32 - Pertemuan Pertama

4.7K 784 40
                                    

Siang begitu terik saat matahari dengan percaya diri memancarkan sinarnya. Arak-arakan awan putih menghiasi langit dengan begitu indahnya. Suara klakson dari luar sesekali terdengar, menjadi pelengkap suasana dalam cafe ini.

Di sebuah meja pria dengan sweater rajut berwarna mocca tengah sibuk dengan tugas di laptopnya. Zoya menemani kekasihnya di Minggu yang cerah di sini sambil bermain ponsel. Gadis itu sesekali mengambil gambar Renza diam-diam. Laki-laki itu semakin manis setiap harinya.

Renza tidak hanya sibuk dengan kegiatannya, dia juga mengajak Zoya mengobrol sepanjang mengerjakan tugas

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Renza tidak hanya sibuk dengan kegiatannya, dia juga mengajak Zoya mengobrol sepanjang mengerjakan tugas. Renza berencana mengajak Zoya ke sebuah daerah di mana mereka bisa melukis di setiap dinding yang sudah disediakan. Tempat itu sudah sebulan terakhir ini banyak dibicarakan di media sosial karena keunikannya.

Zoya jelas tidak menolak, ia juga ingin sesekali melukis bersama sang kekasih. Akhirnya mereka sepakat untuk mengunjungi tempat itu tiga hari lagi, tepat saat tanggal merah. Tempat itu pasti akan dikunjungi banyak orang, semakin ramai itu akan semakin seru.

Sudah sekitar satu jam mereka di sana, tugas Renza juga sudah selesai. Mereka melanjutkan obrolan dengan sekalian makan siang. Di suapan terakhir nasi gorengnya, ponsel Zoya bergetar. Menampilkan panggilan masuk dari sang papa.

"Oke Pa, Zoya tunggu." Final Zoya kemudian meletakkan lagi ponsel ke atas meja.

"Kenapa?" Tanya Renza.

"Papa ngajak aku buat nengok kakaknya di rumah sakit. Jadi, papa nanti ke sini buat jemput aku. Gapapa kan?"

"Ya gapapa lah, Zoy." Balas Renza lantas meneguk jus melon yang belum ia sentuh.

Sepuluh menit kemudian sebuah mobil berhenti di depan kafe. Zoya yang sudah hafal dengan mobil sang papa lantas berpamitan pada Renza dan berlari kecil ke luar.

Renza juga segera menutup tasnya dan beranjak pergi. Namun, saat baru saja ia menggantungkan tas di pundaknya seorang pria sudah berdiri di dekat meja. Mata mereka langsung bertemu. Detik berikutnya pria itu menampilkan senyum tipis pada Renza.

"Ayah." Lirih Renza langsung meletakkan kembali tasnya di kursi.

"Saya boleh ngobrol sebentar sama kamu? Ada yang ingin Saya sampaikan."

Tak perlu berpikir panjang, Renza langsung mengiyakan permintaan Dion. Keduanya lantas duduk dan suasana mulai berubah menjadi lebih tegang.

Dion masih diam, jari-jari tangannya ia satukan di atas meja. Begitupun dengan Renza, dirinya masih menunggu Dion membuka suara.

"Kamu sudah tau bahkan sebelum Saya memberitahukannya."

Renza mengangkat kepalanya, memandang Dion yang masih melihat ke arah meja. Anak itu mencoba mencerna kalimat yang Dion ucapkan.

"Mungkin ada waktu di mana kamu tidak dapat menerima fakta itu, tapi itulah kenyataannya." Lanjut Dion, Renza langsung dapat menangkap maksud sang ayah.

Dear Renza [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora