Belenggu | Haruto ✔

By bibihoon

370K 27.5K 3K

[judul lama : Harvey : Help Me] Bagai terikat oleh trauma masa lalu, Harvey nalendra menjadi seorang pecandu... More

Prologue
Bag 01. Senior year
Bag 02. Night candy club
Bag 03. Other side
Bag 04. Tragedy
Bag 05. Woman
Bag 06. Negotation
Bag 07. Study solution
Bag 08. Useless
Bag 09. Little piece
Bag 10. Almost half
Bag 11. Kinda sweet
Bag 12. After that
Bag 13. Oh fun
Bag 14. So what
Bag 15. Unexpected
Bag 16. Baewon attack
Bag 17. Without you
Bag 18. As before
Bag 19. Cleobee think
Bag 20. Real illusion
Bag 21. Official
Bag 22. Harvey brother
Bag 23. Sweet
Bag 24. Road to fest
Bag 25. Second attack
Bag 26. Disturbance
Bag 27. She's mine
Bag 28. School fest
Bag 29. Just plan
Bag 30. Anger peak
Bag 31. Overdose
Bag 32. Incredible thing
Bag 33. The topic
Bag 34. A day with you
Bag 35. Prom's night
(Season 02) Prologue
Bag 36. First day
Bag 37. Confidence
Bag 38. Just you
Bag 39. Fuck reality
Bag 40. Cool and legit
Bag 41. Sound bastard
Bag 43. Beauty mad
Bag 44. Before that
Bag 45. Shouldn't
Bag 46. Mental pressure
Bag 47. Clarity
Bag 48. Something else
Bag 49. Fucked up
Bag 50. Desire
Bag 51. Human problem
Bag 52. Switching time
Bag 53. Perfect trip
Bag 54. It all started
Bag 55. Cheap plan
Bag 56. In time
Bag 57. Total chaos
Bag 58. Sorrow brings pain
Bag 59. Friendship solidarity
Bag 60. Eventually end
Epilogue

Bag 42. Deep talk

2.9K 239 21
By bibihoon

Harvey membuka matanya terkejut karena suara berisik yang menggema di dalam kamarnya. Lelaki itu melirik handphone-nya yang bergetar karena panggilan Lalita, lalu beralih ke jam dinding—memperhatikan jamnya dengan seksama dan tertegun kaget dengan mulut terbuka. Ia bangun kesiangan, dan kehilangan satu mata kuliah penting.

Klek-pintu yang terbuka.

Jaxen menggaruk kepalanya yang gatal sambil menguap lebar. Ia memandang lelaki itu lalu mengucek kedua matanya, lalu beralih menggaruk wajahnya.

"Jax, tadi malam siapa yang bawa kita pulang?" tanya Harvey panik. Ia turun dari ranjangnya dengan terburu-buru, lalu memeriksa handphone-nya untuk menghubungi seseorang.

Tuuttttt tuutttt-panggilan pertama tidak diterima.

Harvey tak putus asa, dia mencoba menghubunginya lagi, sedangkan Jaxen langsung melangkah mendekati lelaki itu yang terlihat sangat panik.

"Ada kelas mungkin," celetuk Jaxen.

Tuutttt tuutttt

Pada panggilan kedua, telepon itu bahkan ditolak. Harvey putus asa dan menghela napas panjangnya, ia bersandar di nakas lalu menyisir rambutnya dengan jari.

"Kita lahir di rahim yang beda, tapi punya pikiran yang sama," celetuk Jaxen ikut bersandar di sebelah lelaki itu.

Harvey memalingkan wajahnya, ia tak bergeming dengan wajah datarnya.

"Punya ketakutan yang sama ke cewek yang disuka, takut cuma buat kecewa dan takut kehilangan."

Harvey kembali menghela napas panjangnya, tiba-tiba saja dia menjadi risau karena perbuatannya. Tadi malam, dia mendengar suara kekasihnya yang terdengar mengeluh.

Ting

Harvey melirik layar handphone-nya begitu mendapat notifikasi pesan. Tanpa membuka pesannya, dia bisa membaca isi pesan itu dari layar notifikasi.

Aksa
Udah bangun kalian?
Selamat 'kan tadi malam?
Oh ya
Gue nyuruh Cleo sama temennya buat nganter kalian pulang.

Harvey menggenggam erat handphone-nya, lelaki itu pasti dengan sengaja menghubungi Cleobee supaya dia dapat menghentikan hobinya. Sebenarnya tak perlu khawatir, justru lebih baik kalau kekasihnya tahu tentang hobinya yang belum berubah.

"Tadi malam Cleo sama Oliv yang ngantar kita bertiga pulang," cerita Harvey.

Jaxen kaget bukan main, begitupun Janu yang masih berdiri diambang pintu. Tanpa terburu-buru kakinya melangkah menghampiri mereka berdua, lalu tanpa alasan tersenyum manis seakan tidak ada masalah yang baru saja mereka buat.

"Oliv tahu kelakuan gue, dong!" tebak Jaxen terlihat sangat frustasi.

"Emang kenapa?"

"Gue 'kan lagi ngebentuk image baik di depan Oliv, kalau sampai tahu kelakuan buruk gue yang ada dia malah semakin menjauh."

"Oke, babe!" seru Janu secara tiba-tiba lalu menutup panggilan di handphone-nya, sejak tadi dia sedang menelepon kekasihnya—Winona.

Hal itu tentunya langsung membuka dua manusia tampan itu kompak memberikan lirikan heran, dan iri karena Janu punya kekasih yang selalu mengerti dirinya. Andai dua manusia pintar itu sama, pasti menyenangkan.

"Cewek lo tahu kalau tadi malam kita mabuk?" tanya Harvey penasaran.

Janu menaikkan pundaknya. "Gue rasa ngga tahu."

"Wino ngga marah tahu lo mabuk?" gantian Jaxen yang bertanya.

Janu menggelengkan kepalanya, lalu duduk di sekitar pinggiran ranjang dengan matanya yang tersenyum singkat.

"Dia fleksibel, ngga terlalu banyak ngelarang gue ngelakuin apa aja kecuali selingkuh." Janu menjawabnya.

"Sebenarnya Cleo juga sama, dia ngga akan marah gue ngelakuin apa aja kecuali di depannya. Seperti merokok, asal ngga di depannya dia santai," tukas Harvey.

Jaxen merasa obrolan mereka mulai menarik untuk dilanjutkan, dia berpindah posisi duduk di sebelah Janu sedangkan Harvey masih berdiri menyandar di nakas.

"Tapi, tadi malam yang ngantar kita pulang itu Cleo sama Oliv, kita emang ngga mabuk di depan mereka. Tapi ... ," ucapannya terjeda cukup lama memikirkan kekasihnya yang mungkin saja sedang marah.

"Oh, jadi yang nganterin kita bertiga pulang itu mereka?" tanya Janu memastikan.

Pertanyaan itu hanya dijawab anggukan kepala oleh Jaxen. "Gue pun sama takutnya tentang Oliv."

"Lo jangan khawatir Oliv menjauh, dia itu cewek pintar ngga mudah terhasut karena suatu sikap buruk seseorang. Pasti dia cari tahu dulu, nah parahnya kalau memang dia ngga suka—"

"Jangan dilanjutin!" potong Jaxen sangat frustasi, ia menghela napas beratnya.

"Jadi, kita bertiga sama-sama bolos kelas hari ini?" tanya Janu. "Udah jam dua siang, gila juga."

"Gue mau lanjut kelas selanjutnya juga bingung, karena cuma satu mata kuliah," tukas Jaxen.

"Gue setelah ini kosong sih," timpal Harvey.

"Gue ... Masih ada kelas, but whatever no one care lagian cuma sekali." Janu menyahuti.

Suasana tiba-tiba menjadi hening dengan diamnya mereka yang kompak, kehabisan obrolan dan topik pembicaraan. Tapi, semuanya seakan enggan pergi karena masih penasaran dan juga tertarik dengan cerita salah satunya.

"Lo beneran sayang sama Winona?" tanya Jaxen secara tiba-tiba.

"Pakai ditanya! Ingat ngga perjuangan dia dapatin Winona? Mau seburuk apa pun sifatnya, dia ngga peduli sama omongan orang lain dan tetap mencintai Winona." Harvey menjelaskan pertanyaan yang semestinya tidak ditanya Jaxen.

"Iya. Gue ingat banget waktu lo di rumah sakit, cuma Janu yang ngebela Winona waktu dia dipermalukan satu sekolah. Beruntungnya, tuh anak beneran tobat," tukas Jaxen.

Sejak tadi, Janu terus mengukir senyuman manis mendengarkan cerita mereka. Merasa bangga akan dirinya sendiri dan perjuangannya selama mendapatkan perempuan yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Gue terlalu cinta mati sampai ... Mungkin kata orang bodoh kali ya, memperjuangkan seorang wanita yang ngga suka sama sekali. Tapi, nyatanya gue berhasil."

Mendengar cerita Janu, entah mengapa membuat Jaxen kesal, iri, dan dengki. Karena hanya dia yang kesusahan mendapatkan hati Olyvies meski sudah banyak berjuang.

"Kira-kira kapan ya, Oliv nerima gue?" monolognya pasrah.

Janu memalingkan wajahnya, tersenyum manis lalu menepuk pundak lelaki itu sekedar untuk memberikan ketenangan.

"Dia itu suka sama lo, percaya sama gue." Janu berusaha meyakinkan lelaki malang itu.

"Ya siapa sih, yang ngga suka sama cowok tampan kayak gue!" ucapnya dengan bangga.

Janu jadi menyesal mengucapkan kata itu, sebab yang sedang dia beri semangat adalah lelaki narsis seperti Jaxen.

"Oh ya—" celetuk Harvey. "Lo selama ini udah ngapain aja sama Winona?" tanya Harvey secara tiba-tiba. Hal itu membuat Janu dan Jaxen kompak memandang Harvey, lalu diam menunggu jawaban dari Janu.

Ya! Pertanyaan itu, baik dalam tongkrongan cewek atau cowok selalu terlontar sekedar penasaran dan ingin tahu. Pertanyaan klasik, tapi menjebak. Harus pandai menjaga ucapan sebelum semua terbongkar dengan gamblang. Tapi, beberapa spesies manusia ada juga yang dengan mudah menceritakannya.

"Privacy! Tapi sama kalian, gue akan jawab!" seru Janu.

Dengan kompak dua manusia itu menatap Janu dengan seksama untuk mendengarkan ceritanya.

"Gue menghargai cewek gue sebagai wanita, selama pacaran kita hangout bareng, dan jalan-jalan. Sama dia itu rasanya nyaman, gue selalu ngerasa aman dan ternyata dia emang cewek yang cocok untuk gue—"

"Cuma itu, bagian adult scene nya mana?" tawar Jaxen dengan wajah polosnya.

Janu memalingkan wajahnya, menatap lelaki itu sekilas lalu mengerutkan dahinya. "Apa maksud lo?"

"Udah, mungkin memang privasi Janu, jangan dipaksa," tukas Harvey.

"Oh, itu." Janu akhirnya mengerti arah obrolan mereka. "Gandengan tangan, pelukan, ciuman ... Mungkin kalian kaget, but i never have sex with her. Lagi pula, dia masih virgin dan gue ngga ada hak untuk hal itu karena posisi gue cuma pacar."

Entahlah, Harvey merasa tersinggung karena ucapan Janu, sehingga dia hanya terdiam canggung sambil tersenyum tipis.

"Gue suka pemikiran lo," tukas Jaxen. "Gue tergantung gimana perempuan yang gue dekati, kalau memang dari kalangan baik-baik i keep her."

Harvey menghela napas panjangnya, ia merasa hina dari dua temannya karena sesuatu yang seperti itu tidak bisa dia jaga. Tapi, apapun itu semua karena pengaruh obat-obatan terlarang yang dia konsumsi dulu.

"Gue seperti di tembak dengan ribuan fakta—" ucapnya dengan jeda yang terpotong. "Kayaknya memang cuma gue yang bajingan, dan kalian cowok baik-baik."

Pfftt-mereka berdua dengan kompak tertawa tertahan karena pengakuan Harvey. Padahal, mereka semua sama saja. Sejak SMA, cara pacaran mereka sama seperti Harvey, hanya saja perlahan berubah seiring bertambahnya usia.

"Kita semua cowok bangsat," tukas Jaxen.

"Lo sendiri gimana?" tanya Janu penasaran.

"Obrolannya semakin kacau, mending kita mandi terus makan," tukas Harvey.

"Eh! Jawab dulu, dong!" tahan Jaxen.

"Privacy!" bantah Harvey.

"Atau gini aja deh, gue tahu banget gaya pacaran lo sama Cleo. Kapan terakhir kali lo having sex sama dia?"

Harvey diam memikirkan jawaban itu, like dude? Apa dia terlihat sangat bajingan, sampai teman-temannya memberikan pertanyaan itu. Dia tahu bagaimana caranya bersikap, meski kita akui kalau dia sedikit bajingan.

"Prom night," jawabnya singkat.

"Hah? Tiga bulan yang lalu dong, bukannya Cleo sering ke apart?" tanya Jaxen tidak percaya.

"Lo pikir kita selalu ngelakuin itu, just Netflix without chill, kadang chill tapi kita ganti pakai hobi yang lain seperti masang kutek, curhat, dan-"

"Gue ngga percaya!" bantah Jaxen.

"Serius!" bantah Harvey.

Janu tertawa melihat tingkah laku dua manusia itu, lalu beranjak berdiri dan menepuk pundaknya.

"Sampah kondom lo ngga membuktikan ucapan lo—udah ya, gue mau ke kampus jemput Winona." Janu tersenyum singkat, lalu keluar dari kamar lelaki itu.

Mendengar ucapan Janu, membuat Harvey terdiam canggung lalu melirik tong sampah yang beberapa di dalamnya seperti yang dikatakan Janu. Dia pun tersenyum canggung, lalu mendorong Jaxen supaya keluar dari kamar tidurnya.

Ting

Harvey memeriksa handphone-nya, ternyata sebuah pesan dari kekasih tercintanya.

ayang eoo
We need to talk
Jemput aku sekarang

Pupil Harvey langsung membulat antusias, dia pun bergegas membersihkan badannya dan mengganti pakaiannya, lalu bergegas menuju kampus untuk menjemput kekasih tercintanya.

jaxen sama oliv cocok gak sih?

Continue Reading

You'll Also Like

58.5K 5.7K 47
"Kamu pukul aku, kamu jepit aku, kamu jambak aku. Apa itu yang kamu bilang sayang? Tubuh aku, mental aku..kamu rusak." "Aku capek." Hubungan yang bia...
Bad Trap By liani

Teen Fiction

547K 37.2K 36
[ END ] Brisha tersenyum tengil. "Lo homo?" Arzhel terkekeh ringan. "Perlu gue buktikan kalo gue bukan homo?" "Yaudah, buktiin," tantang Brisha. "The...
4.8K 260 59
R 18+ [On Going] Karena obsesi, Genta berhasil menghancurkan kehidupan seorang gadis ceria bernama Tika. Bukannya jera, cowok brengsek itu justru me...
74.8K 6.8K 50
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...