Batas Akhir [END]✓

By dekookoo

97.9K 8.3K 322

"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, m... More

01. Sang pemilik nama✧
02. Dirinya yang rapuh☆
03. Ingin pulang☆
04. Tidak sendiri✧
05. Obrolan Satya✧
06. Gama yang tulus☆
07. Sosok penyelamat☆
08. Pulang ke rumah✧
09. Hati yang terluka☆
10. Bertemu Ayah?✧
11. Kehangatan seorang nenek☆
12. Rumah sakit✧
13. Ayah Fabio☆
14. Kenalan baru✧
15. Hari pertama sekolah☆
16. Pendengar yang baik✧
17. Sulit☆
18. Ceroboh✧
19. Pertemuan tidak terduga☆
20. Anak itu✧
21. Mencari jalan keluar☆
22. Suatu malam✧
23. Curahan hati☆
24. Takut mati✧
25. Mulai terungkap☆
26. Pertolongan☆
27. Ayah siapa?✧
28. Malam yang panjang✧
29. Rasanya tetap sakit☆
30. Kebenaran yang berdatangan✧
31. Mulai menerima☆
32. Hug Me✧
33. Kembali sekolah☆
34. Tanpa judul✧
35. Salah paham☆
36. Berujung celaka✧
37. Kembali berjuang☆
38. Hadiah Fabio untuk Bagas✧
39. Semua orang menunggu☆
40. Mencari kebahagiaan✧
41. Ayo bahagia☆
42. Sibling✧
43. Fabio bahagia [END]☆
Yuk mampir
Hi, Luca

44. Secuil cerita✧

3K 198 19
By dekookoo

Saat akan di bawa ke rumah sakit, di dalam perjalanan Fabio siuman di tengah perjalanan. Anak itu meminta pada Gama untuk memulangkan dirinya saja, daripada membawanya ke rumah sakit. Fabio memohon, Gama jadi tidak bisa menolak apa permintaan Fabio. Gama tidak tahu akan menjadi akhir seperti ini.

"Kak jangan benci aku ya, masa udah nggak ada aja masih ada yang benci. Kakak nggak kasian apa?" Katanya dengan suara yang lemah, memaksakan matanya tetap terjaga walau terasa sangat berat untuk dibuka.

"Gue nggak pernah benci lo Yo, kalo ini emang kebahagiaan lo, gue ikhlas..." Gama terisak, masih terekam jelas interaksi terakhir mereka sebelum hari berikutnya ia mendapatkan kabar mengejutkan, jika Fabio sudah benar-benar pergi tanpa bisa ia gapai lagi.

"Nggak papa kalo semisalnya seiring berjalannya waktu kakak lupa sama gue, 'kan udah ada foto kita berdua. Makanya itu gue beli bingkai ini buat orang-orang, agar kalo orang-orang lupa, terus liat foto gue disana, mereka inget kalo pernah hadir sosok yang kuat kayak gue hadir ditengah-tengah mereka."

"Nggak Yo, gimana bisa gue lupain anak sebaik lo? Kehilangan lo bukan suatu hal yang bisa di hapus gitu aja, lo nggak akan pernah hilang di hati gue." Rasanya menyakitkan, mereka memang tidak ada hubungan dari. Tetapi hubungan adik kakak yang sudah mereka jalan sudah cukuplah lama, Gama masih berpikir jika ini adalah mimpi.

"Bang, yang ikhlas." Naila, mengusap pundak sang kakak pelan. Cewek berhijab itu pun masih tidak menyangka, jika cowok yang baru ia temui beberapa kali itu pergi secepat ini.

"Fabio udah bahagia dek, tapi kenapa Abang nangis gini?" Naila tidak menjawab, hanya bisa membawa Gama kedalam pelukannya.

***

"Bun, bentar lagi aku bahagia. Aku udah di jemput." Airin menatap bingung Fabio, perkataan Fabio sungguh aneh dan melantur.

"Siapa yang jemput kamu? Nenek?" Fabio menggeleng dan menunjuk ke arah belakang Airin dan tersenyum manis.

"Itu, aku udah di jemput. Anak Bunda mau pergi, nanti nggak sakit lagi. Anak Bunda pulang, anak baik ini mau pulang," katanya dengan semangat. Sementara Airin bingung sendiri, tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Sikap Fabio mulai aneh setelah anak itu pulang terkulai lemas di punggung Gama, Airin meremas tangannya cemas.

"Bio emang mau kemana? Disini kan udah ada Bunda." Airin mengelus lembut rambut sang anak, hatinya gundah dan bingung.

"Mau pulang, surga indah Bunda. Fabio mau tinggal disana."

Tidak lama setelah mengucapkan hal tersebut, Fabio mengerang kesakitan. Airin yang panik langsung memanggil Andi untuk meminta bantuan, Fabio terlihat sangat kesakitan.

Airin sudah membujuk sebanyak mungkin agar Fabio mau di bawa ke rumah sakit, namun Fabio tetap ngotot tidak mau pergi ke sana walau ia terus merintih kesakitan. Tubuhnya begitu sakit, Fabio tidak tahu bagian mana yang sakit, untuk bergerak rasanya sudah tidak punya tenaga.

Fabio hanya meminta agar Satya, Yuni dan keluarganya yang lain datang dan menginap di sana. Fabio juga meminta tidur bersama Airin, minta di peluk dan memijit keningnya yang pening, Fabio terus mengatakan hal aneh hingga membuat keluarganya yang berkumpul tahu maksud anak tersebut.

Yuni mencium lama kening sang cucu cukup lama, sementara Fabio menatap kosong ke depan seperti tidak memedulikan orang yang mengajaknya bicara, suaranya seperti tercekat tanpa bisa mengatakan sesuatu untuk membalas.

Airin mengucapakan syukur yang sedalam-dalamnya, saat di pagi hari ia masih bisa merasakan bagaimana dada Fabio yang naik turun dengan mata yang terpejam damai, menandakan bahwa Fabio masih bersamanya.

Wanita tersebut dibuat tidak beranjak sedikitpun dari sisi Fabio, "cepet sembuh sayang," ujarnya menciumi tangan sang anak yang ia genggam erat.

"Heeegh... Sak-hit... Hegh..." Airin dibuat panik kembali, Fabio kembali kesakitan.

Wanita itu sudah menangis kencang saat tatapan Fabio yang sudah kosong, Fabio terus mengerang sakit namun tidak merespon dirinya, "jangan sekarang tuhan hiks... Jangan... Jangan...."

"P-pahhh... Tho-longhhh..." Ditengah kesakitannya, Fabio mencari Satya walau pandangannya sudah tidak fokus.

Satya yang berada disana tanpa pikir panjang langsung tahu maksud sang anak, ia menatap sekeliling pada orang-orang yang juga disana, "ikhlasin Bio ya... Dia mau sembuh..."

Gio tidak kuat melihat pemandangan ditempatnya membalikkan badannya dan menggigit bibir bawahnya kuat, tangannya menghapus kasar setitik air mata yang keluar, rasanya begitu menyakitkan. Gio pernah di posisi ini, saat sang ibu akan pergi meninggalkan dirinya, Gio sangat ingat di detik-detik terakhir sang ibu menghembuskan napas terakhirnya, Gio tidak mau melihat kedua kalinya saat ini.

Satya mendekatkan bibirnya ke telinga Fabio dan berbisik di sana, "anak baiknya papa... Bahagia di sana ya? Papa sayang banget sama Bio... Kamu udah jadi kebanggaan keluarga... Semua udah ikhlasin kamu..." Satya menyempatkan diri untuk mencium kening lalu turun ke kedua pipi sang buah hati, ia tersenyum walau tersirat pedih yang mendalam.

Satya mengucapkan kalimat Taqlin dan di balas Fabio dengan susah payah, napasnya sudah tercekat hingga tenggorokan. Detik berikutnya, hembusan napas terakhir Fabio menjadi akhir hidupnya. Airin luruh dan tambah menangis kencang, tangisan memenuhi ruangan tersebut.

Fabio pergi dengan cara yang baik, sebab anak tersebut memang baik semasa hidupnya. Fabio tidak perlu khawatir ia akan di lupakan, karna tidak akan bisa melupakan sosok kuat dan baik sepertinya.

***

Acara kelulusan yang seharusnya menjadi suka cita, menjadi lara bagi Bagas dan Gio. Bagas memaksakan senyumnya disaat ia menerima surat kelulusan dari sang guru. Harusnya Fabio juga ikut disini, namun sayang takdir berkata lain.

"Bagas, Happy graduation." Najwa berdiri didepan Bagas sembari membawa bunga di tangannya, tentang hubungan mereka, kedua orang tua masing-masing sudah tahu apa yang terjadi diantara mereka. Kedua orangtua mereka jelas tidak mendukung, namun Bagas dan Najwa masih tetap mempertahankan hubungan mereka, jika mereka sudah jodoh pasti akan ada jalan didepannya.

Gio juga tersenyum dengan terpaksa kan, ia tersenyum dan berterimakasih saat mendapatkan banyak ucapan dari adik kelasnya yang memang suka padanya.

Hingga sampai nama Fabio di panggil, Airin maju dengan membawa figura Fabio maju ke depan, sontak saja suasana menjadi hening dan sedih, orang tua wali murid dan juga teman-teman seangkatan Fabio dirundung duka melihat situasi mengharukan ini, setelah Airin mendapatkan surat kelulusan Fabio, ia disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari tamu yang hadir. Airin berusaha kuat untuk tidak menangis walau nyatanya, airi matanya tidak bisa berhenti.

"Harusnya Bio yang ambil sendiri, bukan Bunda yang ngambil. Bio manja banget sama bunda... Bahagia disana nak." Batinnya pilu.

"Tenang disana ya... Bio udah jadi kebanggaan Bunda disini."

"Bunda, kak Iyok kemana?" Tanya Ramada tiba-tiba, anak sekecil itu tentu belum paham akan situasi yang ada. Remada hanya bingung saja kemarin di rumahnya ramai akan banyak orang, tetapi ia tidak melihat afeksi kakak yang satunya itu.

"Kak Bio? Dia udah pulang ke rumah Tuhan nak, jauuuh banget. Di atas sana." Jelas Airin menjelaskan, sementara Remada hanya beroh ria.

"Tapi nanti kak Iyok pulang lagi kan Bunda? Mada suka kak Iyok, pipinya ada lubangnya, lucu," katanya dengan semangat.

"Kak Bio nya udah tenang... Jadi nggak bisa pulang... Mada masih punya kak Gio yang bisa Mada ajak main."

Mada mengangguk paham, walau sebenarnya ia belum paham apa maksudnya, "nanti Mada mau main sama Atta ya Bun."

Mada mengingatkan kembali tentang Fabio, jika semasa kecil Fabio tidak memiliki teman dan tidak sebebas anak pada umumnya. Beda lagi dengan Remada, anak tersebut mudah bergaul dan sangat aktif. Airin janji akan menjaga Gio ataupun Remada dengan baik, ia tidak akan mengulangi lagi perbuatan kejinya seperti dulu.

Fabio Arthma Januar, nama tersebut tidak akan pernah Airin lupakan. Jika ada kesempatan, Airin akan menceritakan kepada orang-orang bahwa ia memiliki anak yang kuat dan baik, yang kini sudah tenang dan bahagia di atas sana.

Selesai...

[]

Aku ada ide buat cerita tentang Remada, ada yang setuju?

Lampung, 11092022

Continue Reading

You'll Also Like

224K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
455K 45.9K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
125K 9.9K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
KAREL By TATA

Teen Fiction

559K 48.7K 49
Bagi Karel, Galant adalah pahlawannya. Malaikatnya. Alasan dia untuk tetap bernapas di dunia. Sedang bagi Galant, Karel adalah hidupnya. Detak jantun...