[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

52.2K 9.6K 9.1K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 12: KISSING YOU

1.3K 250 132
By deftsember

~ Happy Reading ~






Beberapa menit yang lalu mereka sudah selesai makan malam bersama. Dan sekarang mereka sedang berkumpul di ruang tengah villa untuk sekedar berbincang santai atau bermain-main.

Begitupun juga dengan Jerome dan Raline. Mereka memilih tempat agak pojok dari yang lainnya.

Jerome bilang dia tidak terlalu suka dengan keributan yang dibuat Lukas, Haekal, Reyhan, dan Dika.

Dan Raline sebagai pacar yang baik pun turut menemani sang pacar yang saat ini sedang duduk di sampingnya sambil memainkan ponsel. Sedangkan dia sendiri sedang asik mengobrol bersama para cewe yang lain.

"Ck! Nggak seru nih kalau cuma begini aja." kata Dika yang langsung membuat semua pasang mata melirik ke arahnya.

"Iya. Bosenin banget. Aing teh jadi ngantuk kalau ngang ngong ngang ngong doang kayak gini." sahut Haekal.

"Mainan skuy!!" seru Lukas.

"Mau mainan apa udah malem-malem gini?" tanya William.

"Kalau lagi liburan gini enaknya main truth or dare."

"Boleh tuh. Biar suasana makin rame. Masa malam mingguan di villa keren mau diem-diem aja."

"Ya udah buru sini ngumpul."

Lukas menyuruh yang lainnya berkumpul dan duduk melingkar di tengah-tengah. Tapi tidak untuk Jerome, cowok itu masih setia pada posisinya saat ini.

"Kamu nggak mau ikutan, Jer?" tanya Raline saat melihat pacarnya sama sekali tidak bergeming.

"Males." jawabnya singkat.

"Ah elah Bang. Main ginian doang aja lo males. Nggak seru nih kalau lo nggak ikutan main." ujar Reyhan.

Jerome mengedikan bahu nya tidak peduli. Cowok itu kembali menyibukkan diri memainkan ponsel nya.

Raline yang melihat tingkah pacarnya pun hanya menghela nafas. "Udah gapapa, guys. Dia kayaknya kecapekan habis lomba renang sama Lukas di pantai tadi." ucapnya.

Ya benar. Saat di pantai tadi Jerome dan Lukas memutuskan lomba renang untuk mengadu siapa yang paling tangguh di antara mereka berdua.

Kejadian itu terjadi tidak lama setelah insiden Raline yang hampir tenggelam terbawa ombak.

Jerome merasa kesal karena Lukas terus-terusan memancing emosinya. Lukas memprovokasi rasa cemburunya dengan berkata kalau dia bisa merebut Raline.

Dia merasa tidak terima dengan ucapan Lukas dan ingin mengusir cowok itu. Tapi Lukas malah mengajaknya berduel renang untuk memperebutkan Raline.

Raline pikir dengan sikap Jerome yang terlampau cuek tidak akan membuat pacarnya itu ke trigger. Tapi ternyata dia salah, karena Jerome menerima tantangan Lukas dengan percaya diri.

Dan terjadilah lomba renang dadakan itu. Raline yang melihatnya pun hanya mampu menghela nafas dan berharap mereka berdua tidak kenapa-napa karena adu renang di lautan lepas.

Tapi dia cukup senang kok karena Jerome berhasil menang mengalahkan Lukas. Walaupun setelahnya cowok itu mengeluh kalau badan nya terasa sangat lelah.

"Baguslah kalau Bang Jerome nggak minat ikutan. Biar di permainan kali ini gue punya kesempatan." kata Lukas dengan cengiran lebar.

"Mau apa lagi Lo?" tanya Jerome.

"Kalau gue yang dapet giliran milih, gue bakal milih dare terus ngajak Kak Raline pulang bareng gue nanti." kata Lukas.

Jerome mulai terpancing kembali. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Lukas.

"Kayak Raline mau aja di ajak pulang sama lo. Lo kan nggak bawa mobil."

"Mobil nya Bang Willi gede tuh. Nanti gue ajakin Kak Raline naik mobil Bang Willi bareng gue. Biar Haekal yang nemenin lo pulang."

"Lah? Kok jadi aing? Kan aing teh mau pulang bareng Kak Raline juga." celetuk Haekal tidak terima.

"Ya udah lah kalian bertiga balik dari sini naik bis aja lah. Gitu aja ribet." ujar Luna dengan nada jilid nya. Dia cukup kesal karena dari tadi Lukas dan Jerome terlibat adu mulut.

"Nggak lah. Raline berangkat bareng gue dan pulangnya juga harus sama gue." kata Jerome ngotot.

"Gantian lah. Gue juga pengen pulang bareng Kak Raline." kata Lukas.

"Raline cewek gue." kata Jerome.

Raline menghela nafasnya. Lama-lama kesal juga mendengar perdebatan yang membawa-bawa namanya.

"Kita jadi main nggak sih?" ucap Raline.

"Jadi lah. Ayo sini duduk di samping gue aja, Kak." kata Lukas dengan semangat.

Raline baru saja akan menggeser posisi duduknya mendekati Lukas, tapi pergelangan tangannya sudah lebih dulu di tahan oleh Jerome.

Dia menoleh ke belakang dan melihat raut wajah masam milik pacarnya.

"Kenapa?" tanya nya.

"Duduk samping aku." kata Jerome penuh penekanan.

"Kamu kan katanya nggak mau ikutan main."

"Aku mau ikutan." kata Jerome.

Semua orang yang ada di sana langsung tertawa melihat tingkah laku Jerome yang biasanya cuek, tapi kalau sedang bersama Raline berubah drastis.

"Emang mesti di pancing dulu ya lo, Jer." kata Dika.

"Pancingan gue tepat sasaran ya berarti." ujar Lukas dengan nada sombong.

Jerome hanya mendengus sebal melihatnya. Dia juga tidak tahu kenapa akhir-akhir sangat mudah merasa kesal saat orang-orang di sekitarnya mengganggunya dengan embel-embel Raline.

Kalau kata Mahen sih itu namanya cemburu. Tapi dia tidak yakin karena Jerome merasa dia belum benar-benar bisa membalas perasaan cinta Raline.

Hanya saja dia mengakui kalau kehadiran Raline sukses membuatnya merasa nyaman. Perlakuan dan sikap cewek itu sama sekali tidak mengganggunya.

Raline benar-benar bersikap seolah dia sudah memahami Jerome luar dan dalam. Karena itu lah Jerome merasa nyaman saat bersama Raline.

"Ya udah sini kamu duduk deketan sama aku. Jangan di pojokan kayak gitu." kata Raline.

Jerome langsung mengambil posisi duduk di samping Raline dan ikut duduk melingkar seperti teman-temannya yang lain.

"Ini ada botol. Botol ini bakal di putar, dan kalau botol nya berhenti dan ujung botol nya menunjuk ke kalian itu berarti kalian harus milih antara truth or dare. Ngerti kan cara main nya?" ujar William yang di balas anggukan kepala dari semuanya.

"Semoga gue yang dapet pertama terus gue bakal milih dare." kata Lukas.

"Emang kalau maneh dapet? Mau minta dare apa?" tanya Haekal.

"Gue pengen ngajakin Kak Raline nemenin gue futsal. Kan bentar lagi bakal ada event futsal di kampus." ujar Lukas dengan girang.

Jerome melempar botol plastik di sampingnya ke arah Lukas. "Mimpi lo kejauhan." ucapnya sinis.

"Mau mulai kapan mainnya kalau masih pada bacot?" ucap Jihan yang mulai kesal.

Permainan pun akhirnya di mulai. William memutar botol plastik yang berada di tengah-tengah mereka dan menunggu sampai botol itu berhenti.

Beberapa saat kemudian semuanya langsung heboh saat ujung botol itu berhenti dan mengarah langsung ke Yumna.

"Hah? Gue yang pertama?" tanya Yumna tidak terima. Pasalnya dia merasa ujung botol itu tidak mengarah ke arahnya.

"Truth or dare, Yum?" tanya Dika.

"Truth aja lah."

"Yahh cemen banget sih, Kak. Dare lah biar keren." celetuk Cahya.

"Gue pengen nya truth. Kok lo yang sewot."

"Ya udah truth nih ya. Berarti lo harus jawab jujur."

"Iyee dah. Buruan."

"Di antara pengurus BEM yang ada disini ada yang lagi atau pernah lo suka nggak?" tanya Dika yang langsung di balas pelototan dari Yumna.

"Nggak ada!" jawab Yumna dengan spontan.

"Ngegas amat jawabnya, Kak." ucap Cheryn sambil tertawa.

"Jawab jujur lah, Yum." Dika pun mencoba untuk mendesak Yumna.

"Loh? Emang nggak ada kok."

"Sama Dika nggak suka juga, Yum?" tanya Luna.

Yumna menggelengkan kepalanya. "Nggak. Sama sekali nggak. Kenapa pada nggak percayaan banget."

Permainan kembali di lanjutkan setelah Yumna sukses menjawab tantangan nya. Kini giliran William yang harus menerima tantangan.

"Truth or dare, Bang?" tanya Reyhan.

"Truth."

"Terakhir ciuman kapan? Dan sama siapa?" ucapan Haekal barusan langsung di soraki oleh orang-orang yang ada di sana.

"Good job, Haekal!!!" seru Lukas.

William menghela nafasnya. "Bisa ganti pertanyaannya nggak? Itu terlalu privasi."

Haekal menggeleng tegas. "Namanya juga truth or dare, jadi pertanyaan atau tantangan yang di kasih harus segera di selesaikan tanpa kebohongan."

Lagi-lagi William menghela nafasnya. Dia melirik ke arah Jihan yang sedang memalingkan wajahnya.

"Boleh nggak?" ucap William.

Semua orang langsung mengerutkan keningnya merasa bingung dengan maksud ucapan William barusan.

"Lo ngomong sama siapa, Bang?" tanya Reyhan.

"Jihan." jawab William.

Semua orang langsung menoleh ke arah Jihan yang masih bersikap seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

"Kak Jihan, di tanyain sama Kak Willi tuh."

Jihan langsung menganggukkan kepalanya. Cewek yang biasanya bersikap bar-bar itu mendadak jadi salah tingkah.

"Terakhir ciuman tadi sore. Sama Jihan." ujar William yang langsung mendapat sorakan kaget dari semuanya.

Raline yang mendengarnya pun sampai tidak bisa berkata-kata karena saking terkejutnya.

"Whatt?! Jadi selama ini kalian pacaran?" tanya Dika dengan nada heboh nya.

William mengangguk. Tidak ada keraguan di wajahnya, seakan mengkonfirmasi kalau dirinya memang memiliki hubungan dengan Jihan.

"Gokss!! Speechless gue, Han. Kok lo nggak pernah cerita kalau pacaran sama William sih?" ujar Luna tak kalah hebohnya.

"Nggak ada yang nanya juga, jadi buat apa gue ceritain." jawab Jihan.

"Tapi kok kalian keliatan biasa aja sih. Kayak bukan lagi pacaran." kata Raline.

"Sengaja. Biar nggak ada yang sadar."

"Kenapa?"

"Di BEM itu harus profesional. Gue sama Jihan nggak mau hubungan percintaan di campur aduk sama urusan BEM." penjelasan William barusan sukses mendapat tepuk tangan dari semuanya.

"Habis ini gapapa kok Bang kalau kalian mau pacaran sambil kerja di sekre BEM. Biar kayak Bang Jerome sama Kak Raline." celetuk Cahya.

"Gue nggak gitu." ucap Jerome yang merasa tidak terima.

"Yuk di lanjut main nya."

Botol kembali di putar dan kali ini berhenti tepat menunjuk ke arah Lukas. Dia pun langsung bersorak gembira menunggu tantangan apa yang harus dia lakukan.

"Girang amat sih, Kas."

"Gue udah nungguin ini dari tadi."

"Truth or dare?"

"Dare lah. Laki harus berani." kata Lukas sambil memamerkan otot bisep nya.

"Pilih salah satu diantara kita terus lo ungkapin isi hati lo ke orang itu. Mau suka atau nggak suka lo nggak boleh bohong." ujar Haekal yang langsung di balas seruan semangat dari Lukas.

"Perasaan gue kagak enak nih." celetuk Yumna.

Dan benar saja. Lukas langsung berdiri dan berjalan ke arah Raline duduk.

"Ini buat Kak Raline." ucapnya.

Raline jadi bingung sendiri saat Lukas berlutut di depan nya dengan memasang wajah se-serius mungkin.

"Kak Raline, lo tuh cantik banget. Dari semua cewek yang deket sama gue cuma lo doang yang gue akui paling cantik. Bilang ke gue ya kalau udah nggak pacaran sama Bang Jerome. Biar gue bisa memantaskan diri buat jadi pendamping hidup lo." ucap Lukas sambil menggerling genit ke arah Raline.

Dia bahkan tak segan-segan menyodorkan bunga plastik, seakan-akan sedang menyatakan perasaannya kepada Raline.

Semuanya langsung heboh saat Jerome merebut bunga plastik tersebut dan melemparnya ke sembarang arah.

"Woohooooo!!! Bakal ada yang terbakar api cemburu nih!" seru Haekal dengan hebohnya.

"Nah kan bener firasat gue." celetuk Yumna.

"Ganti yang lain dare nya." kata Jerome dengan wajah marah dan nada suaranya yang terdengar cetus.

"Namanya juga dare ya harus di lakuin lah. Nanti gue yang dapet hukuman kalau nggak ngejalanin dare nya." kata Lukas mencoba membela dirinya sendiri.

"Selow Bang. Namanya juga mainan. Jangan terlalu cemburu gitu lah." sahut Reyhan.

"Mana ada dare begitu."

"Banyak Bang. Lo nggak pernah main truth or dare ya?"

Jerome mendengus sebal. Dia memang tidak pernah main truth or dare.

"Gimana tanggapannya Kak Raline?" ucap Yessy.

Raline jadi bingung sendiri gimana menanggapinya. Di satu sisi dia tidak enak kalau menolak Lukas, tapi di sisi lain dia juga tidak mau mengecewakan pacarnya. Walaupun dia tidak tahu apakah Jerome benar-benar merasa cemburu atau hanya sedang berpura-pura saja.

"Sorry ya, Lukas. Kayaknya gue nggak bisa deh." kata Raline dengan senyum canggung.

Melihat reaksi Lukas yang langsung kecewa membuat Raline merasa bersalah. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

Tapi tiba-tiba suasana yang sempat tegang itu berubah saat Haekal tertawa terbahak-bahak.

"Kak Raline, ini cuma mainan doang kok. Si Lukas teh cuma bercanda doang. Jangan merasa bersalah begitu atuh."

Lukas pun ikut tertawa. "Iya Kak, gue cuma bercanda. Soalnya kita semua pengen lihat reaksinya Paketu kalau cemburu gimana."

Jerome yang mendengarnya pun langsung melempar kotak tisu ke arah Lukas dan Haekal yang masih tertawa terbahak-bahak.

"Gila lo berdua." ucap Jerome dengan nada kesal.

"Sorry ya, Paketu. Habisnya ngelihat lo cemburu tuh susah banget. Kita mesti mancing dulu biar bisa lihat lo cemburu."

"Udah lanjutin main nya bro. Makin seru nih."

Botol kembali di putar. Semua orang yang duduk melingkari botol tersebut pun nampak harap-harap cemas menunggu akan kemana kah ujung botol itu menunjuk.

"Raline tuh. Ujung botol nya berhenti di ke arah Raline."

"Truth or dare, Rell?" tanya Yumna.

"Truth."

"Siapa nih yang mau nanya?"

"Gue aja deh yang ngasih pertanyaan nya."

Raline cemas menunggu kata-kata keluar dari mulut Luna. Apalagi saat melihat raut wajah Luna yang seperti sedang merencanakan sesuatu.

"Sebelum kalian resmi pacaran yang nembak duluan lo atau Jerome?" tanya Luna dengan cengiran lebar.

Raline mendadak kikuk. Rasanya akan aneh kalau dia menjawab yang sejujurnya. Pasalnya dari awal yang menyatakan cinta lebih dulu kan dia, bukannya Jerome.

Walaupun di jaman sekarang kebanyakan perempuan sudah berani menyatakan perasaannya lebih dulu. Tapi Raline merasa kalau dia akan terlihat agresif apabila mengatakan yang sebenarnya.

"G-gue yangㅡ" kata-kata nya terhenti karena sahutan yang keluar dari mulut Jerome.

"Gue duluan yang nembak Raline." sahut Jerome.

"Kan pertanyaannya buat Kak Raline. Kenapa jadi lo yang jawab sih, Bang." celetuk Cahya.

"Raline cewek gue." jawab Jerome dengan cuek.

"Ya tapi kan truth nya buat Raline, bukan buat lo."

"Sama aja, nggak ada beda nya."

Mendengar jawaban dari dari Jerome membuat kesal semua orang. Mereka menganggap Jerome tidak mengerti dengan peraturan permainan.

"Udah lah lanjut aja main nya."

Botol kembali di putar untuk melanjutkan permainan. Sampai beberapa menit kemudian pada akhirnya ujung botol itu berhenti tepat mengarah ke Jerome.

"Truth or dare, Jer?"

"Truth."

"Cemen banget, Bang. Lukas aja berani ngambil dare masa lo nggak berani sih." Haekal berusaha memanas-manasi keadaan.

Jerome berdecak lalu berucap, "Gue pilih dare."

"Nah gitu dong. Itu baru laki."

"Dare nya cium pacar lo di depan kita semua." ucap Dika membuat semuanya langsung tersentak heboh.

"Cium bibir loh, bukan cium kening apalagi cium pipi." sahut Haekal sambil cekikikan.

Jerome dan Raline pun langsung terbelalak saat mendengarnya. Keduanya lantas menggeleng kompak untuk menolak tantangan tersebut.

"Nggak. Jangan aneh-aneh lo." kata Jerome.

"Apa nya yang aneh dari nyium pacar sendiri? Yang aneh tuh kalau lo nyium pacar orang." ujar Dika.

"T-tapi jangan berlebihan kayak gitu juga dong ngasih dare nya." sahut Raline.

"Kalau lo nggak bisa menyelesaikan dare nya berarti lo harus dapat hukuman. Dan hukuman nya bersihin villa sebelum pulang." kata Jihan.

"Ganti yang lain dare nya." ucap Jerome.

"Dare mana bisa di ganti sih, Kak. Kan emang peraturan main nya begitu." ucap Yessy.

"Kalau lo nggak mau nyium Kak Raline biar gue aja yang gantiin. Gimana? Gue ikhlas nih." ujar Lukas.

Jerome merasa sangat kesal. Dia seperti di pojokan oleh teman-temannya sendiri. Saat ini dia tidak bisa berpikir langkah apa yang harus dia ambil.

"Biar gue yang bantuin Jerome bersihin villa besok." ucap Raline.

"Kenapa gitu, Rell? Seharusnya kan lo seneng di cium sama pacar sendiri. Jihan sama Willi aja tadi berani ngaku kok kalau mereka pacaran dan ciuman." ucap Luna.

Raline jadi ikutan bingung. Dia merasa tidak enak apabila menyuruh Jerome menciumnya. Dia sadar diri kalau Jerome belum bisa menerima perasaannya.

Dan dia tidak mau Jerome melakukannya karena terpaksa. Hal itu hanya akan menyakiti perasaannya saja.

Buat apa menciumnya tapi karena dilandasi oleh paksaan. Itu sama sekali tidak menyenangkan hatinya.

"Bukannya gitu, Lun. Gue cuma nggak mau kalauㅡ"

"Oke. Gue terima dare nya." ucap Jerome yang langsung mendapat pelototan mata dari Raline.

Cowok itu menoleh dan melihat kalau pacarnya sedang menatapnya dengan tampang terkejut.

Samar-samar dia bisa melihat kalau Raline menggelengkan kepalanya dan melihat bibir nya bergerak untuk mengucapkan sesuatu.

"Nggak usah di paksa kalau nggak bisa." begitu kata-kata yang terucap dari bibir Raline.

Tapi sepertinya Jerome tidak menggubrisnya dan tetap menggeser posisinya mendekati Raline.

"Boleh nggak?" tanya Jerome meminta izin kepada Raline.

"Ya boleh dong. Masa mau minta cium pacar aja harus izin dulu sih. Kaku banget kalian berdua." ucap Dika mengompori suasana.

Bibir Raline bergetar. Dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.

Jerome menggenggam tangan Raline dan meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja.

"It's okay, ini cuma sebentar aja. Ya?"

Raline mengangguk kaku. Tidak ada pilihan lain selain memasrahkan semuanya kepada Jerome, walaupun nyatanya dia tahu kalau cowok itu melakukannya hanya karena permainan saja.

"I-iya." jawabnya.

Jerome mencondongkan tubuhnya mendekati Raline. Dia menangkup wajah cantik pacarnya itu dan mulai memiringkan kepalanya untuk mempermudah dirinya meraup bibir ranum yang di poles lip gloss pink.

Raline menarik nafasnya dalam-dalam sebelum memejamkan matanya saat hidung mereka saling bersentuhan.

Waktu terasa berhenti saat bibir mereka saling bersentuhan. Jantung Raline rasanya ingin copot dari tempatnya. Sumpah, dia benar-benar ingin pingsan saat ini juga.

Ini adalah ciuman pertama mereka setelah tiga bulan berpacaran. Tapi sayangnya Raline merasa tidak ada yang berkesan dari ciuman ini, karena dia pun sadar kalau Jerome melakukannya karena terpaksa.

Ingin sekali rasanya dia menangis meratapi nasibnya yang malang ini. Tapi itu tidak mungkin. Semua orang akan curiga kalau dia menangis.

Ciuman itu lebih tepat dinamakan kecupan singkat, karena setelah lima detik terlewati Jerome langsung menjauhkan wajahnya dan melepas sentuhan bibir mereka.

Keadaan diantara mereka berdua berubah canggung, namun tidak dengan yang lainnya. Teman-teman mereka bereaksi heboh tanpa memikirkan kecanggungan diantara pasangan kekasih yang baru saja melakukan kecupan pertama.

Jerome dan Raline seperti berada di dunia yang berbeda dengan teman-teman yang lain. Mereka berdua saling memalingkan wajah dan bersikap aneh.

Dari semua orang yang ada di sana tidak ada yang menyadari kalau ada keanehan diantara Jerome dan Raline.

Permainan pun terus di lanjutkan sampai satu-persatu diantara mereka merasa lelah dan memilih untuk kembali ke kamar masing-masing.

Dan selama itu lah tidak ada obrolan sama sekali diantara Jerome dan Raline. Pasangan kekasih itu berubah seperti dua orang yang tidak saling kenal.

🍑🌹

Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi. Tapi Jerome tidak merasa tenang dalam tidurnya.

Dia sudah mencoba mencari posisi yang pas untuk tidur, namun rasa kantuk belum juga menyapa nya. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk tidak tertidur dulu.

Dia sadar kalau ada keanehan diantara dirinya dan Raline semenjak kejadian ciuman tadi.

Dia juga sadar kalau selama permainan itu berlanjut Raline sama sekali tidak menggubrisnya, bahkan cewek itu juga sama sekali tidak melirik ke arahnya.

Apa mungkin ini semua terjadi karena dia sudah terlalu berlebihan?

Tapi yang di lakukan nya tadi itu semata-mata untuk membantu Raline juga. Jerome tidak ingin Raline di permalukan hanya karena pacarnya tidak mau menciumnya.

Kalau berbicara tentang hati, jujur saja sampai saat ini Jerome masih belum bisa menerima perasaan cinta Raline. Tapi bukan berarti dia tidak menghargainya.

Jerome merasa nyaman dengan Raline, tapi kalau untuk menerima cinta cewek itu sepertinya dia belum bisa melakukannya. Maksudnya sedang berusaha untuk menerimanya.

Mungkin suatu saat nanti akan datang waktu dimana dia bisa mencintai Raline dengan sepenuh hati.

Jerome bangun dari tidurnya lalu beranjak turun dari ranjang. Dia butuh angin segar untuk membantunya menjernihkan pikiran.

Dia berjalan menuju halaman belakang dan membuka pintu yang menghubungkan ruang tengah dan halaman belakang.

Sebelumnya dia tidak sadar kalau ternyata ada seseorang yang juga sedang menikmati angin malam di halaman belakang villa.

Jerome berjalan lebih dekat dan dia bisa mengetahui siapa orang itu. Dengan langkah pasti dia berjalan mendekati orang itu.

"Rell.." panggilnya.

Raline menoleh saat seseorang memanggil namanya. Tidak bisa dia tutupi raut terkejut saat melihat sosok Jerome sudah berdiri di belakangnya.

"Kenapa kamu ada disini?" tanya Raline.

"Seharusnya aku yang nanya kenapa kamu ada disini? Ini kan udah tengah malem."

"Aku nggak bisa tidur. Mungkin karena belum terbiasa sama tempat baru, jadi agak susah mau tidur pules." ucapnya.

Dia langsung memalingkan wajahnya dan kembali menatap ke depan untuk menghindari tatapan Jerome.

Untuk beberapa detik kemudian tidak ada yang membuka suara dan membiarkan angin malam semakin mendinginkan suasana diantara mereka.

"Rellㅡ"

"Aku minta maaf, Jer." ucap Raline cepat memotong ucapan Jerome.

Jerome menaikkan satu alisnya menatap punggung Raline dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

"Kenapa minta maaf?"

Cewek itu menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya. Setelah itu Raline membalikkan tubuhnya menghadap Jerome. Di wajah cantiknya terpampang senyum lebar yang terlihat palsu.

"Seharusnya tadi aku bisa kasih alasan biar kamu nggak harus ngelakuin dare nya. Kamu pasti merasa nggak nyaman kan sama semuanya. Jadi aku minta maaf karena aku nggak bisa mencegah kejadian tadi."

Jerome mengerutkan keningnya tak nyaman mendengar penjelasan Raline barusan. Tapi dia tidak mau menanggapinya, dia ingin mendengar ucapan Raline lebih banyak.

"Rasanya pasti nggak nyaman kan?" tanya Raline dengan senyum kecut.

"Jelas nggak nyaman lah. Lagian siapa juga yang mau di paksa ciuman sama orang lain. Seharusnya tadi kamu tolak aja dare nya. Masalah hukuman kan bisa aku bantuin, lagian cuma ngebersihin villa doang." ucap Raline sambil memalingkan wajahnya. Dia benar-benar menghindari tatapan Jerome.

Jerome tidak suka mendengar ucapan Raline. Dia tidak terima dengan pernyataan Raline.

"Kamu pacar aku, bukan orang lain."

"Tapi di hati kamu aku ini masih sebatas orang lain yang maksa buat kamu jadiin pacar." ujar Raline cepat.

Mereka saling melempar tatapan mata dalam kebungkaman yang semakin mencekik keadaan.

"Jerome, aku emang serius sama perasaan aku ke kamu, tapi bukan berarti aku mau di bodohi. Aku ngerti kalau kamu terpaksa, makanya akan lebih baik kalau tadi kamu tolak dare nya." ucap Raline.

"Nggak ada yang indah dari sebuah ciuman karena paksaan. Dan aku sama sekali nggak merasa bangga dapat itu semua."

"Aku yang paham dan sadar diri sama keadaan bukannya senang tapi malah merasa terbebani. Karena mungkin aja pas kamu nyium aku tadi bukan aku yang ada di bayangan kamu, tapi orang lain yang sampai saat ini masih menempati posisi pertama di hati kamu."

Raline menggigit bibir bawahnya menahan tangisan. Kedua matanya sudah perih karena menahan air mata agar tidak jatuh menetes di wajah cantiknya.

"Aku menghargai setiap perubahan yang kamu lakukan selama kita pacaran. Tapi tolong jangan memaksakan diri kamu kayak tadi cuma pengen menyenangkan hati aku. Karena sejujurnya aku sama sekali nggak merasa senang dapat fake action kayak tadi."

Raline kembali menghela nafasnya lalu setelahnya menyunggingkan senyum terbaiknya.

"Itu uneg-uneg yang dari tadi pengen aku ungkapin ke kamu. Tolong jangan salah paham sama aku ya."

Jerome masih diam saja mencerna setiap untaian kata yang keluar dari mulut Raline.

"Udah malem. Aku ke dalem duluan ya. Kamu jangan tidur malem-malem karena besok siang udah kita pulang. Good night and love you, Jer."

Setelah mengucapkan semua yang membebani perasaannya, Raline pun berjalan melewati Jerome yang masih saja bungkam.

Sejujurnya ada perasaan kecewa karena Jerome sama sekali tidak menanggapi ucapannya. Dia semakin yakin kalau apa yang dia pikirkan benar adanya.

Jerome terlalu memaksakan diri hanya untuk menyenangkan hatinya. Cowok itu melakukannya karena terpaksa.

Menyesakkan sekali rasanya. Jadi seperti ini rasanya di khianati ekspetasi sendiri.

Raline berjalan sambil menundukkan wajahnya menahan agar air mata nya tidak berjatuhan. Dia ingin cepat-cepat pergi ke kamar dan menangis sepuasnya disana.

Tapi langkahnya terhenti saat pergelangan tangannya di tahan dan di tarik ke belakang sampai membuat tubuhnya limbung dan jatuh di pelukan tubuh kekar Jerome yang terasa hangat.

"Jerome, akuㅡ"

"Ssttt.. biarin kayak gini dulu."

Jerome semakin menarik tubuh ramping Raline ke dalam pelukannya. Dia menumpukan dagu nya di atas puncak kepala Raline.

Mereka diam dalam posisi yang sama selama beberapa menit. Tidak ada yang keluar dari mulut mereka kecuali helaan nafas.

"Raline.." panggil Jerome. Raline tidak menyahut dan membiarkan cowok itu melanjutkan ucapannya.

"Aku nggak mau membohongi kamu dan diri aku sendiri. Benar kalau aku tadi cium kamu karena dare." ucap Jerome membuat Raline tersenyum kecut.

"Ya, aku udah bisa nebak." jawab Raline.

Cewek itu berusaha melepaskan pelukan Jerome tapi cowok itu sama sekali tidak memberi celah dah malah mengeratkan pelukannya.

"Jer, lepasin aku."

"Nggak mau."

"Please, aku mau masuk ke dalam. Ini udah malem."

"Kalau kamu kedinginan aku bisa bantu bikin kamu hangat lewat pelukan."

Raline menggeleng. Dia tidak ingin terbuai dengan segala perhatian palsu yang sedang Jerome coba lakukan.

"Jangan begini, Jer. Kalau kamu memaksakan diri kamu sendiri aku juga yang nggak nyaman."

"Raline, dengerin aku sebentar ya. Jangan ngomong apapun sampai aku selesai."

Raline menurut. Dia hanya diam di dalam pelukan Jerome dan menunggu cowok itu berbicara dengan perasaan tidak tenang.

"Maafin aku kalau selama ini aku masih buat kamu sakit hati, tapi aku lagi berusaha buat balas semua perhatian kamu ke aku. Aku lagi berusaha membalas perasaan kamu, tapi itu semua nggak instan. Aku butuh waktu untuk meyakinkan hati aku udah benar-benar bisa nerima kamu."

"Semuanya nggak mudah, Rell. Kamu hadir menawarkan diri buat bantu aku move-on di saat aku sendiri nggak yakin bisa move-on. Tapi kamu membuktikan kalau apa yang kamu ucapin itu bukan kebohongan. Kamu menawarkan perhatian untuk aku, kamu selalu ada buat aku di situasi apapun. Dan aku nggak mau munafik kalau aku nyaman sama semua yang kamu lakukan untuk aku."

"Apa yang kamu kasih ke aku udah membuktikan perasaan kamu. Semuanya tulus dan aku bisa ngerasain semuanya. Aku percaya kamu cinta setulus itu sama aku, dan aku tentu nggak akan menyia-nyiakan ketulusan itu."

"Tapi sekali lagi, aku masih butuh waktu untuk meyakinkan semuanya. Aku mau saat kita benar-benar udah saling menerima satu sama lain, nggak akan ada lagi yang menghalanginya. Untuk sekarang aku mau berusaha membalas perasaan kamu sekaligus menghapus rasa sakit hati ku sama orang sebelumnya. Aku cuma minta kamu bersabar sedikit lagi, Raline. Aku juga mau mencintai kamu setulus kamu mencintai aku."

Raline mencengkram erat kaos yang di pakai Jerome untuk menahan keinginannya untuk menumpahkan air mata.

"Aku nggak pernah terpaksa melakukannya. Sama sekali nggak terpaksa. Apa yang aku lakuin ke kamu murni karena aku lagi berusaha membuktikan kalau aku juga ikut berjuang sama kayak kamu."

"K-kamu nggak terpaksa?" tanya Raline dengan nada lirih.

Jerome mengangguk yakin. "Iya. Aku sama sekali nggak merasa terpaksa. Kejadian tadi pun aku lakukan karena emang mau melakukannya. Tapi aku takut kalau kamu berpikir yang macem-macem karena aku berani cium kamu disaat aku sendiri belum bisa kasih kepastian sama kamu. Aku takut kamu mikir aku memanfaatkan situasi untuk kepentingan aku sendiri."

Raline melonggarkan pelukan mereka. Dia ingin menatap langsung ke mata Jerome untuk mencari jawaban pasti dari bola mata sejernih air itu.

"Kita sama-sama salah paham karena terlalu fokus sama pikiran masing-masing." ucapnya.

Jerome mengangguk. Dia menangkup wajah cantik Raline dan mengusap mata ceweknya yang berkaca-kaca.

"Aku nggak terpaksa cium kamu, Rell. Jangan salah paham."

"Jawaban ini jauh lebih baik. Makasih udah mau ngejelasin semuanya ke aku, Jer."

"Bisa percaya lagi sama aku dan masih mau sabar nunggu aku kan, Rell?"

Raline mengangguk. Senyuman hangat terukir di wajahnya. "Aku masih punya stok kesabaran buat nunggu kamu, Jer. Tapi kesabaran itu ada batasnya, jadi jangan terlalu lama minta aku bersabar."

Jerome membalasnya dengan senyum tipis yang kelihatan tulus. Raline sangat jarang melihat senyum itu terpatri di wajah tampan Jerome.

Tidak ada yang tahu sejak kapan jarak wajah mereka semakin dekat dan dekat. Keduanya terlibat tatapan yang begitu dalam sampai tidak menyadari bahwa hidung mereka hampir bersentuhan.

"Mau cium kamu lagi. Boleh?" tanya Jerome dengan nada lirih.

Raline cukup tersentak dibuatnya.

"Yang kali ini aku pastikan bukan karena dare atau apapun. Aku beneran tulus mau cium kamu. Tapi itu pun kalau kamu mengizinkan." kata cowok itu.

Wajah Raline sudah benar-benar merona merah. Dia merasa pipi dan telinga nya menghangat.

Tapi dia tidak bisa berbohong kalau dia menginginkan ciuman itu kembali merajut. Maka dengan yakin Raline pun mengangguk memberi izin kepada Jerome.

"I-iya boleh." jawabnya dengan nada lirih.

Jerome tersenyum hangat. Dia memiringkan wajahnya untuk meraup bibir ranum Raline yang terasa begitu lembut menyentuh permukaan bibir nya.

Kali ini ciuman mereka terasa jauh berbeda dari yang tadi. Raline benar-benar merasakan sentuhan lembut penuh kehati-hatian di bibirnya.

Dia memejamkan matanya saat merasakan gerakan lembut yang dilakukan bibir Jerome di bibirnya. Kini mereka bukan hanya saling mengecup saja. Tapi lebih dari itu.

Jerome menggeser posisi tangan kanan nya naik untuk menyentuh tengkuk Raline, sedangkan tangan kirinya tetap bertengger untuk merangkul pinggang ramping sang pacar.

Raline ikut memiringkan wajahnya mencari posisi yang tepat untuk membalas ciuman Jerome. Dia mengalungkan tangannya melingkar di leher pacarnya.

Setelah beberapa saat Jerome melepas ciuman mereka ketika di rasa oksigen mulai menipis.

Dia menatap lembut ke bola mata jernih milik Raline saat tatapan mereka beradu.

"Kamu cantik dan kamu baik. Makasih untuk semuanya, Raline. Aku mohon tunggu aku untuk benar-benar bisa membalas cinta kamu." ucap Jerome tepat di depan bibir Raline.

Raline balas tersenyum. "I will be waiting for you. I Love You so much, Jerome."

"I hope someday I can say I love you too, Raline."

Setelah mengatakan kata-kata manis itu mereka kembali merajut ciuman. Kali ini ciumannya terasa semakin tulus dan hangat, juga intens.

Jerome menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan untuk memperdalam ciuman mereka tanpa membuat Raline tak nyaman. Dia melakukannya selembut mungkin agar pacarnya tidak terganggu.

Bibir yang tadinya hanya saling memberi kecupan, kini mulai berani bergerak lebih jauh untuk saling mengecap dan melumat.

Raline sampai kewalahan sendiri membalas ciuman Jerome yang mulai menggebu-gebu, namun masih terkesan lembut dan hati-hati.

Dia semakin menempelkan tubuhnya ke tubuh Jerome dan mengeratkan pelukannya di leher sang pacar. Suara kecapan beberapa kali terdengar saat mereka saling menghisap bibir pasangan masing-masing.

Malam itu untuk pertama kalinya mereka melalui skinship yang lebih intens dari hanya sebuah pelukan biasa.

Jerome sudah menyatakan ketulusannya dan perjuangan untuk membalas perasaan cinta Raline. Dia benar-benar akan berusaha sampai di hati nya hanya akan terisi nama Raline seorang.











To Be Continued...

Sesuai janji aku ya guys. Langsung update kalo komen nya melebihi chapter sebelumnya.

Puas atau masih kurang?

Continue Reading

You'll Also Like

9.8K 1.9K 6
Kesalahan Kim Yerim yang tiba-tiba mengakui jika Jeon Jungkook-salah satu dosen dikampusnya adalah kekasihnya. Hanya karena ingin menolak laki-laki y...
4.4M 132K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
1.5K 257 9
Gimana ya kalo musuh bebuyutan zaman kamu kecil tiba-tiba ngelamar ngajak nikah? Ini yang Yonina rasakan saat Saga, makhluk paling usil yang pernah N...
4.4K 740 12
Just ordinary story about Joanna and Jeffrey.