Cursed Love (Yoo Joonghyuk X...

By Moon_Lily51

2.2K 352 38

[Omniscient reader's viewpoint fanfiction] • Jadwal update setiap hari Senin • AKU MENGUTUKMU! "Kutukan bena... More

°•Prolog•°
°•Bagian pertama•°
°•Bagian kedua•°
🥀1🌙
🥀2🌙
🥀Pemberitahuan!🌙

°•Bagian ketiga•°

309 55 5
By Moon_Lily51

Lorong demi lorong ia lalui dengan wajah penuh kekhawatiran. Baru saja beberapa menit setelah meninggalkan ArchUri Group, Yoo Joonghyuk mendapat kabar jika Yoo Mia pingsan.

Tanpa menunggu lagi, ia segera menuju Rumah Sakit dimana adiknya dirujuk. Sedikit yang ia ketahui melalui wali kelas, Yoo Mia sempat mengikuti pelajaran olahraga dengan tenang sebelum sebuah bola voli tanpa peringatan melesat dan menghantam kepalanya, seketika membuat Yoo Mia pingsan di tempat dan dilarikan ke rumah sakit.

Amarah langsung membuncah dalam dadanya mendengar penjelasan itu, meski ia tahu anak yang melempar bola mungkin juga tak memprediksi hal semacam ini akan terjadi.

Di depan sebuah ruangan, tampak wali kelas Yoo Mia bersama dua orang anak lelaki dengan wajah sama tengah duduk kaku. Kepala yang menunduk itu segera mendongak ketika mendengar langkah berat Yoo Joonghyuk, mau tak mau ketakutan menyerang keduanya begitu bertemu pandang dengan wajah sangar kakak teman mereka.

"Tuan Yoo, maaf—"

"Bagaimana keadaan adikku?" Tanpa peduli, Yoo Joonghyuk memotong ucapan sang wali kelas.

"Dokter masih belum keluar. Belum ada kabar sama sekali." Sang wali kelas menghela nafasnya berat, merasakan aura menyeramkan yang menekannya.

"A-Ahjussi, kami—"

"Jangan bicara apapun sebelum aku mendengar kabar Mia, atau aku mungkin takkan mampu menahan amarahku!"

Nyali kedua anak itu ciut seketika. Sang wali kelas, Park Eunra, tak bisa berkata-kata. Ia sudah tahu bagaimana keadaan keluarga Yoo Mia, itulah kenapa ia memaklumi sebesar apa kekhawatiran Yoo Joonghyuk pada adiknya itu.

Jika itu dirinya, mungkin tanpa memandang gender ia pasti akan menuntut balas. Membayangkan bagaimana orang terkasih kita, satu-satunya keluarga yang kita punya berada di balik pintu putih, tanpa ada kabar baik maupun buruk, itu benar-benar sangat menyiksa batin.

Sudah hampir 30 menit berlalu, tapi masih belum ada satupun kabar dari Dokter. Orangtua kedua anak kembar itu juga sudah datang sejak tadi, tapi mereka ragu untuk langsung bicara pada Yoo Joonghyuk setelah apa yang dikatakan Bu Park, sang wali kelas, sebelumnya.

Ketika pintu berayun terbuka, Yoo Joonghyuk segera menyerbu.

"Bagaimana keadaan Mia?"

"Keadaannya stabil. Bola itu memang nyaris mengenai titik tumor sebelumnya, tapi syukurlah ia hanya mengalami gegar otak ringan. Namun, ia masih perlu penanganan lebih lanjut dan kemungkinan harus menetap beberapa hari disini."

"Apa aku boleh melihatnya?"

"Untuk saat ini dia tak bisa ditemui. Mengingat bagaimana kondisi fisiknya, kami masih harus mengawasi perubahannya."

Yoo Joonghyuk tak tahu ia harus menerima itu sebagai kabar baik atau buruk. Lututnya lemas dan ia jatuh terduduk di kursi.

Inilah yang sangat ia takutkan. Tumor yang dulu bersarang di tubuh Yoo Mia memang sudah diangkat, tapi itu hanya sebagian. Jika pengangkatan tumor dilakukan seluruh, kemungkinan akan merusak jaringan penting di otak Yoo Mia yang bisa saja membuatnya cacat atau bahkan meninggal. Ia juga masih menjalani kemoterapi dan prosedur pengobatan lainnya yang tentu biayanya tak sedikit.

Kadang ada kalanya Yoo Joonghyuk merasa takdir begitu tak adil memberikan seluruh rasa sakit itu pada mereka. Orangtua yang tak peduli lalu meninggalkan anaknya tanpa rasa bersalah, lalu sang adik yang harus berjuang melawan penyakit hingga rela menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit, dirinya yang kehilangan masa muda dan membentuk hatinya menjadi beku.

Entah berapa kali Yoo Joonghyuk berusaha membunuh dirinya karena rasa frustasi yang begitu besar, tapi semua itu gagal. Dari lubuk hati terdalam, ia mengutuk dirinya. Jika ia pergi, siapa yang akan menjaga dan menopang adiknya?

Alasan Yoo Mia berjuang melewati seluruh rasa sakit hingga saat ini juga karena dukungan dan semangat darinya. Ia pergi seperti pengecut, sedangkan sang adik menunggu di ranjang pesakitan dengan beribu harapan yang ia simpan dalam benak. Bagaimana bisa ia begitu egois?

Yoo Mia adalah alasan ia terus berjuang, begitu pula sebaliknya. Layaknya sepasang sayap, jika salah satu patah, maka keduanya akan jatuh menghantam bumi. Jika menyerah, sama artinya memberikan beban dua kali lipat pada sayap satunya.

"A-Ahjussi ..."

Kesadaran Yoo Joonghyuk kembali tertarik ke dunia nyata, menatap kedua anak lelaki yang berdiri dihadapannya dengan kepala tertunduk dalam dan kedua tangan saling meremas penuh gugup.

"A-aku minta ... maaf, aku ... Aku ceroboh tak bisa menangkap bolanya." Anak disebelah kiri menuturkan dengan suara pelan.

"Aku juga. Ak-aku tak tahu kalau Yoo Mia ada di belakang, jadi ... Sungguh, aku tak bermaksud membuatnya begini." Anak satunya malah terdengar akan menangis.

"Kami akan menanggung seluruh biayanya, kamu tak perlu khawatir. Adikmu akan mendapat perawatan terbaik!"

"Kamu berhak marah dan kami benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi. Namun, kami takkan lepas tanggung jawab atas apa yang terjadi. Kamu bisa pegang kata-kata ku."

Melihat Yoo Joonghyuk yang tak merespon sedikit pun membuat sepasang suami dan istri itu tambah gugup. Bagaimana jika anak muda ini malah membawa masalah ini ke jalur hukum? Mental anak-anak mereka bisa terguncang.

"Lakukan apapun terserah kalian." Yoo Joonghyuk berucap datar. "Masalah ini, tunggu sampai Mia sadar."

Kedua pasangan itu tersenyum, syukurlah masalahnya tidak akan merambat sampai jalur hukum. Meski begitu, mereka tak bisa senang sekarang, karena masih ada satu nyawa tanpa kepastian masih berbaring kaku dalam ruangan di depan mereka.

***

"Silahkan datang lagi!"

Yoo Joonghyuk keluar dari supermarket setelah membeli makanan. Ia belum makan lagi sejak sarapan terakhir dan kini sudah hampir sore. Ia duduk di bangku di depan supermarket dan menyantap roti dagingnya.

Sebenarnya ia tak ingin keluar dan meninggalkan Yoo Mia sendirian di ruangannya, tapi Bu Park memintanya untuk mengisi perutnya dulu dan menawarkan dirinya untuk menjaga Yoo Mia. Yoo Joonghyuk akhirnya tak punya pilihan selain menurut, karena jika terjadi sesuatu ia takkan mampu mengatasinya dengan kondisi perut kosong.

Sesekali matanya menatap para pejalan kaki yang lalu lalang atau mobil yang melintas. Tak ada satupun yang menarik perhatian nya sampai denyutan itu kembali ketika matanya menangkap sosok itu.

Sosok sama yang belum sempat ia temui keberadaannya dan menghilang diantara kerumunan. Sosok itu kini tertangkap oleh netranya.

Tanpa sadar, kakinya melangkah mendekati sosok itu. Kilasan dalam kepalanya muncul, bayangan hitam putih yang menampilkan kejadian asing, denyutan kesakitan yang meremas dadanya tanpa ampun.

Kilasan itu menampilkan seorang pria berambut hitam legam dengan ponsel di tangan tengah melambai ke arahnya, membuat perasaan aneh dalam dada membuncah keluar.

Yoo Joonghyuk tak mengerti perasaan apa yang kini tengah ia rasakan pada sosok yang bahkan tak pernah ia kenal sebelumnya, tapi perasaan ini terasa begitu kuat, seakan dirinya telah menunggu lama untuk pertemuan ini.

Perasaannya saat ini hampir sama dengan yang ia rasakan pagi tadi di stasiun. Apakah mereka orang yang sama? Ia takut jika ada kesalahan lagi. Namun, denyutan itu kembali terasa. Semakin dekat ia berjalan, semakin kuat juga detakannya. Rasanya seperti jantungnya akan terlempar keluar dari tulang rusuknya.

Sosok itu masih disana, jaraknya sudah semakin dekat. Ia ingin memeluknya, mengurung sosok itu dalam dekapannya dan tak memberikan alasan untuk lepas darinya. Ia ingin meraihnya!

BRAK!!

Yoo Joonghyuk membeku kala sosok itu melayang beberapa meter lalu membentur aspal dengan keras setelah menghantam mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi. Darah mengalir dari luka yang terbuka, wajah yang tadi melukiskan senyum kini ternoda oleh darah.

Tidak... TIDAK!!

"KIM DOKJAA!!"

***

"Kim Dokja sialann!! Bisa-bisanya meninggalkan temanmu lembur sendirian sedangkan kau dengan santainya pulang tanpa beban!? Kembali sekarang!"

Ponsel segera Kim Dokja jauhkan begitu mendengar teriakan frustasi sahabatnya, Han Sooyoung, dari seberang. Gadis itu benar-benar kesal harus lembur, padahal itu salahnya sendiri karena proposal bagiannya belum selesai.

"Aku tak ada kewajiban untuk melakukan itu, ok? Aku juga lelah dan ingin istirahat."

"Kau kira aku tak lelah!? Argh, kenapa juga Manager Lee sialan itu memberikan project yang jelas-jelas adalah bagiannya padaku brengsek!"

"Kata orang kalau kau sering mengutuk seorang pria, kelak ia akan jadi pasanganmu."

"Hueekk!!" Han Sooyoung berlagak muntah. "Aku lebih baik menjadi perawan tua daripada hal itu terjadi!"

Kim Dokja terkekeh, mendengar sahabatnya itu semakin beringas mengutuk manager mereka. Bagaimana Kim Dokja bisa lepas dari lembur? Ada cara rahasianya.

"Hei, berhenti mengutuk dan selesaikan pekerjaanmu itu, atau Heewon akan menghabiskan seluruh jamuan malam ini."

"ARGH, JANGAN HABISKAN! JIKA DIA BERANI MENYENTUH BAGIANKU, AKU AKAN MEMBUNUHNYA!"

"Karena itulah cepat selesaikan dan segera kemari bersama Sangah. Dia sudah rela menemanimu, jangan sia-siakan waktunya hanya untuk mendengar omelanmu."

"Aku tahu, brengsek! Ingat, jangan sentuh bagianku, atau kau yang akan ku makan!"

"Ck, aku tahu. Aku—argh!"

"KIM DOKJAA!!"

"Halo? Hei, Kim Dokja sialan, kenapa kau berteriak!? Jawab aku brengsek!!"

Kim Dokja mematung ketika seorang pria menariknya kencang dari trotoar hingga ponselnya terlepas dari genggaman dan teronggok tanpa ada yang peduli di tanah.

Remasan kuat tangan pria itu menyakiti bahunya, seakan berniat mematahkan tulangnya tanpa ampun. Aura dominan yang ia keluarkan terasa berat dan menekannya, Kim Dokja merasa begitu kecil dihadapannya. Siapa pria ini? Apa ia memiliki salah padanya dan berniat untuk membalasnya? Namun, apa yang ia lihat ketika bertemu pandang dengan mata pria itu berbeda.

Ada raut kekhawatiran dan ketakutan disana.

Tunggu, ia yakin matanya masih berfungsi dengan baik dan tak mungkin ia salah lihat, tapi kenapa begitu?

Ia akui wajah pria itu cukup tampan dn cukup membuatnya terpana sesaat. Wajah adonis dengan garis rahang tajam, alis melengkung sempurna dan tebal, bibir penuh yang agak gelap, ah jangan lupakan mata itu. Sial, bagaimana bisa ada orang yang memiliki wajah se sempurna ini?

Cukup lama bagi keduanya saling menatap satu sama lain, Kim Dokja lah yang pertama sadar dan segera melepaskan diri.

"Maaf, kau siapa?"

To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

240K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
464K 8.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
46.9K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
617K 61.3K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...