Dear Renza [TERBIT]

By moccamatha

275K 40.6K 2.6K

Mohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan me... More

1 - Awal Mula
2 - Renza Juga Ingin
3 - Perlakuan Tak Sama
4 - Anak Berwajah Lumpur
5 - Latihan Berjalan
6 - Sakit, Yah...
7 - Matahari dan Sayap Pelindung
9 - Sekotak Martabak
10 - Namanya Zoya
11 - Lampu
12 - Pelukan Pertama Zoya
13 - Lukisan dan Keluarga Bahagia
14 - Sebuah Tempat yang Sedang Diperjuangkan
15 - Gadis Pertama
16 - Ceroboh
17 - Maaf, Kak
18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji
19 - Bimbang
20 - Kekhawatiran
21 - Renza Nggak Salah, Yah...
22 - Fakta Menyakitkan
24 - Secuil Masa Lalu
25 - Senja, Doa, dan Zoya
26 - Pengumuman
27 - Rumah Kedua
28 - Seleksi
29 - Yah, Renza Rindu
30 - Acara Penting
31 - Sesak yang Kembali
32 - Pertemuan Pertama
33 - Tawa
34 - Sedikit Tentang Haidar
35 - Satu Dua Masalah
36 - Masih Sama
37 - Haidar Lagi
38 - Tuhan, Dengarkanlah Ketiganya
39 - Masih Ada Waktu
40 - Habis
41 - Terlambat
42 - Perpisahan
43 - Dear Renza
44 - END
Spin Off Dear Renza
OPEN PO!
Rose & Lose

8 - Pantai

6.5K 1.1K 76
By moccamatha

"Juan pulanggg!" Teriak Juan riang menuju ruang tamu.

"Woahh, kamu menang sayang?" Tanya Riana saat melihat Juan mengangkat sebuah piala besar.

Juan meletakkan tasnya ke meja lalu duduk di antara Dion dan Riana. Renza yang ada di hadapan mereka hanya tersenyum sumir melihat pemandangan itu.

"Hebatnya kapten Ayah ini. Padahal baru kelas satu udah bisa jadi kapten basket, juara lagi. Ayah bangga sama kamu." Dion mengusap pucuk kepala Juan. Kakaknya terlihat sangat bahagia.

Ayah bangga sama kamu.

Satu kalimat itu yang ingin Renza dengar dari ayah untuknya. Tapi ayah selalu mengucapkan itu untuk Juan. Berkali-kali Renza memenangkan lomba melukis, bahkan beberapa lukisannya dibeli dengan harga mahal oleh kementerian kebudayaan kota. Tapi tak sekalipun ayah mengatakan bahwa dia bangga kepadanya.

Kini mereka sudah remaja, sudah memasuki masa putih abu-abu. Dimana orang bilang menjadi masa paling indah dan tak ingin dilupakan. Renza berharap itu benar, ia ingin masa putih abu-abu ini menjadi saat-saat indah dalam hidupnya.

Oh iya, kali ini Renza dan Juan satu sekolah lagi. Renza tidak tahu ini hal baik atau buruk. Satu sisi Renza senang karena bisa bersama lagi dengan Juan, tapi di sisi lain Renza takut Juan akan mengalami kejadian seperti di masa SD dulu.

Renza dan Juan sama-sama masuk kelas IPA, hanya berbeda kelas saja. Seperti sebelum-sebelumnya, Juan mengambil ekskul basket. Kemampuan bermain basket Juan semakin meningkat, apalagi kini Juan ikut sekolah basket di tiap hari Sabtu.

Renza kali ini mengambil ekskul musik, itu karena tidak ada ekskul melukis di sekolah barunya. Meskipun begitu Renza tetap senang, karena bernyanyi dan bermain musik juga termasuk hobinya.

Tidak ingin mengganggu kebahagiaan Dion, Riana, dan Juan, Renza memilih kembali ke kamar. Ia merebahkan tubuhnya di kasur lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya. Tak lama kemudian ponselnya bergetar, menampilkan satu nama.

Haidar🌞

Gue ada latihan sampe sore. Kalo mau, Lo tunggu aja sambil liat aksi gue mecahin tumpukan dana bansos.
17.46

Eh maksud Gue tumpukan papan wkwk.
17.46

Renza terkekeh membaca pesan dari Haidar. Anak itu suka sekali bercanda. Kemarin saat di sekolah Haidar mengajak Renza ke pantai. Renza sempat bingung mau menerima ajakan Haidar atau tidak karena pasti akan sampai di rumah pada malam hari.

Setelah mengumpulkan keberanian selama hampir satu jam, Renza segera turun untuk menemui Riana. Dilihatnya mamanya itu sedang menonton televisi. Ia berjalan perlahan untuk mendekat.

"Ma." Panggil Renza pelan.

"Kenapa?" Tanya Riana dingin, tak melihat ke arah Renza sedikit pun.

"Renza boleh nggak ke pantai besok sore bersama Haidar, teman sekolah Renza?" Balas Renza takut-takut.

"Terserah. Tapi kalau terjadi sesuatu Saya nggak akan ikut campur." Ucapnya datar.

"Makasih ya, Ma. Makasih.." Anak itu tersenyum lebar.

"Hm. Ya udah sana." Renza mengangguk kemudian meninggalkan Riana.

Renza begitu senang, baru kali ini Renza diizinkan pergi ke luar selain sekolah. Dengan perasaan itu Renza kembali ke kamar untuk memberi kabar pada Haidar bahwa dia diizinkan untuk pergi ke pantai.

Renza berpapasan dengan Juan di tangga. Kakaknya berlari menuruni tangga dengan tidak hati-hati sampai menyenggol bahu Renza. Ia terjatuh namun Juan hanya meliriknya kemudian menghampiri mama.

Meraih baluster tangga Renza berdiri, ia sudah tidak lagi menggunakan crutch. Berkat latihannya bersama Haidar selama SMP kini ia bisa meninggalkan alat itu. Meskipun tidak bisa bergerak secepat yang lain, namun ia bersyukur kini kakinya sudah bisa untuk berjalan.

Ternyata benar yang di ucapkan terapisnya saat kecil, yang bisa membuatnya kembali berjalan adalah keberanian dan juga keyakinan yang kuat terhadap kemampuan diri sendiri.

Haidar sudah mati-matian meyakinkan diri Renza waktu itu dan kini Renza telah mendapatkan kepercayaan dirinya.

Kini Renza sedang duduk di aula untuk menyaksikan sahabatnya berlatih bela diri. Dia sesekali bertepuk tangan melihat aksi hebat Haidar. Tak ia sangka sahabatnya yang sering sembrono ini ternyata bisa menjadi serius saat mengenakan seragam dobok dan jika sudah berhadapan dengan sang lawan tidak ada sedikitpun kata bercanda di dalam dirinya.

Pukul empat tepat Haidar selesai dari ekskulnya, menghampiri Renza untuk segera berangkat ke pantai. Kedua remaja itu berboncengan memakai motor milik bapak. Sepanjang jalan Haidar terus mengeluarkan lawakan konyol yang membuat Renza tak berhenti tertawa.

Satu jam kemudian mereka sampai, Haidar segera memarkirkan motornya. Renza sudah berjalan duluan ke arah pantai, sepertinya memang sudah tidak sabar.

Deburan ombak sahut menyahut. Semilir angin sore menerpa wajah remaja berhidung mancung itu. Renza memejamkan matanya, merentangkan kedua tangan lalu menghirup oksigen dalam-dalam. Sedangkan Haidar sudah duduk di pasir beralaskan sepatu seraya memandangi Renza.

"Buset, dalem bener. Ntar dosa-dosa penghuni laut juga ikut kesedot. Ati-ati Lo, Ren." Celetuk Haidar yang berhasil membuat Renza tergelak lagi.

"Gue cuma kangen aja sama udara pantai. Udah lama banget Gue nggak ke sini. Terakhir kali ke sini waktu umur gue 6 tahun. Thanks ya udah ngajak ke sini."

"Selow, Ren." Balas Haidar kemudian berjalan menuju bibir pantai.

Mereka berdua begitu menikmati sore ini. Bermain pasir seperti anak kecil, melempar batu ke arah pantai, bermain air, berfoto-foto, hingga minum es kelapa muda sambil menunggu matahari terbenam. Semuanya terasa sangat mengasikan.

Renza rindu sekali ke tempat ini bersama keluarganya. Ia masih berharap semoga suatu saat nanti keempatnya bisa berkumpul lagi di sini. Dengan rasa yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu.

Luka di hati Renza memanglah selalu bertambah setiap harinya. Jika bisa di lihat, mungkin hati itu sudah tak berbentuk karena dipenuhi oleh luka dan sayatan. Namun, sebisa mungkin anak itu mengobati luka yang ada dengan cara selalu bersama Haidar. Karena seperti yang sudah Renza katakan, Haidar adalah obat untuknya.

Langit di atas laut itu sudah memperlihatkan semburat warna jingga. Perpaduan warna antara kuning dan oren begitu indah pada matahari yang membulat dengan sempurna. Perlahan matahari itu turun dan bersembunyi di balik garis laut.

Haidar berdiri seketika saat melihat matahari hampir hilang. Renza menatap bingung sahabatnya, kemudian memperhatikan apa yang akan dilakukan. Haidar mendongak menatap langit, detik berikutnya Haidar memejamkan mata.

"Ya Tuhan, jangan pisahkan aku dengan seseorang yang ada bersamaku saat ini. Biarkan kita bersahabat sampai kita tua nanti. Aku ingin membangun rumah di samping rumahnya. Aku ingin mengganggunya setiap hari." Haidar mengambil napas. Renza tersenyum mendengar bait doa yang dipanjatkan Haidar.

"Berdoa saja dia sambil bercanda.", batin Renza.

"Ya Tuhan, sukseskan lah kami. Dan...jadikan aku setampan dia jika aku dewasa nanti." Lanjut Haidar. Lagi-lagi Renza tergelak dalam hatinya.

"Ya Tuhan, sembuhkan lah semua luka dalam dirinya. Bahagiakan dia selalu. Aku tidak mampu melihatnya selalu tersakiti. Aku mohon." Haidar mengucapkan kalimat terakhir itu di dalam hati.

"Aamiin." Final Haidar. Dalam hati, Renza pun juga mengaminkan setiap bait doa yang sahabatnya rapalkan.

Haidar selesai berdoa tepat saat matahari tenggelam dengan sempurna. Kini langit sudah menggelap. Renza kemudian bangkit dari tempatnya.

"Kenapa tiba-tiba berdoa?"

"Gue selalu merasa, saat matahari hampir terbenam Tuhan sedang menyaksikan semua makhluknya yang udah seharian lelah menghadapi dunia. Jadi, Gue percaya Tuhan pasti akan mengabulkannya." Jawab pria yang sudah menggulung lengan seragamnya hingga siku.

"Kok Lo nggak ngajak-ngajak Gue kalo mau doa?" Protes Renza.

"Keburu tenggelem itu matahari kalo Gue ngajak Lo dulu. Belom lagi Lo banyak tanya kayak gini. Lain kali Lo bisa coba kok. Nggak harus di pantai juga. Di balkon rumah Lo juga bisa." Jelas Haidar.

"Ya udah yok balik. Keburu malem." Haidar merangkul bahu Renza.

Haidar adalah salah satu orang--setelah Bi Jum--yang tahu bagaimana perlakuan keluarga konglomerat itu terhadap Renza. Dulu awal-awal mengenal Renza, dirinya juga sempat terkejut karena setiap kali bermain ia sering melihat luka akibat cambukan ataupun lebam di lengan dan kaki.

Dia sering memergoki Renza menangis sendirian di rumah saat dirinya sengaja mampir untuk meminjam buku atau mengirim camilan yang ibu buat. Dia tahu bahwa sahabatnya ini menyimpan banyak luka di dalam dirinya.

Malam ini bulan dapat dilihat dengan jelas. Tidak ada satupun kumpulan awan yang menghalangi cahayanya. Bintang pun ikut berkelap-kelip mendampingi sang purnama.

Hari ini benar-benar menyenangkan bagi Renza. Mungkin ini hari pertama yang membahagiakan setelah bertahun-tahun yang lalu. Bersama Haidar, ia bisa membuat kenangan-kenangan baru yang indah.

Terimakasih Tuhan, kali ini Renza tersenyum sepanjang hari.

_______________________
_______________________

"Bersamaan dengan hilangnya senja yang di telan laut, semoga segala luka juga ikut tenggelam ke dasarnya."
- Renza -

Continue Reading

You'll Also Like

16.7K 1.7K 25
[ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA ] Galang adalah korban dari pembantaian satu keluarga 8 tahun silam. Dirinya terpaksa meninggalkan adiknya yang waktu...
1.3K 252 27
"Maaf, Juan udah berusaha. Tapi penyakit 'gagal ginjal' ini seakan-akan ingin membunuh Juan detik ini juga." "Jangan ngomong gitu, Juan harus inget...
2.1K 211 8
seperti apa rasanya bahagia? Follow toktok:@selmijiarma
19.6K 3.6K 28
Dienga High School bukanlah sekolah biasa. Ada banyak sekali hal terjadi di sana, hingga terbentuklah D-Zero untuk mengatasi semua masalah. Hadirnya...