SOLITARIA

By luvtrm

21 4 0

"lo ga akan pernah tau gimana rasanya sendirian di dunia ini! Ga akan bisa paham gimana rasanya ketika semua... More

01 :: "You've worked hard today"
02 :: Lullaby
04 :: You Made My Day

03 :: Lonely Night

6 1 0
By luvtrm

*rekomendasi lagu : Jung Seung Hwan - An Ordinary Day*

Pagi itu gerimis turun tanpa terduga. Beberapa kelas sengaja membuka jendelanya, membiarkan angin menerpa masuk ruang kelas. Gorden-gorden putih mengayun indah terkena terpaan angin.

Pak Kyuhyun, guru Sastra Korea yang seharusnya mengisi pelajaran pertama di kelas Jaemin, pagi itu nampak tak hadir. Sesuai info dari guru-guru lain, beliau mengajukan cuti hari ini dikarenakan menemani sang istri yang tengah melahirkan anak pertama mereka.

Walau tak hadir, beliau tak lupa untuk memberikan tugas pada murid-muridnya. Agar mereka tetap dapat belajar dan memperdalam pemahaman pada materi sebelumnya.

Jaemin yang duduk di bangku kedua dari belakang sedang serius mengerjakan esai pemberian Pak Kyuhyun. Chenle, yang duduk di sampingnya, sedang asik bermain game dari nintedo miliknya.

Haechan dan Jeno, yang duduk di belakang mereka, sedang sibuk menyalin catatan Jaemin di pertemuan lalu. Jangan tanya kenapa. Dua orang ini memang sungguh bebal, namun anehnya mereka mampu menyerap pelajaran dengan cepat. Tak heran mereka bisa masuk ke SMA Haneul.

"Na, siang ini menunya semur daging. Lo bantu gue antriin makanan ya? Please~" ucap Haechan merajuk

"ngantri sendiri kenapa dah. Udah gede manja banget lu" celetuk Jaemin pada Haechan, sambil tetap focus pada garapan esai nya

"Na, kalo lo yang antriin, udah pasti dapet. Dan pasti porsinya banyak." Tanggap Chenle, ikut nimbrung dalam percakapan 4 sekawan tersebut

"iya Na. Inget gak lo, pas minggu lalu menunya oseng sosis sama cumi. 2 lajur antrian cewe-cewe rela gitu minggir demi lo yang barusan dateng. Udah gitu lo dikasih banyak banget lagi lauknya. Kita-kita yang kudu ngantri dari belakang cuma dapet kuah oseng ama tempe doang." Jelas Jeno panjang lebar

Jaemin hanya tertawa. Ia menghentikan kegiatannya, lalu berbalik ke belakang.

"mau ya Na? Please, please~"

"ntar sore kalo lo mau balik lo boleh deh bawa motor gue. Ntar gue balik pake sepeda lo aja"

Di tengah rayuan dua temannya yang makin menjadi itu, tiba-tiba sebuah telfon masuk ke ponsel Jaemin. Pandangannya beralih pada layar ponselnya, mengecek siapa penelfon tersebut.

Matanya sedikit terbelalak. Lengkungan senyum di bibirnya perlahan hilang.

***

Kelas Hana sedang mendapat giliran untuk pelajaran olahraga hari ini. Setelah sempat tertunda karena gerimis tadi pagi, Pak Donghae selaku guru olahraga merekapun menginstruksikan untuk melaksanakan kegiatan olahraga di lapangan indoor sekolah.

Hana berbaris di paling belakang. Di sebelahnya, berdiri seorang gadis cantik. Tingginya hampir sama dengannya, berambut pendek, dan matanya sangat indah. Hana tidak pernah memperhatikan teman-teman sekelasnya dengan teliti, sehingga walaupun sudah pernah bertemu di kelas, ia belum pernah berinteraksi sedekat ini dengan teman-temannya.

Gadis disampingnya itu menoleh ke arah Hana, lalu tersenyum simpul.

"gue Gaeul. Lo Hana ya?" Hana hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaan gadis cantik bernama Gaeul itu.

"kalo boleh tau, kenapa pindah sekolah pas udah mau deket ujian begini? Apa ga ribet ngikutin pelajarannya?"

Hana terdiam. Belum pernah ia berinteraksi dan mendapat kalimat pertanyaan sepanjang ini selama masa sekolahnya. Kalaupun ada, itu bukanlah pertanyaan. Namun lebih ke tuduhan, cercaan, dan makian yang harus ia telan mentah-mentah tanpa pernah berkesempatan untuk menampik maupun meluruskannya.

"hei, kok diem aja? Pertanyaan gue sensitive ya?"

Hana menggoyang-goyangkan tangan, bermaksud menjawab tidak pada Gaeul.

"gue...pindah rumah. Jadi harus pindah sekolah juga." kilahnya. Ya, memang ini sebuah kebohongan. Tapi semoga kebohongan ini tidak menimbulkan kebohongan-kebohongan lain. Toh, setelah ini mungkin mereka tidak akan berinteraksi lagi, pikirnya

"mm gitu. Oke deh. Kalo ada kesulitan bilang aja ke gue. Gue ketua kelas, btw."

Hana ber-OH menanggapi pernyataan Gaeul barusan.

Selesai berbaris, merekapun diinstruksikan untuk berkelompok dikarenakan olahraga kali ini adalah voli. Beberapa anak mengambil keranjang berisi bola voli. Gaeul dan Yujin mendorong keranjang bola yang cukup berat itu berdua.

Melihat itu, Hana yang sedang tak ada kesibukanpun ikut mendorong keranjang tersebut. Bantuannya disambut baik oleh Gaeul dan Yujin yang mendorong dari kanan dan kiri keranjang. Sedang Hana mendorong dari belakang.

Namun tak sengaja, kawat keranjang bola tersebut mengenai tangan Hana saat gadis itu sedang mendorong keranjangnya.

"aduh!"

Mendengar pekikan Hana, Gaeul dan Yujin menghentikan aksinya.

"lo kenapa? Loh, kok bisa berdarah gitu tangan lo?" tanya Yujin

"sorry, tadi ga sengaja kena kawat nih." Jawab Hana, "gue ke toilet dulu ya."

"sini gue temenin aja. Itu harus di obatin juga." ucap Gaeul

"eh gausah, gue bisa sendiri kok. Kalian lanjutin aja, gue minta tolong ijinin ke Pak Donghae bentar ya."

"yakin gapapa? Ga mau kita temenin aja?"

Hana menggeleng, "ga usah deh, makasih ya."

Iapun berlari ke arah toilet wanita untuk membersihkan lukanya. Walau tidak terlalu dalam, namun tetap perlu di perban. Karena nanti Hana harus bekerja paruh waktu juga, sehingga tidak mungkin ia membiarkan lukanya terbuka.

Ia buka katup keran pada wastafel kamar mandi, membiarkan air mengalir membasuh darah segar yang keluar dari lukanya. Setelahnya, ia menarik beberapa lembar tisu yang ada di dekat wastafel untuk mengeringkan tangan dan menutup lukanya sebelum ia beranjak ke UKS.

Sesampainya di UKS, ia lantas bergerak mencari obat merah dan perban. Karena sudah mandiri sejak kecil, maka hal seperti ini dianggap mudah untuk Hana. Ia sudah terbiasa terluka dan mengobatinya sendiri.

Selesai dengan urusan luka di tangannya, ia pun beranjak untuk kembali ke lapangan sekolah. Ia berniat mengembalikan obat dan perban ke tempat semula. Namun tak sengaja angin dari luar jendela UKS berhembus, meniup tirai putih UKS.

Disana, matanya menangkap sesosok laki-laki yang sedang duduk di atas ranjang UKS. Alis Hana terangkat, nampak heran dengan pemandangan yang sedang ia lihat. Ia merasa tidak asing dengan laki-laki itu.

Tatapannya kosong, namun dari tangan kirinya mengucur darah segar. Tidak nampak sehelai kain maupun perban yang membalut tangan itu. Dan dari lukanya, terlihat bahwa itu luka baru.

Dilema melanda Hana. Ia sudah berjanji untuk bersekolah dengan tenang dan tidak menarik perhatian siswa lain. Namun ia tidak tahan melihat orang yang terluka.

Alih-alih kembali, ia malah berjalan ke arah rak penyimpanan obat. Mengambil baskom, larutan pembersih luka, obat merah, salep luka, perban serta tak lupa plester. Setelah lengkap, ia bawa semua barang itu ke hadapan laki-laki tadi.

"jangan dibiarin kelamaan, ntar infeksi. Bisa kan ngobatin sendiri?"

Laki-laki itu hanya terdiam sambil memandang Hana. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Hana semakin bingung dengan sikap laki-laki itu.

"jangan diem aja, kesambet ntar. Sorry ga bisa bantu obatin, gue ada kelas." pungkasnya, lalu pergi dari sana.

***

Tok tok tok!

"iya, masuk" ucap Bu Yoona memberi ijin, "Jaemin, kamu darimana? Itu tangan kamu kenapa di perban gitu?"

Ketiga teman karib Jaemin terkaget mendengar ucapan Bu Yoona. Mereka ikut heran dan penasaran dengan apa yang terjadi pada Jaemin.

"gapapa Bu. Tadi saya bantuin Bang Shindong angkat panci bakso, terus ga sengaja tangannya kegores."

"ya ampun, lain kali hati-hati ya kamu. Ya udah sana duduk dulu."

Jaemin sedikit menunduk hormat, "makasih Bu."

Ia berjalan ke arah mejanya. Ketiga temannya sudah melempar tatapan penuh tanya padanya. Jaemin hanya tersenyum singkat, tak menghirarukan rasa ingin tahu teman-temannya.

***

Hari sudah gelap. Setelah kembali dari tempat les, Jaemin segera kembali ke rumah. Setelah memarkir sepeda kesayangannya, ia masuk ke dalam rumah. Rumah megah itu nampak sepi. Hanya ada 2 orang pembantu rumah tangga yang nampak lalu-lalang membersihkan rumah.

Ia melewati ruang keluarga. TV berukuran besar yang ada di ruang tersebut nampak menyala. Di depannya, duduk seorang wanita yang sedang asyik menonton TV sambil sesekali tangan kanannya mengambil cemilan dari meja di hadapannya.

"aku udah pulang, Ma."

Wanita itu menoleh, mengalihkan tatapannya pada Jaemin. "oh halo sayang, udah pulang? Udah makan?"

"udah Ma, tadi sama temen-temen abis les."

Sang ibu mengangguk paham. "yaudah, sana naik. Mandi terus belajar, nanti Mama suruh bibi Baek anterin snack ke kamar kamu."

Jaemin hanya mengangguk. Ia hendak melangkah menaiki anak tangga, namun sebuah pertanyaan mengusiknya. Membuatnya mengurungkan niat untuk pergi ke kamarnya dan kembali pada sang ibu.

"Papa...kemana, Ma?"

"Papa kamu lagi anter Jisung ke mall. Tadi katanya mau beliin adik kamu laptop baru. Kan adik kamu barusan menang lomba Fisika kemarin."

Jaemin hanya mengangguk, lalu tersenyum. "yaudah Ma, Jaemin ke atas ya."

"oke sayang" jawab sang ibu singkat lalu kembali asik dengan televisinya

Jaemin meletakkan tasnya di kursi meja belajar, melepas kancing teratas seragamnya, lalu langsung merebahkan diri di atas kasur empuknya. Matanya menatap lurus ke arah langit-langit. Pikirannya kesana kemari, tak tentu. Sama seperti suasana hatinya.

Ponselnya terus berbunyi sejak tadi. Puluhan bahkan mungkin ratusan notifikasi pesan dari teman-temannya memenuhi grup chat mereka, menanyakan alasan kenapa tangan Jaemin dibalut perban.

Ia tak ingin membuka grup chat itu sekarang. Rasanya bayangan reka ulang kejadian tadi masih saja terngiang di kepalanya.

10 jam yang lalu...

Jaemin bergegas keluar kelas dengan sedikit berlari. Langkah kakinya berhenti di area belakang sekolah yang kala itu nampak sepi. Ia geser tombol hijau di layar ponselnya, menerima panggilan dari seseorang.

"halo, Pa?"

"Jaemin, Papa dengar kamu dapat nilai 100 lagi ya ujian percobaan kemarin?"

Senyum Jaemin merekah, "iya, Pa. Ujian percobaan kemarin masih agak gampang sih, jadi—"

"oh yaudah, bagus deh. Jangan lupa ya, kamu lengkapin catatan kamu abis itu kasih ke Jisung. Dia kan abis ini kelas 3 juga, jadi pasti perlu banget catatan kamu."

Senyuman Jaemin sedikit memudar. Lagi-lagi Jisung, pikirnya.

"Pa, Jaemin boleh tanya?"

"iya, gimana?"

Ia mengambil jeda sejenak sebelum mengutarakan pertanyaannya, "Papa bangga gak sama semua pencapaianku?"

Sang ayah terdiam sejenak, tak memberikan jawaban apapun. Lalu suara tawa kecil muncul dari seberang telfon. "bangga lah. Kalo ga ada kamu, Jisung ga akan bisa sehebat ini. Papa senang Jisung punya kakak kaya kamu. Walau kalian bukan saudara kandung, tapi papa lega ada kamu yang bisa Jisung andalin."

Mata Jaemin berkaca-kaca. Entah bagaimana perasaannya saat ini. Dari seberang telfon, sang ayah sudah berpamitan dan menutup telfon lebih dulu.

Ia letakkan telfonnya di saku celana. Lalu tanpa sadar, air mata menetes dari kedua matanya. Dan...

Bukk!! Bukk!!

Tangan kirinya yang mengepal, menampakkan otot-otot tangannya, meninju tembok di hadapannya keras-keras. Darah mulai menetes dari buku-buku tangannya. Namun rasa perih dan sakitnya tidak bisa menutupi rasa sedih dan hampa dalam hatinya.

Tok tok!

"mas Jaemin, ini bibi Baek. Boleh masuk?"

Suara bibi Baek, pembantu rumah tangga keluarganya, memecah lamunan panjang Jaemin. Ia segera beranjak dari posisi rebahannya, lalu membukakan pintu.

"loh, mas Jaemin belum mandi?"

Jaemin hanya terkekeh pelan, "hehe, belum bi. Tadi masih rebahan bentar, abis ini baru mau mandi."

"yaudah kalo begitu. Ini cemilan buat nemenin mas Jaemin belajar. Tadi Nyonya nyuruh saya buat anterin ini."

Jaemin menerima nampan berisi buah-buahan, dua potong sandwich stroberi dan segelas susu putih dari tangan bibi Baek.

"Makasih ya bi"

"sama-sama mas. Eh itu tangannya kenapa mas?" tanya bibi Baek panik di akhir kalimat

Telunjuk Jaemin ia tempelkan pada bibirnya, mengisyaratkan agar bibi Baek tidak melanjutkan pertanyaannya.

"sst, jangan keras-keras bi. Ini tadi cuma kegores dikit. Petugas UKS nya aja lebay, pake perban segala. Udah,tangan aku gapapa. Ga usah cerita ke Papa sama Mama ya."

"bener gapapa ya mas? Apa perlu bibi bantu ganti perbannya?"

Tangan Jaemin mengibas-ngibas, "ga usah bi, santai aja. Aku bisa sendiri kok. Udah sana, bibi istirahat aja ya. Aku juga mau buru-buru mandi sama belajar, keburu ngantuk."

"ya udah kalo gitu, bibi turun ya mas Jaemin."

Jaemin hanya mengacungkan jempol sebagai jawaban, lalu menutup pintu dengan kaki kanannya. Meletakkan makanan di atas meja belajarnya. Bukannya bergegas mandi, ia kembali duduk di sisi ranjangnya.

Kedua matanya menangkap sebuah foto masa kecilnya, yang ia pajang di sisi meja belajar. Foto dimana ia sedang tersenyum lebar, bersama teman-temannya yang lain yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri. Orang-orang yang membersamainya, menerimanya dengan hangat, dan selalu ada untuknya di kala apapun.

Namun sayang, kini ia merasa sendiri. Walau keluarga yang sejak dulu ia idamkan telah ia dapatkan, tetapi entah mengapa kini rasanya hatinya hampa dan sepi. Rasa cinta yang dulu ia dapatkan kini entah mengapa terkikis pelan-pelan.

Menjadikannya merasa asing. Dan terasing.

.

.

.

.

chapter 3 is ready!

jangan lupa ya comment dan masukannya ^^

dapat salam dari para cast baru yang bersliweran nihh XD

Haechan

Jeno

Chenle

Pak Guru Donghae

Gaeul si cantik

Yujin

.

.

.

see you on next chap! i luv you! <3

Continue Reading

You'll Also Like

243K 19.4K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
56.1K 5.2K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
947K 77.5K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
657K 31.6K 38
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...