Dear Renza [TERBIT]

By moccamatha

275K 40.6K 2.6K

Mohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan me... More

1 - Awal Mula
2 - Renza Juga Ingin
3 - Perlakuan Tak Sama
4 - Anak Berwajah Lumpur
5 - Latihan Berjalan
6 - Sakit, Yah...
7 - Matahari dan Sayap Pelindung
8 - Pantai
9 - Sekotak Martabak
10 - Namanya Zoya
12 - Pelukan Pertama Zoya
13 - Lukisan dan Keluarga Bahagia
14 - Sebuah Tempat yang Sedang Diperjuangkan
15 - Gadis Pertama
16 - Ceroboh
17 - Maaf, Kak
18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji
19 - Bimbang
20 - Kekhawatiran
21 - Renza Nggak Salah, Yah...
22 - Fakta Menyakitkan
24 - Secuil Masa Lalu
25 - Senja, Doa, dan Zoya
26 - Pengumuman
27 - Rumah Kedua
28 - Seleksi
29 - Yah, Renza Rindu
30 - Acara Penting
31 - Sesak yang Kembali
32 - Pertemuan Pertama
33 - Tawa
34 - Sedikit Tentang Haidar
35 - Satu Dua Masalah
36 - Masih Sama
37 - Haidar Lagi
38 - Tuhan, Dengarkanlah Ketiganya
39 - Masih Ada Waktu
40 - Habis
41 - Terlambat
42 - Perpisahan
43 - Dear Renza
44 - END
Spin Off Dear Renza
OPEN PO!
Rose & Lose

11 - Lampu

5.7K 1K 75
By moccamatha

Hujan baru saja turun, aroma petrichor tercium hingga ke dalam rumah. Renza berdiri di dekat jendela kamarnya, menikmati semilir angin dan tetesan air hujan dari genting.

Dion baru saja menyuruhnya bersiap untuk ikut ke acara ulang tahun sang paman. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia takut menjadi pusat perhatian, sudah lama sekali Renza tidak ikut ke acara keluarga seperti ini.

Laki-laki itu berjalan menuju lemari pakaiannya, memilih kemeja mana yang akan ia pakai. Setelah lima menit berpikir dan membandingkan baju-baju yang ada, akhirnya ia memilih menggunakan kemeja berwarna biru yang dipadukan dengan dasi dan setelan jas berwarna navy.

Acara malam ini lebih formal dibandingkan perayaan ulang tahun pada umumnya karena tamu yang datang adalah keluarga besar yang mayoritas adalah pengusaha-pengusaha besar dan pejabat. Maka dari itu, Renza juga harus memilih pakaian yang sesuai.

Bayangan dalam cermin itu begitu menawan. Orang-orang pasti akan langsung terpesona dengan Renza saat seperti ini. Pria itu mengembuskan napas panjang agar tidak gugup, ia akan bertemu dengan keluarga besar Dion yang belasan tahun tidak melihatnya.

Renza turun menuju ruang tamu, sudah ada Riana dengan dress hitam sebetis dan rambut yang ditata begitu apik. Cantik sekali. Tak jauh dari sang mama ternyata Juan juga sudah siap memakai outfit yang sama dengan Renza, hanya berbeda warna saja.

Sebenarnya Renza dan Juan tidak berbeda jauh, baik urusan akademik, non akademik, maupun paras. Keduanya memiliki daya tarik sendiri-sendiri, sudah terlihat sejak mereka menginjak usia remaja. Aura mereka akan terpancar dengan cahayanya masing-masing baik saat berpenampilan seperti saat ini ataupun saat hanya menggunakan pakaian rumah biasa.

Tapi, entah mengapa Dion dan Riana memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan yang mungkin tidak begitu penting bagi mereka, namun sangat terasa bagi Renza. Mereka tidak akan peduli dengan segala perasaan yang anak bungsunya rasakan, karena prioritas mereka saat ini adalah bagaimana caranya agar keluarga seorang Dion dipandang sebagai keluarga sempurna yang diinginkan banyak orang.

Dengan cara "menyingkirkan" Renza.

Dion menuruni tangga sembari memakai jam tangan Rolex barunya, terlihat begitu gagah dan berwibawa. Melihat seluruh anggota keluarganya sudah siap, pria itu lantas mengajak mereka untuk segera berangkat menuju hotel milik sang paman.

Selama perjalanan di dalam mobil Renza hanya diam tidak ikut masuk ke obrolan Juan dan orang tuannya. Obrolan yang terdengar asik dan seru, obrolan yang sebagian besar tidak bisa Renza pahami. Akhirnya anak itu memilih melihat ke arah luar melihat jalanan yang ramai.

Sesampainya di hotel mereka langsung di arahkan seorang karyawan hotel untuk menuju ke sebuah ballroom. Di tempat ini sudah banyak orang yang hadir, pemilik acara pun juga sudah sibuk menyapa satu per satu tamunya.

"Dion, apa kabar?" Paman menyambut ayah dengan ramah sambil berpelukan melepas rindu.

"Baik Kak. Kakak juga baik kan?" Tanya Dion seraya melepas pelukan.

"Tentu saja. Riana, Juan, dan-" Paman menyalami Riana dan Juan, kemudian berpikir sejenak saat melihat Renza. Berusaha untuk mengingat nama anak yang sudah lama tidak ia temui.

"Renza, Om." Ucap Renza seraya menjabat tangan sang paman.

"Ahh, iya Renza. Kamu sudah besar sekarang, tampan. Tapi, sudah bisa berjalan normal ya? Dulu kalo kemana-mana selalu bawa tongkat." Renza hanya tersenyum, tidak tahu harus menjawab seperti apa.

Kini wajah Dion dan Riana juga mulai berubah mendengar pembahasan tentang kondisi kaki Renza. Dion akhirnya mengalihkan pembicaraan sang paman dengan mengajaknya untuk bertemu saudara yang lain.

Dion adalah anak penengah dari lima bersaudara dan seluruhnya sukses termasuk dirinya sendiri. Para keponakan Dion juga kuliah di universitas ternama dan beberapa sudah ada yang bekerja di luar negeri. Dion ingin seperti kakaknya yang bisa memiliki anak berprestasi dan bisa dibanggakan di depan banyak orang. Saat ini fokus utamanya adalah Juan, maka dari itu dirinya selalu memprioritaskan Juan agar bisa menyusul jejak anak-anak saudaranya.

Acara berlangsung dengan baik sebelum kejadian matinya lampu utama di ballroom yang membuat Dion memupuk rasa marah di tiap detik pada anak bungsunya. Hal itu terjadi saat sesi foto berlangsung.

Dion sekeluarga berfoto dengan keluarga sang kakak di atas stage setinggi setengah meter. Saat hendak turun Juan sedikit mendorong tubuh Renza dan berbisik untuk turun dengan cepat karena sudah ada keluarga lain yang akan berfoto.

Renza berusaha untuk pelan-pelan turun karena anak tangga yang pendek bagi orang lain menjadi tinggi untuknya. Saat Renza berhasil turun, Juan menyenggol bahu Renza hingga anak itu terjatuh, karena tak mampu menjaga keseimbangan badan.

Sepatu Renza menyandung kabel di pinggir panggung yang terhubung dengan beberapa kabel di balik sebuah ruang kontrol. Kabel itu tertarik kuat hingga ada kabel lain yang putus dan mempengaruhi sakelar salah satu lampu utama.

Seketika ruangan menjadi gelap hingga beberapa menit sampai akhirnya kembali menyala, tapi suasana berubah menjadi kacau. Beberapa keponakan Dion yang masih kecil menabrak beberapa pelayan yang membawa banyak minuman karena takut kegelapan dan berakhir jatuh semua.

Dion memijat dahinya frustrasi lantas menyuruh Renza masuk ke mobil saat itu juga sampai acara benar-benar selesai. Di dalam mobil Renza sangat takut dan berbagai macam skenario menyeramkan yang mungkin akan Dion lakukan kepadanya sudah berputar di kepala.

Dion, Riana, dan Juan masuk ke mobil dengan kasar lantas melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Di dalam mobil suasana terasa sangat tegang bahkan tidak ada pembicaraan apapun sampai mobil mewah itu berhenti di depan garasi.

Tanpa basa-basi Dion turun lalu membuka pintu di dekat kursi belakang yang Renza duduki. Menarik kuat lengan Renza hingga anak itu hampir terjatuh, Dion membawanya ke ruang tamu. Riana dan Juan menyusul dari belakang, ingin ikut menyaksikan apa yang akan Dion lakukan pada Renza.

Dion melepas jas yang ia pakai, menyisakan rompi dalam dan kemeja berwarna abu. Pria itu juga melepas gesper yang melekat di pinggangnya dan menggenggamnya erat, lalu berjalan mendekati Renza. Ketakutan anak itu kini sudah menjadi berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Juan, matikan lampunya." Titah Dion pada anak sulungnya. Juan sempat bingung dengan perintah sang ayah, tapi ia tetap melakukannya. Seketika ruangan menjadi gelap, segelap emosi yang sudah menutup mata dan hati Dion malam ini.

"Kalian boleh pergi, istirahat di kamar." Ucap Dion, Riana dan Juan lantas menuju kamar masing-masing meninggalkan Renza yang entah akan seperti apa nasibnya di tangan dingin sang ayah.

"Arghh, sakit Yah..." Rintih Renza saat kepala gesper itu mengenai lengan.

"PUAS KAMU BIKIN SAYA MALU?! HA? PUAS?" Tanya Dion dengan intonasi tinggi. Suaranya menggema di ruangan yang sepi ini.

"Ampun, Yah. Maafin Renza, Renza nggak sengaja."

"SAYA MALU RENZA, MALU! TEGA KAMU BUAT SAYA MALU DI HADAPAN KELUARGA BESAR SAYA SENDIRI." Dion melayangkan benda panjang itu lagi ke tubuh Renza. Anak itu meringis kesakitan.

"Sengaja Saya matikan lampu biar kamu ingat kalau sudah membuat Saya malu di acara yang sudah kamu buat gelap tadi." Ucap Dion lalu mengibaskan gesper semau dia pada tubuh Renza.

"Arghh, ampun Yah.." Cicit Renza lalu menjauh dari sang ayah.

Dion yang tahu pergerakan Renza lantas semakin mendekati si anak masih dengan layangan gespernya.

Entah berapa cambukan yang sudah Dion layangkan pada putra bungsunya itu hingga ia berhenti saat benda itu mengenai kepala sang anak. Renza praktis merintih lebih keras, dahinya praktis mengucurkan darah segar.

Pandangan Renza sedikit mengabur, kepalanya sangat pusing, dan ia langsung bersandar pada dinding agar tidak kehilangan kesadaran. Cairan berwarna merah itu telah mengalir hingga menetes melewati pucuk hidung mancungnya.

"A-yah, darah.." Lirih Renza.

Dion masih berdiri di tempatnya, berusaha untuk tidak mengasihani anaknya yang telah ia lukai. Renza terduduk, tidak kuasa menahan pening yang membuat keseimbangannya berkurang. Dion keluar meninggalkan anaknya, lalu tidak lama Kang Mamat datang dan menyalakan lampu.

Kang Mamat begitu panik melihat darah yang sudah membasahi wajah tuan mudanya. Ia segera membantu Renza untuk diantar ke rumah sakit. Sedangkan sang ayah sudah pergi entah kemana.

Renza langsung dibawa ke UGD untuk mendapat perawatan, masih ditemani sang supir yang setia menunggu di luar ruangan. Renza tidak merasa sakit saat lukanya dijahit, karena ia masih memikirkan tentang Dion dan rasa bersalahnya.

Selesai diobati Renza langsung kembali ke rumah bersama Kang Mamat. Sepanjang perjalanann Renza diam, tidak berbicara sedikit pun. Dadanya terasa begitu sesak, air matanya memaksa untuk ke luar.

Renza sudah membuat Ayah malu sampai Ayah semarah dan setega ini pada Renza.
Renza minta maaf Yah, tapi apa Ayah tidak bisa jika tidak sekasar ini?

Bagi Ayah sebenarnya Renza itu apa hingga bisa sekejam ini?

Mata Ayah terlihat penuh dengan kebencian pada Renza. Renza takut Yah...

Pria muda itu menghapus jejak air matanya lalu turun dari mobil. Melewati ruang tamu tempat ia diperlakukan kasar oleh sang ayah membuat hatinya semakin sakit. Suasana masih terasa tegang seperti satu jam yang lalu, padahal sudah tidak ada siapa pun di ruangan ini.

Renza berpapasan dengan Juan saat hendak berbelok ke kamarnya. Juan sempat memperhatikan perban di kepala adiknya, tapi ia tidak menanyakan keadaan atau apa pun yang telah Renza alami. Pria itu hanya diam dan masuk ke kamarnya sendiri. Renza menghela napas panjang, tidak ingin berharap untuk dikhawatirkan oleh siapa pun.

Untung saja warna jas yang ia pakai gelap, jadi darah yang mengenai tidak terlalu kentara. Laki-laki itu lantas membuka jas dan kemejanya, mengganti dengan pakaian tidur.

Laki-laki itu melihat ke arah cermin lalu meringis, punggungnya penuh dengan garis berwarna merah dan biru lebam. Lengannya juga tak kalah biru. Perih, nyeri, pusing, semua menjadi satu di tubuhnya.

Ia kemudian duduk di tepi ranjang, masih menghadap ke arah cermin. Terpantul bayangan laki-laki dengan wajah yang begitu sendu. Renza menghela napas panjangnya.

"Kamu bikin ayah malu lagi, Renza." Lirihnya.

Malam ini terasa begitu panjang bagi Renza. Andai saja dia menolak ajakan sang ayah, hal buruk tadi tidak mungkin terjadi. Ayah pasti tidak akan malu seperti saat in.

Renza merutuki dirinya sendiri, menyalahkan kakinya, memaki dan menyesali ketidakhati-hatiannya.

"Maafin Renza, Yah.." Lirih Renza lagi, bersamaan dengan mengalirnya cairan bening di pipinya.

"Saya sangat malu, tapi kamu masih anak Saya."

- Dion Putra Wistara -




"Ayah, maaf karena Renza selalu membuat malu keluarga. Renza tidak seperti Kak Juan yang selalu bisa Ayah banggakan."

- Fahrenza Radiata Sagara -

___________________
___________________

Terima kasih yang sudah mampir.
Support aku dengan VOTE dan KOMEN yaaaa.

Boleh FOLLOW aku juga kok xixixi

Semoga betah dan tungguin lagi ya kelanjutan kisah Renza..

Continue Reading

You'll Also Like

120K 8.3K 50
ft.nct wayv || Isinya cuma bacotan sampah yang receh tapi garing. [Completed aja, jiwa receh hilang~] ©misslee ,2019.
651 315 41
Bagaimana jika dirimu mengalami krisis identitas? dimana dirimu harus dituntut untuk percaya atau tidak percaya dengan takdirmu yang sangat rumit. Be...
482K 5.1K 86
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
1.4K 203 24
"Didunia ini tidak ada yang namanya abadi, suatu saat kita pasti akan meninggalkan dunia ini, satu persatu ataupun bersama" Untuk Anak-Anakku, hidupl...