hai!" seru Gesa dan Jaka serempak. Sedangkan Alfin hanya tersenyum dan mengangguk singkat.

Alan masih menatap Alen yang sibuk menatap ke bawah sembari memainkan jemarinya.

"Mau makan juga, Len?" tanya Alan ke Alen.

Alen mendongakkan kepalanya, sedikit kaget.

"Iya," jawab Alen seadanya.

"Kita mau makan, tapi ditraktir Kak Alan, boleh, kan?" perjelas Ara.

"Hah?" bingung Alan.

"Kemarin kita sudah minta traktir Alen bakso. Dan, biar adil, gue dan Sanda punya ide untuk minta traktir Kak Alan juga. Boleh, kan, Kak?"

Alan takjub mendengar ide yang dituturkan oleh Ara. Detik berikutnya, Alan mengangguk tanpa ragu. Toh, itu bukan hal yang susah untuk dikabulkannya.

Memberikan traktiran dinamo untuk Alfin saja dia sanggup apalagi makanan.

"Duduk, gue traktir kalian," ucap Alan.

Ara dan Sanda bersorak senang dan saling bertos. Setelah itu mereka segera duduk bersebalahan dengan Alfin.

"Makasih Kak Alan," seru Sanda dan Ara bersiap memesan makanan mereka.

Alan hanya mengangguk singkat. Ia kembali menatap Alen yang masih berdiri. Alan segera mendekati Alen, menarik lengan tangan gadis itu dan menuntunnya untuk duduk di sebalahnya.

Alen sedikit terkejut dengan yang dilakukan Alan. Namun, Alen mengikuti saja tanpa protes.

"Tau deh yang baru balikan! Duh!" goda Gesa.

"Tolong dikondisikan ya, ini sekolah dan banyak yang jomlo!!" tambah Jaka tak mau kalah.

Alan tak mempedulikan, ia hanya fokus ke Alen. Alan merasa ada yang sedikit aneh dengan sang pacar. Padahal tadi pagi Alen masih bersemangat dan tersenyum menggemaskan di depannya.

Namun saat ini, Alen hanya diam dan sering menunduk ke bawah.

"Lo sakit?" tanya Alan pelan agar hanya Alen yang bisa mendengar pertanyaannya.

Alen menggeleng.

"Nggak, Kak."

"Kenapa diam aja? Nggak nyaman karena teman-teman lo minta traktiran?"

"Maaf ya Kak kalau temang-temang gue lancang," lirih Alen tak enak.

Alan tersenyum kecil, tak mempermasalahkannya.

"Gue senang bisa traktir kalian."

Alen mengembangkan senyumnya kecil, walau pun masih terlihat kaku.

"Makasih Kak Alan."

"Lo mau makan?" tanya Alan lagi.

"Gue nggak lapar, Kak."

"Salad buah mau?"

Alen menggeleng.

"Nggak, Kak. Gue minum air putih aja."

Alan terdiam, memperhatikan Alen lebih lekat. Alan yakin telah terjadi sesuatu dengan Alen. Gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat. Bahkan sering mengalihkan pandang ketika Alan berbicara.

"Gue ambilkan air putih dulu."

Alen mengangguk-angguk kemudian kembali menunduk. Alan pun segera berdiri untuk mengambilkan air mineral untuk Alen.

Alan berjalan ke kios paling pojok, sengaja memilih yang paling ujung karena mendapati Sanda sedang membeli air mineral juga di sana.

"Sanda," panggil Alan mencegah Sanda berbalik.

Sanda menoleh ke Alan.

"Iya, Kak?"

Alan tak langsung menjawab, ia menoleh ke mejanya dan masih melihat Alen yang diam saja. Padahal Ara sudah heboh berbincang dengan Gesa, Jaka dan Alfin.

"Alen kenapa?" tanya Alan kembali menatap Sanda.

"Maksudnya kenapa kak?" tanya Sanda belum paham.

"Dia sedari tadi diam aja. Berbeda dengan pagi tadi," perjelas Alan.

Ah! Sanda mengangguk-angguk akhirnya paham maksud dari pertanyaan Alan.

"Gue juga nggak tau Kak Alen kenapa. Yang jelas, Alen memang tiba-tiba diam di pertengahan pelajaran. Lebih tepatnya setelah dari toilet," jelas Sanda.

"Setelah dari toilet?"

Sanda mengangguk.

"Gue rasa Alen habis bertemu seseorang di sana."

Alan mengangguk-angguk mengerti.

"Makasih informasinya. Gue akan coba bicara sama Alen."

"Iya, Kak. Gue balik ke meja dulu."

Alan membalikan badanya, memperhatikan Alen sekali lagi dari jauh. Alan semakin penasaran apa alasan Alen menjadi pendiam seperti itu.

*****

Semangat di tubuh Alen semakin habis. Alen masih saja diam bahkan sampai bel pulang berbunyi. Baik Sanda dan Ara belum berani bertanya, mereka memberikan waktu untuk Alen biar tenang dulu. Karena, mereka berdua yakin Alen pasti bercerita ke mereka kalau sudah siap.

"Gue pulang dulu," pamit Alen ke Ara dan Sanda. Kemudian langsung pergi ke luar kelas begitu saja meninggalkan Ara dan Sanda.

Ara dan Sanda saling menatap, sangat bingung.

"Alen beneran nggak apa-apa, kan?" tanya Ara terlihat khawatir.

Sanda menghela napas panjang.

"Kak Alan tadi juga tanya ke gue."

"Kenapa ya Alen mendadak diam gitu, San?"

Sanda menggeleng, tak menemukan jawaban yang tepat.

"Kita tunggu saja, jangan dipaksa. Alen pasti cerita, gue yakin," saran Sanda.

Ara mengangguk, menyetujui ucapan Sanda.

"Semoga Alen nggak apa-apa."

*****

Alen melangkah keluar kelas, langsung menuju ke parkiran sekolah. Alen berjalan dengan kepala terus menunduk. Hatinya terasa hampa, apalagi saat mengingat semua ucapan Vania tadi pagi. Rasanya begitu menyakitkan sekaligus menakutkan, bagi Alen.

Sakit karena kata-kata Vania terlalu kejam untuknya. Dan, Alen merasa takut jika ucapan Vania benar adanya.

"Alen."

Alen tersentak, ia langsung menghentikan langkahnya dan mendongakkan kepala. Alen kaget sekaligus bingung melihat Alan yang berada di hadapannya entah sejak kapan.

"Kak Alan." Lagi-lagi Alen memaksakan senyumnya.

"Ikut gue sebentar, mau?"

"Kemana?"

Alan tak menjawab, ia langsung menarik tangan Alen dan menggandengnya. Alen kaget dengan yang dilakukan oleh Alan, apalagi banyak siswa dan siswi yang melihat mereka. Namun, Alen tetap saja mengikuti Alan yang berjalan ke parkiran sekolah.

"Kak mau kemana?" tanya Alen saat menerima helm Alan.

Alan tersenyum kecil, tanganya mengacak-acak lembut puncak kepala Alen.

"Ke tempat yang lo suka."

****

Alan membawa Alen ke sebuah taman kecil yang ada di kedai es krim langganan mereka, Chamolato. Ya, kedai es krim ini memang salah satu tempat dan kedai yang Alen suka sejak dulu.

Alen tertegun melihat pemandangan taman kecil yang sangat indah dan asri. Alen juga baru tau dibelakang kedai es krim ada taman seperti ini. Meskipun dia sering ke sini, ia baru pertama kali menginjakkan kakinya di taman ini.

"Ayo," ajak Alan tanpa melepaskan genggaman tangannya dari Alen.

Alen mengangguk dan terus mengikuti Alan. Keduanya mengambil duduk di salah satu kursi panjang dengan pemandangan kolam kecil yang dipenuhi ikan-ikan koi.

Suasana begitu sunyi dan rindang. Sepoi angin sore menerpa wajah Alan dan Alen. Sejenak, Alen merasakan hatinya terasa lebih tenang.

Sepuluh menit berlalu, Alen masih saja diam dan Alan sengaja ikut diam, seolah menunggu Alen membuka suara dulu, seperti biasanya. Namun, Alen tetap tak membuka suara.

Alan menghela napas pelan, keyakinannya sudah ditingkat paling atas. Dan, Alan perlu mengetahui yang sebenarnya.

"Alen," panggil Alan hangat.

Alen seketika langsung menoleh.

"Iya, Kak?"

"Kenapa?"

"Maksudnya, Kak?" Alen merasakan kegugupan ketika ditanya Alan seperti itu.

"Kenapa diam aja sejak tadi? Ada masalah?"

Alen menggeleng singkat.

"Nggak ada, Kak," jawab Alen berbohong.

Dan, Alan sangat tau bagaimana ekspresi Alen ketika berbohong. Kedua mata gadis itu pasti bergerak cemas.

"Alen, jujur sama gue. Sebenarnya ada apa?"

"Nggak ada apa-apa, Kak."

"Alena." Alan berusaha terus memaksa Alen.

Tentu saja Alen terpojokkan. Kedua tangannya tanpa sadar sudah meremas jemarinya, sangat gugup. Perlahan kepala Alen tertunduk.

Melihat Alen seperti itu, membuat Alan tidak tega. Ia memilih untuk tidak memaksa Alen lagi. Alan yakin Alen pasti cerita kepadanya jika sudah siap.

Alan perlahan meraih tangan kanan Alen dan mengenggamnya erat.

"Cerita kalau sudah siap, ya." Suara Alan terdengar begitu hangat dan menenangkan untuk Alen. Dan, entah kenapa mendengar Alan berucap seperti itu membuat Alen ingin menangis.

Alen mengangguk-angguk seperti anak kecil.

"Iya, Kak."

Alan terkejut mendengar suara Alen yang bergetar, seperti orang yang akan menangis. Alan segera mengangkat dagu Alen, dan benar saja dilihatnya kedua mata Alen sudah berkaca-kaca.

Alan menahan diri untuk tidak memojokan Alen atau pun bertanya lagi. Tangan kiri Alan mengusap lembut pipi sang pacar.

"Gue selalu ada buat lo, jangan takut."

Alen tak bisa lagi menahan air matanya yang akhirnya jatuh menetes di pipi pucatnya. Dan, Alan dengan sigap menghapus air mata tersebut.

"Maaf, Kak," lirih Alen bergetar.

Alan menatap bingung.

"Maaf untuk apa?" tanya Alan semakin penasaran.

Alen menahan isakannya walau terasa susah.

"Karena nggak bisa jadi pacar yang pantas buat lo." Kepala Alen langsung tertunduk setelah mengatakannya. Alen merasa tak sanggup untuk bertatapan lebih lama dengan Alan.

Alan mendekatkan tubuhnya, ia tak bisa lagi menahan rasa penasarannya ketika Alen berkata seperti itu.

"Siapa yang bilang seperti itu?" tanya Alan, suaranya langsung berubah dingin.

Alen menggeleng, tak ingin menjawab.

"Alen, siapa yang bilang lo nggak pantas buat gue?" paksa Alan.

Alen mengigit bibir bawahnya, sangat takut. Nada suara Alan tak selembut tadi.

"Nggak ada, Kak."

Alan menghela napas gusar.

"Kalau lo nggak jawab, gue akan tanyai satu persatu semua orang di sekolah," ancam Alan tak main-main.

Seketika Alen langsung menatap Alan panik. Alen menggelengkan kepalanya.

"Jangan, Kak," cegah Alen.

"Kalau gitu jawab. Siapa?"

Alen merasakan genggaman tangan Alan pada jemarinya bertambah erat dan terasa hangat.

"Kak Vania," jawab Alen memberanikan diri.

Alan diam sangat lama dengan tatapan yang semakin dingin saat nama cewek itu tersebut.

"Dia bilang apa?" tanya Alan lagi.

Alen menahan getaran ditubuhnya.

"Gue nggak pantas buat Kak Alan. Dengan otak bodoh gue ini, gue nggak punya nilai apapun selain wajah cantik gue. Dan, gue ngerasa ucapan Kak Vania nggak sepenuhnya salah. Gue emang bodoh dan hanya cantik aja," jawab Alen suaranya kembali serak dan air matanya pun terjatuh lagi. Alen tidak bisa menyembunyikan rasa sakit akan perkataan itu.

Alan merasakan seluruh emosinya langsung naik ketika mendengar ucapan Alen. Pantas saja Alen langsung berubah menjadi pendiam seperti itu. Alan saja yang mendengarnya langsung kesal apalagi Alen.

Alan menghela napas panjang, mencoba menahan diri dan menurunkan emosinya perlahan. Yang harus dilakukannya saat ini adalah menangkan Alen terlebih dahulu.

"Alen," panggil Alan.

Alen masih diam, mengendalikan air matanya yang tak bisa berhenti turun.

"Alena, lihat gue sebentar," pinta Alan dengan suara melembut.

Mau tak mau, Alen menggerakan kepalanya dan memberanikan diri untuk menatap Alan. Alen merasa malu menangis seperti ini di depan Alan, tapi Alen tidak bisa menahan rasa sakit dan sedihnya.

Alen lagi-lagi menghela napasnya, lebih panjang. Alen mengusap air mata Alen, sangat tidak tega melihat sang pacar menangis seperti ini.

"Gue pacaran sama lo bukan hanya karena lo cantik, Len."

Alan menyusun setiap kata di kepalanya, mengungkapkan semua perasaan sesungguhnya ke Alen.

"Lo punya banyak nilai yang membuat gue selalu suka sama lo. Dari awal kita ketemu sampai sekarang."

Alen merasa tersentuh mendengar ucapan Alan. Bahkan, ucapan Alan berhasil membuat air mata Alen langsung berhenti seketika.

"Lo juga bukan bodoh. Lo hanya lemah di beberapa pelajaran. Dan, gue sangat yakin lo bisa perbaiki itu kalau lo mau berusaha." Alan mengutarakan semuanya dengan jujur.

Dan, ucapan Alan berhasil membuka pandangan baru bagi Alen.

"Gue beneran nggak bodoh?"

Alan langsung menggeleng.

"Nggak, Alen."

"Tapi...." Alen menggantungkan ucapannya ragu.

"Tapi apa?" tanya Alan penasaran.

"Tapi Ara sering bilang kalau gue bodoh. Ara sahabat gue sendiri, Kak."

Alan seketika mengumpati Ara sebanyak mungkin dalam otaknya! Gadis mulut tajam itu merusak segalanya dan sama sekali tidak membantu.

"Gue yakin Ara nggak benar-benar mengatakannya Len. Lo hanya perlu berusaha untuk menunjukan lo bisa dan lo lebih dari mampu untuk meningkatkan nilai lo."

Alen merasa ada setitik harapan dari ucapan Alan.

"Gue pasti bisa, kan, Kak?"

Alan tersenyum kecil, lega melihat Alen yang mulai mau bangkit.

"Pasti bisa. Gue akan bantu lo."

Alen mengangguk-angguk seperti anak kecil, rasa takutnya perlahan sirna walau tak sepenuhnya. Alen merasa lega bisa cerita kepada Alan dan bersyukur memiliki Alan di sampingnya.

"Makasih Kak Alan," ucap Alen.

Alan kembali tersenyum, lebih lebar.

"Jangan sedih lagi," pinta Alan.

"Iya, Kak."

"Jangan diem lagi juga," tambah Alan.

"Iya."

"Kalau ada apa-apa langsung kasih tau gue."

"Iya, Kak Alan."

Untuk beberapa saat keduanya saling menatap dengan hangat. Alan selalu suka memperhatikan wajah cantik Alen, apalagi wajah Alen yang menggemaskan setelah menangis seperti ini, seperti anak kecil.

"Tau nggak, Len?" ucap Alan menggantung.

"Tau apa, Kak?"

Alan tersenyum, tangannya perlahan bergerak menyentuh rambut Alen yang sedikit berantakan karena angin sore, kemudian merapikannya dibelakang telinga Alen.

"Hanya lo gadis yang selalu gue suka, Alena."

Alen terkejut mendengarnya, kedua pipinya langsung panas dan jantungnya pun seketika berdetak cepat saat mendengar pengakuan manis Alan.

Alen berusaha untuk tetap tenang walau sulit.

"Bohong," ucap Alen pura-pura tak percaya.

Alan tertegun mendengar balasan Alen.

"Lo nggak percaya?"

Alen menggelengkan kepalanya cepat, belagak angkuh.

"Enggak."

Alan terdiam sejenak, mengamati gerak-gerik sorot mata Alen.

"Mau bukti?" tantang Alen.

Alen mengangguk tanpa ragu.

"Iya, mau."

Alan seketika mengembangkan senyumnya kecil, sorot matanya berubah lebih lekat membuat Alen bertambah gugup. Apalagi genggaman tangan Alan terasa lebih erat juga.

Perlahan Alan lebih mendekatkan dirinya dan membisikan sesuatu ke Alen. 

"Aku boleh cium kamu?"

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART LIMA PULUH TIGA? SUKA NGGAK?

SIAPA YANG JANTUNGNYA MULAI NGGAK AMAN BACA PART INI? ^^ 

PENASARAN NGGAK ALEN BAKALAN JAWAB APA? KIRA-KIRA ALEN MAU NGGAK?

CHAMOMILE PART 54 MAU UPDATE KAPAN NIH? ^^ 

TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa  untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

DAN, JANGAN LUPA JUGA AYO NABUNG MULAI DARI SEKARANG BIAR BISA PELUK NOVEL CHAMOMILE DI BULAN DESEMBER YA ^^ 


MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SEMUANYA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. DAN, JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAA ^^ 


Salam,


Luluk HF

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.9M 279K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.4M 67.4K 24
semua part pendek. "JIKA MENCINTAI TAK HARUS MEMILIKI, MAKA BOLEHKAN SAYA MENGHAMILIMU TANPA MENIKAH" Bimanuel Dirgantara. "GUE BUKAN HOMO BANGSAT"...
3.9M 308K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
2.5M 251K 60
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?