Dear Renza [TERBIT]

Da moccamatha

275K 40.6K 2.6K

Mohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan me... Altro

1 - Awal Mula
2 - Renza Juga Ingin
3 - Perlakuan Tak Sama
4 - Anak Berwajah Lumpur
5 - Latihan Berjalan
6 - Sakit, Yah...
7 - Matahari dan Sayap Pelindung
8 - Pantai
10 - Namanya Zoya
11 - Lampu
12 - Pelukan Pertama Zoya
13 - Lukisan dan Keluarga Bahagia
14 - Sebuah Tempat yang Sedang Diperjuangkan
15 - Gadis Pertama
16 - Ceroboh
17 - Maaf, Kak
18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji
19 - Bimbang
20 - Kekhawatiran
21 - Renza Nggak Salah, Yah...
22 - Fakta Menyakitkan
24 - Secuil Masa Lalu
25 - Senja, Doa, dan Zoya
26 - Pengumuman
27 - Rumah Kedua
28 - Seleksi
29 - Yah, Renza Rindu
30 - Acara Penting
31 - Sesak yang Kembali
32 - Pertemuan Pertama
33 - Tawa
34 - Sedikit Tentang Haidar
35 - Satu Dua Masalah
36 - Masih Sama
37 - Haidar Lagi
38 - Tuhan, Dengarkanlah Ketiganya
39 - Masih Ada Waktu
40 - Habis
41 - Terlambat
42 - Perpisahan
43 - Dear Renza
44 - END
Spin Off Dear Renza
OPEN PO!
Rose & Lose

9 - Sekotak Martabak

6.1K 1K 50
Da moccamatha

Usianya hampir 17 tahun dan dia masih suka menonton serial Upin & Ipin, sehari pun tak pernah terlewatkan. Seperti siang ini, sambil menunggu bus datang ia melihat kartun itu dari ponselnya. Sesekali tersenyum melihat keakraban si kembar dari negeri tetangga.

Tanpa sadar ada seseorang yang ikut melihat tayangan itu. Bahkan Renza tidak sadar orang itu masih di sampingnya sampai video YouTube itu selesai diputar. Pria itu terperanjat melihat seorang gadis menyeringai di depan wajahnya.

“Ka-mu siapa?” Renza bergeser beberapa senti menjauhkan tubuhnya.

“Hehe, makasih ya udah di kasih tontonan gratis. Aku pulang dulu udah di jemput. Dadahhh.” Gadis bersurai hitam sebahu itu pergi begitu saja meninggalkan Renza yang tengah keheranan. Tak lama kemudian bus datang, segera ia naik agar tak tertinggal.

Siang ini dirinya tidak langsung pulang ke rumah, ia harus pergi ke salah satu rumah makan. Sesampainya di sana Renza langsung menuju bilik belakang dapur untuk berganti baju. Topi dan celemek dengan warna senada juga sudah ia pakai. Ya, Renza bekerja di sini.

Ia sudah bekerja di sini sejak seminggu yang lalu. Haidar yang mengenalkannya pada pemilik rumah makan untuk bekerja part time. Awalnya si pemilik rumah makan sedikit bimbang karena Renza masih pelajar, tapi karena pengaruh ucapan Haidar pada si pemilik, ia bisa diterima bekerja.

Renza ingin kuliah namun ayah melarang entah apa alasannya. Ayah bilang jika memang Renza ingin kuliah maka ia harus membayar biaya kuliahnya sendiri. Jika tidak mulai menabung sejak sekarang, besok ia pasti akan sangat kesulitan. Biaya kuliah tidaklah sedikit dan sekarang dia sudah kelas sebelas, tahun depan sudah harus siap mencari universitas. Ia juga sedang belajar mati-matian saat ini, berharap bisa mendapatkan beasiswa di kampus yang ia inginkan.

Tak peduli seberapa lelah tubuhnya, Renza ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Setiap pulang sekolah ia harus bekerja sampai pukul delapan malam. Setelah itu dia akan langsung belajar.

Apalagi dia tidak mendapat les tambahan di luar seperti Juan, sehingga dia harus belajar mandiri lebih ekstra agar nilainya tak terpaut jauh atau bahkan sama dengan Juan.
Belajar pun ia kadang sampai lupa waktu dan lupa makan. Sering kali ia melewatkan makan malam karena sibuk membuat ringkasan materi padahal dirinya memiliki riwayat sakit mag.

Ia selalu tidur di atas jam 11 malam dan harus bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan. Tidak ada Bi Jum lagi sekarang, karena beliau sudah mengundurkan diri. Suaminya sakit-sakitan di kampung dan Bi Jum lah yang harus merawat. Saat itu Bi Jum benar-benar sedih harus meninggalkan rumah ini, lebih tepatnya meninggalkan Renza. Bi Jum takut Renza sendirian, tapi setelah Renza meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja Bi Jum bisa pulang dengan lebih tenang.

Sebentar lagi jam kerjanya selesai, Renza segera bersiap untuk pulang. Dalam perjalanan pulang ia melihat ada martabak manis kesukaan Juan. Laki-laki itu mampir untuk membeli sekotak martabak. Ia berharap Juan merasa senang dibelikan makanan favorit olek adiknya.

Saat TK setiap Dion pulang kerja pasti membawa makanan untuk kedua anaknya. Dion biasa membawa martabak manis untuk Juan dan donat untuk Renza. Juan selalu menghabiskan martabak itu tanpa menyisakan untuk yang lain.

Bahkan jika sudah tiga hari tidak dibawakan martabak Juan selalu merengek minta untuk diantar membeli martabak di dekat kantor brimob. Tempat yang sama seperti yang Renza datangi saat ini. Masih dengan penjual dan gerobak yang sama, bedanya hanya si penjual sudah didampingi sang istri.

Sesampainya di rumah ia segera mencari keberadaan Juan. Ternyata kakaknya sedang bermain playstation sendirian.

“Kak, ini aku bawakan martabak manis kesukaan Kakak.” Ucap Renza seraya menyodorkan makanan itu pada Juan. Pria itu hanya memandang adiknya sekilas.

“Ya.” Jawab Juan singkat lalu kembali menatap monitor yang ada di depan. Renza meletakkan martabak di samping sekotak pizza yang sudah dimakan beberapa potong.

“Renza ke kamar.” Ucap Renza kemudian meninggalkan Juan.

Ia segera mandi karena tubuhnya sudah terasa lengket. Hari ini begitu banyak pembeli sehingga ia harus bolak balik tanpa henti. Huh, dia juga memiliki banyak PR yang belum dikerjakan. Sepertinya ia akan begadang malam ini.

Selesai mandi ia merebahkan tubuhnya sebentar. Punggungnya begitu pegal dan kaki kirinya terasa berat sekali, tidak seperti biasanya. Ia meraih minyak yang ada di meja dekat tempat tidur, menggosokkannya ke betis dan punggung. Tidak biasanya kakinya seberat ini, mungkin karena kaki kirinya belum terbiasa untuk diajak kerja terlalu berat.

Turun dari ranjang Renza segera membuka buku tebalnya. Mengerjakan satu per satu soal yang ada dan sesekali menguap. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar matanya tak lagi kantuk, ia justru terbatuk. Dilirik botol di sampingnya, hanya tinggal beberapa teguk jika diminum.

“Huhh syukurlah. Kalo kata Haidar itu tadi namanya keselek angin.” Anak itu tergelak sendiri.

Hampir dua jam berkutat dengan soal membuat Renza lapar. Dia baru ingat belum makan sejak tadi siang. Anak itu turun ke bawah mencari sesuatu untuk bisa di makan. Namun saat hendak membuka kulkas matanya menangkap pemandangan yang membuat hatinya nyeri.

“Mungkin Kak Juan udah nggak suka martabak.” Laki-laki itu tersenyum sumir melihat sekotak martabak manis yang ia beli khusus untuk Juan sekarang berakhir di tempat sampah. Bahkan tidak berkurang sedikit pun, karena kotak itu terbuka dan memperlihatkan isinya.

Sempat mematung beberapa saat Renza lalu mengambil satu botol air minum. Ia segera naik ke atas karena tak ingin berlama-lama melihat makanan itu berakhir sia-sia. Kini semangatnya untuk belajar tiba-tiba hilang dan ia memilih menulis di buku diary.

Ia menulis bagaimana perasaannya hari ini. Menulis ketika ia bertemu gadis random saat sedang menunggu bus datang. Menulis saat ia kesulitan melayani pembeli karena kakinya tidak bisa diajak berjalan cepat. Menulis betapa lelah tubuhnya hari ini.

Ia juga bercerita bagaimana sakit hatinya ia ketika Juan membuang makanan yang ia berikan. Renza tulis semua di atas buku tersebut.

Rasa sayangnya pada Dion, Riana, dan Juan yang selalu bertepuk sebelah tangan. Keberadaannya di rumah ini yang selalu disepelekan. Perlakuan sang ayah yang tak hanya melukai hati tapi juga fisiknya. Semua rasa sakit yang ia pendam, Renza selalu menerima tanpa pernah memberontak sedikit pun.

Selalu Renza tanamkan di pikirannya, mereka mencintai Renza dengan caranya sendiri-sendiri. Renza selalu percaya bahwa semua akan kembali pada waktunya. Ia tidak pernah marah, karena Renza menyayangi mereka.

Ulu hatinya tiba-tiba nyeri, ia segera menutup buku diary itu dan menyimpan di rak paling belakang. Ia memutuskan untuk segera tidur, lagi pula ini sudah tengah malam.

Saat membaringkan tubuh, bagian bawah dadanya semakin sakit dan kini bahkan sudah sampai ke lambung. Anak itu memiringkan dan meringkukkan tubuh agar rasa sakitnya berkurang. Ia paksa matanya untuk terpejam agar segera tidur.

Sesekali meringis menahan sakit, Renza  meremat selimut yang menutupi tubuhnya. Sakit di hatinya kini berkurang karena tertutup oleh rasa sakit di perutnya.

“Ayah, mama, kakak.” Lirih Renza dengan air mata yang sudah membasahi pipi halusnya.

"Renza sayang kalian."

_______________________
_______________________

Makasih yang udah mampir...

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar yaa...

Mohon maaf kalau ada typo:)

Continua a leggere

Ti piacerà anche

1.5K 91 7
Markno! Mark dom! Jeno sub!
244K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1.3K 250 27
"Maaf, Juan udah berusaha. Tapi penyakit 'gagal ginjal' ini seakan-akan ingin membunuh Juan detik ini juga." "Jangan ngomong gitu, Juan harus inget...
51.3K 4.3K 21
"i have nothing more to say but wait until we see each other tomorrow. i want to give you a hug to warm you up." [#09 in 00liner -July, 22nd 2018] [#...