(40) Baskara

1.1K 258 27
                                    

                Pagi kembali datang. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Andin baru saja duduk di kursi meja makan dengan beberpa masakan yang sudah dibuat oleh Susan dibantu oleh asisten rumah tangga mereka.

Andin sudah rapi dengan tampilan kasualnya karena dia ada jadwal kuliah untuk pagi ini. Ia juga sudah meminta izin kepada Darwin untuk tidak ke kantor dan mengerjakan tugasnya di luar kantor. Meski semalam ada kejadian yang menyesakkan untuk mereka, namun pagi ini ia tetap bisa mengukir senyum manisnya di hadapan sang mama.

"Kamu kuliah pagi ini?" Tanya Susan kepada putrinya. Wanita itu tampak telah menyelesaikan sarapannya yang lebih dulu.

"Iya, Ma."

"Kerjaan kamu bagaimana?"

"Aku sudah izin sama Pak Darwin. Terus, siangnya ada giliran sift di Coffeshop." Jawab Andin sambil mengambil beberapa sendok nasi goreng ke dalam piringnya.

"Ohh, bagus lah kalau begitu. Mama pagi ini ada meeting pemantapan sama tim lapangan di Bogor. Jadi, mama harus berangkat pagi-pagi. Kamu sama Baskara sarapan berdua, ya, mama sudah duluan." Ujar sang mama membuat Andin mengangguk, mengerti.

"Iya, Ma."

"Baskaranya mana, Ma?" Tanya Andin, kemudian.

"Tadi pas mama ke kamarnya, dia lagi di kamar mandi." Jawab Susan.

"Tumben lama." Gumam Andin.

"Apa aku panggil saja ya, Ma?" Usul Andin.

"Yaudah, kalau kamu mau manggil. Mama berangkat, ya."

"Iya, hati-hati di jalan, Ma." Pesan Andin sambil mencium punggung tangan mamanya.

"Iya, sayang."

Setelah mengantarkan kepergian sang mama, Andin berinisiatif untuk memanggil Baskara ke kamarnya. Beberapa kali ia mengetuk pintu kamar sang adik, tidak mendapat jawaban. Akhirnya ia mencoba memutar kenop pintu tersebut, dan ternyata tidak dikunci.

"Bas!"

"Ya ampun! Kok masih tiduran?" Seru Andin saat melihat Baskara masih bersembunyi di balik selimut coklatnya, yang hanya terlihat adalah kepalanya.

"Ini sudah jam tujuh, Bas. Kamu nggak sekolah?" Andin berjalan menghampiri.

Saat melihatnya dari dekat, Andin baru tersadar bahwa ada yang aneh dengan adiknya. Baskara terlihat sedikit menggigil dengan keringat di keningnya. Sementara kedua tangannya tampak memeluk erat selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Bas, kamu kenapa?" Kening Andin tampak mengerut, heran, lalu tangannya menyentuh kening laki-laki itu yang terasa panas.

"Kamu sakit?" Tanya Andin, panik.

Baskara tak menjawab. Ia hanya terlihat membuka matanya sesekali sambil berusaha menahan rasa pusing dan suhu tubuh yang tidak nyaman. Dengan buru-buru Andin membuka laci pada nakas di samping tempat tidur Baskara dan menemukan sebuah benda bernama termometer. Ia segera mengarahkan termometer tersebut di dekat dahi sang adik untuk mengecek suhu tubuh Baskara.

"39 derajat?!"

"Kalau lagi sakit itu bilang dari tadi, Bas." Cetus Andin, sedikit kesal.

"Aku nggak papa, Kak. Paling cuma perlu waktu istirahat saja." Jawabnya, pelan.

"Nggak papa, apanya? Kamu demam tinggi tahu, nggak! Kita ke rumah sakit, ya." Usul Andin, cemas.

"Nggak usah, Kak. Sudahlah, kakak harus kuliah, kan. Aku bisa sendiri di rumah."

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang