Dear Renza [TERBIT]

By moccamatha

275K 40.6K 2.6K

Mohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan me... More

1 - Awal Mula
2 - Renza Juga Ingin
3 - Perlakuan Tak Sama
4 - Anak Berwajah Lumpur
5 - Latihan Berjalan
6 - Sakit, Yah...
8 - Pantai
9 - Sekotak Martabak
10 - Namanya Zoya
11 - Lampu
12 - Pelukan Pertama Zoya
13 - Lukisan dan Keluarga Bahagia
14 - Sebuah Tempat yang Sedang Diperjuangkan
15 - Gadis Pertama
16 - Ceroboh
17 - Maaf, Kak
18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji
19 - Bimbang
20 - Kekhawatiran
21 - Renza Nggak Salah, Yah...
22 - Fakta Menyakitkan
24 - Secuil Masa Lalu
25 - Senja, Doa, dan Zoya
26 - Pengumuman
27 - Rumah Kedua
28 - Seleksi
29 - Yah, Renza Rindu
30 - Acara Penting
31 - Sesak yang Kembali
32 - Pertemuan Pertama
33 - Tawa
34 - Sedikit Tentang Haidar
35 - Satu Dua Masalah
36 - Masih Sama
37 - Haidar Lagi
38 - Tuhan, Dengarkanlah Ketiganya
39 - Masih Ada Waktu
40 - Habis
41 - Terlambat
42 - Perpisahan
43 - Dear Renza
44 - END
Spin Off Dear Renza
OPEN PO!
Rose & Lose

7 - Matahari dan Sayap Pelindung

6.9K 1.1K 107
By moccamatha

Pelajaran olahraga adalah hal yang tidak disukai oleh anak berkulit putih ini. Dia lebih senang pelajaran di dalam kelas karena tak mengharuskannya untuk berlari dan berjalan ke sana kemari. Seperti saat ini, dia harus mengikuti pemanasan yang dua kali lebih melelahkan daripada teman-temannya. Kakinya yang membuat dia lebih lelah.

Duduk di pinggir lapangan menyaksikan teman sekelasnya bermain basket dan lompat tali membuat rasa iri itu muncul. Ia pandangi kakinya, kenapa tidak bisa seperti mereka?

Wajahnya sendu, bahkan awan sampai berkumpul di atas kepalanya ikut merasakan kesedihan di hati Renza.

“Sstt!”

Renza tersentak saat seseorang menusuk pinggangnya dengan jari. Haidar. Ya, bocah itu kini sedang bersembunyi di balik pot besar tempat Renza bersandar. Renza keheranan mengapa anak ini selalu bisa keluar di jam pelajaran.

“Kok cemberut? Senyum dong. Gini nih.” Haidar berbisik kemudian menunjukkan senyuman yang begitu menghangatkan hati Renza.

Entahlah, tapi senyum Haidar adalah energi bagi Renza. Setiap melihat anak itu tersenyum ataupun tertawa, Renza jadi ikut bahagia. Perasaan yang buruk bisa langsung membaik begitu saja. Aneh, tapi rernza suka.

“Apaan sih kamu. Sudah sana masuk nanti ketahuan bu guru loh,” Renza mendorong pelan tubuh Haidar.

“Iya-iya, tapi senyum dulu. Hiii,” Haidar menarik kedua pipi Renza hingga bibir itu membentuk sebuah lengkungan indah. Bahkan mata Renza kini hampir menghilang.

“Nah gitu dong. Ya sudah, aku pergi. Dadahhh.” Haidar kemudian mengendap-endap kembali ke kelas. Renza terkekeh melihat kelakuan temannya tersebut.

Kesedihan di hati Renza hilang begitu saja setelah kehadiran Haidar yang tiba-tiba. Bagi Renza, senyum Haidar adalah obat. Kelakuan anak itu seperti baterai untuknya. Apapaun yang Haidar lakukan itu selalu bisa membuat Renza lupa akan sakit yang ia rasakan.

Baginya Haidar adalah matahari yang selalu memberikan cahayanya dengan tulus tanpa pamrih. Yang bisa menghangatkan tubuhnya saat ia dibekukan oleh dinginnya dunia.

Renza sayang Haidar.

Olahraga selesai tepat saat bel istirahat berbunyi. Renza memutuskan untuk pergi ke kantin duluan sebelum tempat itu dipadati oleh siswa. Ia terpaksa harus membeli sebungkus roti di sekolah karena tadi pagi ia melewatkan sarapan dan tidak membawa bekal.

Ternyata makanan di kantin enak-enak semua ya, Renza jadi ingin kembali lagi lain waktu. Karena jika setiap hari ia jajan, maka uang sakunya tidak bisa ditabung. Kalau ada keperluan mendadak pasti ia akan kesulitan karena tidak mungkin meminta pada ayah dan mama.

Renza segera menuju loker untuk mengambil seragam putih biru setelah membayar rotinya pada ibu kantin. Namun, betapa terkejutnya Renza saat melihat beberapa anak sedang memasukkan sampah-sampah ke dalam loker miliknya. Ia segera menghampiri mereka.

“Tolong berhenti. Kalian bisa mengotori baju seragamku. Berhen-”

BRUGGG.

Tubuh Renza tersungkur ke lantai saat salah satu dari mereka mendorongnya dengan kuat. Tongkat Renza di tendang kemudian mereka semakin banyak memasukkan sampah ke loker. Renza menari-narik celana si pelaku untuk menghentikannya.

BUG.

“Bocah edan!” Itu Haidar, memukul bahu temanya.

“Wah berani-beraninya.” Bocah yang diduga penyumbang terbesar di sekolah ini mulai mendekati Haidar sambil menahan rasa sakit di bahunya.

Haidar dengan wajah tengilnya membuat kuda-kuda. Bersiap jika bocah itu membalas pukulannya tadi.

“Aaaaa.” Bocah itu meringis kesakitan saat pukulannya mengenai dinding di belakang Haidar. Haidar dengan mudah menghindari serangan itu.

“Mau aku pukul lagi? Kali ini pukulanku bisa sampai Bojong Gede. Mau?” Haidar memukulkan kepalan tangannya ke udara. Mengancam anak-anak nakal itu. Karena takut dipukul lagi oleh Haidar akhirnya mereka lari terbirit-birit.

Haidar membantu Renza berdiri kemudian mengeluarkan semua sampah yang ada di dalam loker. Memungutnya satu per satu lalu membersihkan seragam Renza yang terkena noda saus dan remahan sisa makanan.

“Kurang bersih, tapi setidaknya masih bisa di pakai.” Haidar menyodorkan seragam itu pada Renza.

“Terimakasih, Haidar. Kamu lagi-lagi menolongku.”

“Aku akan selalu ada buat kamu, Ren. Kalau mereka kurang ajar lagi kamu harus kasih tau aku ya. Aku akan mengeluarkan jurus ular andalanku. Yihaaa!” Renza terkekeh saat melihat Haidar memasang kuda-kuda dan membentuk kedua tangannya seperti ular kobra.

Ternyata selain menjadi matahari, Haidar ini juga sudah menjadi sayap pelindung untuk Renza. Setiap kali Renza kesulitan, Haidar pasti ada. Haidar sering kali tidak memikirkan dirinya sendiri saat sedang membantunya. Jika adegan Haidar memukul  anak itu dilihat oleh guru maka tamat sudah riwayat Haidar. Sudah pasti akan dihukum atau lebih parahnya lagi bisa di skors.

Sekali lagi, terima kasih Haidar.

Ayah marah lagi karena Renza. Padahal Renza sudah menjelaskan bahwa seragamnya kotor karena ia dibuli di sekolah. Tapi ayah tetap tidak percaya.

“Kamu selalu saja membuat Saya malu, Renza!” Dion yang selalu dengan nada tingginya.

“Ma-af, Yah.” Renza sesenggukan.

“Diam! Nangis terus, bisanya cuma nangis!”

“Kamu lihat Juan sekarang! Lihat dia, Renza!” Dion memegang wajah Renza, mengarahkannya pada Juan yang sedang memandanginya dari atas tangga.

“Juan belum pernah sekalipun membuat Saya malu. Dia selalu bisa membuat Saya bahagia atas prestasinya. Tapi kamu?” Dion menghela napas. Amarahnya sedikit menurun.

“Jangan bikin Saya malu lagi. Kamu ini tinggal bersama pengusaha sukses. Pakailah baju yang bersih, yang bagus, yang tidak bau seperti ini.”

“Sekarang kamu mandi dan belajar yang giat agar bisa seperti kakakmu.” Final Dion.

Renza berjalan lunglai menaiki tangga. Melewati Juan yang bahkan tidak meliriknya sama sekali. Juan selalu diam setiap Renza dimarahi oleh ayah dan mama. Meski kadang Juan tahu kebenarannya, Juan tidak pernah sekalipun membelanya. Juan hanya diam dan melihat.

Dalam hati Renza, ingin sekali dirinya dibantu oleh Juan. Ia ingin sekali bisa merasakan kasih sayang dari seorang kakak. Ingin dibela, ingin ditenangkan, ingin mendengar  kalimat “tidak apa-apa, ada kakak di sini.

Tapi mungkin, itu tidak akan pernah terjadi. Walau begitu, Renza tetap menyayanginya karena dia satu-satunya saudara yang Renza punya.

_________________
_________________

"Terima kasih sudah menjadikanku teman tanpa perlu aku memintanya. Dan terima kasih selalu melindungi ku layaknya seorang kakak."

- Renza -

Continue Reading

You'll Also Like

51.3K 4.3K 21
"i have nothing more to say but wait until we see each other tomorrow. i want to give you a hug to warm you up." [#09 in 00liner -July, 22nd 2018] [#...
108K 12.8K 30
Mohon untuk tetap tinggalkan VOTE dan KOMENTAR walaupun sudah end. [āš ļøAlur sedikit cepat dan belum direvisi. Harap maklum jika masih berantakan.] ~ā€¢~...
7.2K 1K 33
Dua kepribadian yang berbeda dengan takdir yang sama, kehilangan. "Karena dalam hidup gue. Cukup gue kehilangan satu kali, yaitu bunda. Gue gaakan sa...
6.4K 857 22
"Jika bisa, saya ingin memberikan segalanya yang saya punya untuknya. Sekalipun itu nyawa." Hanya kisah picisan seorang lelaki yang bercita-cita meng...