Dear Renza [TERBIT]

By moccamatha

275K 40.6K 2.6K

Mohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan me... More

1 - Awal Mula
2 - Renza Juga Ingin
3 - Perlakuan Tak Sama
4 - Anak Berwajah Lumpur
5 - Latihan Berjalan
6 - Sakit, Yah...
7 - Matahari dan Sayap Pelindung
8 - Pantai
9 - Sekotak Martabak
10 - Namanya Zoya
11 - Lampu
13 - Lukisan dan Keluarga Bahagia
14 - Sebuah Tempat yang Sedang Diperjuangkan
15 - Gadis Pertama
16 - Ceroboh
17 - Maaf, Kak
18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji
19 - Bimbang
20 - Kekhawatiran
21 - Renza Nggak Salah, Yah...
22 - Fakta Menyakitkan
24 - Secuil Masa Lalu
25 - Senja, Doa, dan Zoya
26 - Pengumuman
27 - Rumah Kedua
28 - Seleksi
29 - Yah, Renza Rindu
30 - Acara Penting
31 - Sesak yang Kembali
32 - Pertemuan Pertama
33 - Tawa
34 - Sedikit Tentang Haidar
35 - Satu Dua Masalah
36 - Masih Sama
37 - Haidar Lagi
38 - Tuhan, Dengarkanlah Ketiganya
39 - Masih Ada Waktu
40 - Habis
41 - Terlambat
42 - Perpisahan
43 - Dear Renza
44 - END
Spin Off Dear Renza
OPEN PO!
Rose & Lose

12 - Pelukan Pertama Zoya

5.7K 986 48
By moccamatha

Pagi ini hujan turun cukup deras membuat Renza tidak bisa ke sekolah menggunakan bus, jika perban di dahinya basah ia akan repot sendiri. Kini ia sudah berada di dalam mobil bersama Kang Mamat sambil membaca materi pelajaran yang sekiranya akan dibahas nanti.

Sesampainya di gerbang Renza segera menuju samping pos satpam untuk menitipkan payung yang ia pakai. Hujan seperti ini membuat teman-temannya datang lebih lambat dari biasanya, baru ada lima siswa yang ada di kelas termasuk dirinya. Karena masih sepi Renza memilih untuk tidur sebentar, semalam dia hanya tidur tiga jam dan matanya sangat mengantuk sekarang.

Seorang perempuan mengetuk pintu kelas dan menanyakan keberadaan Renza pada salah satu siswa yang sedang bermain game di ponsel. Perempuan dengan gaya rambut ponytail itu lantas mendekat ke arah Renza yang sedang tidur.

"Yah, tidur." Lenguhnya.

Dia memandangi wajah Renza yang tertidur pulas, perhatiannya langsung tertuju pada perban kecil di dahi pria itu. Sambil bertanya-tanya dalam hati penyebab luka itu, ia duduk menyamping di bangku depan meja Renza.

"Kok mager ya mau ke kelas lagi." Gumamnya lalu meletakkan kepala di meja Renza. Tak lama kemudian laki-laki itu terbangun dan begitu terkejut melihat kepala perempuan di atas mejanya.

"Eh, maaf jadi kebangun." Ucap gadis itu saat menyadari pergerakan Renza.

"Zoya?" Renza mengerjapkan matanya beberapa kali untuk bisa melihat dengan jelas perempuan yang sedang menyeringai di hadapannya.

"Itu kenapa?" Tanya Zoya menunjuk perban milik Renza.

"Oh, ini kena pinggiran meja." Jawab Renza berbohong.

"Loh kok bisa? Berdarah ya? Dijahit nggak? Terus sekarang masih nyeri? Sakit banget ya pasti?" Zoya melempar banyak pertanyaan yang membuat mata Renza membulat.

"Eh, aku gapapa kok, ini juga udah diobati. Kamu ngapain ke sini?" Tanya Renza sembari membenarkan posisi duduknya.

"Mau ketemu kamu hehe. Waktu itu aku mau ke sini tapi nggak jadi, makanya sekarang aku ke sini." Jelas Zoya, seseorang di depannya hanya mengangguk-anggukkan kepala.

Aneh, tapi Renza bisa langsung merasa akrab dengan Zoya. Sepanjang obrolan terasa sangat seru, padahal yang dibahas juga tidak penting. Rasanya, Zoya seperti satu frekuensi dengannya.

Zoya kadang juga melontarkan lelucon seperti Haidar yang bisa langsung membuatnya tergelak. Perempuan ini pandai sekali merebut hati Renza, ia bisa langsung merobohkan kecanggungan yang Renza rasakan.


Hujan juga sudah mulai mereda, kelas juga sudah mulai ramai. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, Zoya harus kembali ke kelas. Setelah berpamitan, gadis itu langsung berlari kecil menuju XI IPA 1. Rambutnya bergoyang bersama pita rambut berwarna putih yang begitu cantik menduduki kepalanya.

"Lucu." Gumam Renza dibarengi dengan senyum yang sangat tipis.

Sangat tipis.

Sesampainya di kelas, Zoya langsung disambut ocehan dari Juan. Pria itu kesal karena pesannya tak kunjung di jawab, padahal ada buku yang harus ia ambil dari Zoya.

"Kemana aja sih tumben ngilang? Buku aku mana?" Tanya pria itu sambil membuntuti Zoya ke tempat duduk.

"Nih. Bawel." Balas Zoya seraya menyodorkan sebuah buku paket yang ia pinjam dari Juan seminggu yang lalu.

"Dari mana?" Tanya Juan lagi yang kini sudah duduk di atas meja.

"Kelas sebelah, ketemu temen. Kenapa? Mau kenalan?" Balas Zoya dengan ekspresi yang membuat Juan gemas.

"Ohhh. Ya udah nggak usah cemberut gitu kali haha. Dah." Juan terkekeh, mengacak kecil pucuk rambut perempuan itu.

Zoya menghela napas, lalu tersenyum tipis melihat Juan yang berjalan menuju depan papan tulis. Pria itu menarik kursi dan duduk di sana sambil membaca buku, sesekali memandangnya sambil meledek.

Renza sudah di sini, mulai sibuk melayani pengunjung satu per satu. Dia begitu ramah dan senyumnya tidak pernah luntur saat berhadapan dengan orang lain. Berbeda ketika dia sedang sendiri, segaris senyum tipis pun tidak terlihat. Sendirinya terlalu ramai untuk merasakan luka yang telah ia terima selama ini.

Seperti sekarang, di jam istirahat kerjanya ia hanya duduk melamun di ambang pintu dapur bagian belakang yang langsung berhadapan dengan jalan raya. Pria itu meluruskan kakinya dan menyandarkan kepala di pintu. Pandangannya lurus dan sendu.

Memorinya berputar mengingatkan pada segala perlakuan Dion dan Riana padanya. Mengingatkan betapa dia ingin sekali disayang oleh mereka. Menyadarkannya bahwa semua yang ia harapkan dari orang tuanya adalah suatu hal yang sulit.

Tiba-tiba dadanya menjadi sesak, rasa sakit itu terlalu dalam bahkan untuk diingat sekilas saja rasanya ingin membuat Renza menangis. Tapi, anak itu selalu saja menepis perasaan sedihnya. Ia selalu menahan diri untuk tidak menangis walaupun hanya dirinya sendiri yang tahu.

Belasan tahun hidup di dalam keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan seorang Renza. Mungkin, semua fasilitas yang di inginkan kebanyakan orang bisa ia nikmati. Tapi, kasih sayang yang ia butuhkan tidak pernah terpenuhi.

Renza selalu bertanya-tanya, kapan ia akan di sayang seperti kakaknya?

Kapan orang tuannya akan melihat setiap usahanya?

Laki-laki itu menghela napas, menstabilkan kondisi hatinya yang sudah tidak karuan. Ia berdiri lalu memakai apron-nya. Sudah hampir setengah jam ia duduk dan kini harus kembali lagi bekerja, jika terlalu lama di sini ia akan terkena omelan dari seniornya.

Saat sedang meletakkan pesanan ke meja pengunjung, salah satu karyawan restoran dengan sengaja menyenggol pinggul Renza, membuatnya menumpahkan semangkuk kari hingga mengenai seragam anak dari pengunjung itu. Ibu dari si anak jelas kesal dan langsung memaki-maki Renza.

"GIMANA SIH MAS KERJANYA!"

"Maaf, Dek, Bu. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya bantu untuk membersih-"

"ENAK YA KAMU BILANG MAAF. NODANYA PASTI SUSAH ILANG. KALO NGGAK BECUS NGGAK USAH KERJA! JALAN AJA KAYAK GITU KOK MAKSA KERJA!"

Kalimat terakhir dari ibu itu menancap tepat di pusat hati Renza. Ah, rasanya sulit sekali untuk tidak sakit hati. Tapi, semua yang ibu itu ucapkan benar. Tak seharusnya ia memaksakan diri seperti ini.

"Ayo, sayang kita pulang. Kita cari tempat yang lebih bagus." Ucap ibu kepada anaknya.

Renza masih menunduk dengan segala perasaannya. Rasa bersalah, malu, sedih, kesal, semua itu tercampur dengan sempurna di batinnya. Pemilik rumah makan pun akhirnya memanggil Renza untuk membicarakan apa yang sudah terjadi.

"Ini peringatan pertama buat kamu. Jangan diulangi lagi, karena saya bisa cari orang yang lebih baik dari pada kamu. Saya terima kamu juga karena kasihan dan juga Haidar itu anak teman baik saya. Saya nggak enak mau nolak permintaan dia. Ya sudah, kamu boleh lanjut kerja sekarang." Tutur pria patuh baya itu lalu meninggalkan Renza yang masih terdiam.

"Kasihan banget ya kamu Renza. Kamu juga nggak becus." Batin Renza.

Malam ini Renza tidak ingin langsung pulang, ia memilih berjalan menuju taman kota. Tempat ini tidak terlalu ramai karena bukan weekend, cukup untuk menenangkan pikiran sejenak. Renza duduk di sebuah kursi kayu seraya memijat kepalanya yang sedikit pusing.

Ia meluruskan kakinya, dipandangi kedua kaki itu dengan tatapan nanar. Tangannya mengepal, matanya juga mulai basah. Ia memukul-mukul kakinya sendiri dengan kuat, kaki kirinya.

"Nggak becus berdiri. Payah." Ucapnya masih dengan memukul kaki. Pukulan itu kini semakin kuat.

"Kalah sama anak TK, jalan aja nggak bener. Payah!" Lanjutnya lagi lalu terisak.

Ia terus memukul-mukul kakinya dengan tangisan yang tertahan. Langit yang tadinya cerah juga mulai mengundang awan untuk menaungi laki-laki yang ingin menghardik nasibnya. Bintang yang tadinya bersinar juga sudah meredupkan terangnya.

"Renza.." Lirih seseorang membuat Renza menghentikan pukulannya dan mendongakkan kepala. Mata merah pria itu bertemu dengan sepasang manik teduh Zoya yang sedang mematung memandangnya.

Zoya lantas melepaskan sekantung camilan yang baru saja ia beli di minimarket dan langsung memeluk tubuh Renza. Gadis itu mengusap lembut punggung laki-laki itu.
Punggung yang menanggung banyak kekecewaan pada dirinya sendiri, punggung yang selalu dipaksa tegak pemiliknya, dan punggung yang selalu diajak kuat untuk menghadapi kerasnya dunia.

Munafik jika dia bilang tidak butuh pelukan saat ini. Bohong jika dia bilang ingin sendiri. Renza butuh pelukan, butuh ditemani, butuh diperlakukan seperti ini.

Pria itu semakin terisak saat Zoya memberikan kalimat-kalimat penenang. Ia sudah tidak peduli sedang menangis di hadapan seorang perempuan yang baru saja ia kenal. Perempuan yang bahkan tidak tahu secuil pun kisah hidupnya.

Zoya tidak tahu masalah apa yang membuat Renza terisak sendirian seperti ini. Perempuan itu masih terkejut, pria yang tadi pagi tertawa bersamanya malam ini menangis dengan isakan yang menyakitkan.

Malam ini tanpa banyak berbicara, Zoya bisa merasakan tiap perih di tubuh Renza. Zoya jadi tahu pria ini menyimpan banyak kesakitan yang jelas terdengar dari isakan tangisnya. Mata Zoya juga sesekali memejam saat tak sengaja melihat luka dan lebam di tangan Renza.

Sekarang Zoya tahu, pria ini sedang tidak baik-baik saja.

Untuk pertama kalinya Zoya mendengar tangisan semenyakitkan ini. Untuk pertama kalinya Zoya ikut menangis hanya karena melihat orang lain menangis.

Untuk pertama kalinya Zoya memeluk Renza, tanpa izin.

"Tuhan, jika Kau sedang menguji hidupnya tolong jangan sampai membuatnya terlalu sakit seperti sekarang. Aku tidak ingin melihat dia serapuh ini lagi."

- Raihana Azoya Casteer -

Continue Reading

You'll Also Like

2.1K 211 8
seperti apa rasanya bahagia? Follow toktok:@selmijiarma
6.4K 857 22
"Jika bisa, saya ingin memberikan segalanya yang saya punya untuknya. Sekalipun itu nyawa." Hanya kisah picisan seorang lelaki yang bercita-cita meng...
120K 8.3K 50
ft.nct wayv || Isinya cuma bacotan sampah yang receh tapi garing. [Completed aja, jiwa receh hilang~] ©misslee ,2019.
153K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...