If Something Happens I Love Y...

By Mozajia

10.8K 206 4

Pernikahan nyatanya tak menjamin bahwa Ranu dan Raline akan hidup tenang bersama selamanya. Bulan madu mereka... More

Prolog
1. (Gift) on Birthday
2. Misteri Dua Tiket Pesawat
3. Did You Fuck Her?!
4. Sex After Fight
5. Delicate
6. Kejutan
7. Kamu dan Kematian
8. Paris in the Rain
9. Foto Keluarga
10. Story About His First Love
11. Laki-Laki atau Perempuan
12. Mr Hot Robot
13. Es Krim Coklat
15. Berita Kematian
16. Lost Hope
17. Revenge!
18. After 2 Years
19. Maaf yang Tak Cukup
20. Drunk
21. Kehilangan Kepercayaan
22. Ricuh
23. Stunning
24. Unconditionally
25. Bukan Soal Waktu
26. Fans Club
27. Gym
28. Surat Cerai
29. Sebuah Pelukan Hangat
30. Hallucination
31. Run to You
32. Warm Night
33. Omelet
34. You're Mine!
35. Cause You're My Husband
36. Deep Talk
37. Bola api
36. Hadiah

14. Hati yang Patah

176 3 0
By Mozajia

Ranu menggeser tombol hijau panggilan di ponselnya. Ia menempelkan benda pipih tersebut ke telinga sembari matanya fokus menatap pintu toilet. Hatinya risau, berharap Raline baik-baik saja.

"Halo?"

Suara disebrang panggilan terdengar, "Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu."

"Mr. Zander, ada yang ingin bicara denganmu. Ini penting."

Dahi Ranu berkerut mendengar nada bicara Jay tak seperti biasanya. Tak lama setelah hening, suara barinton yang tak asing di rungunya memanggil.

"Menikmati bulan madumu, Mr. Zander?"

"Adyan?," Ranu terkejut.

Disebrang sana, Pemilik suara yang diketahui bernama Adyan itu terkekeh, "Aku tidak percaya kau akan memblokir nomorku. Jadi aku minta bantuan sekretarismu itu. Kupikir ada mendesak yang harus kita diskusikan.... terkait kepemilikkan Zander Corp."

Mata Ranu membulat penuh. 'tidak mungkin'

"hahaha... sayang sekali aku tidak ada disana untuk melihat ekspresi terkejutmu. Tapi ya sudahlah, aku juga tidak tertarik. Ngomong-ngomong apa yang akan terjadi jika dunia tahu ternyata Zander corp, perusahaan real estate yang agung itu selama ini menipu mereka, hm?"

Firasat buruknya ternyata benar. Rahasia perusahaan yang selama ini ia tutup rapat rapat telah bocor. Adyan pasti mengirimkan seseorang untuk mencari celah kejatuhan Zander corp.

"Bagaimana Mr. Zander? Tertarik untuk datang dan membicarakan masalah ini? Aku mungkin akan tutup mulut jika kau memberikan tawaran menarik."

Ranu menggeram, matanya memejam dan giginya bergemeretak. "Apa maumu?!"

"Datang dan temui aku dalam satu jam. Aku akan memberi tahu apa mauku saat kau sampai. Terlambat sedetik saja berita ini akan langsung terbit dan kupastikan menjadi trending dimana-mana."

Tut

Sambungan diputus secara sepihak. Ranu mengeratkan rahangnya sebelum kemudian berlalu pergi.

-R&R-

Sementara itu, di dalam toilet, Raline berjalan mondar-mandir di depan cermin. Setelah berhasil mengeluarkan seluruh isi perut, kepalanya kini dipenuhi oleh berbagai spekulasi. Ia mulai menyadari setiap keanehan yang terjadi pada dirinya. Mulai dari merasa nafsu seksualnya melejit, sering mual dan kelaparan, menjadi sangat emosional, dan merasa selalu kecanduan dengan aroma tubuh Ranu. Oh ya, jangan lupakan tadi saat ia tiba tiba sangat menggemari es krim rasa coklat yang notabene adalah favorit Ranu.

Raline menggigit kukunya gelisah. Sesekali ia melirik sekilas stripe bewarna putih biru yang sebelumnya telah ia rendam dalam urine selama beberapa saat.

'Bagaimana kalau ternyata ini hanya perasaanku saja? Tuhan, kumohon. Aku tidak ingin kecewa kali ini.'

Jantung Raline agak berdebar. Sudah terlalu sering ia mendapatkan hasil mengecewakan saat menggunakan alat bernama test pack tersebut. Jika yang ini juga negatif ia mungkin akan dilanda murung sepanjang hari dan bulan madunya akan terasa hambar.

Raline menyisir rambut kebelakang, bibir bawahnya melipat. Sepuluh menit telah berlalu. Harusnya ia sudah bisa melihat hasil alat tes kehamilan itu sekarang. Ia terpejam erat sementara satu tangannya terulur mengambil benda tipis berbentuk strip.

Perlahan, satu persatu matanya membuka. Napasnya berhenti beberapa saat sebelum kemudian berhembus bersamaan dengan pupil matanya yang melebar.

"It's positive."

Raline menutup mulutnya yang menganga lebar menatap dua garis bewarna pink. Sepersekian detik kemudian, senyum sumringah mengembang di wajahnya. Tangan Raline bergerak mengelus perutnya yang masih rata, "Oh My God, You finally come."

Dengan jantung yang masih berdebar-debar dan senyum yang berbinar, Raline melangkah keluar toilet. Ia bergegas mencari Ranu untuk memberitahu kabar bahagia ini. Tak bisa Raline bayangkan akan sebahagia Ranu jika mengetahui 'dia' telah datang.

"Ranu? Kamu mau kemana?", Senyum Raline mengendur. Matanya menurun, menelisik penampilan Ranu yang kini sangat rapih dengan setelan jas hitam.

Mendengar suara wanita dibelakangnya membuat Ranu yang tengah berdiri di depan cermin berbalik, "Sayang, kamu sudah mendingan? Jika masih merasa mual lebih baik kamu istirahat. Besok Jay akan kesini menjemputmu. Dia akan membawamu ke penthouse. Aku juga sudah menghubungi Dokter Will, ia akan datang memeriksa kondisimu." ucapnya sembari menelangkup wajah pucat Raline.

Raline menggamit tangan Ranu yang memegang pipinya. "Jawab aku, kamu mau pergi kemana?"

Ranu terdiam. Matanya menolak untuk terjerat dalam kejaran bola mata coklat itu, "A-aku harus pergi ke suatu tempat. Perusahaan sedang dalam masalah besar. Hanya aku yang bisa menyelesaikannya."

Pegangan Raline pada tangan Ranu melepas. Matanya menyirat rasa kecewa, "Kamu... akan meninggalkanku sendiri disini?"

Ranu menunduk. Ia tak punya pilihan lain. Jika bisa, ia juga ingin tinggal dan menemani Raline. Tapi sekarang nasib Zander Corp. berada ditangannya. Ia tak mungkin membiarkan perusahaan yang telah ia bangun dengan susah payah runtuh begitu saja.

"Setelah masalah ini selesai aku berjanji kita akan kembali lagi kesini."

Raline menatapnya berkaca-kaca, "Kamu pernah janji akan menghabiskan waktu bersamaku saat di Paris tapi nyatanya kamu malah sibuk dengan laporan perusahaan. Kamu juga kemarin baru berjanji tidak akan sekalipun menyentuh pekerjaan disini lalu sekarang apa? Apa semudah itu bagimu untuk membuat janji lalu mengingkarinya?"

"Aku berjanji akan segera kembali-"

"AKU MUAK DENGAN JANJIMU!"

Dada Raline naik turun menghembuskan napas sesak. Pelik menggenangi pelupuknya. Bibirnya bergetar samar-samar menatap Ranu.

"Aku mohon sekali ini saja... jangan pergi. Aku ingin bersamamu, Ranu." suaranya memelan.

Ranu merengkuh Raline sesaat lalu mengecup keningnya singkat, "Raline, aku sangat minta maaf. Aku tidak bisa menuruti keinginanmu sekarang."

Pelukan mereka terurai, Ranu kembali mendaratkan kecupan di dahi Raline. ia hendak berbalik namun Raline menelangkup tengkuknya lebih dulu. Kedua wajah itu semakin dekat. Raline menutup matanya sembari mengikis jarak mereka. Tinggal beberapa mili lagi untuknya bisa melumat bibir Ranu. Namun, Ia membuka mata dengan raut kecewa saat bibirnya tak mampu menjangkau wajah yang justru menjauh.

"Sorry, I.. I can't..." Ranu melepaskan dua tangan Raline yang berada di rahangnya.

Selepas itu, ia berlalu pergi keluar. Pria itu melangkah cepat sembari sesekali melihat jam tangannya. Tanpa ia sadari Raline membututinya di belakang. Kaki kecilnya berusaha mengejar langkah lebar Ranu.

"Aku ingin memberitahumu sesuatu. Aku-"

"Aku sungguh tidak peduli apapun itu, Raline." Potong Rabu begitu cepat seraya terus berjalan. "Sekarang ada hal yang lebih penting yang membutuhkanku."

Langkah Raline tiba-tiba terhenti. Jantungnya mencelos.

'Ada hal yang...... lebih penting katanya?'

Niat awal ingin memberitahu tentang kehamilannya meluruh. Matanya berkilat marah. Dadanya bergemuruh. Raline meraih gelas kaca diatas meja sofa kabin, mengangkat benda beling itu setinggi mungkin lalu....

PYAARRRR

Ranu menghentikan langkah dan berbalik seketika. Matanya melebar mendapati pecahan beling berserakan.

"Jadi kamu lebih mementingkan perusahaanmu daripada aku, daripada keluargamu sendiri?"

"Kamu dan perusahaanku adalah dua hal yang tidak bisa dibandingkan. Perusahaan sangat membutuhkanku sekarang, jadi sudah pasti aku lebih mementingkannya. Aku tidak bisa membiarkan perusahaan yang aku bangun susah payah berada diambang kehancuran."

Raline terdiam sesaat, "Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Apa kau tidak berpikir hubungan ini juga sedang berada diambang kehancuran karena sikapmu?"

Ranu menyugar rambutnya frustasi, "Raline, berhenti bersikap kekanak-kanakan. Tolong, mengertilah posisiku."

"KAMU YANG TIDAK MENGERTI POSISIKU!"

Suaranya kini menyeru. Isakan tipis-tipis terdengar bersamaan dengan bunyi deburan ombak, seolah berusaha menyamarkan bunyi kesedihannya . Mungkin, ombak lebih mengerti perasaan Raline dibanding Ranu.

"Aku sudah terlalu sering mengalah! Aku mencoba mengerti saat kamu tidak pulang berhari-hari karena kesalahan teknis pegawaimu. Aku selalu diam dan memaksakan senyum saat kamu bekerja di hari libur. Hampir setiap hari aku hidup sendiri di rumah sebesar itu. Bahkan di Paris, aku tetap diam melihatmu lebih sering menghabiskan waktu dengan laporan-laporan sialan itu!"

Ombak tak lagi mampu menutupi suara isakannya. Angin yang ingin lewat pun mendadak berhenti dan berbalik arah seolah ikut tak kuasa melihat tangisan wanita itu.

"Aku istrimu, Ranu. Aku juga ingin mendapatkan waktu dan perhatianmu. Dan sekarang... aku hanya menginginkan kamu ada disisiku sehari saja. Apa aku keterlaluan?" eluhnya dengan suara bergetar.

Ranu terdiam sejenak menatap istrinya yang telah berlinang air mata.  Suara lenguhan kecil kemudian mengawali bicaranya, "Raline, maaf tp aku benar benar tidak punya waktu untuk meladenimu sekarang. Kumohon jangan mengajakku bertengkar, aku harus secepatnya pergi."

Raline semakin bergemuruh marah. Ia lantas mengambil pecahan beling terbesar yang ada dilantai lalu meletakkannya di pergelangan tangan.

"Aku juga minta maaf karena kamu harus memilih akan tetap pergi dan kehilangan istrimu atau tinggal disini bersamanya,"

Ranu melotot kaget melihat aksi nekat Raline. "Jangan melakukan hal konyol! Buang benda itu jauh-jauh!"

"Pilih Aku atau perusahaan!"

"CUKUP!"

Raline tersentak. Bentakan Ranu yang sangat lantang mengguncang sekujur tubuhnya. Ia gemetaran, sesuatu dalam dirinya seperti dikoyak dan bulir bening kembali terjun dari pelupuknya.

"Apa kau pikir hanya kau saja yang aku pikirkan, hah?! Ada banyak nyawa yang bergantung pada perusahaan. Kau salah jika merasa paling penting dalam hidupku! Dan jika kau ingin aku memilih, aku akan tetap pergi dan menyelamatkan perusahaan. Sekarang berhenti keras kepala, dan masuk ke kamar sebelum aku menyeretmu dengan kekerasan...!" Ranu berkata dengan kelebat emosi. Sepasang bola mata hitam yang berapi-api itu menatap Raline tajam.

Mata Raline memanas. Saat melihat bagaimana Ranu melihatnya dengan penuh kemarahan, isakan Raline semakin keras terdengar. Napasnya begitu berat seperti jutaan kerikil menyesaki paru-parunya. Sesuatu dalam kalimat Ranu terasa meremukkan tulang dadanya menyisakan sesak. Tumbuh lara yang amat perih tapi Raline tak tahu dimana.

Tangannya gemetar. Tanpa sadar beling yang Raline pegang jatuh membentur lantai dingin kapal bersamaan dengan air mata yang ikut terjatuh mengaliri pipinya.

Seperti diguyur air dingin, Ranu tersadar dengan apa yang baru ia katakan. Punggungnya menegang mendapati wajah mendung pekat yang telah sembab berderai air mata. Sepasang mata indah yang kebanjiran pelik itu menatapnya nanar.

Ranu meneguk ludah. Tenggorokannya seperti dijejali puluhan batu. Mulutnya terbuka, sesuatu sejenis maaf ingin keluar namun lidahnya lebih dulu dibekukan oleh tatapan nestapa bercampur perasaaan kecewa hebat yang memancar dari netra istrinya.

"Raline.... aku...."

Raline melangkah mundur. Ia menggeleng tidak percaya. Persetan dengan rasa inginnya bersama Ranu! Raline sudah terlanjur sakit hati, ia enggan untuk menatap wajah pria yang kini jadi memuakkan untuknya. Raline berbalik dan belari sekencang mungkin menaiki tangga dan masuk ke pintu kamar.

Dari bawah, Ranu masih mematung menatap punggung yang bergetar menahan isak itu menjauh. Jauh di dalam sana, ada rasa bersalah besar yang menggerayangi jiwanya.

Satu tangannya terangkat menyentuh bibir, "Ap-apa yang barusan aku katakan?"

Nyatanya, segala yang keluar dari mulutnya tadi tak jauh berbeda dengan puluhan belati yang menusuk hati Raline.

Drrt

Getar ponsel disakunya membuyarkan lamunan Ranu. Ia menempelkan benda pipih itu sembari terus menatap pada pintu kamar tempat matanya kehilangan sosok Raline.

"Aku segera kesana."

Panggilan terputus. Ranu memasukan benda itu kembali kedalam jas dan melesat menuju tempat helikopternya terparkir.

-R&R-

Di dalam ruangan kamar kapal itu, Raline meringkuk diatas tempat tidur. Tubuhnya bergetar hebat diselingi sesegukan yang tak mau berhenti.

"... Kau salah jika merasa paling penting dalam hidupku! Dan jika kau ingin aku memilih, aku akan tetap pergi dan menyelamatkan perusahaanku! ..."

Seperti CD player yang rusak, kata-kata itu terus berputar berulang-ulang di kepalanya. Raline menjambak rambutnya kuat-kuat. Namun suara itu justru terdengar semakin jelas. Dinding kapal menjadi saksi bisu atas tangisan seorang wanita yang semakin lama semakin keras.

"ini tidak benar-hiks. Ya ini tidak benar- lihat saja Ranu akan kesini untuk menemaniku tidur. Ranu akan meminta maaf dan berkata bahwa tadi ia hanya terbawa emosi dan tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Ia tidak akan pergi- Ranu mencintaiku, dia--"

Suara Raline terputus saat mendengar bunyi helikopter mengudara. Bibirnya lagi-lagi bergetar seperti senar gitar yang dipetik. Cairan bening kembali tumpah dan menambah sembab di wajahnya.

Ranu.... benar-benar meninggalkannya, membuat nestapa pilu mengerubungi lubuknya. Menari-nari riang diatas hati yang patah.

-R&R-

Continue Reading

You'll Also Like

59.4K 1.4K 40
standalone ~ mafia siblings series "You can't make me stay here! I will get an emancipation." I yell. Flashbacks of the gun in my hand, the almost-de...
334K 10K 81
(Fixed/Fan-TL) Top idol group Stardust, whose members disappear like dust. The group that used to have seven members ends with four members... "Is...
1.7M 55.6K 75
Alexander, James and Skye were triplets. They were stolen from their family at the age of 4. The family searched for them day and night never giving...
490K 17.3K 195
(Fan TL) Won Yoo-ha, a trainee unfairly deprived of the opportunity to appear on a survival program scheduled to hit the jackpot, became a failure of...