Batas Akhir [END]✓

De dekookoo

98.9K 8.4K 322

"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, m... Mais

01. Sang pemilik nama✧
02. Dirinya yang rapuh☆
03. Ingin pulang☆
04. Tidak sendiri✧
05. Obrolan Satya✧
06. Gama yang tulus☆
07. Sosok penyelamat☆
08. Pulang ke rumah✧
09. Hati yang terluka☆
10. Bertemu Ayah?✧
11. Kehangatan seorang nenek☆
12. Rumah sakit✧
13. Ayah Fabio☆
14. Kenalan baru✧
15. Hari pertama sekolah☆
16. Pendengar yang baik✧
17. Sulit☆
18. Ceroboh✧
19. Pertemuan tidak terduga☆
20. Anak itu✧
21. Mencari jalan keluar☆
22. Suatu malam✧
23. Curahan hati☆
24. Takut mati✧
25. Mulai terungkap☆
26. Pertolongan☆
27. Ayah siapa?✧
28. Malam yang panjang✧
29. Rasanya tetap sakit☆
30. Kebenaran yang berdatangan✧
31. Mulai menerima☆
32. Hug Me✧
33. Kembali sekolah☆
34. Tanpa judul✧
35. Salah paham☆
36. Berujung celaka✧
37. Kembali berjuang☆
38. Hadiah Fabio untuk Bagas✧
39. Semua orang menunggu☆
40. Mencari kebahagiaan✧
42. Sibling✧
43. Fabio bahagia [END]☆
44. Secuil cerita✧
Yuk mampir
Hi, Luca

41. Ayo bahagia☆

2.1K 176 1
De dekookoo

Tiga Minggu lebih lamanya Fabio di rumah sakit, dalam waktu itu juga tentu keadaannya sudah mulai membaik. Ia sudah tidak menggunakan bantuan mesin untuk bernapas, tapi ia masih membutuhkan selang NGT yang bertengger manis di salah satu lubang hidungnya, di plester dengan rapi di pipinya, sebab Fabio masih belum nafsu makan.

Kata dokter setelah observasi tadi, ia sudah boleh di pulangkan jika dalam satu Minggu ke depan kondisinya semakin membaik, sebuah berita yang bagus untuk didengar.

"Yo, cepet pulih ya. Biar bisa lulus bareng kita-kita, insyaallah kalo nggak ada halangan kelulusan kita bakal di adain kurang lebih satu bulan lagi, adek kelas yang ikut ekskul juga udah pada latihan dan selama itu lo harus sembuh," celetuk Gio, kini kamar rawat Fabio ramai sebab sebagian dari teman sekelasnya menjenguk, tadi juga ada guru-guru yang ikut menjenguk, namun sudah pulang terlebih dahulu.

Selama di rawat, baru kali pertama Fabio di jenguk teman-teman sekelasnya seperti ini, hal itu mampu membuatnya senang.

"Iya itu bener Yo, lo harus hadir di acara itu, dan juga gue minta maaf soal sikap gue waktu olahraga itu. Maafin gue yang udah mojokin lo waktu itu, untungnya Bapak nyegah lo, kalo nggak... Gue bakal merasa bersalah banget," sesal April. Ia sebenarnya malu untuk menampakkan diri dihadapan Fabio, tapi akan lebih malu lagi jika ia tidak meminta maaf.

Fabio memberikan senyum manisnya, "gue maafin kok, emang harusnya gitu Pril, kalo lo nggak suka terhadap sesuatu lo harus berani bilang. Itu lebih baik daripada di simpen sendiri dan akhirnya jadi dendam." April mengangguk lega, rumor tentang Fabio yang memiliki hati lembut itu benar adanya.

"Ngeliat lo gini gue linu sendiri. Dulu gue pernah retak tangannya, dan itu rasanya sakit banget. Apa lagi lo yang patah dan pasang pen gini Yo, ini masih sakit?" Aska, salah satu teman sekelasnya yang pernah satu kelompok dengan dirinya berujar seraya menunjuk tangan Fabio yang di gips dari atas siku hingga telapak tangannya.

"Kadang masih kumat sakitnya walau di gips dan walau nggak gerak, kaki juga gitu, tapi nggak papa kok, dokter ngasih gue obat pereda nyerinya," jawabnya sembari menatap tangan kanannya yang terluka dan turun pada salah satu kakinya yang berada di tumpukan bantal yang juga mengalami patah.

"Oh iya Yo, perempuan yang nungguin di depan itu ibu lo? Kok nggak masuk aja?" Pertanyaan lain muncul, membuat Fabio mengerut tidak paham siapa perempuan yang di maksud.

"Heh, bukan atuh. Dia mah ibunya Gio," kata April. Saat mereka datang kemari, mereka melihat perempuan yang duduk di depan ruang rawat Fabio.

"Eh, iya tah? Kira gue nyokapnya. Maaf gue nggak tau."

Fabio hanya tersenyum, sementara Gio tahu arti senyuman yang Fabio keluarkan, "yang di bilang Aska bener kok, dia ibu kandung Fabio yang juga ibu tiri gue." Gio hanya tidak mau ada kesalahpahaman lagi kedepannya.

Fabio tampak kaget dengan apa yang di katakan Gio, ia tidak menyangka jika Gio akan jujur di depan teman-temannya yang lain. Bukan itu saja yang masih Fabio pikirkan, selama teman-temannya datang kemari, Fabio mencari satu sosok yang tidak ikut datang, Bagas.

Fabio menghela napasnya kecewa, Bagas pasti masih marah padanya atas kesalahpahaman yang terjadi. Pastinya Bagas tidak akan sudi menjenguknya, bisa saja  sebenarnya Fabio menanyakan Bagas pada Satya yang tidak absen menjaganya saat malam, tapi ia tidak mau membebani Satya.

Tangan kirinya menyentuh dadanya dan mengusap perlahan diarea yang membuatnya tidak nyaman, hal itu membuat Gio menyadari dan buru-buru menanyai keadaan Fabio.

"Gue nggak papa, cuma bekas operasinya sedikit perih. Mungkin gue kebanyakan gerak," katanya meyakinkan.

"Oh iya Yo, gimana sama kasus lo? Maksud gue pelaku yang nabrak lo, udah ke tangkep belum?"

Pertanyaan Aska itu membuat Fabio diam sejenak, semenjak ia sadar, tidak ada seorang pun yang menyinggung tentang kecelakaan yang menimpanya, apalagi tentang siapa yang menabrak dirinya, Fabio tidak di beri tahu itu, bahkan sampai sekarang tidak ada dari pihak polisi yang datang dan menginterogasi.

"Siapapun pelakunya, gue maafin. Karena kecelakaan itu terjadi karena gue yang ceroboh waktu itu."

***

Wajah Fabio terlihat murung, remaja tersebut kecewa ketika ia mendengar Gama hari ini tidak bisa datang, padahal hanya pemuda tersebut yang bisa membuat Fabio senang. Katanya Gama ada jam tambahan di rumah sakit, itu yang di katakan Satya padanya.

Fabio tidak pernah mengeluhkan rasa sakitnya, tapi ia akan terbuka jika bersama Gama. Interaksi tersebut mampu membuat orang-orang terdekatnya merasa tersentil, bagaimana Fabio yang justru lebih nyaman kepada orang lain.

"Aku mau pulang," katanya tiba-tiba, hal itu sontak membuat Satya berserta Yuni yang berada disana bingung.

"Kenapa? Bio denger sendiri kata dokter tadi 'kan?"

"Nggak Nek, Bio mau pulang." Kekeuhnya, Fabio merasa bosan dan ingin pergi dari sini secara tiba-tiba.

"Yo, apa ada masalah? Cerita sama nenek." Percuma saja Yuni mendesak Fabio untuk bercerita, nyatanya anak itu memilih bungkam dan terus mengatakan jika ia ingin pulang.

"Kalo nenek sama om nggak izinin pulang, enak aja kok. Aku bisa kabur," ancamnya pada dua orang dewasa tersebut, salah satu andalan Fabio jika keinginannya tidak di turuti ataupun dirinya ketika sedang marah.

"Nggak ada kabur-kaburan Yo, lagian emang gimana cara kamu kabur kalo kaki kamu aja masih sakit." Yuni jelas tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Aku bisa minta bantuan bunda kok, dia pasti mau."

"Nggak, nenek nggak akan biarin kamu ikut bunda kamu itu. Kalo kamu memang mau pulang, nenek yang bilang sama dokter, asal kamu jangan kabur ataupun ikut sama bunda kamu." Putus Yuni, lebih baik menuruti kemauan anak itu daripada berakhir dengan kejadian yang tidak diinginkan, apalagi keadaan Fabio belum bisa di katakan baik.

"Kalo soal itu, Bio akan tetap ikut bunda setelah pulang dari sini Nek... Bio udah janji sama bunda waktu itu... Bio nggak mau ingkar janji, lagian ini juga permintaan terakhir Bio ke Bunda... Nggak lama kok, cuma sebulan aja Bio disana... Tolong izinin Bio ya nek." Bio membawa tangan Yuni untuk digenggamnya, berusaha meyakinkan wanita itu agar mengizinkan dirinya.

"Yo, kamu inget apa yang udah di lakuin bunda mu 'kan? Kenapa masih berharap?" Bukannya Yuni menurunkan mental Fabio dengan mengatakan hal ini, tapi mengapa bisa hati cucunya bisa sebaik ini?

"Bio nggak berharap... Karna semua kemauan Fabio, belum tentu bisa Fabio gapai. Bio nggak papa kalo misalnya bunda cuma kasian sama Bio karna Bio sekarat kayak gini... Yang penting Fabio bisa ngerasain gimana tinggal sama bunda lagi, dan setelahnya juga bunda akan seneng karna Bio pergi... Bio dapet untung, bunda juga bakal dapet untung." Yuni terhenyak saat Fabio mengatakan kata-kata tersebut, ia tidak bisa berkata.

"Jadi bisa sekarang nenek sama om urus kepulangan Bio? Sama Bio minta tolong, panggilin bunda ke sini?" Pintanya, lama ia mendapatkan jawaban sebelum mereka mengangguk dan melaksanakan keinginan Fabio.

Setelah kepergian kedua orang itu, Fabio mempersiapkan diri untuk bertemu Airin yang Fabio sangat yakin jika wanita tersebut tengah duduk di kursi tunggu depan.

Sementara Airin yang mendapatkan berita jika Fabio ingin bertemu dengannya senang bukan main, ia segera melangkah masuk dan menemukan sang anak tengah menatap ke depan dengan bed yang dibuat setengah tiduran, sehingga membuat Fabio lebih nyaman ketika berkomunikasi.

"Bio," panggilnya pelan, namun masih bisa di dengar oleh anak laki-laki itu, terbukti Fabio yang menoleh dan tersenyum ke arah Airin.

"Bunda," sambutnya dengan senang, senyuman terbit di bibir tipisnya yang masih terlihat pucat disana, "Bio kangen."

Airin tidak bisa menahan tangisnya, ia langsung menangis dan memeluk Fabio dengan sangat hati-hati, "gimana keadaan kamu sekarang? Maafin bunda nak... Bunda salah."

Fabio tidak melunturkan senyumnya, jutsru senyumannya tersebut tambah lebar. Ini yang ia inginkan, Airin memeluk dirinya dengan hangat dan menanyakan bagaimana keadaan nya, Fabio senang tuhan mengabulkan do'anya saat ini.

"Bunda... Ayo bahagia."

TBC...

[]

Lampung, 26082022

Continue lendo

Você também vai gostar

158K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
206K 19.2K 51
Versi II| Versi Baru Book 3 | Narezka | Mxavier | Start : 12 September 2022 | 11 Juni 2023 Finish : 7 Februari 2023 | 17 Oktober 2023
ADRIAN [ REVISI ] De Tangga Asa

Ficção Adolescente

887 298 34
Ketika kamu memutuskan untuk patuh, Ketika kamu memutuskan untuk diam, Ketika kamu memutuskan untuk kuat, Maka kelak, kamu akan menjadi apa yang tela...
6.3K 761 29
Aku hanya berharap aku dapat di perdulikan dan di sayang oleh keluargaku. Apa salahku? Dan kenapa keluarga aku memperlakukan aku seperti ini?. tidak...