ARAYA DOUBLE UP!!
-H A P P Y R E A D I N G-
***
Di kediaman si kembar terlihat sangat ramai, karena anggota inti Ravloska sedang berkumpul di sana. Bahkan mereka masih mengenakan seragam sekolah.
"Widih, berita bagus nih!"
Garvan yang sedang rebahan di sofa sembari memainkan ponselnya langsung mengubah posisinya menjadi duduk.
"Berita bagus apaan?" tanya Zayn yang sedang bermain game bersama Bayu.
"Besok malem ada balapan, mau ikut kagak?"
Seketika semua menghentikan aktivitasnya dan beralih melihat ke arah Garvan.
"Dimana?" Kali ini Alaskar yang bertanya.
"Di tempat biasa."
"Taruhannya apaan?" tanya Zeyn seraya memakan cemilan.
Garvan kembali melihat ke layar ponselnya. "Di sini sih tertera taruhannya duit dua puluh juta."
"Dua puluh juta? Lumayan," kata Zeyn.
"Ikut kagak, nih? Kalo mau ikut, gue daftarin."
Semua mata melirik ke Alaskar. "Tanya si Darren, jangan gue," ucap Alaskar yang mengerti dari tatapan mereka.
"Ambil kagak, nih? Duitnya lumayan," tanya Bayu kepada Darren yang sedari tadi hanya menyimak.
"Ambil aja kalo lo semua pengen tuh duit," pungkas Darren.
"Oke. Gue udah bilang ke panitianya kalo kita ikutan."
"Bentar, mereka ikutan?" tanya Zayn yang langsung dimengerti siapa yang disebut dengan mereka di sini.
Garvan kembali mengecek ponselnya. Kedua matanya membulat sempurna, dan beralih menatap Ravloska satu persatu.
"Ya, mereka ikutan."
Alaskar memberi seringai miring. "Kita harus menangin balapan besok. Jangan kasih mereka menang, sekalipun."
***
"ARAYA! GUE BAWA BERITA HOT!"
Araya yang baru saja menginjakkan kakinya di kelas langsung disuguhi dengan teriakan menggelegar dari Elita. Untung di kelas hanya ada beberapa orang saja.
"Berita apaan? Keknya penting banget," tanya Araya seraya menyimpan tasnya di atas meja.
"Nanti malem ada balapan! Nonton, yuk?"
"Ogah, ah. Ngapain nonton begituan? Mendingan di rumah nonton drakor," tolak Araya.
"Ayolah, Ray. Anak Ravloska juga katanya ikutan."
"Terus apa kaitannya sama gue?"
"Ya lo harus ikut nemenin gue, ya?"
"Enggak!"
"Ayolah, Ray ... demi gue."
"Sekalinya gue bilang engga ya engga!"
Elita memajukan bibir bawahnya. "Biasanya juga lo yang ngajak kalo ada balapan kek gini, kenapa gak mau?"
"Karena gue bukan Araya .... " Araya menghentikan ucapannya, Elita memandangnya dengan wajah bingung.
Araya berdeham. "Karena gue bukan Araya yang dulu. Gue kan udah bilang sama lo, kalo gue mau berubah," lanjutnya.
"Yaudah, deh. Gue gak akan maksa."
Elita harus menerima apapun keputusan yang Araya berikan. Sebagai sahabat, dia harus mendukungnya, bukan?
Saat itu terdengar tawa dari dua orang gadis yang baru saja memasuki area kelas. Seketika Araya dan Elita menoleh ke arah mereka.
Saat menyadari bahwa Araya melihat ke arah mereka, salah satunya menunduk, tidak berani menatap kedua mata Araya.
"Pantesan kalo jalan suka nabrak orang, kebiasaannya aja nunduk," celetuk Araya dengan suara sedikit keras.
"Lo nyindir si Kiran, hah?!" ujar Yolla mudah tersulut emosi.
"Gue gak nyebut nama dia, loh. Lo sendiri sahabatnya yang nyebut."
Elita yang duduk di samping Araya tidak tahan menahan tawa melihat kebodohan Yolla.
"Bego banget, anjir," ucap Elita seraya tertawa.
"Gue nyebutin nama si Kiran, karena mata lo liat ke dia!"
"Gimana kalo omongan gue itu buat lo?" tanya Araya seraya melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Yolla terlihat mengantupkan rahangnya, kedua matanya menatap Araya tajam.
"Udah, Yoll. Jangan nyari gara-gara," ucap Kiran menenangkan sahabatnya.
"Gue gak akan kayak gini, kalo bukan dia yang mulai duluan," ucap Yolla sembari menunjuk Araya.
Araya tiba-tiba tertawa keras dan berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan perlahan dengan sorot mata dingin menuju tempat Yolla berdiri.
Araya memegang dagu Yolla, membuat mereka berdua saling tatap satu sama lain.
"Dari awal yang mulai duluan itu lo berdua. Jangan mentang-mentang Ravloska berada dipihak kalian, membuat lo jadi besar kepala."
Yolla menyingkirkan tangan Araya dari dagunya dengan kasar. Araya langsung mengelus tangannya dengan wajah dibuat sedih.
"Kasian banget tangan gue, disentuh sama lo. Jadinya harus gue sucikan nanti."
Plak!
"Yolla!"
"Araya!"
Yolla kehabisan kesabaran. Tangan kanannya mendarat sempurna di pipi mulus Araya. Elita langsung maju menghampiri mereka berdua dan akan balas menampar Yolla namun dicegahnya oleh Araya.
"Lo udah bangunin macan yang lagi tidur, bitch!"
Araya menarik rambut gadis itu ke belakang, membuat Yolla sedikit mendongak.
"Gue mahal-mahal perawatan ngeluarin banyak duit, bisa-bisanya tangan kotor lo mendarat di pipi mulus gue. Mau balasan yang lebih, Yollanda?"
"LEPASIN GUE ARAYANJING!"
"Iss ... mulut lo kasar kaya kulit salak."
Bukannya Araya melepaskan cengkraman di rambut gadis itu, ia malah semakin mencengkramnya kuat-kuat.
"Araya lepasin Yolla, aku mohon," pinta Kiran dengan wajah panik.
Araya melirik Kiran. "Lo tuh gak diajak, mendingan diem."
Sudah dipastikan Kiran diam, Araya kembali fokus ke Yolla. Sebenarnya di kelas ada beberapa orang yang menonton, namun mereka tidak ada keberanian untuk memisahkan mereka.
"Bokap gue aja gak berani nampar gue. Lo siapa berani-beraninya nampar gue?"
"Denger gue, Yolla. Belakangan ini gue diem bukan berarti gue kalah, tapi karena gue udah muak berurusan sama lo berdua yang cuma bisa berlindung di belakang Ravloska."
"Sekali lagi lo berani ngusik ataupun nyari gara-gara lagi sama gue ... permainan sebenarnya akan dimulai."
"Lepasin gue jalang!" bentak Yolla.
"LO LAMA-LAMA NGELUNJAK ANJING!"
Araya semakin menarik rambut gadis itu, membuatnya semakin mendongak. Elita meringis melihatnya, pasti rasanya sangat sakit.
"Dasar cewe iblis! Pantesan si Alaskar gak mau sama lo!" maki Yolla tidak kapok.
"Sebelum lo keluarin kata-kata mutiara barusan. Alangkah baiknya lo ngaca!"
"Dasar jalang! Murahan! Mati aja lo!"
"Lebih jalang mana gue sama lo yang dengan mudahnya nyerahin tubuh lo ke cowo, hah?!"
Yolla seketika terdiam. Semua orang yang ada di sana menutup mulutnya tak percaya. Kenapa Araya bisa tau? Ingat, dia bukan berasal dari dunia mereka.
Tiba-tiba segerombolan cowo datang memasuki kelas mereka. Araya terlihat menyeringai saat mereka menatap dirinya dengan tatapan tak bersahabat.
Ia mendorong kepala Yolla cukup kuat sehingga membuat gadis itu tersungkur ke lantai, dan tentunya langsung ditolong oleh Kiran.
Araya menatap mereka yang berdiri di depan pintu satu persatu.
"Well, pahlawan kesiangan lo berdua udah datang."
-batas suci-