Ayolah komen yang banyak..
Kalian enggak kasian sama aku. cuma berharap dikomen kok
-------------------------
Sampai akhirnya aku kembali, aku tidak pernah mendapatkan kabar yang berarti dari dirimu lagi.
Dara langsung berlari menghampiri Natta yang sudah menunggu kedatangannya di bandara. Sambil merentangkan kedua tangan, Natta terlihat siap menyambut kembalinya Dara. Sungguh dia berharap mendapatkan pelukan hangat dari sahabatnya itu.
Akan tetapi ternyata Natta salah menebaknya. Bukan mendapatkan pelukan hangat, tangan Dara secara cepat melayang, memukul bagian bahu Natta dengan kuat.
"NGESELIN YA LO!!!"
"Eh ... kenapa ini? Buset deh. Gue bukannya dipeluk, malah dapat penganiayaan begini."
"Lo pantes dapat pukulan itu ya, Nat. Atas sikap kurang ajar lo selama gue di kampung."
"Hahaha, dendam banget lo jadi cewek. Kan cuma bercanda elah."
"Enggak ada ya bercanda kayak gitu." Bersidekap, seolah memberitahu Natta bila dia sedang marah, Dara malah mendapatkan rangkulan hangat dari Dani yang langkahnya baru saja sampai mendekati mereka.
Mencermati kondisi yang terjadi, Natta membungkam. Dalam pikirannya tercetus banyak tanda tanya atas hubungan Dara serta Dani yang keduanya tunjukkan kini.
"Jadi ...." Kalimat itu sengaja dia gantung. Jari telunjuknya mengarah pada Dara dan Dani yang malah menatapnya dengan ekspresi bingung.
"Syukurlah hubungan kalian udah membaik," ucap Dani tanpa beban.
Mulai menyadari kalimat yang Dani katakan, Dara menghindari rangkulan itu. Terlihat kikuk karena Dani menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa Dara pastikan artinya, buru-buru ia bergerak menjauh. Namun sebelumnya Dara sengaja merangkul lengan Natta, mengajak laki-laki itu berjalan lebih dulu sambil membahas percakapan mereka yang sebelumnya hanya terjadi lewat telepon.
"Jadi lo bakalan kenalin anak lo ke gue, kan?"
"Hm. Iya. Nanti kalau ada waktunya. Karena dia enggak tinggal bareng gue."
"Gitu, ya."
Merasa tidak enak karena membiarkan Dani berjalan sendirian dibelakang, tentu saja sambil menyandang tas ransel serta tas pakaian Dara di tangannya, Natta sengaja memperlambat langkahnya.
"Kenapa sih, Nat?"
"Sorry, Dar. Lo emang sahabat gue, tapi dia tetap bos gue. Enggak enak gue rasanya," ucap Natta pelan. Melepaskan rangkulan tangan Dara dilengannya, Natta putar arah. Dia kembali mendekati Dani, sambil menawarkan bantuan untuk membawakan tas yang kini disandang laki-laki itu.
"Lo emang orang baik, Nat. Tapi sayang Tuhan selalu menguji lo dengan hal-hal yang enggak baik."
***
Karena tidak mau ketinggalan moment kembalinya Dara, Fla memaksa Natta untuk menjemputnya lebih dulu, baru mereka sama-sama mengantarkan Dara ke rumah kost mereka. Apalagi Fla mengatakan bila dia akan menginap di rumah kostnya demi melepaskan rindu dengan Dara yang selama kurang lebih sebulan ini berada di kampung halaman.
Atas dasar paksaan itulah, mau tidak mau Natta meminta izin terlebih dahulu kepada Dani untuk mampir ke sebuah restoran di mana Fla sudah menunggu mereka. Lalu setelahnya, barulah mereka sama-sama ke rumah kost itu.
Sejujurnya Natta tidak enak untuk melakukan hal ini, terlebih lagi mobil yang Natta pergunakan untuk menjemput keduanya adalah milik Dani, sehingga mau tidak mau Natta harus mengantongi izin dari Dani lebih dulu barulah dia bisa melakukan hal yang Fla perintahkan.
"Memang ini mobil siapa, Nat?" tanya Dara yang duduk di belakang bersama Dani.
Jujur ia kebingungan mengapa Natta meminta izin kepada Dani agar diperbolehkan menjemput Fla lebih dulu sebelum mengantarkan mereka. Bukankah Dara dan Dani harusnya bersyukur Natta mau menjemput ke bandara?
"Ya ... lo kan tahu, Dar. Gue enggak punya mobil."
"Trus?" Melihat Dara semakin kebingungan, Natta sengaja mencari tahu ekspresi Dani yang duduk dibelakangnya. Namun ternyata Dani terlihat tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tatapannya hanya tertuju keluar jendela. Padahal di sampingnya ada Dara yang butuh jawaban pasti dari pertanyaannya.
"Jadi gini, Dar. Kemarin itu ada yang minta tolong ke gue buat jemput ke bandara. Tapi karena gue enggak punya mobil, eh gue malah disuruh ke apartemennya. Ambil mobil di sana. Dan ternyata pas gue sampai ke sana, banyak banget mobilnya. Tapi sayang debuan semua. Jadi deh tuh, gue ke tempat cuci mobil dulu tadi pagi. Baru deh ke bandara."
Berhasil mencerna dengan baik, Dara melirik Dani di sebelahnya. Sungguh Dara hampir lupa siapa laki-laki yang duduk di sebelahnya. Terbiasa melihat Dani dalam keseharian di kost, dengan motor, dan celana buntungnya, Dara seakan mengabaikan fakta bila Dani adalah pemilik serta otak dari d'Express.
"Owh alah. Ya udah jemput Fla dulu aja. Gue juga kangen banget sama dia."
"Sial. Berasa dengar perintah dari ibu bos."
"Nat ... jangan bercanda, ya!!"
***
"Fla sama siapa tuh?" Pertanyaan itu yang pertama kali keluar dari mulut Dara disaat mobil yang Natta kendarai memasuki parkir sebuah restoran mewah.
Sengaja membungkam. Natta seolah enggan ikut campur dalam masalah kali ini. Dia bahkan membiarkan Dara menebak-nebak atas kondisi yang perempuan itu lihat kini.
"Daraaaa ...."
Sambil membuka pintu mobil, Fla berteriak riang karena akhirnya mereka bisa bertemu kembali. Seperti anak kecil yang terpisah lama dengan sahabatnya, Fla bahkan sengaja memeluk erat tubuh Dara dari kursi bagian depan.
Semua yang mereka lakukan menjadi tontonan menarik untuk Dani dan juga Natta. Kedua laki-laki itu bahkan ikut tertawa melihat tingkah gila Fla dan juga Dara.
"Ih, udah ... udah. Diketawain kita," ucap Dara sembari mendorong tubuh Fla.
"Long time no see."
"Alah, semalam kita masih video call. Ngeselin deh." Fla terkekeh setelah mendengar respon Dara.
Terus mencermati gerak gerik Fla, yang terlihat sempat berbincang dengan wanita itu, Dara tidak bisa menahan rasa penasarannya. Setelah Fla masuk ke dalam mobil, dan Natta langsung menjalankan mobil tersebut, sebuah pertanyaan meluncur begitu saja dari mulut Dara.
"Temen lo, Fla?"
"Ah?"
"Itu yang tadi temen lo?"
"Owh ... bukan," ucap Fla sambil menoleh ke kursi belakang. Tak sengaja tatapan matanya bertemu dengan manik mata Dani. Sekalipun tidak ada suara yang terdengar, namun Fla bisa memahami arti dari tatapan teman abangnya itu.
"Hm, begitu."
Buru-buru mengalihkan pandangannya kembali, Fla menarik kedua sudut bibirnya dengan ekspresi panik. Keringat di pelipisnya mulai bercucuran sekalipun AC dalam mobil ini terasa sangat dingin. Hingga tanpa sadar tangan Fla mengibas-ngibaskan udara di area sekitar leher demi menghilangkan rasa panas dan juga tegang dalam dirinya.
"Gerah?" tanya Natta pelan.
Mengirimkan sinyal-sinyal panik, Fla berharap Natta paham bagaimana kondisinya kini. Namun anehnya kekasih menyebalkannya itu malah membuat kondisi mencurigakan sampai menarik perhatian Dara yang duduk di belakang.
"Kenapa sih? Kalau dia bukan temen kamu kan bisa jujur aja ke Dara."
"Maksudnya?"
"Itu, Dar. Si Fla tadi bohong sama lo. Cewek tadi bukan temannya."
"Owh, gitu. Terus siapa? Pegawai lo?"
Fla menggeleng. Bibirnya meringis, berharap Dara tidak mempertanyakan hal ini terus menerus.
Tapi sayangnya, ia sudah begitu penasaran hingga tak mungkin berhenti tanpa tahu kepastiannya. "Apa sih? Kayak ada rahasia gitu."
"Lo kenal tuh cewek tadi, Dan?"
"Enggak!"
Semakin curiga dengan gerak gerik Dani yang tidak kunjung meliriknya disaat laki-laki itu memberikan jawaban, Dara malah semakin penasaran. "Serius?"
"Hm. Kenapa sih?"
"Enggak kenapa-napa. Aneh aja gitu. Kalian sikapnya jadi salah tingkah. Padahal tinggal jawab aja dia itu siapa. Udah, gitu aja. Karena jujur gue penasaran. Habis tadi gue lihat Fla akrab banget sama dia. Dan dari yang gue lihat dia bukan orang Indonesia. Jadi kemungkinan besar pasti temannya Fla, kan?"
Mengungkapkan apa yang ia pikirkan, Dara menunggu respon Fla atau mungkin juga Natta yang duduk di kursi depan. Keduanya kompak membungkam hingga Dara percaya ada sesuatu yang sedang disembunyikan darinya.
"Ada apa sih? Emang siapa sih dia? Memangnya enggak boleh ya gue tahu?"
"Gini, Dar. Dia itu ...."
"Kerabat keluarga Fla dari Italia. Sewaktu mereka balik dari Italia ke Indonesia, ternyata wanita itu menyusul mereka datang ke sini," sahut Dani memberikan penjelasan singkat agar Dara dapat dengan mudah memahami.
Menganggukkan kepala berulang kali, Dani merasa yakin Dara paham atas penjelasannya. Apalagi kata yang dia pergunakan cukup mewakili semua, sehingga Dara tidak mungkin meluncurkan pertanyaan lanjutan mengenai wanita itu.
"Udah, kan? Paham."
Meliriknya curiga, Dara malah sibuk menerka-nerka dari mana Dani tahu semua tentang wnaita itu? Bukankah tadi Dani berkata tidak mengenalinya.
"Kenapa?"
"Jadi lo kenal sama dia? Kata lo sebelumnya enggak kenal sama dia. Ckckck, aneh banget. Kata-kata buaya emang susah dipercaya."
Menahan tawa semampu yang mereka bisa, Natta dan Fla, sibuk mengatur napas mereka agar tidak memberikan reaksi berlebih atas kondisi mengenaskan Dani saat ini. Natta dan Fla paham, maksud Dani menjelaskan semuanya adalah untuk kebaikan mereka semua. Tapi apesnya, Dani malah terjebak dalam penjelasannya sendiri.
Anak kicil kesayangan....