Batas Akhir [END]✓

By dekookoo

97.9K 8.3K 322

"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, m... More

01. Sang pemilik nama✧
02. Dirinya yang rapuh☆
03. Ingin pulang☆
04. Tidak sendiri✧
05. Obrolan Satya✧
06. Gama yang tulus☆
07. Sosok penyelamat☆
08. Pulang ke rumah✧
09. Hati yang terluka☆
10. Bertemu Ayah?✧
11. Kehangatan seorang nenek☆
12. Rumah sakit✧
13. Ayah Fabio☆
14. Kenalan baru✧
15. Hari pertama sekolah☆
16. Pendengar yang baik✧
17. Sulit☆
18. Ceroboh✧
19. Pertemuan tidak terduga☆
20. Anak itu✧
21. Mencari jalan keluar☆
22. Suatu malam✧
23. Curahan hati☆
24. Takut mati✧
25. Mulai terungkap☆
26. Pertolongan☆
27. Ayah siapa?✧
28. Malam yang panjang✧
29. Rasanya tetap sakit☆
30. Kebenaran yang berdatangan✧
31. Mulai menerima☆
32. Hug Me✧
33. Kembali sekolah☆
35. Salah paham☆
36. Berujung celaka✧
37. Kembali berjuang☆
38. Hadiah Fabio untuk Bagas✧
39. Semua orang menunggu☆
40. Mencari kebahagiaan✧
41. Ayo bahagia☆
42. Sibling✧
43. Fabio bahagia [END]☆
44. Secuil cerita✧
Yuk mampir
Hi, Luca

34. Tanpa judul✧

1.1K 135 2
By dekookoo

"Eh neduh yuk. Gerimis nih," ajak Najwa, gadis tersebut mengadah ke atas untuk melihat bulir-bulir kecil air yang berjatuhan menyentuh tanah, Fabio disampingnya melakukan hal sama dan mengangguk kecil.

Mereka berlari kecil menuju post penjaga sekolah, sembari masih menunggu kedua teman mereka yang belum terlihat batang hidungnya.

"Ujan panas, gue harap ada pelangi," gumam Fabio matanya mengamati sekitar.

"Heumm, gue harap gitu. Gue ada cerita kecil nih, dulu pas kecil masih polos-polosnya, gue percaya aja pas temen-temen gue bilang kalo ujan panas itu ada orang meninggal. Bodoh banget ya, padahal pelangi muncul karena adanya pembiasaan cahaya." Najwa terkekeh setelahnya, menggelengkan kepalanya mengingat salah satu kepolosannya saat kecil.

Fabio ikut tertawa, ia juga dengar cerita tersebut waktu kecil, "Gue suka banget liat pelangi, walau cuma bentar gue suka banget liatnya," katanya sembari memandang lagi ke atas.

"Eh! Beneran dong ada pelangi Yo," tunjuk Najwa, ia mengambil ponselnya untuk mengabadikan momen tersebut.

Fabio tersenyum senang, kejadian langka yang sudah lama ia tidak lihat. Fabio tidak ingat kapan ia menyukai pembiasaan yang menghasilkan warna-warni di langit itu, tapi yang pasti disaat semuanya masih baik-baik, bahkan jika ada pelangi Fabio kecil melihat bersama dengan Airin hingga warna itu memudar dan menghilang dari sana.

"Yo, coba lo foto disana. Kayaknya estetik banget kalo orang ganteng yang jadi modelnya." Cewek itu menggiring Fabio di tempat yang ia maksud, untungnya hujan sudah reda. Fabio tidak menolak dan mengikuti instruksi Najwa yang menginginkan ia bergaya.

"Oke 1, 2, 3. Argh keren banget! Nanti gue kirim ke lo biar tau hasilnya." Najwa menunjukkan hasil fotonya, hingga tidak sadar jika jarak antara ia dan Fabio sangat dekat hingga menempel.

Deg! Deg!

Najwa meringis dalam hatinya, kenapa jantungnya berdebar ketika mereka bersentuhan, "ah maaf Yo." Katanya menjauh dari cowok itu.

"Kalian ngapain?" Sontak keduanya menoleh dan mendapati Bagas serta Gio berjalan mendekati mereka, kening Bagas berkerut dalam menatap mereka.

"Kita nungguin lo berdua lah, ngapain lagi?" Timpal Najwa, Bagas beroh ria dan merangkul sang pujaan hati.

"Ya udah yuk ke kelas." Sahut Gio yang juga merangkul Fabio, mereka berjalan membiarkan kedua calon pasutri itu untuk duluan di depan.

"Yo, nanti ada pelajaran olahraga. Lo gimana nanti?"

"Liat nanti praktek atau materi, kalo misalnya praktek yang masih bisa gue ikut, gue nggak papa kok." Sejujurnya Fabio senang mendapatkan perhatian seperti ini, sudah tidak bisa di hitung rasa syukur yang Fabio ucapkan ketika masih berkesempatan rasa pertemanan.

"Okey, lo jangan sembunyiin rasa sakit lo mulai sekarang. Kita-kita pasti bantu lo Yo."

"Iya, thanks ya."

***

Fabio tetap mengganti bajunya menjadi seragam olahraga walau ia tidak tau akan praktek olahraga yang berat atau tidak, bisa di bilang ini praktek terakhir sebab Minggu depan mereka sudah akan fokus ke persiapan US.

Fabio menatap lama cermin didepannya, tangannya mengusap dada yang dimana ditempat itu sudah ada bekas luka yang ia dapatkan dari operasi. Mungkin sekitar umur 3 atau 4 tahun ia menjalani prosedur tersebut, Fabio tidak mengingat dengan jelas.

Entah kenapa, padahal ia sudah operasi, tapi kenapa tidak sembuh dan justru memburuk diusianya yang remaja ini. Fabio harus kembali berjuang di meja operasi untuk kedua kalinya, dan ia harap nanti juga berjalan dengan lancar sebagimana semestinya.

"Tolong bertahan lebih lama lagi."

"Yo, masih lama ganti bajunya?" Kata Bagas dari luar, Fabio tersentak dari lamunannya.

"Nggak, bentar lagi." Ia buru-buru mengenakan bajunya, merapihkan terlebih dahulu lantas keluar dari sana, mendapati Bagas dan Gio yang juga sudah berganti baju.

"Lo yakin Yo? Kayaknya mendingan lo di kelas aja deh, sekarang juga panas banget. Kita prakteknya di outdoor." Saran Gio sembari ketiganya melangkah ke arah lapangan, dimana teman-teman yang lain sudah mulai berdatangan.

"Tenang aja, pak guru udah tau kok, gue juga tau batasan diri." Kedua orang didekatnya mengangguk paham.

Bagi yang belum tahu, mereka menatap aneh ke arah Fabio. Dimana ia diam saja dibandingkan mereka yang harus berlari keliling lapangan, Fabio mengetahui itu dan hanya bisa diam.

"Capek banget! Udahan gitu panas lagi!" Keluh salah satu siswi.

"Pak! Masa dia diem aja sih? Kita capek loh di suruh lari," protesnya lagi pada sang guru, mata ekornya melirik Fabio yang tengah bercengkerama dengan Bagas dan Gio.

Melihat tidak ada jawaban dari sang guru, siswi tersebut tidak tinggal diam, "aduh pak! Jaman gini masih aja pilih kasih sama murid!! Dia korupsi sama bapak? Di bayar berapa sama dia!"

Suara yang keras itu mampu membuat semua orang tertuju padanya, tak terkecuali sang guru yang merasa ucapan muridnya ini tidaklah sopan

"April, apa pantas kamu bilang gitu sama guru kamu?" Kata guru dengan tegas.

"Apa bapak juga pantes memperlakukan muridnya berbeda?"

"Maksud kamu apa? Bapak nggak pernah pilih kasih sama kalian."

"Fabio pak! Masa dia cuma duduk dipinggir, sementara kita lari lapangan 10 kali, apa itu adil?" Mendengar nama yang diucapkan, sontak mereka menyorot Fabio yang ada disana.

"Iya tuh pak, mentang-mentang dia anak baru, jangan gitu dong pak." Protes juga yang lain.

"Udah! Udah! Bapak ada alasan ngelakuin ini semua! Kalian jangan sok menghakimi tanpa tau kebenaran yang ada, kalian udah gede harusnya bisa buang sikap kekanak-kanakan kalian!" Guru tersebut berusaha untuk melerai.

"Kalo gitu suruh dia lari pak, biar adil."

"Iya tuh, bener."

Fabio, orang yang menjadi bahan permasalahan dia mengepalkan tangannya kuat, bukan marah namun ia kecewa dengan dirinya sendiri.

"Diam! Fabio baru sekolah karna sakit, apa itu nggak cukup buat alasan bapak nggak suruh dia lari?"

"Dia' kan cowok pak! Masa gitu aja nggak bisa." April belum tentu belum puas, ia terus memojokkan Fabio.

"April! Kalo gitu lagi silahkan ke__

"Saya akan lari pak." Suara Fabio memotong sang guru, sudah cukup ia tidak sanggup melihat kegaduhan yang berasal darinya ini. Ia takut mendapatkan tatapan benci dari teman-teman sekelasnya, Fabio takut di benci lagi.

"Yo! Lo apaan sih! Nggak usah nekat!" Bagas dengan cepat memegang tangan Fabio agar tidak berbuat lebih jauh.

Fabio melepaskan pelan pegangan Bagas dan tersenyum, "gue akan baik-baik aja."

Bagas menggeleng dan kembali mencegah Fabio untuk melakukan hal yang bisa melukai dirinya sendiri, "inget omongan lo! Lo tau batasan diri." Fabio terdiam ditempatnya, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, lantas menggelengkan kepalanya tanda menolak.

"Untuk kali ini aja." Fabio lebih baik merasakan sakit daripada mendapatkan kebencian, tatapan mereka yang Fabio takuti.

"Yo..." Gio juga ikut menahan, namun lagi-lagi Fabio menggeleng.

"Lari doang nggak bakal buat gue mati." Setelahnya Fabio berjalan ke arah sang guru.

"Nggak Bio, bapak nggak ngizinin kamu lari. Sekarang kami duduk aja, jangan dengerin omongan mereka, biar bapak yang selesaikan." Sang guru juga tentu tidak setuju, ia sudah tahu bagaimana kondisi anak muridnya, ia tidak akan mengizinkan.

"Tapi pak__

"Love yourself Yo," kata itu mampu membuat Fabio terdiam, mencintai diri sendiri? Hal itu belum Fabio lakukan sebelumnya.

Guru itu melihat semua muridnya yang masih terdiam dengan kejadian barusan, pria itu menghembuskan napasnya perlahan sebelum bicara, "semua yang ada di dunia ini, tidak semua orang bisa melakukannya walau dari sebagian orang bisa melakukannya dengan baik. Dan dalam sebuah tindakan pastinya disertai alasan mengapa bisa seperti itu, bapak disini tidak ada niatan membeda-bedakan kalian, bapak melihat kalian sama, walau begitu bapak tidak punya hak untuk menceritakan asalan atas tindakan bapak tersebut, tidak semua yang kalian lihat harus kalian tau."

Tidak ada yang berani menyahut setelahnya, mereka diam menyimak untuk mencerna penjelasan sang guru.

***

Lagi-lagi Fabio dan Najwa harus menunggu, karena keduanya tadi berangkat bersama maka pulangnya pun bersama. Fabio mendapatkan pesan bahwa supir dari sang nenek akan terlambat menjemput, mereka bisa saja ikut Wildan namun ternyata pria itu tengah sibuk urusan sekolah.

"Wa, bisa anterin ke UKS," pinta Fabio, hanya untuk berjaga-jaga jika ia malah tumbang di tempat yang menyulitkan.

"Boleh, sakit lagi dadanya?"

"Nggak, cuma kecapean aja."

Sampainya UKS, Fabio langsung merebahkan tubuhnya, tubuhnya agak lemas dan ia merasa mengantuk saat ini, ia ingin tidur sembari menunggu jemputan namun ia tidak akan melupakan kehadiran Najwa disini.

"Maaf ya lo harus nunggu, padahal lo sibuk," katanya tidak enak hati.

"Nggak papa Yo santai aja, lagian juga gue yang numpang lo." Bisa saja sebenarnya Najwa pulang memesan ojek online, namun ia tidak setega itu membiarkan Fabio sendiri.

"Oh iya, kayaknya enak bilang sekarang. Gue ada rencana Yo, lo mau bantu?" Tutur Najwa.

"Rencana apa?"

"Tanggal 8 bulan depan itu ulang tahun Bagas, 2 hari setelah kita US, rencananya gue mau buat kejutan buat dia, gimana menurut lo?"

"Beneran? Gue setuju banget."

"Sini gue bisikin detailnya." Fabio mendekatkan telinganya, mendengar seksama apa yang gadis itu bisikan padanya, Fabio terkikik geli dan menjauhkan telinganya dari Najwa.

"Geli wa." Katanya sambil mengusap telinganya, sisi lain dari Fabio itu gampang geli.

"Tapi lo denger yang gue bilang 'kan?"

"Iya, dengar kok. Good buat rencananya, gue suka."

TBC...

[]

Up tiap hari... Ngejar deadline...🤗

Lampung, 15082022

Continue Reading

You'll Also Like

299K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
35.1K 3.4K 31
Damar Langit, pemuda berwajah manis serta memiliki hati yang lembut. Namun, tidak ada yang menyangka, dibalik senyum indah yang terpancar, ada luka y...
Contract By en

Fanfiction

3.5K 230 14
Megumi Fushiguro, seorang bocah SMA yang jatuh hati kepada kakak kelasnya Gojo Satoru. karena cinta yang tak terbalas Ia memutuskan untuk mencari buk...
00.00 By 🐊

Teen Fiction

54.9K 6.4K 48
00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja b...