Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

869 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

23

20 3 3
By Liana_DS

"Siap untuk putaran berikutnya?"

Pertanyaan Xiang serta-merta mengangkat segala kecemasan dari benak Ling. "Itu saja yang Anda tanyakan?"

"Ya, satu pertanyaan setiap lima putaran. Anda sebaiknya berhati-hati agar tidak saya tanya lagi di putaran berikutnya."

Ada sekilas kharisma Yang dalam senyuman Xiang itu, sesuatu yang mengintimidasi, tetapi dipilin sehingga terasa hangat dan sedikit menggelikan. Daripada tersudut seperti ketika menghadap Yang, Ling malah jadi termotivasi.

"Berikutnya, saya yang akan bertanya!"

***

Satu ronde dengan lima putaran berakhir beberapa menit kemudian. Ling memang masih membuat kesalahan, tetapi dia—yang menemukan kesalahan Xiang baik dari pengamatan langsung atau pemutaran ulang video—dengan menggebu-gebu menuntut haknya.

"Tadi Anda sempat terpeleset di tengah runway! Kalau begitu, apa saya boleh bertanya juga?"

"Boleh, boleh," kekeh Xiang, "tetapi saya beri masukan dulu, ya?"

Menurut Xiang, langkah dan postur Ling dalam 'ronde kedua' ini sudah baik, tetapi pose di ujung runway menjadi masalah baru. Lima sampai tujuh detik di ujung runway malah memanjang karena setelah dua kali jalan, Ling bingung seolah kehabisan pose. Ekspresi Ling yang anggun nan kuat pada ronde pertama justru hilang saat diulang lagi, padahal mestinya dalam keadaan apa pun, ekspresi seorang model meski tetap terjaga. Akhirnya, Xiang memberikan saran beberapa pose atau cara berbelok di ujung runway yang bagus difoto, juga menekankan bahwa Ling harus mendapatkan kembali ekspresinya dari ronde pertama.

"Waktunya hukuman sekarang." Xiang berselonjor dan meletakkan kedua tangan di runway, menyangga badan di atas kedua lengannya yang lurus. Regangan di sana memperjelas lekuk otot dan urat nadi maskulin yang membuat Ling mengalihkan pandang malu. Si empunya lengan sendiri memejam ketika menengadah, menghalau sinar lampu dari atas kepala. "Apa yang Anda ketahui tentang Xie Yaoyiwen?"

Dengan hati-hati, Ling menyampaikan temuan Mingmei beberapa waktu lalu.

"Xie Yaoyiwen merupakan model yang dipilih sebagai duta koleksi lini pakaian wanita pertama Kevin Huo—hm, maksud saya, model yang dipilih untuk percobaan kedua peluncuran lini pakaian wanita. Namun, kematian mendadaknya dalam masa persiapan promosi menyebabkan lini pakaian wanita urung lagi diluncurkan."

Cukup lama Xiang terdiam setelah Ling mengatupkan bibir.

"Tuan Feng?"

Xiang membuka mata dan menoleh kepada Ling, masih diam. Entah bagaimana, Ling tahu Xiang tahu bahwa apa yang dikatakannya tadi belum semuanya. Memang demikian; Ling menyimpan fakta tentang Yaoyiwen yang menjadi korban tabrak lari pada suatu malam di Lujiazui—dan kemungkinan bahwa perempuan itu melemparkan diri kepada kendaraan penabraknya.

"Katanya, malam itu sebelum meninggal, Xie Yaoyiwen sempat mengirimkan pesan panjang kepada Feng Xiang, tetapi aku tak tahu apa isi pesannya. Di ponselnya tidak terlacak. Konon di ponsel Feng Xiang juga tak ada jejaknya."

Demikian Mingmei bercerita. Ling membayangkan pesan panjang tadi mungkin seperti pesan terakhir kepada orang tersayang untuk melanjutkan hidup dengan baik, atau penyesalan-penyesalan, atau ungkapan keputusasaan—yang semuanya menyesakkan Ling hanya dengan dikhayalkan. Hal lain yang tercetus dalam benak Ling saat mendengar cerita Mingmei adalah: apa yang Xiang lakukan saat menerima pesan itu? Menghapusnya? Atau bahkan ia terlambat tahu karena padatnya jadwal?

Xiang menjadi yang pertama memutus kontak mata, kini memandang pintu terbuka yang menampakkan koridor kosong.

"Nah, seperti yang Nona Zhang bilang, saya juga harus dihukum. Nona mau bertanya apa?"

"Apakah Anda pernah mencintai Xie Yaoyiwen?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Ling yang tak bergerbang. Xiang berjengit kaget 'disembur' rasa penasaran Ling, tetapi kemudian tersenyum tipis. Sekarang, dua sikunya menumpu di masing-masing lutut—dan ia tertunduk. Karena itu, Ling tak bisa melihat matanya.

"Saya ragu," kata Xiang teramat lirih—yang menurut telinga Ling cenderung pada 'ya'. Tidak sabar, Ling membuka mulut lagi.

"Mengapa—"

"Tunggu, perjanjiannya satu pertanyaan setiap ronde." Xiang mengacungkan telunjuk di depan wajah Ling sambil tertawa kecil. Ketika menurunkan jari itu, ia melihat ke luar jendela yang bagai kotak hitam dengan beberapa bintik cahaya saja. Ia lantas mengecek jam tangan: tiga menit menuju pukul sembilan malam. "Sudah terlalu gelap untuk Anda, Nona Zhang. Satu putaran lagi dan kita selesai, ya."

Hah? Memangnya aku anak sekolahan apa yang jam malamnya sedini ini? Terus, mana mungkin aku bisa menyempurnakan catwalk-ku dalam satu ronde lagi?

"Tolong jangan kecewa. Anda masih punya banyak kesempatan untuk mencari tahu tentang—apa yang Anda ingin tahu." Xiang berdiri dan mendesah keras, lalu merenggangkan badan. "Mari. Kali ini lakukanlah dengan senang dan santai saja."

"Baik!"

Dari semua ekspresi Xiang kepadanya, Ling paling menyukai yang satu ini, di mana ia tampak seperti seorang sahabat yang suportif. Latihan yang awalnya menyerupai kompetisi tanpa peluang menang untuk Ling pun kembali terasa seperti latihan bersama teman dekat. Tanpa tuntutan, tanpa bentakan, hanya ketukan sepatu dan musik yang bergema, juga imajinasi Ling. Ia tidak membayangkan berpasang-pasang mata penonton khayalannya sebagai penilai, melainkan penikmat, pengagum. Kepercayaan diri Ling melesat—dan ia jadi lebih mudah menerapkan anjuran Xiang.

Jadi, di runway pun bisa senang begini, ya?

... karena tentu saja, ia tidak bisa bersenang-senang selama ada Suzanne yang banyak menuntut dan model-model lain yang iri kepadanya.

Sayang sekali, pada jalannya yang terakhir, tumit kanan Ling perih. Sakit yang sama menyerang ujung jemari kaki kanannya. Karena tiba-tibanya serangan nyeri ini, Ling memicing tak terkendali, padahal dia nyaris menggapai ujung runway.

Andai ini fashion show sungguhan, maka hancur sudah.

Setelah berputar di ujung runway, Ling jadi semakin sadar bahwa tumpuan langkahnya tidak seimbang. Ia berusaha berjalan seperti sebelumnya, tetapi kakinya semakin sakit dan ketidaknyamanan di wajahnya makin kentara. Dengan langkah yang cacat parah itu, Ling mencapai belakang runway, kecewa berat saat menghapus keringat yang melelehi dagunya.

"Nona Zhang, bukalah sepatu Anda."

Alih-alih membahas kesalahan Ling, Xiang berlari kecil ke area belakang di mana Ling melengkungkan tubuh ke depan. Patuh, Ling duduk di tepi runway dan melepas sepatunya. Ia sudah siap malu karena kaki yang berkeringat dan bau, tetapi yang ia temukan ternyata lebih buruk, baru kelihatan setelah Xiang memintanya menekuk kaki. Sang peragawan tanpa basa-basi berlutut di depan kaki Ling, memeriksa setiap sudutnya dengan jeli.

"Ada lepuhan dan mata ikan. Sela-sela jari Anda juga lecet," rangkum Xiang, lalu mendongak. "Sepatu Anda masih baru atau jarang dipakai?"

"Tidak, ini sepatu lama yang sering saya kenakan. Ada apa, Tuan Feng?"

"Berarti murni karena latihan." Xiang membuang napas kasar. Ling sempat khawatir Xiang akan menegurnya galak, tetapi pria itu justru menatap ransel dengan sedih. "Saya tidak membawa obat-obatan lepuh atau mata ikan sekarang. Anda punya di rumah?"

Ling mengiakan. Toh, kakinya sudah bolak-balik melepuh atau lecet karena sepatu hak tinggi, tetapi ini pertama kalinya lepuhan dan lecet itu membuatnya dicemaskan seorang model kelas A.

"Obat jenis apa?" kejar Xiang.

"Eh ... ada salep antibakteri, pembersih luka, obat mata ikan, dan plester." Ling juga menyebutkan beberapa merek dalam kotak obatnya.

"Kalau lidi kapas?"

"Ada juga." Ling melambai-lambaikan tangannya sungkan. "Saya sudah biasa menangani ini, kok. Tuan Feng jangan khawatir."

"Tapi besok, Anda akan latihan bersama Nona Ouyang lagi. Kaki Anda tak akan punya cukup waktu untuk diistirahatkan dari sepatu. Walaupun tidak banyak membantu, sebaiknya Anda plester luka-luka ini sebelum latihan besok, lalu sementara jangan berlatih di luar latihan resmi. Jangan lupa mengompres lepuhannya dengan air dingin, tetapi jangan yang suhunya terlalu rendah. Jangan juga mengompresnya langsung dengan kantong es."

Banyak sekali 'jangan'-nya, batin Ling, tidak tahu harus senang atau bingung atas nasihat-nasihat yang Xiang siramkan kepadanya. Tentu pada akhirnya, yang bisa ia lakukan hanya berterima kasih. Xiang mengangguk.

"Pantaslah jalan Anda agak aneh tadi," katanya sebelum duduk menyebelahi Ling. Wajah tegang dan tatapan yang terus mengarah ke kaki Ling membuat sang peragawati semakin sungkan.

"Tapi, saya rasa saya perlu belajar menyembunyikan sakit itu." Ling mencoba mencairkan suasana. "Setelah berbagai tantangan di masa persiapan promosi, saya jadi mengerti bahwa seorang model tidak selalu berada dalam kondisi terbaiknya, tetapi mereka tetap harus menunjukkan kesempurnaan desain di depan kamera. Bukan begitu?"

"Tidak," sahut Xiang begitu Ling memungkasi kalimat. "Jangan menyembunyikan ketidaknyamanan itu. Jika ada yang membuat Anda tidak nyaman, kita harus memberantas penyebabnya sampai ke akar."

Ling cukup terkejut dengan dinginnya suara Xiang, semakin terkejut ketika ia menoleh dan tak sengaja bersitatap dengan Xiang. Anak mata Ling bergetar, tetapi tidak bisa berpaling. Keteguhan dari mata phoenix Xiang yang tajam mengunci perhatian lawan bicaranya.

"Pertanyaan yang belum sempat Anda tanyakan sebelum ini," kata Xiang, "apakah soal keraguan saya tentang cinta kepada Lao Xie?"

'Lao Xie'. Jika Ling memanggil Suzanne 'Lao Ouyang' di balik layar untuk mengatainya 'tua', Ling yakin Xiang tidak menggunakan panggilan itu untuk tujuan yang sama pada Yaoyiwen. Itu lebih seperti penghormatan, juga pertanda keakraban. Dari situ, justru Ling yang meragukan keraguan Xiang. Sudah jelas, ada cinta tersembunyi dalam panggilan itu, romantis atau tidak ... secuil perasaan yang Ling irikan.

"Ya," Ling tersenyum tipis, berharap tak tampak murung, "tetapi karena gagal di putaran terakhir, saya tentu tidak bisa menanyakannya."

"Saya akan menjawabnya, hadiah untuk kerja keras Anda hari ini."

Ling tidak berani menoleh lagi pada Xiang. Meski tertunduk, ia memasang pendengarannya baik-baik.

"Saya ragu saya mencintai Lao Xie sebab ia selalu memberi, sedangkan saya selalu menerima. Karena saya berlagak bagai orang yang paling sakit di depannya, ia mengurung kesedihan dalam senyumannya, semata demi melegakan hati saya." Jeda, lalu Xiang melanjutkan dengan goyah. "Cinta harusnya tidak seperti itu. Saya—harusnya memberikan lebih dan tidak menerima sedikit pun darinya."

Namun, kau tak lagi punya kesempatan. Xie Yaoyiwen sudah tiada dan kau merasa bersalah. Begitukah, Feng Xiang? terka Ling. Dikaitkannya penuturan Xiang ini dengan fakta yang Mingmei temukan, juga kemungkinan-kemungkinan di balik kecelakaan maut yang menimpa Yaoyiwen. Apakah sikap Xiang selama ini pada Ling bertujuan untuk menebus kesalahannya terhadap Yaoyiwen di masa lalu? Anehnya, jika perasaan Xiang berbalas, harusnya Yaoyiwen juga akan berjuang sekuat tenaga sampai koleksi ini rilis, bukan?

Sekonyong-konyong, Ling teringat Suzanne yang menjuluki Yang 'anak penjahit'. Tak dapat dimungkiri bahwa dua kali kegagalannya meluncurkan merek pakaian wanita membuat namanya jadi buruk di mata orang-orang senior Kevin Huo. Itu pasti juga berimbas pada Xiang dan Tian.

Imbasnya ... adalah merenggangnya persaudaraan mereka demi mencapai kesempurnaan yang sesuai standar Kevin Huo. Benar; mereka seorang Feng, bukan Huo. Mereka berusaha menjaga standar itu sebagai 'orang luar' yang beruntung ditempatkan di puncak perusahaan. Feng Yang memilih Wei, maka Wei berusaha keras untuk menyamakan langkahnya dengan Feng Tian sebagai desainer lama Kevin Huo. Jadi, kalau langkahku tidak cukup cepat untuk mengejar Feng Xiang, maka label merendahkan kepada tiga bersaudara Feng juga—

Begitu banyak pemikiran berputar di benak Ling hingga ia sendiri tak mampu membacanya. Tahu-tahu saja, air matanya sudah mengalir. Dalam situasi yang dibayangkannya, Feng bersaudara-lah yang terimpit, termasuk Xiang, tetapi malah dia yang sesak. Kedua tangan Ling menggenggam di atas pangkuan, berusaha meredam isak yang mengancam keluar, tetapi gagal total.

"Nona Zhang! Ada apa?" Saking cemasnya, Xiang begitu saja memalingkan wajah Ling kepadanya. Tanpa terhalang tisu, saputangan, atau semacamnya, ibu jari Xiang mengeringkan air mata Ling. "Kaki Anda sakit sekali, ya?"

"Saya akan berjuang, Tuan Feng," jawab Ling sengau, tidak berhubungan dengan pertanyaan Xiang barusan, membuat penanyanya tertegun. "Saya tidak akan membuat Anda kehilangan apa pun lagi."

"Nona—"

"Siapa yang memutuskan bahwa cinta harus berhitung berapa banyak memberi dan menerima?" Suara Ling meninggi. Ia berdiri dengan kaki telanjang di atas runway; tangannya menjinjing sepasang sepatu. Ditepuknya dadanya sambil berteriak terpatah-patah pada Xiang. "Jika mencintai seseorang, saya akan memberikannya yang terbaik! Seperti Tuan Feng telah memberikan begitu banyak pelajaran bagi saya tanpa berharap imbalan, saya pun akan berusaha keras! Koleksi ini akan rilis dan sukses, saya berjanji!"

Di haribaan lampu sorot, dengan riasan luntur dan muka berkedut-kedut, janggalnya Ling tampak bersinar di mata Xiang. Dua kali percobaan yang gagal, dua kali duta wanita yang pergi, tidak satu pun berani menjanjikan hal seberani ini setelah persiapan promosi berakhir. Itulah yang membuat wajah mereka tidak menghiasi sampul majalah-majalah fashion terkemuka Cina seperti Ling sebagai duta Fenghuang. Itulah—yang membuat Ling menjadi sangat istimewa.

Bibir Xiang membuka, hendak menyampaikan perasaannya, tetapi Mingmei datang di saat yang kurang tepat. Sang manajer yang baru datang dari agensi membekap Ling dan menyeret peragawatinya turun panggung bagai seorang penculik.

"Ling! Astaga, apa kau mabuk? Ya ampun, kalau kau menangis begini, matamu bisa bengkak besok! Berhenti, tidak?" []

Continue Reading

You'll Also Like

101K 18K 31
COMING SOON...
296 99 14
Setelah kepergian Cinta Pertama nya, hati nya tertutup terkunci, sepertinya semua sudah berakhir, dalam pikirannya dia hanya akan hidup berdua saja d...
444K 14.6K 6
[[ CERITA DIPRIVASI ]] Ramelia pikir, semuanya akan mudah dan indah saat buah hati hadir di tengah pernikahannya dengan Pram. Suami dan anak, adalah...
142K 6.6K 29
π™π™Šπ™‡π™‡π™Šπ™’ π™Žπ™€π˜½π™€π™‡π™π™ˆ 𝘽𝘼𝘾𝘼~ ____________πŸ•³οΈ____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...