Cicatrize ✔️

By chocokiiim

52.9K 6.1K 1K

Dia hadir dan memperbaiki semuanya, menjadikanku sosok tangguh yang lebih baik. Dia datang dengan cinta, dan... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 - Fin
Bonus Chapter - 1
Bonus Chapter - 2

Epilog

1.3K 90 62
By chocokiiim

Suara berisik dari decipan burung membuat sosok wanita dalam balutan selimut hangat kini melenguh, merasa tidak nyaman akibat sebuah suara yang berhasil mengusik tidurnya. Langsung saja sosok bersurai merah muda itu membuka mata, menampakkan kedua iris berwarna hijau jernih yang begitu menyejukkan hati. Hal pertama yang ia tangkap setelah membuka mata adalah pahatan rupa yang mendekati sempurna dari sosok pria yang setia terlelap. Wanita itu tertegun sejenak, mengumpulkan ingatannya yang akhirnya menjawab mengapa ia bisa berakhir dalam rengkuhan pria ini.

Setelah ia mengingatnya, wajahnya langsung memerah tanpa diminta. Terlebih ketika ia menyadari jika keduanya tengah berpenampilan polos tanpa kain apapun yang menutupi tubuh mereka -selain selimut tentunya.

Wanita itu menggeleng kecil, mengenyahkan ingatan tentang kejadian kemarin malam yang sialnya sangat memalukan untuk kembali dikenang. Dengan gerakan perlahan, ia menyingkirkan lengan Gaara yang menindih tubuhnya, kemudian bersiap untuk beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Namun tanpa diduga, wanita itu meringis kala merasakan pusat tubuhnya yang terasa perih. Tak hanya itu, tubuhnya pun terasa pegal saat ini, seolah seluruh tulangnya hampir lepas semua. Satu decakan berhasil lolos dari bibirnya, sedikit tidak menyangka jika pergumulan panas mereka kemarin akan memberikan efek seperti ini.

"Hah, yang benar saja," sungutnya. Kendati demikian, ia tetap memaksakan diri untuk bangkit. Namun baru saja ia menapakkan kaki di lantai, tubuhnya justru jatuh lantaran tak mampu menopang beban tubuhnya. Sakura memekik kecil. Namun beruntung ia tidak mendarat di atas lantai setelah merasakan sebuah lengan yang menahan pinggangnya.

"Apa yang kau lakukan?"

Sakura menelan ludahnya kasar kala mendengar suara berat nan serak dari sosok di belakangnya. Wanita itu pun membawa dirinya untuk duduk di tepi ranjang dengan posisi membelakangi sang suami, tak berani berbalik dalam keadaan telanjang seperti ini.

"Sakura?"

"I-itu, aku, aku mau m-mandi."

Jawaban tergagap dari sang wanita musim semi membuat Gaara tersenyum simpul. Ia pun memiringkan tubuhnya, menatap punggung sempit sang istri yang sudah banyak dijejaki oleh karya dari mulutnya- penuh dengan tanda kemerahan. Satu tangannya terulur, mengusap lembut punggung tersebut yang membuat darah Sakura berdesir hebat karenanya.

"Apakah sakit?" tanya pria itu. Sakura mengangguk kaku, tak berani bersuara lantaran terlalu malu karena baru saja tergagap.

"Ayo."

"Eh?"

Belum sempat sadar dari rasa terkejutnya, Sakura merasakan tubuhnya melayang kala sepasang tangan kekar itu mengangkat tubuhnya, membawa dua insan tersebut menuju kamar mandi. Demi apapun, wanita itu tak tau harus melakukan apa selain menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang suami, begitu malu hanya untuk sekedar bertatap muka dengannya. Beberapa saat setelahnya, Gaara mendudukkan tubuh Sakura di dalam bath up, menghidupkan keran yang berada di ujungnya dan membuat air hangat mengucur membasahi tubuh Sakura. Sang wanita musim semi jangan ditanyakan lagi. Bahkan ketika Gaara tak kunjung beranjak, ia setia menundukkan pandangannya.

"Kenapa?"

Satu kata tersebut rasanya sangat menjengkelkan bagi Sakura. Wanita bersurai bak gulali itu membuang pandangan, merasa jika tembok di sisinya lebih aman untuk dilihat dibandingkan tubuh sang suami yang setia telanjang di sisinya.

"K-keluarlah."

"Untuk apa?"

"Aku mau mandi, shannaro!" seru Sakura, tak mampu menahan rasa kesalnya lebih lama. Sesaat tak ada lagi sahutan dari pria bersurai merah itu, membuat Sakura menarik napas lega. Namun kedua mata beriris emerald itu membulat sempurna kala mendapati sang suami menjejakkan kaki di dalam bath up, ikut berendam di sana dengan posisi berhadapan dengan Sakura.

"Apa yang kau lakukan?!" pekik Sakura.

"Mandi."

Sakura mendengus tak percaya. "Aku juga tau itu. Tapi tidak bisakah kau menunggu nanti?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Memangnya tidak boleh?"

"Tidak!"

Gaara tak mampu lai menahan sensasi menggelitik di perutnya. Tawa pemuda itu menyembur begitu saja, mengabaikan wajah wanitanya yang kini tengah memerah sempurna hingga ke telinga.

"Kenapa kau malu-malu begitu, Sakura? Bukankah aku sudah melihat seluruh tubuhmu kemarin?"

Sial.

Sakura tak mampu berkata-kata akibatnya. 

"G-Gaara-kun, kumohon."

"Hm?"

Sakura sungguh tak berkutik saat ini. Rasa malu seolah menginvansi jiwa dan raganya secara besar-besaran. Sungguh, walau nyatanya ia telah melakukan hal yang lebih memalukan dari ini kemarin- walau sebenarnya hal itu tidaklah memalukan, entah mengapa Sakura tidak bisa melupakan apa yang baru saja terjadi. Demi apapun yang ada di dunia ini, Sakura tidak tau bagaimana bisa dirinya menjadi seperti ini. Namun ketika mengingat momen dimana kedua tubuh itu menyatu, Sakura tak tau harus bersikap seperti apa di depan suaminya.

Apa ini karena kali pertama untuknya? Makanya ia merasa... Canggung.

"Sakura?"

Wanita itu tak menyahut, membuat seulas senyum menghiasi wajah pria itu.

"Hei." 

Gaara meraih salah satu tangan Sakura. Wanita itu tersentak kecil. Namun kala tangan besar sang suami menggeggam erat miliknya, rasanya sekelibat rasa nyaman merasuki hati. Sakura mendongak, menatap wajah sang suami yang kini tengah melayangkan tatapan teduh serta senyum yang menenangkan hati.

"Tidak perlu malu begitu. Semua baik-baik saja."

Sakura tertegun sejenak. Entah mengapa ia justru ingin menangis jika melihat Gaara seperti ini.

"Tapi-"

"Itu wajar, karena ini adalah peengalaman pertamamu, kan?"

Sakura menganggukkan kepalanya, tak mampu bersuara untuk menjawab pertanyaan Gaara.

"Tidak apa-apa. Kau sudah melakukan yang terbaik."

"Tapi, a-aku tidak melakukan apapun..."

Pria itu mendengus geli. Dalam satu tarikan, ia membawa tubuh ramping sang istri untuk duduk di atas pangkuannya. Sakura memekik tertahan. Ia terkejut kala mendapati tubuhnya berada dalam jarak begitu dekat dengan snag suami. Sakura terpaku, tak bisa lagi mengelak jika sudah berada dalam posisi ini.

"Terima kasih," bisik Gaara tepat di telinganya.

"Terima kasih karena telah menjadikanku yang pertama."

Napas Sakura sontak memburu ketika Gaara dengan sengaja menghembuskan napas hangatnya di sana. Wanita itu menunduk, menyandarkan kepalanya di atas bahu tegap sang suami.

Sakura kembali mengangguk. Hingga ketika ia merasakan sentuhan familiar di tengkuk hingga leher sisi kanannya, Sakura meloloskan satu lenguhan yang tak mampu ia tahan. Wanita itu memeluk erat tubuh prianya, seolah memberikan persetujuan pada Gaara untuk melakukan lebih dari ini.

Air yang meluber dari dalam bath up pun tak dipedulikan oleh keduanya. Gaara begitu fokus untuk membubuhkan tanda kembali di permukaan kulit sang istri. Sementara Sakura? Ia terus bersuara yang akan mengiringi kegiatan mereka hingga berakhir. Saat Sakura tak mampu menahan gejolak aneh dalam dirinya, ia mengurai pelukan mereka lalu meraih tengkuk Gaara, membawa bibir sang suami untuk bertemu sapa dengan miliknya.

***

Sakura mengaduk sup yang hampir mendidih di hadapannya dengan perlahan. Setelahnya ia meraih toples yang berisi garam, berniat untuk menambah cita rasa gurih pada supnya. Namun baru saja ia ingin menuangkan garam tersebut sebanyak satu sendok kecil, ia merasakan sepasnag lengan kekar melingkari perutnya, membuat tubuhnya tersentak kaget dan hampir saja menjatuhkan toples garam tersebut.

"Jika semua garam ini masuk ke dalam supnya, aku akan memaksamu untuk menghabiskannya sendiri," ancam Sakura yang kemudian membuat sosok yang dibelakangnya terkekeh.

"Begitu, kah?"

Sakura tak menjawab lagi. Wanita itu kembali fokus pada masakannya. Meski harus ia akui jika dirinya cukup sulit bergerak karena membawa beban berupa berat badan pria dewasa di belakaangnya, wanita itu tetap cekatan. Tak sekali Sakura memerintahnkan sosok bersurai merah itu untuk menyingkir. Namun Gaara tetaplah Gaara, yang mana selalu senang untuk membuat Sakura kesal walau harus menjadi objek amukan wanitanya.

"Kau sudah mengobatinya?"

Kini keduanya duduk berhadapan untuk menyantap menu sarapan- yang sebenarnya sudah sangat terlambat itu. Sakura mengangguk kecil. Sekilas rona merah menghiasi pipinya, membuat Gaara tersenyum simpul.

"Apakah masih sakit?" tanya pria itu kembali dan dijawab dengan gelengan oleh Sakura. Setelah menyelesaikan kegiatan panas mereka tadi, Gaara memerintahkan Sakura untuk mengobati area kewanitaannya dengan ninjutsu medis wanita itu. Meski proses kegiatan mereka tidak tanggung-tanggung, dimana Gaara tak segan membuat gerakan sampai memuat Sakura kewalahan, pria itu tetap bertanggungjawab dan tidak tega melihat istrinya kesakitan hingga sulit berjalan. Maka atas sarannya, Sakura sempat mengalirkan chakra penyembuhan dan membuat area privatnya terasa lebih baik.

Ya, walau tidak menjamin jika Gaara pasti akan memintanya lagi.

"Apa rencanamu hari ini?"

Sakura memelankan acara mengunyahnya. Mata wanita itu sedikit menyipit lalu berkata,  "Aku akan mengambil pakaianku pada Ino. Ah, dia itu. Aku harus menendang bokongnya nanti jika bertemu."

Gaara terkekeh kecil. Ia meletakkan sumpitnya di sisi mangkuk nasi yang telah kosong lalu berkata, "Sepertinya aku harus berterima kasih padanya."

Dahi Sakura mengernyit. "Untuk apa?"

"Berkat dia, aku tida perlu repot menelanjangimu kemarin malam," ujarnya frontal lengkap dengan seringai kecil yang menyebalkan -sekaligus seksi tentunya. Sakura melotot. Wanita itu buru-buru menunduk dan tidak merespon lebih jauh.

"Hei, wajahmu memerah. Mau lagi, ya?" godanya sembari mencondongkan tubuhnya ke hadapan Sakura.

"Diam dan menyingkir dari hadapanku, shannaro!"

***

Detik demi detik telah berlalu. Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Bentangan permadani berwarna biru cerah di atas sana kini berganti dengan warna yang lebih gelap. Sang surya yang sebelumnya menunjukkan diri dengan gagah berani juga telah kembali ke peraduan, siap untuk menyinari bumi belahan lain. Namun keelokan pemandangan malam di luar sana seolah tak mampu menarik perhatian dua insan yang kini duduk bersandar di sofa seraya menikmati tayangan televisi di hadapan mereka. Kepala berbalut surai merah muda itu bersandar nyaman di pundak tegap seorang pria yang merupakan suaminya. Diiringi pergerakan tangan sang pria yang menyuapkan keripik kentang tanpa henti, keduanya menonton acara festival musik yang ditayangkan secara live melalui televisi.

"Ne, Gaara-kun."

"Hm?"

Akhirnya setelah sekian lama terdiam, Sakura membuka pembicaraan. Wanita itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Gaara, menghadap pria itu dari samping lalu berkata, "Aku penasaran tentang satu hal."

"Apa itu?"

"Hm.. Sebenarnya, sejak kapan kau, menyukaiku?"

Gaara melirik kepala berbalut surai merah muda itu, sedikit tidak menyangka dengan pertanyaan yang baru saja ia dengar. Tiba-tiba saja ia berdeham. Entahlah, mendengar pertanyaan seperti itu berhasil membuat dirinya sedikit salah tingkah juga ternyata.

"Kau mau keripik kentang lagi? Atau mau cemilan lain?"

Sakura menahan tubuh sang suami yang ingin beranjak. "Jangan mengalihkan pembiaraan, Tuan."

Ah, tampaknya Gaara tak bisa mengelak jika sudah seperti ini.

"Apa?"

"Ish." Sakura mencebikkan bibir. Ia menegakkan tubuhnya dari rengkuhan suami merahnya itu lalu menyambar bantal sofa, meletakkannya di atas pangkuannya lalu menatap pria itu dengan tatapan penuh antusias.

"Ayo, ceritakan padaku."

Gaara menghela napas. Ia pun menyingkirkan toples berisi cemilan yang sejak tadi ia genggam lalu meraih kedua tangan Sakura.

"Hm, aku tidak yakin tentang itu. Kau tau sendiri kan, pertemuan pertama kita sangat buruk saat itu."

Sakura mengangguk ragu. Memang sih, pertemuan pertama mereka saat ujian chunin adalah hal tak terduga yang tidak ingin Sakura ingat kembali. Bahkan sampai detik ini, Sakura masih bisa merasakan aura sang Jinchuriki yang terbilang dingin. Bahkan sedingin apapun Sasuke dulu, Gaara masih jauh di atasnya. Hasratnya untuk membunuh seseorang sangatlah kuat, itu adalah kalimat yang cukup untuk mendefinisikan bagaimana sosok Gaara di masa lalu.

Namun, setiap insan pasti akan berubah, bukan? Entah itu perubahan ke arah yang baik atau buruk. Tidak seorangpun bisa menampik jika masing-masing manusia memiliki sisi yang berlawanan dari apa yang biasa mereka tunjukkan. Contohnya saja seperti Gaara ini. Pemuda itu berubah. Ia mendapatkan kembali jati diri yang sebenarnya. Bukan sebagai mesin pembunuh, melainkan sebagai sosok manusia biasa yang juga ingin merasakan keindahan dicinta dan mencintai. Pria ini telah berubah, dan Sakura sangat mensyukuri hal itu.

"Tapi di pertemuan kedua kita, aku merasakan keanehan saat itu," sambung Gaara yang membuyarkan lamunan Sakura.

"Pertemuan kedua?"

"Aa," jawabnya singkat. "Sesaat sebelum ujian chunin mu yang kedua."

Sakura mengangguk paham. Namun sedetik kemudian ia memasang wajah bingung.

"Tunggu, memangnya kita ada bertemu saat itu? Seingatku, aku hanya melihatmu saat kau menyampaikan pidato saja- oh tidak, tapi saat aku, Ino dan Chouji keluar dari penginapan dan diserang oleh kalajengking raksasa! Kau mendatangi kami dan melihat keadaan saat itu."

Gaara tersenyum tipis melihat wanitanya tampak bersemangat untuk mengingat pertemuan mereka. Tetapi sayang, Gaara justru menggeleng.

"Pertemuan yang kumaksud adalah saat aku ke Konoha untuk membahas ujian chunin itu bersama Godaime Hokage. Aku melihatmu saat sedang berkeliling sendirian, tetapi kau tidak menyadarinya."

Sakura tersenyum kaku. "A-ah, begitu, ya."

Gaara tersenyum simpul lalu mengulurkan tangan, mengusap surai merah muda sang istri dengan lembut. Ia menaruh semua afeksi yang ia miliki pada sosok yang telah lama mengisi hatinya. Sosok yang membuatnya begitu haus akan cinta. Sosok lain yang mendorongnya untuk berubah menjadi lebih baik.

"Aku melihatmu sedang mengobati seorang anak yang terluka ketika bermain. Melihat bagaimana kau berinteraksi dengan anak itu, menenangkannya lalu memeluknya, entah kenapa membuatku mengingat seseorang. Apa yang kau lakukan saat itu sama persis seperti yang pernah orang ini lakukan. Seperti- aku melihatnya di dalam dirimu."

Sakura menatapnya penuh tanya.

"Siapa dia?"

"Yashamaru, adik ibuku."

Sakura terdiam, membiarkan Gaara terus bercerita.

"Kau tau, menjadi seorang Jinchuriki bukanlah hal yang mudah bagi anak yang bahkan tidak tau arti kehidupan yang sebenarnya. Masa kecilku terlalu menyedihkan. Semua orang menjauhiku, saudaraku tidak mengakuiku bahkan berulang kali ayahku mencoba untuk membunuhku. Semua itu karena aku memiliki monster yang membuat siapa saja memasang waspada jika melihatku."

Kini tangan Gaara berpindah pada genggaman tangan Sakura.

"Aku di masa lalu terlalu menyedihkan. Bukan keinginanku untuk menjadi seorang Jinchuriki. Bukan pula keinginanku untuk membunuh jiwa yang tidak berdosa. Tetapi melihat mereka yang selalu menatapku dengan tatapan mengerikan, membuat kebencian itu hadir tanpa diminta."

Gaara menunduk. Rasanya menatap kedua tangan mereka yang saling menggenggam dianggap lebih baik daripada menatap mata wanitanya yang kini menyendu.

"Pertemuanku dengan Naruto berhasil mengubah segalanya. Cara pandangnya, ideologisnya, semuanya telah berhasil membuatku membuka mata. Dia adalah orang yang berhasil mengetuk pintu hatiku, membukanya perlahan dan mengeluarkan semua kebencian yang telah lama terpendam."

"Kami pernah mengalami penderitaan yang sama. Kami merasakan sakit yang sama. Tidak heran jika kami bisa saling mengerti, kan?"

Sakura tersenyum tulus. Ia mengangguk pada suaminya, "Kau benar."

"Tapi, semua itu tidak cukup."

Gaara melanjutkan. "Kebencian itu memang hilang, tapi tetaplah meninggalkan luka. Lalu kau datang. Melihat perilakumu yang mengingatkanku kepada Yashamaru, membuat hatiku perlahan terobati."

"Aku pernah pertanya padanya." Gaara mengangkat tangan Sakura, membawa kelima jemari lentik itu menyentuh dada sebelah kiri yang berbalut baju kaos berwarna putih. Pria itu menahan tangan Sakura di sana, membiarkan wanita itu merasakan jantungnya yang berdetak normal.

"Dia tidak berdarah. Tapi kenapa rasanya sangat sakit? Begitulah yang kutanyakan. Dan kau tau, alih-alih menjawab, dia justru memberikan analogi yang menarik."

Gaara tersenyum tipis pada Sakura. "Dia mengambil pisau, lalu menyayat jarinya sendiri."

"Sungguh?" tanya Sakura tak percaya seraya membulatkan mata.

"Hm." Gaara mengangguk.

"Kenapa?"

Pria bersurai merah itu terkekeh. "Entahlah. Mungkin dia perlu melakukan sesuatu agar bocah berusia lima tahun itu bisa cepat mengerti."

Sakura ikut tertawa. Dari kisah ini, Sakura bisa membayangkan jika Gaara di masa lalu tetaplah seorang anak yang serba ingin tau. Setelahnya ia mengulurkan tangan, mengusap pipi prianya dengan lembut.

"Lalu, jawaban apa yang kau dapatkan?"

"Aa, itu. Dia berkata, bahwa itu adalah luka hati. Luka hati tidak sama dengan luka di tubuh pada umumnya. Obatnya pun juga berbeda. Jika luka fisik bisa disembuhkan dengan obat-obatan, maka luka hati hanya bisa ditangani dengan cinta."

Sakura melembutkan pandangannya, ikut tersentuh dengan jawaban yang terasa begitu hangat baginya.

"Dia orang yang sangat baik," komentar Sakura.

"Aa. Kau benar. Dia sudah seperti seorang ibu untukku."

Keduanya saling melempar senyum. Lalu beberapa saat kemudian, Sakura kembali bertanya, "Lalu, apa hubungannya dengan pertanyaanku?"

Gaara tersenyum simpul. "Kau adalah obat itu, Sakura. Kau menyembuhkan luka hatiku. Kau adalah cintaku."

Tanpa diminta, setetes air mata berhasil lolos dari manik beriris zamrud itu. Sakura mengulas senyum, menatap haru pada pria yang kini tengah terkekeh begitu melihat wanitanya menangis.

"Hei, kenapa menangis?" tanya pria itu seraya menyeka air mata yang justru luruh semakin deras.

"Tidak- tau.."

Sakura berusaha keras menahan dirinya untuk tidak terisak. Entah mengapa, Sakura merasa kalimat itu sederhana namun sangat manis untuknya. Wanita musim semi itu mengusap pipinya dengan kasar, yang mana justru membuat tawa Gaara semakin lepas dan menarik tubuhnya ke dalam dekapan hangat pria itu. Sakura bahkan memposisikan tubuhnya di atas pangkuan sang suami, memeluknya dengan erat seraya menenggelamkan kepalanya di ceruk leher pria itu. Ia masih menangis, dengan Gaara yang setia menenangkannya dengan mengusap punggungnya dengan penuh sayang.

"Aku mencintaimu, Gaara-kun. Sungguh. A-aku ingin jujur. Bahwa sebenarnya, kau adalah obat luka hatiku. Kau mengobatiku dengan cinta itu. Ketika aku lelah menunggu, ketika aku kehilangan, bahkan ketika aku hampir putus asa. Kau selalu ada, dan itulah mengapa aku bisa meyakinkan diriku, bahwa kau adalah hadiah dari Tuhan untukku."

Sakura berujar panjang lebar setelah dirinya tenang beberapa saat. Di belakangnya, Gaara menerbitkan senyum tulus. Sangat manis. Sambil mengusap punggung wanitanya, Gaara menyahut, "Kalau begitu, kita saling menyembuhkan, ya?"

Sakura mengangguk kencang, membuat Gaara tertawa karenanya.

"Jangan tinggalkan aku," ujar Sakura tiba-tiba.

"Tidak akan," jawab Gaara dengan lembut.

"Tetaplah bersamaku."

"Pasti."

"Cintailah aku."

"Sudah kulakukan sejak dulu."

Sakura melonggarkan pelukan mereka. Sengan wajah sembab, ia meraih tengkuk Gaara, membawanya mendekat lalu melayangkan satu kecupan singkat di bibir tipis pria itu.

"Aku mencintaimu," bisiknya tepat di depan bibir Gaara. Sementara sang pria, ia menarik senyum tipis lalu mengecup bibir Sakura tak kalah lembut.

"Aku juga mencintaimu. Terima kasih karena telah hadir untukku."

Dan malam itu pun ditutup dengan pagutan manis dari keduanya. Tak ada kata terburu-buru. Mereka dengan sabar saling mengecup dan melumat milik masing-masing dengan penuh kelembutan. Interaksi manis nan intim itu perlahan memantik api hasrat di antara mereka. Kendati demikian, keduanya tetap menikmati sentuhan satu sama lain. Perlahan tapi pasti, tangan Gaara mulai berkeliaran di sekitar tubuh wanitanya, meraih apapun yang bisa ia raih. Sementara Sakura? Begitu fokus pada aktivitas di bibir mereka seraya meremas helai merah sang pria, pertanda jika ia tengah menahan gejolak yang sama sepeertinya.

Tepat di menit selanjutnya, kontak fisik keduanya terlepas. Sakura menatapnya dengan sayu. Tanpa basa-basi, ia mendekatkan wajahnya pada leher Gaara, mengecupnya dengan lembut lalu menyapu permukaan kulit itu dengan organ tak bertulang miliknya. Gaara mengerjapkan mata, tak menyangka jika Sakura akan memulainya duluan. Kendati demikian ia tetap tersenyum seraya mendongak, memberi akses pada Sakura agar lebih mudah untuk menjelajahi leher hingga tengkuknya sembari meninggalkan jejak kemerahan di sana.

Setelah dianggap cukup, Gaara menarik wajah Sakura kemudian menawan bibir ranum itu kembali. Ciuman kali ini berbeda dari sebelumnya. Menuntut dan begitu panas, seolah memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang harus segera mereka selesaikan. Tanpa membuang waktu, jemari milik sang pria dengan lihai membuka satu demi satu kancing piyama Sakura. Satu tangannya bahkan sudah ia posisikan di depan dada sang istri yang masih berbalut bra. Ketika satu desahan berhasil lolos, Sakura membulatkan mata lalu menjauh dari Gaara dengan cepat.

"Ada apa?" tanya Gaara dengan tatapan sayu serta napas memburu. Belum sempat Sakura menjawab, pria itu manarik tangan Sakura untuk membawanya kembali mendekat. Namun dengan gerakan tak kalah cepat, Sakura menepisnya.

"T-tunggu dulu!" seru wanita itu.

"Apa yang harus kutunggu?" tanya Gaara tak sabar.

"I-itu, a-aku-"

"Sakura, aku tidak bisa menahannya lagi."

Sakura membulatkan mata. "Tapi kau harus menahannya."

Gaara melotot horor. "Kenapa?"

"A-aku, aku, sedang itu, menstruasi."

Gaara terdiam di tempat, mencerna kalimat itu dengan lambat layaknya orang bodoh.

"Hah?!"

"M-maaf," cicit Sakura.

"Bagaimana bisa?"

Sakura mendadak memasang wajah jengkel. "Apa aku harus menjelaskan padamu bagaimana proses menstruasi itu, Gaara-kun?"

"Tidak, bukan itu maksudku. Tapi tadi pagi, kita melakukannya."

Wajah Sakura mendada merona. "B-baru keluar tadi sore, saat aku mandi," cicitnya kembali.

"Lalu bagaimana denganku?" tanya pria itu tak terima, cukup frustasi karena hasratnya kini sudah di ujung tanduk namun justru tidak bisa disalurkan.

"Mana kutau. Kenapa bertanya padaku?!" seru Sakura tak ingin kalah.

"Lalu kenapa kau memancingku?"

"Aku hanya terbawa suasana!"

Gaara mendongakkan kepalanya, menggeram frustasi.

"Jadi bagaimana bentuk pertanggungjawabanmu?"

"A-apanya?!"

"Kau tetap harus bertanggung jawab, sayangku."

Gaara menyeringai di tempatnya. Melihat perubahan raut wajah pria itu yang berubah, membuat otak cerdas sang wanita musim semi langsung menyalakan alarm pertanda bahaya. Gaara menarik tangannya, namun lagi dan lagi ia kalah cepat dari Sakura yang kini telah melompat dari sofa.

"Tidak!"

"Tidak?"

"Tidak mau!"

Sakura berlari, mengambil langkah seribu dan meninggalkan Gaara yang setia duduk di atas sofa dengan wajah memerah, antara tengah menahan hasrat atau menahan rasa kesal. Pria itu pun mengacak rambutnya lalu ikut bangkit, menyusul Sakura yang ia taksir tengah menuju kamar.

"Sakura!"

"Pergi ke kamar mandi sana!"

"Masa aku harus menyelesaikannya sendirian?"

"Lalu kau mau ditemani siapa? Kalajengking?!"

"Sakura!"

"Lepaskaaan!"

***

Tatkala dua insan dengan kepingan kosong saling melengkapi

Semesta pun tak akan bisa memenangkan kekuatan mereka

Kita ada, untuk menutupi apa yang kosong

Kita ada, untuk menyembuhkan apa yang terluka

Tak peduli seberapa pelik jalan yang membentang

Genggaman tangan ini tak akan terurai sampai kapanpun

Penawar yang kau tawarkan sangatlah berarti

Manjur sebagai penyembuh, tanpa meninggalkan bekas

Mungkin akan ada saat dimana kita kembali diuji

Namun bersamamu, aku tau, aku mampu

Kita mampu

Apapun yang menunggu di depan sana

Genggaman tangan ini, tidak akan pernah terlepas

Awal dari babak baru kisah kita, dimulai dari sini

Cicatrize

070822

*

*

*

The End

ALHAMDULILLAH KITA SUDAH SAMPAI DI EPILOG GENGSS HAHAHAHAH!!

Demiii aku tuh gatau harus ngomong apa. Yang pasti, aku berterima kasih kepada kalian semua karena telah membaca serta mendukung kelanjutan work ini melalui vote dan komentar yang kalian berikan. Ga boong, it means a lot to me. Tanpa kalian, aku ga akan sampai ke titik ini, dimana aku tetap bersemangat untuk melanjutkan karya ini sampai akhir. LOVE LOVE BUAT KALIAN BANYAK-BANYAKKK🥰🥰🥰🥰❤️❤️❤️❤️❤️

Selanjutnya, aku ingin meminta maaf apabila aku melakukan kesalahan melalui tulisan ini, entah itu karena alur yang tidak sesuai ekspektasi kalian, atau mungkin ada beberapa adegan yang menurut kalian ga bagus, atau mungkin ada yang kiranya menyinggung hati kalian. Apapun itu, aku benar-benar meminta maaf untuk kalian🙏

HIYAAAA akhirnya kita sampai di sini. Jujur aku gatau lagi mau ngomong apa huhu:(  aku belum tau setelah ini apakah aku akan mempublikasikan satu karya lain, idk. Jujurly aku ada nulis beberapa work dengan berbagai judul- yang pasti dengan berbagai pairing juga. Hanya saja belajar dari work aku yang satunya, yaitu Mr. Counselor, dimana aku langsung mempublikasikan work itu bahkan sebelum rampung secara keseluruhan, mengakibatkan aku jadi jaranggg bgt buat update, entah itu karena ga sempat nulis atau karena ide mampet hiks hiks🥲

Berbeda dengan Mr. Counselor, justru aku nulis Cicatrize sampai mendekati ending baru aku berani buat publish, makanya kalo dipikir-pikir, work ini bisa cepat selesai karena rutin untuk di up. Oleh karena itu, aku akan menggunakan metode yang sama sebelum mempublikasikan work yang udah lama nangkring di draft aku. Jangan lupa follow akun aku supaya ga ketinggalan info kalau aku sudah mempublikasikan karya yang lain yakkk><

Anyway, aku mau dong kalian ngereview Cicatrize hehe. Entah itu memberi komentar, Kritik, ataupun saran. Dengan harapan semoga review dari kalian bisa menjadi pelajaran buat aku agar kualitas karya selanjutnya bisa lebih baik lagi hehe.


"Ekhem. Makasih ya atas dukungan dan cinta kalian buat saya. Maaf saya gabisa cinta balik ke kalian karena saya cinta sama sakura aja." -Gaara

"WUUUUUUU bucin alay." -Ila


"Terima kasih atas dukungan kalian! Sampai jumpa di lain waktu>< love buat kalian banyak-banyak😍😍" -sakura

"Ayang! Love nya buat aku aja, dong!" -Gaara

"Dasar bapak-bapak freak." -Ila

/plakk

Oh iya, kali aja beberapa di antara kalian ada yang ARMY, kiw mampir ke fanfic sebelah ngueheheh. Ssstt, ada Pak Jimin dan Pak Taehyung yang siap menggoncang hati kamu hingga dugun-dugun wkwkwk.


Silahkan untuk sasusaku oneshoot nya kack🥰🙏

OKEYYY aku rasa sekian untuk chapter ini, aku harap kalian suka. Sekali lagi, terima kasih karena telah menemani perjalanan kisah pak kades dan bu dokter sampe akhirnya mereka sah haahha. Akhir kata, sehat-sehat untuk kalian semua yaaakkk💜💜💜

Salam

Ilaa.

Continue Reading

You'll Also Like

2M 57.5K 95
On the twelfth hour of October 1st, 1989, 43 women gave birth. It was unusual as none of them had been pregnant since the first day they started. Sir...
13.8K 1.2K 28
It's the year 2153. The world has fallen into a state of monarchy. Every country has a king and queen. And every country wants to increase their tie...
1M 33.1K 78
"𝙾𝚑, 𝚕𝚘𝚘𝚔 𝚊𝚝 𝚝𝚑𝚎𝚖! 𝚃𝚠𝚘 𝚕𝚒𝚝𝚝𝚕𝚎 𝚗𝚞𝚖𝚋𝚎𝚛 𝚏𝚒𝚟𝚎𝚜! 𝙸𝚝'𝚜 𝚕𝚒𝚔𝚎 𝚝𝚑𝚎𝚢'𝚛𝚎...𝚍𝚘𝚙𝚙𝚎𝚕𝚐ä𝚗𝚐𝚎𝚛𝚜 𝚘𝚏 𝚎𝚊𝚌𝚑...
40.5K 1.3K 40
---Editing-- A new girl goes to high school her name is amy rose and she's shy and get's picked on but when some one comes into her life her world 'c...