Tomas menyajikan secangkir teh hijau panas bersama croissant.
"Kelelahan??" Pierre mengerutkan dahi setelah menanyakan keberadaan Revela seraya membuka dasi dan dua kancing kemeja.
"Ada apa mencariku?" Revela menuruni anak tangga.
"Persiapkan barang-barangmu, besok pagi kita berangkat ke Brussel! Mas ada perjalanan bisnis sekalian bulan madu!"
Brussel? Belgia? Apa mungkin aku akan bertemu dengannya??
"Boleh. Tapi ... aku tak ingin satupun bodyguard dan pelayanmu ikut!"
"Kenapa?"
"Aku ingin menikmati momen berdua saja!"
Pierre tak percaya dengan ucapan istrinya. Tanpa bodyguard Revela takut berulah. "Sebaiknya kita bicarakan lagi besok! Ayo kita makan!" Mereka beranjak ke ruang makan.
*
Lelaki tampan berbalut switer coklat itu sibuk berkutat dengan laptop di ruang kerja.
"Tomas seharian ini apa yang dilakukan nyonya? Kau bilang dia kelelahan?"
Sial aku tadi keceplosan!
"Nyonya ijin keluar membeli obat di apotek."
"Mengapa kau tak bilang dulu padaku?" ucap Pierre dengan mata yang masih tertuju pada laptop.
"Nyonya bilang dia sudah meminta ijin."
"Hah ... dasar wanita!" Pierre menghentikan aktifitasnya dan melepas kacamatanya. "Dia pergi sendirian?"
"Beliau pergi ditemani Mina dan sopir."
"Suruh mereka menemuiku di ruang tengah!" Tomas segera melaksanakan perintah tuannya.
Ruang Tengah
Pierre mengumpulkan semua pelayan dan pengawal. Ia menatap Mina dan sopir yang menunduk sedari tadi.
"Kalian mau sampai kapan seperti ini? Jangan pikir dengan wajah pucat kalian aku segan menghukum KALIAN!!" Pierre menoleh ke arah Tomas. "Mobil apa yang mereka pakai?"
"Lamborghini pemberian tuan Jackson."
"APA??"
"Tenang saja, Tuan. Mobilnya tidak lecet masih mulus."
"Bukan mobil yang ku khawatirkan TAPI ISTRIKU!!" Pierre kembali menatap Harry. "Apa kau yang menyetir, Harry? Apa kau dungu? Kau berani menghiraukanku?" Harry tetap terdiam dengan tubuh gemetaran. "Markus bawa rekaman CCTV didalam mobil itu!"
Markus bergegas menuju garasi mengambil data rekaman. Lalu memindahkan ke laptop miliknya dan kembali ke ruang tengah.
Pierre mulai mengeceknya. Matanya tak berhenti menatap video dalam laptop. Kedua tangannya mengepal kuat, wajah merah padam menahan amarah. Harry berkeringat dingin. Begitupun Tomas. Berulangkali mengelap keringat di dahinya.
BUGH
Pukulan sangat keras dilayangkan hingga tubuh Harry terpental dan memuntahkan darah.
"Bisa kau jelaskan, mengapa kau membiarkan nyonya menyetir dengan ugal-ugalan seperti itu?! Jika hal buruk menimpanya, NYAWA KAUPUN TAK CUKUP MENGGANTINYA!!!" Pierre begitu murka. "Jo, kau beri Harry hukuman cambuk 30 kali! Markus beri Tomas pukulan 50 kali!"
Tomas terkesiap. "Tu-Tuan mengapa saya ikut dihukum?"
"Aku memberimu wewenang mengurus segala hal di mansion ini tapi menjaga istriku saja KAU TAK BECUS?!!"
Tomas menunduk ketakutan. "Maaf, sa-saya memang bersalah."
Harry berlutut. "Ampuni saya Tuan. Saya terpaksa melakukannya karena nyonya memaksa dan mengancam saya!"
"Itu benar Tuan!" bela Mina.
Pierre menyeringai. "Heh, kalian sudah bisa bicara?! Bahkan berani menyalahkan istriku?? Kau pun Mina! Aku menyuruhmu menjaga nyonya! Mengapa tak kau larang dia melakukan hal yang berbahaya?!"
"Aku sudah melarangnya Tuan. Tapi nyonya tidak mau mendengarnya."
"AAARRRGGHH!!!!"
BRAKK
Pierre membantingkan laptop. Amarah menguasainya. Mina ketakutan memeluk tubuhnya sendiri. Markus ternganga. Laptop itu berisikan proyek yang sedang dikerjakannya.
"Ada apa ini?!" Wanita bersetelan tank top dan hot pant berwarna abu muda memperlihatkan kulit putih mulusnya menuruni anak tangga. Membuat Pierre tak senang.
"Sayang, kalau mau keluar kamar pakai baju yang benar! Kau sudah selesai mengepak barang?" Pierre melepas switer yang dipakai hendak memakaikan pada istrinya namun ia menepisnya dengan kasar. "Dasar istri pembangkang!" kesal Pierre yang tak dihiraukan Revela.
"Sebaiknya kau hentikan sifat aroganmu!"
"Apa kau menyadari kesalahanmu?"
Revela terdiam memperhatikan para pelayan dan pengawal yang ketakutan setengah mati. "Mereka tak bersalah!"
"Kau membela mereka? Apa yang kau pertaruhkan? Tubuhmu? Baiklah puaskan Mas sekarang!" Pierre menarik paksa lengan istrinya.
"BRENGSEK LEPASKAN!!" Revela menggigit tangan Pierre.
"AAW!!" Pierre kesakitan. Jejak gigitan terukir jelas. Pierre melihat ke arah Jordi dan Markus. Cambukan sudah berada ditangan Jordi. Ia mulai mencambuk Harry. Teriakan sangat keras melantun. Darah mulai tercetak di kemeja putih. Tomas menerima pukulan bertubi-tubi hingga terkapar di lantai memuntahkan darah.
"CUKUP! LEPASKAN MEREKA!" teriak Revela.
"Apa kau menyadari kesalahanmu?"
"Aku jenuh! Aku ingin mencari hiburan saja, apa salah?"
"Dengan membahayakan nyawamu? Dan tak meminta ijin pada suamimu?"
Revela tak bisa berkata apapun.
"Sayang ... jika sampai terjadi apa-apa denganmu, Mas tak tau hidup Mas akan seperti apa tanpamu. Mas sangat takut sekali kehilanganmu!"
"Tapi balapan adalah hobiku. Aku sudah jago menaklukkan jalanan!"
"Mas tetap tak mengijinkannya!" Pierre membuat Revela kecewa. "Kenapa kalian berhenti?"
Teriakan-teriakan melantun kembali. Revela tak kuasa lagi melihatnya. Ia berlari ke arah Markus. Menendangnya sekuat tenaga dari arah belakang hingga jatuh tersungkur. Kemudian berlari ke arah Jordi menekuk lututnya hingga berlutut lalu merebut cambuknya. Para pengawal dan pelayan langsung ricuh mereka semua bertepuk tangan.
"Sungguh MEMALUKAN!! Kalian dikalahkan seorang wanita??" Pierre mencoba mendekati Revela.
"Jangan coba-coba mendekatiku! Aku tak kan segan-segan mencambukmu!"
"Jadi kau sungguh tega akan mencambuk suamimu?"
"Heh!" Revela menyeringai. "Dulu kau pun tega memperkosaku!"
"Apa? Brengsek! Sebagai istri pun kau belum pernah melaksanakan kewajibanmu dengan benar! Kau selalu saja mencari alasan!"
"Aku tak mencintaimu! Dari awal sudah ku katakan! Tuan selalu MEMAKSAKU!!"
"CUKUP!! BERHENTI PANGGIL AKU TUAN! Aku sudah muak! AKU INI SUAMIMU!! Malam ini kau harus melayaniku!!"
Revela melayangkan cambukan ke arahnya. Dengan cepat Pierre menangkapnya. Menarik cambuk itu hingga tubuh Revela berputar terlilit cambukan dan berakhir di tubuh Pierre. Pierre mendekapnya erat dan kuat.
"Jo, sudah berapa cambukan yang kau lukis di punggung Harry?"
"20 Tuan."
"Lanjutkan!!" Pierre melemparkan cambukan ke arah Jordi yang ia lepas dari tubuh istrinya.
"DASAR GILA!!" Revela mencoba melepas dekapan Pierre tapi sia-sia. Tenaga lelaki itu terlalu kuat. Teriakan-teriakan itu kembali melantun. Semua pelayan dan pengawal memalingkan wajah.
"Hentikan kegilaan ini! Jangan menghukumnya lagi aku mo-hon! Aku bersedia melakukan apa saja untukmu!!"
"Benarkah?"
Revela mengangguk sambil terisak.
"JO!" Jordi berhenti mencambuk.
"Malam ini layani Mas dengan baik!" Pierre mengalihkan pandangan pada Mina. "Kemasi barang-barangmu!!"
"JANGAAN! Jangan pecat dia Tuan!!"
"Panggil aku Mas jika ucapanmu ingin didengar!!"
Brengsek! Aku selalu berusaha memanggilnya tuan untuk menciptakan benteng pertahanan dalam hatiku agar tak jatuh cinta pada pria gila ini!
Revela mencoba memanggilnya. "Maas ... aku mohon jangan pecat dia!"
Pierre tersenyum. Amarahnya tiba-tiba menghilang. Panggilan mas yang menurutnya panggilan sayang akhirnya terlontar dari mulut istrinya. Pierre menangkup dagu Revela hingga wajahnya mendongak. Lalu mencium bibirnya cukup lama membuat Revela sedikit meronta.
"Mina. Kau boleh kembali bekerja tapi kau tak boleh makan selama dua hari!"
"Te-terimakasih Tuan tidak memecat saya." Mina merasa beruntung tak dihukum cambuk seperti Harry.
"Markus apa kau sudah selesai memberi hukuman pada Tomas?"
"Saya baru memberinya 15 pukulan dia keburu pingsan."
"Sudah hentikan, cepat panggilkan dokter untuk mereka!"
Pierre menggendong Revela menaiki anak tangga menuju kamar tidur.
***
BERSAMBUNG 💖
Sopir:
NICHOLAS HARRY, SCOTTISH (SKOTLANDIA)