Forever After

By dekmonika

104K 15.7K 1.6K

Seperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjua... More

Prolog
(1) Kehidupan yang Dinanti
(2) Gadis Misterius
(3) Insiden Tak Terduga
(4) Sebuah Kebetulan?
(5) Sisa Pengkhianatan
(6) Kebetulan Lagi?
Cast
(7) Orang-orang Mencurigakan
(8) Gerimis dan Kita
(9) Penasaran
(10) Kenangan Masa Lalu
(11) Ada Untukmu
(12) Rumah Pagar Putih
(13) Pertemuan Mendadak
(14) Prasangka
(15) Melamar ?
(16) Mari Bercerita
(17) Gantung
(18) Payung Teduh
(19) Pertemuan Kembali
(20) Tidak Baik-baik Saja
(21) Yin & Yang
(22) Apa Kamu Rindu?
(23) Tabir Masa Lalu
(24) Kotak Musik
(25) Cemburu
(26) Ruangan Rahasia
(27) Pengganggu
(28) Gala Premier
(29) Malam yang Panjang (18+)
(30) Apa yang Terjadi?
(31) Hati-hati
(33) Ketenangan
(34) Oma Diana
(35) Mimpi Buruk
(36) Fine Today
(37) Restu
(38) Menjagamu
(39) Pasti Kembali
(40) Baskara
(41) Serangan Tak Dikenal
(42) Musuh Misterius
(43) Hati ke Hati
(44) Putus?
(45) Hujan dan Airmata
(46) Segalanya Tentangmu
(47) Tampar
(48) Membuka Rahasia
(49) Selamat Tinggal
(50) Tunggu Aku
(51) Little Angel.
(52) Bintang Aldebaran
(53) Email: Jakarta - New York
(54) Andin's Graduation
(55) Dia Kembali ?
(56) Hari Bahagia (ENDING)
*SPECIAL EDITION* (21+)

(32) Jangan Takut

1.8K 308 18
By dekmonika

                Tanpa mendengarkan sahutan dari sahabatnya itu lagi, Aldebaran langsung mematikan sambungannya, memasukkan ponsel itu pada saku celana sambil berjalan cepat keluar dari kamar hotel tersebut.

Dengan setengah berlari, Aldebaran menyusuri koridor deretan kamar hotel tersebut. Hingga langkah kakinya terhenti saat melihat kerumunan orang di depan sebuah lift yang nampak tertutup. Dengan bingung, Aldebaran berbaur disana mencoba untuk bertanya.

"Ini ada apa?"

"Lift ini lagi macet, Pak. Kalau bapak mau pakai lift, yang di sebelahnya saja. Atau kalau mau yang lebih aman lagi, lewat tangga darurat saja, Pak." Jawab seorang pria berseragam hitam putih, yang nampaknya merupakan karyawan hotel tersebut.

"Macet? Sejak kapan?"

"Dari sepuluh menitan yang lalu, Pak. Di dalamnya masih terjebak anak kecil." Katanya membuat Aldebaran kaget.

"Anak kecil sendirian?" Tanya Aldebaran, mulai panik. Pikirannya langsung tertuju pada Andin yang sejak tadi belum sampai ke rooftop.

"Katanya sih begitu, Pak."

"Ada orang dewasa juga sepertinya, Pak." Timpal seorang karyawan hotel yang baru saja bergabung disana.

"Perempuan?" Aldebaran kembali bertanya, cemas.

"Sepertinya begitu, Pak. Tadi saat di lantai atas suaranya masih terdengar."

"Astaga. Lalu kenapa kalian disini, kenapa tidak memanggil teknisi?"

"Sudah, Pak. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan kesini."

Aldebaran memukul-mukul pintu lift tersebut dengan kepalan tangannya sambil berseru.

"Andinn!"

"Kamu di dalam?!"

"Nggak ada suara, Pak." Ujar teknisi.

"Andin! Kamu bisa dengar saya?!!" Aldebaran kembali berseru.

"Mas!" Suara perempuan dari dalam lift tersebut terdengar samar membuat Aldebaran terpekur sesaat.

"Andin, kamu di dalam?!!"

Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Aldebaran berniat ingin turun memanggil teknisi untuk menolong. Namun tepat saat itu juga, dua orang teknisi muncul dari arah tangga darurat dengan membawa berbagai peralatan untuk membuka lift yang rusak.

"Andin, kamu bertahan, ya!!" Seru Aldebaran, lagi.

"Pak, tolong segera selamatkan mereka yang terjebak, Pak!"

"Baik, Pak."

Dua teknisi berseragam biru dongker itu segera membongkar berbagai peralatan mereka dan mulai melakukan startegi untuk membongkar lift tersebut. Namun sekian menit waktu berlalu, keduanya belum bisa membuka pintu lift tersebut. Aldebaran yang hanya bisa menatap dengan tidak tenang, sesekali terdengar mendesak panik.

"Lift-nya turun lagi!" Kata salah satu teknisi tersebut.

"Kita ke bawah!" Ajak teknisi yang satunya lagi.

Tanpa perlu bertanya, Aldebaran bergegas mengikuti kedua teknisi tersebut yang turun melalui tangga darurat. Namun tampaknya pintu lift tersebut amat sulit terbuka. Hingga tim teknisi tersebut harus meminta tambahan orang dari tim mereka.

"Andin! Kamu masih dengar saya?!" Aldebaran tak hentinya menyerukan nama kekasihnya. Namun sudah beberapa kali ia berseru tak terdapat sahutan.

"Kenapa lama sekali, Pak?! Anak saya bagaimana?!" Seorang laki-laki tiba-tiba datang dengan wajah panik bercampur amarah kepada para teknisi tersebut.

"Pak, kami mohon bersabar. Kami sedang mengusahakannya."

Aldebaran memandangi pria yang tampak menangis itu. Ia sadar bahwa ia tidak sendiri yang merasa panik dan takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada orang yang dicintainya. Tetapi pria itu yang sedang menantikan anaknya keluar dari sana pun mungkin merasakan yang lebih darinya. Aldebaran memejamkan matanya, tenang, dan berdoa dalam hati.

//Tiittt...tiiitt..tiiitttt//

Alarm berbunyi membuat Aldebaran seketika membuka matanya. Sepasang pintu lift tersebut akhirnya berhasil dibuka paksa. Seorang anak kecil perempuan langsung melompat dan memeluk ayahnya sambil menangis histeris. Sementara Aldebaran bergegas masuk pada lift tersebut untuk menjemput Andin yang terdiam di tempatnya dengan posisi yang masih menjongkok.

"Hei, are you okay?" Aldebaran ikut menjongkok, menatap Andin dengan wajah khawatirnya.

"Mas..." Suara Andin terdengar bergetar, begitu juga dengan tubuhnya. Sepertinya gadis itu terlihat sangat shok atas kejadian tersebut.

"Kita keluar dari sini, ya." Aldebaran membantu Andin untuk berdiri dan melangkah keluar dari lift secara perlahan.

"Jangan takut, ya. Kamu sudah selamat." Ucap Aldebaran, mengusap rambut Andin untuk menenangkan.

Satu tangan mungil tiba-tiba meraih tangan Andin yang masih sedikit bergetar. Hal itu membuat Andin dan Aldebaran menoleh pada orang tersebut. Ia adalah gadis kecil yang tadi keluar dari lift macet itu. Aldebaran baru sadar bahwa yang ada di dalam lift tadi hanyalah Andin dan anak kecil itu saja.

"Tante ini tadi yang sudah menolongku, Pa." Ujar anak kecil yang tampak berusia sekitar tujuh tahunan sambil menoleh ke arah sang ayah. Mendengar ucapan anak itu, Aldebaran kembali menatap Andin yang masih terlihat sangat shok.

"Tadi saat aku kehilangan papa, tante ini mau mengantarkan aku, tapi kami malah terkurung di dalam." Lanjutnya, membuat sang ayah terenyuh dan beralih melihat Andin dengan rasa leganya.

"Saya sungguh berterima kasih, karena mbak sudah berniat baik menolong putri saya." Ucap pria setengah tua itu. Andin hanya mengangguk dengan tatapan kosong pada anak kecil tersebut, sedangkan salah satu tangannya melingkar erat pada lengan Aldebaran.

"Sama-sama, Pak. Dia masih shok sepertinya." Balas Aldebaran, mewakili, mengerti akan kondisi Andin.

"Oh, iya."

Selepas pria itu mengucapkan terima kasih yang sama pada para teknisi tersebut, ia pun langsung pergi dengan menggendong putri kecilnya itu. Sedangkan anak kecil itu sempat melambaikan tangannya pada Andin saat perlahan ia dibawa pergi menjauh dari tempat itu oleh sang ayah. Andin sempat tersenyum tipis, namun tak begitu lama. Nafasnya tiba-tiba tercekat.

Aldebaran merasa Andin seperti menarik tangannya. Tetapi ternyata bukan. Kekasihnya itu tiba-tiba hampir ambruk, hanya saja beruntung ada lengannya yang menahan pinggang gadis itu. Aldebaran pun kaget dan yang pasti merasa panik. Beberapa karyawan hotel yang masih ada disana, ikut berteriak kaget. Refleks Aldebaran langsung menggendong tubuh Andin dan membawa dengan cepat menuju kamar hotel.

Sesampainya di kamar hotel, Aldebaran bergegas merebahkan Andin yang masih tak sadarkan diri di atas tempat tidur. Dengan sedikit pengetahuannya, ia membuka dua kancing kemeja teratas gadis itu, supaya sedikit melonggarkan pernafasan Andin. Kemudian ia mengambil ponselnya, mencoba menghubungi seseorang.

"Win!"

"Al, lo dimana sih? Gue telepon dari tadi nggak diangkat." Sahut seseorang itu yang tak lain adalah Darwin.

"Win, gue perlu pertolongan..." Aldebaran mengadu, panik.

"Tolong apa?"

"Tolong lo hubungi dokter terdekat dari hotel ini untuk segera datang kesini. Andin pingsan."

"Pingsan? Kok bisa?" Suara kaget terdengar dari balik ponsel pria itu.

"Nanti gue cerita. Untuk sekarang please, tolong ya."

"Oke, oke. Gue ada kenalan dokter dekat sini. Lo tenang dulu, ya. Gue segera kesana."

"Thanks, Win."

Tepat saat Aldebaran mematikan sambungannya, suara Andin terdengar lirih memanggilnya. Gadis itu rupanya telah kembali siuman dengan memegangi keningnya.

"Apa yang kamu rasakan?" Tanya Aldebaran, lirih. Andin sedikit membuka matanya beberapa detik, namun harus kembali memejamkannya sebab rasa pusing yang amat menggerogoti.

"Pusing..." Rintihnya.

"Sabar, ya. Jangan banyak gerak dulu. Sebentar lagi dokter akan kesini untuk memeriksa keadaan kamu." Ujar Aldebaran. Pria itu menyentuh kening Andin secara perlahan dan mulai sedikit memberikan pijatan-pijatan halus disana, guna mengurangi rasa pusing Andin.

"Makasih, Mas." Ucap Andin terdengar lemah.

Aldebaran memandangi wajah kekasihnya yang tampak menahan sakit dan pusing secara bersamaan. Kejadian buruk tadi tentu sangat membuat gadis itu shok. Aldebaran sangat menyesalkan kejadian itu. Andai saja tadi ia tidak membiarkan Andin pergi sendirian ke rooftop, tentu ia bisa sedikit menenangkan Andin kalaupun mereka harus tetap terjebak di dalam lift tersebut.

Tak lama berselang, seorang wanita berjilbab dan berseragam serba putih mendatangi kamar tersebut untuk memeriksa kondisi Andin. Wanita yang merupakan seorang dokter itu datang bersama Darwin. Darwin saat mengetahui kabar Andin dari Aldebaran, langsung meminta penundaan survei kepada client-nya. Meski bagaimana pun, bagi Darwin keselamatan anak buahnya adalah yang utama.

"Bagaimana, dokter?" Tanya Aldebaran begitu wanita itu selesai mengecek dengan peralatan yang ia bawa.

"Tidak ada masalah yang serius, Pak. Bu Andin pingsan karena efek dari shok yang dia rasakan saat terjebak di dalam lift tadi. Kerja jantungnya jadi melambat, dan tekanan darahnya turun drastis. Tapi karena bu Andin sekarang sudah sadar, semuanya sudah baik-baik saja. Hanya saja saya sarankan Bu Andin istirahat dulu beberapa saat untuk memulihkan tekanan darahnya." Ujar dokter tersebut membuat Aldebaran bisa sedikit bernafas lega. Pun Andin, sudah bisa membuka matanya dengan sempurna meskipun masih terlihat pucat.

"Saya berikan resep obat dan beberapa vitamin, ya. Nanti silahkan dibeli di apotik terdekat." Lanjutnya sambil menuliskan beberapa resep di atas sebuah nota yang dibawa, kemudian merobeknya dan menyerahkan kepada Aldebaran.

"Baik, segera saya cari, dokter. Terima kasih." Ucap Aldebaran.

"Sama-sama."

"Oh iya, satu lagi. Untuk hari ini, kalau bisa Bu Andin jangan ditinggalkan sendiri dulu, ya. Yang saya lihat, sepertinya Bu Andin memiliki ketakutan tersendiri." Dokter tersebut menatap Andin yang dengan tatapan sayu dan kosong, hanya menatap langit-langit kamar.

"Iya, dokter. Saya akan menemaninya."

"Bagus kalau begitu. Saya langsung pergi, ya."

"Mari, dok. Saya antar." Kata Darwin, mempersilahkan dokter tersebut untuk melewatinya.

"Terima kasih." Balasnya.

Sepeninggal dokter itu dan darwin, Andin menoleh ke arah Aldebaran dan mencoba untuk bangun. Melihat hal itu, Aldebaran bergegas mendekat dan membantu gadis itu untuk duduk sambil bersandar pada pangkal ranjang berukuran besar tersebut. meski sebelumnya Aldebaran sempat melarang, namun Andin tetap ingin berganti posisi menjadi duduk.

"Pelan-pelan..." Tutur Aldebaran.

"Mas." Lirih Andin, sambil meraih satu tangan pria itu.

"Iya?" Balas Aldebaran dengan lembut.

"Aku takut." Ungkapnya dengan tatapan cemas.

"Takut apa? Saya ada disini, Andin."

"Aku takut gelap. Aku nggak mau lagi gelap." Ujarnya, lalu menarik jas Aldebaran dan memeluk pinggang pria itu. Ia menyandarkan pipinya pada dada Aldebaran yang bidang.

"I'm here. Kamu nggak sendirian. Saya tidak akan membiarkan kamu ada di kegelapan seperti tadi lagi." Ucap Aldebaran, menenangkan. Satu tangannya menggenggam tangan Andin, sedangkan satunya lagi mengusap rambut gadis itu.

"You can trust me. Saya akan selalu menemani kamu. Jangan takut, ya."

Tanpa bersuara, namun Aldebaran bisa merasakan anggukan kepala dari Andin. Ia menjadi lebih tenang berada di pelukan Aldebaran. Sesekali tangan pria itu beralih mengusap-usap lengan Andin. Sementara puncak kepala gadis itu pun tak luput dari kecupan sayangnya yang beberapa kali mendarat disana.

Walaupun dirimu tak bersayap

Ku akan percaya

Kau mampu terbang bawa diriku

Tanpa takut dan ragu

Walaupun kau bukan titisan dewa

Ku tak 'kan kecewa

Karena kau jadikanku sang dewi

Dalam taman surgawi

(Lyodra- Sang Dewi)

*mon maap, author-nya masih ter-lyodra lyodra gara-gara lagu sang dewi, wkwkk.

________________________________

Beberapa menit berselang, masih bersandar di dada Aldebaran, Andin ternyata telah tertidur. Aldebaran menyadari itu saat merasa pelukan gadis itu kian melonggar. Pria itu menyunggingkan senyumannya, lantas perlahan merebahkan tubuh Andin ke tempat tidur seperti semula.

Untuk beberapa saat, Aldebaran hanya memandangi paras cantik kekasihnya yang sedang terlelap. Mungkin Andin terlampau lelah karena kejadian beberapa saat yang lalu yang cukup menguras nyali dan tenaganya.

"Pandangin teruss anak orang!" Suara Darwin yang tiba-tiba membuat Aldebaran sedikit tercekat. Ia langsung menoleh ke arah sumber suara yang sedang melangkah ke arahnya. Darwin terlihat cengengesan.

"Awas mimisan aja." Timpalnya membuat Aldebaran menatapnya jenuh, tak mau terlalu menanggapi candaan sahabatnya itu.

"Lo kirim No. rekening dokter yang tadi, ya. Biar gue langsung transfer biayanya." Kata Aldebaran pada Darwin yang duduk pada sofa yang tak begitu jauh dari tempat tidur.

"Tenang, sudah beres semuanya." Jawab Darwin membuat Aldebaran mengerutkan keningnya, menatap Darwin.

"Gue tahu lo itu pacarnya, tapi Andin ada disini sebagai asisten gue. Jadi gue yang tanggung jawab semuanya." Lanjut Darwin. Aldebaran mengangguk mengerti.

"Thanks, man." Sahut Aldebaran.

"Jadi, bagaimana kejadiannya sampai Andin bisa terjebak di lift itu?" Aldebaran mengangkat kedua bahunya, pertanda bahwa ia tidak tahu.

"Gue belum menanyakan itu ke Andin. Untuk sekarang, gue hanya mau Andin tenang dan bisa pulih lagi. Setelah kondisinya baik, gue yakin tanpa gue tanya, Andin sendiri yang akan cerita ke gue." Ungkap Aldebaran, tak mengalihkan pandangannya pada sang kekasih. Darwin hanya manggut-manggut.

"Kalian masih ada projek yang harus dikerjakan lagi hari ini?" Aldebaran kembali bertanya.

"Sudah selesai, Al. Sebenarnya survei di rooftop tadi jadi penutup agenda kami di Bandung. Tapi karena musibah ini, gue harus cancel. Ya gampang lah nanti dijadwalkan ulang. Yang penting Andin harus sehat dulu." Jawab Darwin.

"Makasih buat pengertian lo, Win."

"Ah, lo kayak sama siapa aja. Lagi pula nggak ada yang mau musibah ini terjadi."

"Iya. Tapi kalau lo mau balik ke Jakarta duluan, nggak apa-apa. Andin biar pulang sama gue nanti, kalau kondisinya sudah membaik." Ujar Aldebaran.

"Nggak lah. Gue ikut tunggu Andin sampai kondisinya baik. Gue yang sudah membawanya kesini, jadi gue yang harus bawa dia balik."

"It's okay, Win. Kan ada gue. Gue tahu lo masih punya banyak urusan, dan anak istri lo pasti lagi nunggu lo pulang hari ini. Anggap aja tanggung jawab lo sebagai bos untuk hari ini sudah selesai. Andin tanggung jawab gue sekarang."

"Lo yakin?"

"Iya."

Darwin tertawa pelan, kemudian beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan sedikit mendekat pada Aldebaran yang duduk pada bangku di samping Andin yang sedang terbaring tidur.

"Bilang aja lo mau lanjut pacaran tanpa diganggu gue." Seloroh Darwin mengundang tatapan sengit dari Aldebaran.

"Iya kan?" Darwin tak henti-hentinya menggoda sahabatnya itu.

"Bukan saatnya untuk bercanda, tuan Christ." Sahut Aldebaran. Darwin pun melenyapkan tawa beserta senyumnya.

"Iya, baiklah, tuan Aldebaran yang terhormat." Balasnya.

"Yaudah, kalau begitu gue keluar, ya."

"Iya."

"Awas, anak gadis orang jangan diapa-apain!"

Darwinkembali meledek Aldebaran sambil melangkah menuju pintu untuk keluar. Aldebaranhanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, memaklumi. Sepasang matanya kembalimemandangi Andin yang tampaknya tertidur sangat nyenyak.

_________________Bersambung__________________

.

.

Ciyeee lagi nungguin Al cabang tv muncul lagi ya, malam ini? Seneng deh ya, Al beneran dah balik. Tapi semoga ceritanya nggak aneh-aneh aja sii. Salah satu scene yang paling kutunggu saat Al muncul lagi adalah pertemuan pertamanya dengan Askara balita, huhu can't wait😭😭

Continue Reading

You'll Also Like

198K 24.5K 43
Sentuhan cinta, kasih sayang, dan kehangatan yang hanya untuknya. Dimohon untuk membaca season pertama dulu ya luv agar tidak bingung saat membaca s...
45.7K 6.2K 29
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
128K 13.3K 24
Lima tahun lalu, Wonwoo memutuskan sebuah keputusan paling penting sepanjang hidupnya. Dia ingin punya anak tanpa menikah. Lima tahun kemudian, Wonw...
84.4K 8.1K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...