Setelah liburan panjang selama hampir tiga Minggu, bersyukurlah bagi murid Pelita Bakti Highschool, telah memasuki tahun ajaran baru. Sekarang, hanya tersisa satu tahun lagi hingga senior year lulus dan menjalani kehidupan sebenarnya.
Kehidupan setelah lulus SMA, jauh lebih menegangkan karena kerasnya hidup akan mereka rasakan secara nyata. Bersyukur bagi orang tuanya yang mampu melanjutkan pendidikan anaknya sampai ke jenjang perkuliahan. Oleh karena itu, jangan sia-siakan kesempatan belajar.
Tapi, namanya masa remaja, ada saja manusia yang menyia-nyiakan kesempatan itu. Seperti halnya, Harvey Nalendra si leader of Dandelion, lelaki tampan itu tidak pernah serius dengan yang namanya belajar. Berada di peringkat paling bawah, asal tetap naik kelas bukanlah masalah besar.
Dia juga berasal dari kalangan konglomerat, yang mana masa depannya sudah terjamin, tapi yang namanya masa depan harus memiliki tujuan.
"Harvey, dia ini Cleobee Lavender, salah satu kebanggaan Pelita Bakti karena sudah melakukan student exchange di SMA Chukyo, salah satu SMA terbaik di Jepang."
"Terus, tujuan bapak manggil saya, itu apa?" tanya Harvey.
Pertanyaan Harvey, rupanya mengundang sosok wanita cerdas seperti Cleobee langsung meliriknya sinis. Sementara itu, Harvey tidak peduli bahkan memandangnya saja enggan.
"Ehm ... Jadi begini, demi menjaga akreditas, pihak sekolah menginginkan kamu untuk meningkatkan nilai kamu dalam bidang akademis—"
"Haduh! Gak penting banget, tanpa belajar juga tetap lulus, 'kan?"
"Iya memang lulus, apalagi Ayah kamu kan salah satu penyumbang paling besar di sekolah, tidak mungkin kami menggagalkan kamu—"
"Jadi, buat apa saya belajar?"
Seketika suasana kembali hening dengan kepala sekolah yang diam kebingungan, dan Cleobee yang sebenarnya tidak ingin ikut campur atau bersedia pada tawaran itu.
"Saya juga tidak bersedia mengajari murid yang tidak punya pendirian!" tukas Cleobee sambil berdiri dari duduknya.
"Terima kasih banyak atas beasiswa yang Bapak tawarkan, tapi saya masih mempunyai orang tua yang mampu membiayai pendidikan saya." Cleobee melanjutkan, kemudian bertolak dari ruangan itu.
Rasa tidak peduli Harvey, mendadak berubah ketika mendengar balasan Cleobee. Perempuan pintar itu, selalu bicara angkuh dan menyakiti lawan bicaranya. Padahal sudah enam bulan ini tidak bertemu, tapi secara mengejutkan dia kembali.
"Ya udah, Pak. Dia aja gak mau buat apa dipaksa, saya permisi," ucap Harvey, kemudian melangkah keluar dari ruangan kepala sekolah.
Tampak dengan jelas, sang kepala sekolah sangat frustasi menghadapi tingkah laku dua manusia yang bertolak belakang. Kepala gundulnya bahkan tidak mampu menahan gejolak emosi yang seperti akan meluap dari dalam otaknya.
Dengan langkah kakinya yang santai, lelaki angkuh dengan jaket kulit andalannya berjalan melewati koridor kelas. Tujuannya adalah kelas 12-A, jadi meski Harvey bodoh dia beruntung masuk di kelas unggulan.
"Kenapa lagi lo, sama si botak?"
Lelaki yang sedang mengajaknya bicara adalah Jaxen Mathew, salah satu teman dekatnya yang paling dekat dan tidak ada tandingannya. Mereka sudah berteman sejak kecil, tak heran ikatan kekeluargaan antar mereka begitu erat.
"Biasa, dia nyuruh gue belajar," jawabnya kemudian duduk di bangku tersayangnya.
"Padahal gue pernah bilang, kalau tanpa belajar gue bisa lulus untuk apa dia berjuang tentang nilai gue yang itu-itu aja." Harvey melanjutkan ucapannya.
"Wajar, namanya juga lagi memperjuangkan akreditas sekolah," timpal Janu Yudhistira, salah satu teman mereka yang paling pintar.
"Ah, 'kan ada lo, Nu!" tukas Jaxen bercanda.
"Masa iya kalian cuma ngandalin gue aja, gimana kalau lulus SMA kita pisah, nanti siapa yang mau kalian andalin?"
"Eh, iya juga, ya." Harvey menyetujuinya.
Tak lama dari perbincangan itu, datang Cleobee dengan wajah dinginnya membawa setumpuk buku yang ia letakkan di atas meja secara kasar. Suara hentakannya sampai membuat murid lainnya langsung terdiam.
"Pak Ja'far nyuruh gue bagiin buku ini, silakan ambil sendiri!" ucapnya angkuh, kemudian melangkah menuju bangkunya. Tapi, belum sampai kakinya berhenti, secara mengejutkan seseorang menendang kakinya.
Dugh
Brak
Secara mengejutkan, Cleobee jatuh dengan lutut yang tertahan, hal itu membuat segala peralatan belajarnya jatuh. Termasuk handphone-nya yang terdorong sampai di bawah kaki Harvey.
"Oopss ... Sorry, kaki gue kepanjangan sampai gak sadar lo mau lewat," ucap seseorang dengan gaya angkuhnya.
Cleobee menghela napas kasar, memungut kembali peralatan yang jatuh, kemudian berdiri dan memutar badannya memandang wanita primadona itu dengan sinis.
"Winona, kalau kaki lo kepanjangan, bisa lo potong supaya gue bisa lewat," balas Cleobee.
Winona sampai tertegun kaget dengan mulut terbuka, dia kaget mendengar balasannya yang terlampau berani, padahal enam bulan lalu dia selalu menunduk setiap kali ia rendahkan. Apa mungkin efek dari Jepang, membuat Cleobee jadi lebih berani melawan Winona?
"Ooh ... Udah berani? Menarik nih," balas Winona kemudian berdiri dari duduknya.
"Ya elah, emangnya lo siapa, harus takut segala?" celetuk Hikaru, di posisi duduknya yang berdekatan dengan teman dekatnya, yaitu Bahiyyih.
"Halah, cuma berani di kandang doang, dia tuh!" seru Bahiyyih menimpali.
Tentu saja ejekan mereka tak lepas dari lirikan Winona yang sangat sinis. Tapi, mereka tidak pernah takut sebab sudah biasa.
Cleobee tak bergeming dengan sorot matanya yang datar dan mengintimidasi, tinggi mereka hampir sejajar sehingga Cleobee berani menatap matanya.
"Gue colok mata lo!"
"Duduk!" perintah seseorang yang tak lain adalah Pak Ja'far setelah memotong ucapan Winona, dengan begitu mereka langsung memisahkan diri dan kembali ke posisi duduk masing-masing.
Sudah menjadi kebiasaan Pelita Bakti ketika hari pertama sekolah langsung memulai proses belajar mengajar, hal itu sengaja mereka lakukan untuk mempertahankan akreditas sekolah sebagai penyandang SMA swasta terbaik di Jakarta.
•••
Jam istirahat pertama, semua murid terlihat berhamburan menuju kantin sekedar mengisi perut yang lapar. Tapi, tidak bagi Cleobee sebab ia sedang kesusahan mencari handphone-nya yang dia yakini jatuh ketika Winona menendang kakinya.
"Lo nyari ini?" tanya seseorang.
Cleobee sampai dibuat kaget dengan suaranya, buru-buru ia keluar dari kolong meja, tapi kepalanya malah berakhir menyundul meja.
"Aw!" lirihnya, tapi tetap berdiri untuk berhadapan dengan pemilik suara.
Cleobee tidak langsung memandang orangnya, matanya langsung tertuju pada benda pipih yang ada di genggaman lelaki itu. Tapi, begitu Cleobee merebutnya, lelaki itu langsung menaikkan tangannya lebih tinggi.
"Jangan main-main sama gu—" ucapannya terjeda ketika matanya bertemu dengan lelaki itu. "Harvey?"
Harvey tersenyum tipis, kemudian menurunkan tangannya tanpa menyerahkan handphone itu ke Cleobee.
"Lo bisa dapatin HP ini ... ,"
Cleobee dibuat khawatir dengan lanjutan ucapannya, takut jika sesuatu yang mesum keluar dari mulutnya.
"Dengan syarat jadi mentor gue sampai nilai gue membaik," lanjutnya.
Cleobee membelalakkan matanya dan merasa tidak terima pada persyaratannya, padahal dia sendiri yang menolak tawaran itu, lalu dengan mudahnya berubah sangat cepat.
"Bukannya belajar itu gak penting, untuk apa lo minta bantuan gue?"
Harvey kembali tersenyum dengan bibir menyungging, wanita itu selalu membuatnya tertarik. Padahal, selama menjadi satu angkatan, Harvey hanya tahu namanya, dan sekarang dia tertarik dengan sosoknya.
"Ambil HP ini di Night Candy Club jam sembilan malam, gue tunggu di sana."
Begitu mengucapkannya, Harvey langsung bertolak dari kelas dengan Cleobee yang merasa kesal pada tindakannya. Otak lelaki itu terlalu plin-plan dan membuatnya jera.
"Har, buruan! Lama banget sih!" seru Jaxen dari kejauhan.
Harvey hanya tersenyum singkat, kemudian berlarian kecil menghampiri mereka.
"Eh, anak Baewon ngajakin duel nanti malam," ucap Janu.
"Gue gak bisa, ada janji," timpal Harvey.
"Hah! Tumbenan banget, padahal kan lo suka batalin janji demi menang balapan. Kesambet apaan lo?" tukas Jaxen.
Harvey mengabaikan pertanyaan Jaxen dengan memberikan senyuman tipisnya. Untuk kedua kalinya, kembali membuat Jaxen bingung hingga bergidik ngeri.
Sesampainya di kantin sekolah, sudah ada Winona dan Liza menunggu kedatangan pentolan Pelita Bakti, siapa lagi kalau bukan Harvey dan teman-temannya.
"Har, duduk sini!" teriak Winona sambil melambaikan tangannya.
Harvey hanya meliriknya sekilas, sementara Jaxen langsung berlarian kecil menghampiri wanita itu.
"Thanks ya, udah nyiapin bangku untuk kita," ucap Janu kemudian duduk di sebelah Liza.
"Santai," timpal Liza.
"Si Reina, mana?" tanya Jaxen kemudian duduk di sebelah Winona.
"Dia lagi di perpustakaan, entah lah sejak naik kelas tiga dia rajin banget ke perpustakaan," jawab Liza.
"Kalian kenapa gak ikutan, udah kelas tiga nih, waktunya belajar serius." Jaxen menambahi dengan tujuan bercanda. Seperti yang diharapkan, Liza terpancing dan memukul lengannya pelan.
"Hm, kita kan baru naik kelas tiga, nikmatin aja dulu waktunya. Nanti juga, kalau udah saatnya kita akan dipaksa belajar sampai lulus." Winona menimpali.
"Gue paling setuju, memang kita ini paling cocok untuk pacaran." Jaxen kembali menimpali ucapan Winona dengan tujuan menggoda.
Tapi, seperti biasa Winona tidak peduli bahkan acuh pada gombalan Jaxen yang tidak berkembang. Dia juga punya alasan lainnya, seperti sudah lama menyukai Harvey.
"Har, nanti malam kamu ikut balapan?" tanya Winona.
"Gak, gue ada janji," jawabnya ketus.
Sudah lama, Harvey tahu tentang perasaan Winona yang memendam suka kepadanya. Bukannya tidak mau, Harvey selalu merasa lelaki seperti dia tidak pantas dengan perempuan seperti Winona. Sejauh ini, Harvey lebih senang menjalin hubungan dengan perempuan yang lebih tua. Tapi itu dulu, sekarang dia sedang menjomblo.
Tak jauh dari mereka berkumpul, ada sepasang manusia ambisius dengan nampan berisi makanan, sedang berjalan mencari kursi yang kosong. Mereka saling berbagi cerita setelah sekian lama, akhirnya kembali bertemu.
"Gimana perasaan lo setelah kembali ke Pelita Bakti, apa culture shock yang paling lo ingat?" tanya Olyvies Rosemary, salah satu teman dekat Cleobee yang masih bertahan hingga saat ini.
"Budaya pacaran remaja di Jepang, mereka udah biasa seks bebas di SMA, bahkan lepas perawan sejak SMP, gue kaget banget ketika dengar cerita mereka," jawab Cleobee.
Olyvies langsung tertegun kaget pada jawaban Cleobee, sebab dia tidak menyangka kalau Cleobee akan membahas hal itu.
"Di tempat kita juga sebagian banyak yang kayak gitu, tapi tergantung orangnya juga, sih."
Cleobee hanya mengangguk singkat, tanpa sadar ketika matanya mencari bangku kosong, dia malah bertemu mata dengan Harvey yang duduk di kursi depannya.
"Eh ... Ada si murid teladan nih, mau makan ya? Duduk sama kita aja, yuk?" ucap Liza sambil menarik tangan Olyvies.
"Jangan, kita duduk di tempat lain," tahan Cleobee, lalu menarik tangan Olyvies menjauhi mereka.
Sorot mata Harvey yang begitu dingin, masih tak lepas memandang kepergian Cleobee. Di waktu yang sama, siapa sangka kalau Winona sadar dan ikut memandang yang sedang menarik perhatian Harvey. Sontak, hal itu langsung membuatnya kesal.