Beautiful Flowers: Always Got...

By EllijaSwag

591 217 28

[# 1 organisasi (15 Agustus 2022)] [# 1 balasdendam (15 Agustus 2022)] [# 1 Shean (16 Agustus 2022)] [# 1 Lag... More

Prolog
Chapter 1 | Scars
Chapter 2 | Going to Hospital
Chapter 3 | Incidence (1)
Chapter 4 | Incidence (2)
Chapter 5 | Money Tragedy
Chapter 6 | Fight The Devil
Chapter 7 | Questions and Request
Chapter 9 | Debt Collector
Chapter 10 | Resign as Hitman
Chapter 11 | Mysterious Bouquet Flowers
Chapter 12 | The Dangerous Reasons
Chapter 13 | New Home

Chapter 8 | Visiting

44 18 0
By EllijaSwag

Upload lagi nich! Skuy di gulir layar hpnya dan jgn lupa vote ngokhey <3
_____

16 Februari at 11:56 PM, Hospital

Was wes wos...

Alam sadarnya mulai kembali. Terdengar sayup di telinga Shean seperti orang-orang tengah berbincang. Perlahan kedua matanya terbuka. Pertama kali yang terlihat adalah kelambu putih yang berkibar di sisi kiri ranjang. Di balik kelambu itu, terlihat siluet tiga orang berdiri. Gelagat orang-orang tersebut seperti sedang membicarakan sesuatu yang krusial. Ada yang berkacak pinggang dan ada yang tangannya bergerak sesuai apa yang diucapkan.

Ekspresi Shean mencangah tak mengerti. Otaknya masih belum mampu mencerna keadaan. Dia ada dimana? Mereka siapa? Bagaimana dengan Keith? Ya, Keith. Mengingat nama itu membuatnya seperti menerjang masuk ke dalam neraka. Seketika tenggorokannya mengeluarkan suara alfabet A secara tak sadar.

Sontak orang-orang yang ada di balik kelambu itu pergi mendekatinya. Mereka terdiri dari: seorang wanita dengan dress terusan hitam terbalut jaket parka cokelat, rambut bob rapih dan syal abu-abu melilit leher wanita itu; pria bercambang, mengenakan kemeja flannel dan denim lengkap dengan sabuk taktis; terakhir, pria gagah, berbadan bidang mengenakan seragam polisi lengkap dengan topi baret dan ada bunyi statik dari walkie talkie yang terpasang pada dada kiri pria itu. Shean begitu tidak familiar terhadap ketiga wajah di hadapannya.

Wanita itu menaruh sentuhan tangan hangatnya di atas telapak tangan Shean, "apakah kau baik-baik saja, nona Lawson?" bibir berlipstik merah itu melambungkan senyum pada Shean.

Shean hanya mampu tercangah melihat wanita itu. Karena paham gadis ini tidak mengenalinya, wanita itu mengulurkan tangan untuk mengajak berjabat tangan, "sepertinya kehadiran kami membuat anda sedikit kalap. Perkenalkan, saya adalah Amanda, seorang detektif. Di kanan saya ada Tuan Parker, rekan kerja saya. Di belakang saya ada Opsir Jeff dari kepolisian. Maksud kami kemari untuk melakukan beberapa penyelidikan mengenai kasus yang menimpa anda. Jadi, kami mohon kerjasamanya."

Shean hanya mengamati secara bergantian. Ia mencoba untuk mengingat wajah orang-orang asing tersebut. Lalu matanya terpatri bergantian pada Parker dan Opsir Jeff. Ditunjuknya dua pria itu. "Bisakah kedua pria ini keluar? Saya sedikit kurang nyaman jika berhadapan dengan seorang pria," ucap Shean.

Amanda meminta rekan kerjanya dan polisi itu untuk keluar ruangan. Wanita itu memahami karena gadis malang ini sedang trauma berkaitan dengan kejadian mengerikan yang menimpa Shean.

Amanda mendekatkan kursi dekat ranjang Shean. Ia merogoh saku tas jinjingnya dan mengeluarkan perekam suara serta buku yang tersematkan pena. "Saya akan merekam semua pembicaraan kita berdua dengan alat ini. Aturannya simpel. Anda hanya perlu menjawab pertanyaan yang nanti saya lontarkan. Tak perlu anda ceritakan sesuatu yang menurut anda terlalu berat. Saya tahu anda baru saja mengalami hal yang sangat buruk. Jadi, cukup beri tahu saya informasi secara garis besarnya, usahakan juga menjawab dengan sejujur-jujurnya. Apakah anda bersedia?"

Shean mengangguk.

Amanda menekan tombol aktif pada perekam suara, "baiklah, pertanyaan pertama. Sejak kapan anda pindah ke apartemen Gardandila?"

Shean mengedikkan bahunya, "tidak ingat kapan saya pindah."

"Pertanyaan kedua. Kapan, dimana, dan bagaimana anda bertemu dengan pria yang bernama Keith Anderson ini?"

Shean sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan itu, tetapi sebisa mungkin ia membantu detektif untuk menyelidiki kasusnya. "Emm, Red Flamin' Club. Saya bertemu dengannya di sana. Saat itu, saya tengah diganggu oleh pria lain. Lalu muncul-lah pria yang menolong saya dari gangguan tersebut. Kami berkenalan, lalu menjadi dekat. Memberiku berbagai macam kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier.

Kemudian, pria itu mengalami kebangkrutan yang membuat sebuah trigger dari kehidupanku yang suram. Kami pindah ke apartemen Gardandila yang lebih murah. Selama kami tinggal di sana, di-dia menyiksa saya. Hampir setiap hari. Sampai saya...," Shean mulai menitikkan air matanya.

Amanda berusaha untuk menenangkan Shean. Ia mencoba menepuk-nepuk pelan punggung Shean. "Tidak perlu dipaksakan, Nona Lawson. Baiklah, sebelum itu apakah anda masih sanggup menuju pertanyaan ketiga?"

Shean menghela nafas dan mengangguk. "Okay, pertanyaan ketiga. Bersangkutan mengenai penyiksaan. Kekerasan seperti apa yang anda terima? Anda tidak perlu menyebutkan semuanya, yang terpenting adalah yang menurut anda bisa diceritakan."

Shean memejamkan matanya. Tangan kanannya ia letakkan di atas dadanya. Detak jantungnya berdebar kencang. Sebisa mungkin dia kembali fokus untuk menjawab pertanyaan Amanda. Tetapi, ingatan di dalam kepalanya sangat jelas dan nyata. Hingga membuatnya sedikit mual. Seakan-akan hawa ketakutan, amarah, kebencian dan kesedihan bercampur-aduk menjadi satu mendesak pikiran Shean. Hal tersebut membuat kepalanya pening.

Karena tak bisa menceritakan, ia memilih untuk menunjukkan luka-luka tersebut. Dia menyingkap setengah baju dan melinting celannya untuk menunjukkan luka-luka. "Ini yang paling sakit," suara lirih Shean serta tangisannya membuncah.

Amanda terdiam sejenak melihat tubuh Shean penuh bekas luka. Dia mencatat semuanya di atas buku catatannya dan memotret luka-luka tersebut sebagai bukti, "baiklah, sampai sini sesi interogasinya. Kami akan kembali di kemudian hari untuk melanjutkan penyelidikan kasus kematian Keith Anderson. Kami berharap semoga anda segera membaik dan−"

"JANGAN KAU SEBUT NAMA ITU DI HADAPANKU!" sergah gadis itu kepada Amanda, "segeralah pergi, saya ingin sendiri!"

Shean melirik tajam kerah Amanda dengan harapan Amanda segera pergi dari hadapannya. Ia menatap wanita itu pamit dan pergi berlalu dari ruangan. Di atas ranjang, Shean seperti merintih. Berkali-kali jempol kanannya digigit. Pikirannya disesakkan oleh rekaman masa suram. Trauma dan depresi terus mengusik sukmanya. Walau ruangan ber-AC, tubuh Shean merasa panas. Terlebih pada bagian tubuh yang terluka.

Dia juga membuat banyak gerak akibat kegusarannya sehingga selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya terlepas dan mengucur darah. Melihat darah berdesir, dia berteriak histeris seperti orang kesetanan seraya memegangi tangan kanannya yang berdarah itu. Jika diperhatikan, Shean seperti orang dalam gangguan jiwa.

***

12:02 PM

Luffy tengah mengetuk-ngetukkan jari telunjuk pada setir mobil. Panas dari terik mentari membuat suasana di dalam mobil begitu pengap walau AC dihidupkan. Sesekali kedua mata cokelatnya melirik sekadar mengecek pada lampu lalu lintas yang menyala warna merah.

Di tengah bosanannya menunggu lampu hijau, ia memperbesar volume music player dan bersenandung menyesuaikan lantunan musik. Sesekali juga matanya melihat bunga yang tergeletak di atas kursi sampingnya. Sebuket bunga krisan ungu dan baby breath putih dengan pembungkus berwarna violet pastel. Tidak ada kekhawatiran terhadap bunga itu layu di tengah perjalanan, sebab dia sudah berantisipasi membawa botol semprot berisi air yang tergeletak di dekat buket bunga.

(Gambar pemanis doang :v)

'Kuharap dia cepat membaik' batinnya. Terdengar suara klakson mobil lain di belakang. Lampu hijau sudah menyala. Segera dia melajukan mobil menuju rumah sakit. Kali ini dengan kemampuan multi talent-nya, Luffy mampu mengemudi dengan baik seraya menjaga kualitas bunga tetap segar.

Mobil hitamnya terparkir rapi di area parkiran mobil rumah sakit. Dia melihat pantulan tubuhnya dari kaca mobil. 'Sudah rapi,' langkah penuh percaya diri itu menyusuri rumah sakit sampai-sampai dia menjadi pusat atensi seisi rumah sakit. "Artis mana yang datang ke rumah sakit dengan membawa buket bunga?" Seperti itu pandangan orang-orang melihat batang hidung Luffy.

"Maaf, anda ingin mengunjungi Nona Sheanne Lawson?" tanya resepsionis itu.

"Yup, saya adalah temannya," Luffy melontarkan senyum terbaiknya.

Resepsionis tersebut memberikan petunjuk lewat arah mana saja yang harus ditempuh Luffy hingga sampai pada destinasi dimana gadis itu dirawat. Luffy berterima kasih pada resepsionis tersebut dan segera pergi ke Paviliun Mantis, Ruang 4.

Tampak dari kejauhan, ada dua pria berdiri tepat di depan ruangan Shean−salah satu diantaranya adalah polisi. Karena tak mau berkecimpung dengan polisi, Luffy berpura-pura menyinggahkan pantatnya pada salah satu kursi tunggu di depan ruang nomor 1. Berakting seakan-akan sedang membalas pesan seseorang. Padahal, sudut matanya terpusat pada dua pria itu.

Selang beberapa menit kemudian ada seorang wanita keluar dari ruangan Shean. Dari raut wajah wanita itu terlihat seperti kecewa. Dan terdengar samar-samar wanita itu mengucapkan "Only few information that i got. But still not enough to prove her that she is guilty or not."

Tak lama setelah wanita itu keluar, ada suara jeritan perempuan terdengar begitu jelas dari dalam kamar. 'Suara Shean!' dia segera mengantongi gawainya dan berlari menghampiri ruangan Shean. Larinya didahului oleh dua orang perawat mendorong troli medis.

Seketika langkahnya melambat dan terhenti. Luffy hanya mampu mengamati dari luar ruangan. Tepatnya di balik kaca jendela. Kala itu, Shean seperti meronta-ronta kesakitan. Terlihat dengan jelas ekspresi Shean begitu menderita. Ditambah lagi banyak perban membalut kulit Shean. Bahkan selang infus ditangan gadis itu terlepas dan cipratan darah mengenai baju dan seprei kasur.

Melihat gadis itu dirundung kemalangan dan trauma, membuat rasa iba di dalam hati Luffy memuncak. Tangan kanan Luffy menyentuh jendela. Ekspresi matanya menunjukkan kesedihan. Besar keinginannya untuk bisa masuk ke dalam dan membantu mereka menenangkan gadis tersebut. Tetapi, ia sadar diri jika dirinya bukan siapa-siapa dan juga tak ingin berurusan dengan polisi. Tanpa pikir panjang, ia memilih untuk kembali.

Di dalam mobil-saat hendak mennyalakan mesin, Luffy terhenti sejenak. Kedua tangannya beralih menggenggam erat setir mobil. Kepalanya bertumpu pada setir mobil. Bulir tangisnya membasahi celana. Di dalam benaknya ia teringat pada dengan istrinya yang sama tersiksanya seperti Shean. Karena tak sanggup berlama-lama dalam kesedihan, dia melajukan mobilnya pulang ke rumah. Bagaimana dengan buket bunganya? Ditinggalkan begitu saja di kursi tunggu tadi.

***

Continue Reading

You'll Also Like

19.4K 1.3K 15
"Alright you dumb door!" Backing away you took a big breath "You better take me to the surface-" You declared, pushing it open with both hands "Or im...
75K 2.7K 104
Coming Into Your World I Fell In Love With You| "I'm...In love with someone who's in a TV show?! And he's not even in the show he's supposed to be a...
112K 5.9K 41
مرحبًا بكم في المملكة لا لا، يجب أن أحذرك أولًا من يدخل المملكة لا يخرج حيًا. يمكنك المغادرة الآن.. سأترك لك بعض الوقت للتفكير. حسنًا .. قررت؟ هل ه...
23.3K 616 15
Azra, jeune femme d'une vingtaine d'années forcée d'épouser un homme qu'elle ne connait absolument pas. À cause de son frère aînée ; Tarik. Azra viv...