Cicatrize ✔️

By chocokiiim

47.8K 5.6K 1K

Dia hadir dan memperbaiki semuanya, menjadikanku sosok tangguh yang lebih baik. Dia datang dengan cinta, dan... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Epilog
Bonus Chapter - 1
Bonus Chapter - 2

Chapter 43 - Fin

1.1K 94 35
By chocokiiim

ECIEEE UDAH SAMPE DI FINAL CHAPTER NIIHH HAHAHAH. Alhamdulillah kita uda sampe di babak akhir lika-liku kisah pak kades dan bu dokter gengs🥲 akhirnya setelah sekian hal dipenuhi dengan hal-hal riweuh, PAK KADES DAN BU DOKTER BERLAYAR YUHUUUH🥰🥰

Okedw langsung aja kita mulai kali ya. Tanpa banyak perlu basa-basi. Here we goo!!

*

⚠️WARNING⚠️

A little bit mature contents. Don't read if u under 18😠 be wise!

*

*

*

Upacara pemberkatan akan dilaksanakan di salah satu kuil terbesar di Sunagakure. Tempat itu tidak banyak diberi sentuhan tambahan sebagai dekorasinya. Hanya menambahkan ebebrapa rangkaian bunga yang diposisikan di atas pilar kemudian diletakkan di beberapa tempat. Pada dasarnya juga, kuil ini sudah megah dan memiliki keindahan tersendri dalam susunan arsitekturnya. Maka pihak penyelenggara pernikahan tidak perlu berpusing ria untuk merombak tempat ini sebelum menjadi saksi bisu bersatunya dua hati hari ini.

Sakura duduk tegap dalam balutan kimono berwarna putih. Wajahnya telah selesai dirias. Air muka gadis itu tampak sangat berbeda. Maksudku –aura seorang pengantin memang tidak pernah mengecewakan, bukan? Terlebih lagi dengan sentuhan ajaib dari tangan Ino membuat Sakura hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Pangling, begitu kata Naruto ketika ia melihat sahabat sejawatnya ini sudah siap untuk melangsungkan pernikahan.

"Ah, ternyata kita sudah sama-sama dewasa. Apakah kita perlu saling menjodohkan anak-anak kita nanti?" seloroh pria jinchuriki itu dan membuat semua orang tertawa.

"Kau sangat cantik, Sakura-chan," ujar Hinata yang tak ingin melewatkan pujian untuk gadis musim semi itu.

"Terima kasih, Hinata."

Tanpa diminta, seisi ruangan hening. Sakura mengedarkan pandangan ke arah mereka satu per satu. Dapat ia lihat jika semua orang di dalam ruangan ini tampak berbeda- seperti tengah menahan sesuatu, mungkin? 

"Ah, kenapa kalian memasang wajah seperti itu?" ujar Sakura yang kemudian mengundang tawa dari mereka. 

Tsunade merupakan orang pertama yang menghampiri gadis itu. Dengan lembut ia menangkup wajah Sakura, membuatnya mendongak kemudian mengecup lembut kening gadis itu. Sakura tersenyum penuh haru, terlihat jelas jika ia tengah bersusah payah menahan air matanya.

"Walau kau akan segera menjadi istri orang lain, kau tetaplah muridku yang begitu kubanggakan. Kau sudah kuanggap sebagai putriku sendiri. Jika terjadi sesuatu, kau tau harus bertemu dengan siapa kan, Sakura?"

Sakura mengangguk, mengiyakan perkataan sang guru yang begitu ia sayangi. "Terima kasih untuk segalanya, shisou," jawab gadis itu.

Tsunade segera menepi, membalikkan badan lalu menyeka air matanya. Setelahnya Kakashi pun menghampiri Sakura. Langsung saja ia menutup wajah gadis itu dengan tudung putih transparan sembari melayangkan senyum. 

Namun Sakura tau pasti, jika mata Kakashi tengah berkaca-kaca saat ini.

"Hee? Jika ingin menangis, harusnya sensei menangis saja -dattebayo."

Semua orang tertawa mendengar kalimat tersebut. Langsung saja sang Rokudaime memasang wajah malas. "Ya, ternyata begini rasanya jika melepas anak perempuanmu ketika menikah. Kurasa aku mengerti mengapa mertuamu menangis sewaktu meyerahkan putrinya padamu," sahut Kakashi yang membuat Sakura terkikik di depannya.

"Yosh. Ayo kita berangkat."

Baik, cukup untuk momen tertawanya. Saat ini, mereka akan segera mendatangi kuil tempat dimana upacara pemberkatan akan diadakan. Kakashi mengulurkan tangan, memberi isyarat pada Sakura untuk merangkul lengannya. Gadis merah muda itu terkekeh kecil lalu menyembutnya dengan senang hati. Kini Sakura berjalan di barisan paling depan, berada di antara Kakashi dan Tsunade sebagai walinya.

Sesampainya di depan kuil, Gaara beserta perwakilan keluarganya telah menunggu di pintu masuk. Pemuda itu tertegun sejenak melihat rupa gadisnya dalam balutan kimono. Ia hampir kesulitan bernapas ketika wajah di balik tudung itu mendongak, menatap wajahnya yang ia tebak sedikit bersemu merah saat ini.

Upacara pemberkatan berlangsung lancar. Berbagai proses telah mereka lewati dan mereka pun telah resmi menjadi pasangan suami istri. Kini mereka sampai di acara puncak, dimana mereka mengikrarkan sumpah setia mereka di hadapan Tuhan dan juga para saksi. Gaara mengucapkan sumpah pernikahannya dengan lantang, seolah tengah memberitahu seisi dunia jika ia benar-benar yakin untuk mengikat Haruno Sakura sebagai pasangan hidupnya. Di sisinya, Sakura pun melakukan hal yang sama. Diiringi dengan degub jantung yang menggila, gadis itu berhasil mengucapkan sumpahnya tanpa kesalahan apapun.

"Kepada pengantin pria, dipersilahkan untuk mencium pengantin wanita anda."

Wajah Sakura kini bersemu merah, sedikit malu untuk melakukan hal itu. Kini keduanya berdiri saling berhadapan. Gaara mengulurkan tangan, membuka tudung putih transparan yang sejak tadi melindungi wajah gadisnya. Kini sepasang jade itu bersibobrok dengan emerald gadis itu, sosok yang telah resmi menjadi istrinya.

"Kau terlihat cantik," bisik pemuda itu. Sakura mengembungkan pipi, sedikit kesal karena Gaara masih sempat menggodanya di saat seperti ini. Rona merah itu setia menghiasi wajahnya, membuat Gaara tersenyum geli.

"Bolehkah?"

Sakura merengut. "Untuk apa bertanya? Biasanya juga kau langsung melakukannya."

"Aku hanya sedang menjaga citraku di depan biksu sebagai pria yang tau sopan santun."

"Apa-apaan itu, shannaro?!"

Gaara terkekeh mendengar gerutuan Sakura. Ia melirik biksu yang berada di sisi mereka yang saat ini tengah tersenyum. Mungkin sang biksu tengah membatin jika sang Kazekage kebanggaan desa ini ternyata juga pandai merayu seorang wanita.

Baiklah sekarang mari kita pusatkan atensi pada pasangan suami istri ini. Gaara menangkup pipi gadis itu, membimbingnya untuk mendekat bersamaan dengan wajahnya yang maju guna menipiskan jarak di antara mereka. Dalam satu momen yang sempurna, kedua bibir itu saling bertemu. Ciuman kali ini cukup berbeda dengan ciuman yang biasa mereka lakukan. Sangat lembut, dan begitu berhati-hati. Gaara memagut bibir Sakura dengan penuh afeksi, tak membiarkan dirinya bergerak kasar sembari memuja betapa indah gadis di hadapannya saat ini. ciuman mereka pun diiringi dengan tepuk tangan dari para saksi pernikahan –bahkan Ino, Temari dan Naruto sudah menesteskan air mata haru di tempat mereka duduk.

Kedua pagutan itu terlepas, menciptakan jarak di antara keduanya kemudian saling melempar senyum. Gaara menggenggam erat tangan Sakura kemudian membawa gadis itu keluar dari kuil. Sakura tersentak kecil ketika melihat teras serta alun-alun kuil telah dipenuhi oleh ratusan –atau mungkin ribuan manusia. gadis itu tertegun, tidak menyangka jika warga Sunagakure telah menunggu mereka di luar kuil untuk menyaksikan pernikahan pemimpin desa mereka.

Gaara mengeratkan genggamannya pada Sakura. Sorak-sorai dari para penduduk desa pun menggema, memenuhi seluruh sudut area kuil. Berbagai ucapan selamat serta doa-doa membuat hati Sakura menghangat, merasa bersyukur karena ia diterima dengan baik di sini.

"Hidup Sakura-sama!"

"Semoga kalian berbahagia, Gaara-sama! Sakura-sama!"

"Waah, Sakura-sama sangat cantik!"

"Semoga kalian sehat selalu!"

Sakura tersenyum penuh haru. Ia melirik pemuda yang telah berganti status menjadi suaminya itu. Gaara membalas tatapan Sakura dengan tatapan lembut. Ia mengangkat tangan Sakura, lalu mengucapkan satu kalimat yang membuat jantung Sakura hampir melongos dari rongganya.

"Aku perkenalkan pada kalian, istriku, Sabaku no Sakura."

Dan kalimat itu ditutup dengan tepuk tangan serta sorakan penuh semangat dari penduduk Sunagakure.

***

Sinar mentari senja bersaksi kala menatap sepasang anak Adam yang kini tengah melempar senyum. Di depan sana, seorang pemuda dalam balutan tuxedo tengah melempar senyum pada sosok gadis yang hari ini tengah menjelma menjadi ratu. Sosoknya yang begitu rupawan membuat siapapun mampu menahan napas. Dalam balutan fabrik gaun putih berlapis payet yang memenuhi gaun bagian atas. Kedua lengannya tertutup dengan kain tile putih yang ujungnya dibordir dengan motif bunga. Tak lupa rambut pendeknya ditata sedemikian rupa, diikat setengah lalu dipasangkan dengan flower crown berwarna putih yang terhubung langsung dengan veil yang menjuntai dari kepala hingga ujung gaun. Sempurna. Satu kata itu rsanya sudah cukup untuk mendeskripsikan betapa indah sosok gadis yang kini tengah berjalan perlahan di pintu masuk.

Dentingan piano menggema di ruangan yang luas ini, mengiriingi setiap langkah yang ditapak oleh sang gadis. Senyum manis miliknya setia menghiasi bibir, menyambut siapapun yang menatapnya dengan tatapan penuh kagum. Langkahnya terhenti tepat di tengah ruangan, memberi jarak sekitar dua langkah dari pemuda berambut merah yang menyandang status sebagai suaminya. Keduanya saling melempar senyum. Tanpa perlu berujar pun, tatapan keduanya sudah cukup untuk mendefinisikan sebesar apa cinta yang telah bersemayam dalam diri mereka masing-masing.

Kini alunan biola pun turut mengiringi dentingan sang piano. Tanpa berbasa-basi, Gaara membungkukkan badan smebari mengulurkan tangan, mengambil sikap awal sebagai ajakan pada snag istri untuk memulai dansa. Dengan senang hati, Sakura menyambut uluran tangan tersebut, yang kemudian membuat Gaara langsung merengkuh pinggangnya dan bergerak mengikuti musik klasik yang mengalun lembut.

"Kenapa mereka semua melihat kita," bisik Sakura di tengah kegiatan mereka.

"Karena kita adalah bintangnya."

Sakura mengulum bibir, menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Kini matanya bertemu pandang dengan Gaara, memuja setiap jengkal pahatan nyaris sempurna pada wajah suaminya. Sesaat ia merasa matanya memanas. Susah payah ia menahan rasa bahagia yang bergejolak dalam dadanya, meletup-letup layaknya kembang api di festival akhir tahun.

"Kau menangis?" tanya Gaara kala mendapati setetes air mata berhasil lolos dari manik indah istrinya. Sakura menggeleng kecil. Hingga di pertengahan musik, tepat sebelum para tamu undangan bergabung untuk berdansa, keduanya saling mempertemukan bibir mereka, melepaskan gejolak bahagia yang sejak tadi bersarang dalam dada melalui sentuhan lembut serta satu kalimat yang terbisik dengan penuh afeksi.

"Aku mencintaimu."

***

Suasana malam hari di alun-alun Sunagakure sangatlah meriah. Dalam rangka merayakan resepsi pernikahan sang pemimpin desa, para penduduk desa berinisiatif untuk melaksanakan perayaan besar-besaran dengan menyediakan berbagai jamuan lezat yang dapat disantap oleh siapa saja. Hal itu pun disambut dengan baik oleh sang Kazekage. Maka dari itu, Gaara merelakan sebagian hartanya untuk disalurkan kepada masyarakat agar mereka bisa membuat hidangan istimewa untuk memeriahkan acara ini. Semua orang tampak bersuka cita dalam merayakan hari besar di desa pasir tersebut, sementara sang pengantin wanita, Haruno –Sabaku no Sakura, mengembangkan senyum ketika ia melihat area alun-alun masih diterangi oleh lampu dari balik jendela kamar.

Sesaat kemudian, tubuhnya mendadak tersentak kala merasakan sepasang tangan kekar yang melingkari perutnya. Sakura menolehkan kepalanya sedikit, mendapati wajah sosok pemuda berambut merah yang merupakan suaminya. Ah. Suami, ya? Entah mengapa berbagai gelenyar aneh merasuki dadanya tanpa diminta.

"Sedang apa?" tanya pemuda itu dengan nada rendah. Sakura menyamankan tubuhnya dalam pelukan pemuda itu, bersandar sepenuhnya yang kemudian membuat Sabaku no Gaara semakin mengeratkan pelukannya.

"Sepertinya di sana sangat seru," jawab Sakura yang sebnarnya tidak sejalan dengan pertanyaan Gaara. Pemuda itu melempar pandangan kea rah pandang Sakura lalu tersenyum tipis.

"Mereka tampak bersenang-senang."

"Hm," gumam Sakura. Gadis itu mengusap tangan Gaara di perutnya lalu melanjutkan. "Aku ingin melihatnya ke sana."

"Sekarang?"

"Tentu."

Gaara tersenyum tipis. "Kau pasti lelah. Istirahatlah."

"Hmm." Sakura mengerucutkan bibir. "Aku ingin ke sana sebentar," pintanya sekali lagi dan membuat Gaara terkekeh geli.

Cup

Pemuda itu memiringkan wajahnya lalu mencuri satu kecupan di pipi gadis itu. Sakura tersentak lalu menoleh sedikit, memandang suaminya dengan wajah heran.

"Kita bisa ke sana besok. Istirahatlah."

"Tapi-"

"Sakura."

Gadis merah muda itu bungkam. Sejujurnya ia tidak merasa lelah saat ini. Namun jika Gaara merasakan hal sebaliknya, ia tidak bisa memaksa, bukan? Terlebih lagi, statusnya telah berubah menjadi istri dari pemuda di belakangnya. Bukankah seorang istri memiliki kewajiban untuk menuruti perkataan suami?

"Aku mengerti. Aku ingin mandi dulu," ujar gadis itu. Gaara tersenyum tipis karena Sakura tidak menunjukkan sikap keras kepalanya. Pemuda itu kembali mengecup pipi Sakura lalu berbisik, "Mandilah duluan. Aku akan menunggumu."

Namun entah mengapa, Sakura merasa jika kalimat itu membuatnya tersipu. Mendadak perkataan guru serta sahabatnya tadi sore tentang malam pertama terlintas begitu saja. Sakura menggeleng kecil, mengenyahkan pikiran aneh yang mendistraksi otak sucinya lalu melepaskan diri dari pelukan Gaara.

"Hm. Aku duluan."

Gadis itu berlari kecil menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar sang suami. Setelah pintu tertutup sempurna, Sakura menghembuskan napas panjang. Ia menatap pantulan dirinya di cermin wastafel. Rona merah setia menghiasi kedua pipinya yang masih berbalut make up. Bayangan akan malam pertamanya sebagai seorang istri membuat pikirannya melayang nakal, berusaha menerka apa yang akan ia lakukan bersama sang suami setelah ini.

Plak

"Shhhh."

Sakura menepuk kencang kedua pipinya kemudian meringis, tidak menyangka jika pukulannya akan terasa semenyakitkan ini. Kepala berbalut surai yang masih disanggul itu menggeleng ke kanan dan ke kiri, tampak jika ia tengah mengenyahkan satu pemikiran yang sejak tadi mendistraksi otaknya. Astaga, semua ini karena ulah Ino dan juga Tsunade! Kenapa mereka dengan tega membuat Sakura memikirkan hal kotor seperti ini sejak tadi?

"Tunggu, tapi Gaara kan suamiku. Jadi bukan berarti aku ini mesum, kan?" gumam gadis itu lalu mengusap wajahnya kasar.

Mengabaikan hal itu, Sakura pun memulai ritual mandinya. Dengan mudah gadis itu melepas gaun yang sejak tadi membalut tubuhnya. Beruntung tidak ada drama kancing macet atau apapun yang membuat Sakura harus meminta Gaara untuk melucuti pakaiannya. Langkah satu aman, batinnya.

Selanjutnya gadis merah muda itu melepas berbagai macam ikatan serta jepitan pada mahkota kepalanya. Setelahnya ia mengurai rambut merah muda itu, tertawa sejenak setelah melihat rambutnya yang kaku akibat spray rambut guna membuat tatanan rambutnya awet selama beberapa jam. Ketika dirasa cukup, ia mengisi bath up dengan air kemudian menuangkan sabun beraromaterapi, memilih untuk berendam sejenak guna merilekskan otot tubuhnya.

Tanpa terasa, setengah jam lamanya Sakura berkutat pada kegiatan membersihkan diri. Kini gadis itu merutuki diri karena dirinya yang terlalu gugup, ia tidak membawa pakaian apapun sebelum masuk ke dalam kamar mandi- bahkan handuk pun tidak. Beruntung ia menemukan sebuah bathrobe bersih yang terlipat di dalam rak yangg tersedia di sana. Setelah memastikan jika bathrobe itu bersih, Sakura pun langsung memakainya. Gadis itu menghembuskan napas kasar, sangat gugup jika nanti Gaara akan melihatnya dalam tampilan seperti ini. Bathrobe tersebut memang cukup panjang- bahkan mencapai lutut. Namun mengingat jika ia tidak memakai pakaian dalam di baliknya, entah mengapa wajah gadis itu sontak memanas.

Oke, ayo kita selesaikan ini, Sakura. Setelah keluar dari sini, segera ambil pakaianmu dari dalam koper lalu kembali lagi ke sini. Benar. Ini tidak membutuhkan waktu lama.

Gadis itu terus mendistraksi pikirannya dnegan kalimat-kalimat penenang. Akhirnya setelah beberapa saat, ia pun menunjukkan raut wajah siap. Lagipula setelah ini Gaara akan memakai kamar mandi, kan? Tidak mungkin baginya jika harus mendekam di dalam sini lebih lama lagi.

Yeah, ayo selesaikan ini, shannaro!

Clek

Suara pintu yang terbuka terdengar sangat keras di ruangan yang hening ini. Sakura mengedarkan pandangannya sejenak. Kosong. Entah kemana perginya suaminya itu namun itu tidak penting. Saat ini, perkara pakaian adalah prioritas utama.

"Yosh, ini kesempatanku."

Sakura melangkah menuju samping ranjang, tempat dimana kopernya berada. Dengan cepat gadis itu membuka kancing koper dan- Voila

Apa ini? 

Kenapa kopernya kosong begini?!

"Hah? Tunggu dulu, bagaimana-"

Sakura mengerjapkan mata kemudian meraba isi kopernya. Sungguh, Sakura bersumpah jika ia benar-benar mengemasi seluruh pakaiannya ke dalam koper ini sebelum berangkat ke Suna bersama Naruto dan yang lainnya. Tapi mengapa-

"Aku punya kejutan untukmu, jidat. Bersiaplah, sayang."

"Kejutan? Koper kosong seperti ini dia sebut kejutan?!"

Sakura menggerutu tak terima. Tentu saja. Tanpa perlu berpusing ria, ia sudah bisa menebak jika pelaku dari kejahatan ini adalah sahabat pirangnya sendiri. Tapi untuk apa? batin Sakura bertanya. Untuk apa Ino repot-repot mengosongkan kopernya seperti ini? 

Dan satu lagi, bagaimana mungkin Ino tega membiarkannya telanjang semalaman akibat ulahnya?

"Kau tau Sakura, salah satu momen terbaik dari pernikahan adalah malam pertamamu sebagai seorang istri. Jadi, tunjukkan pada Gaara jika kau bisa diandalkan dalam urusan ranjang!"

"Sial, sial, sial! Ino sialaaann!"

"Sakura?"

Tubuh gadis itu menegang kala mendengar suara berat yang sangat ia kenali. Dengan gerakan patah-patah, gadis itu menolehkan kepalanya, menatap sang suami yang kini tampak lebih segar dengan rambut yang masih basah. Tampaknya Gaara menggunakan kamar mandi yang lain untuk membersihkan diri sehingga- tunggu! Itu tidak penting. Hei Sakura, pakaianmu bagaimana?

"G-Gaara-kun.."

"Ada apa?"

Pemuda itu mendudukkan diri di tepi ranjang, menatap bingung pada Sakura yang tengah membeku di tempatnya. Satu tangannya mengusap rambutnya dengan menggunakan handuk. Sakura yang ditatap begitu pun langsung membuang pandangannya.

"A-ano, Gaara-kun.." cicit gadis itu.

"Hm?"

"I-itu, ano.. Eng.."

Sial! Ayo rileks, Sakura!!

"Kenapa? Apa ada masalah?"

Sakura menghela napas lalu mengangguk, memilih untuk jujur atau dia akan kedinginan sepanjang malam karena tidur hanya menggunakan bathrobe

Demi Tuhan, ia rasanya mau menangis sekarang.

"Itu, bolehkah aku.. Eng, meminjam pakaianmu?"

Pertanyaan dari Sakura membuat gerakan mengusap rambutnya terhenti. Pemuda itu menatap Sakura dengan dahi mengernyit, terlihat jelas jika ia tidak paham dengan maksud pertanyaan dari gadis musim semi itu. Sementara Sakura sudah harap-harap cemas ketika melihat ekspresi pemuda itu.

"Pakaianku?"

Sakura mengangguk cepat. "Kurasa Ino menyembunyikan semua pakaianku. Lihat! Koperku kosong," adunya pada Gaara kemudian menggeser kopernya, memperlihatkan wujud benda tak berisi tesebut.

Namun tanpa diduga, pemuda itu tertawa kecil.

"Sungguh? Dia melakukan itu?"

"Memangnya kalau bukan dia, siapa lagi?" gerutu Sakura lalu mengerucutkan bibir.

"Jadi.." Pemuda itu menyingkirkan handuknya, melipat kedua tangannya di depan dada. "Bagaimana?"

Wajah Sakura mendadak jengkel. "Bagaimana apanya? Tolong pinjamkan baju kaus dan juga celanamu sekarang. Aku bisa kedinginan semalaman jika begini terus."

"Begitukah?"

"Tentu saja."

Tanpa disangka, Gaara justru menyeringai.

"Kau tau, kau bisa tetap hangat semalaman walau tanpa pakaian," ujarnya yang kemudian membuat Sakura mengernyit.

"Benarkah? Bagaimana bisa?"

"Kau ingin tau?"

Entah karena terlalu polos atau terlalu panik, Sakura justru mengangguk saja. Pikirannya sudah buntu hanya karena pakaiannya yang raib. Namun ketika ia melihat Gaara melangkah mendekat seraya menyeringai membuat pikirannya melayang nakal. Kembali lagi, sekelibat percakapan terkait malam pengantin terlintas di otaknya. Sakura membulatkan mata. Dengan cepat ia mengambil langkah mundur lalu berkata walau terbata-bata.

"A-apa yang kau- laku- kan?"

Melihat targetnya mulai panik membuat Gaara semakin melebarkan seringainya. Dengan cepat pemuda itu meraih pinggang Sakura, membawa tubuh ramping itu mendekat padanya tanpa menyisakan jarak. Sakura secara refleks meletakkan kedua tangannya di depan dada Gaara, menahan tubuh pemuda itu untuk tidak bersentuhan langsung dengan payudaranya yang hanya berbalut bathrobe yang tipis.

"Gaara-kun?"

Satu tangan pemuda itu bertengger di pipi kanannya, mengusapnya dengan satu jari dengan penuh kelembutan. Sentuhan ringan seperti itu sukses membuat darah Sakura berdesir. Terlebih ketika ia dapat mencium aroma menthol khas shampo pria, membuat akal sehatnya nyaris melayang.

"Kenapa?" tanya pemuda itu seraya mendengus kecil. Sakura menatapnya tak percaya.

"A-apa?"

Kembali lagi Gaara tersenyum geli.

"Kau terlihat gugup."

Sakura kelabakan. Namun sebisa mungkin ia menyembunyikannya.

"Tidak, tuh. A-aku, biasa saja."

"Benarkah?"

"Ung."

"Itu artinya kau sudah mempersiapkan diri?"

Sakura membulatkan mata. Tentu saja ia tau kemana pembicaraan ini akan berakhir. Tetapi sekali lagi, ia memilih untuk mengelak dengan cara berpura-pura tidak paham meski raut wajahnya berkata lain.

"M-mempersiapkan diri untuk apa?"

Gaara terkekeh geli kala melihat wajah gadisnya- ah tidak, maksudku istrinya- memerah sempurna. Bahkan sampai pada leher serta kedua telinganya. Tanpa membuang waktu, ia membawa wajahnya pada ceruk leher gadis itu, membagi napas hangatnya ke permukaan kulit bersih di sana sembari mengendus aroma stroberi dari sabun yang baru saja dipakai oleh gadis itu.

Satu kecupan berhasil mendarat di sana. Awalnya hanya kecupan ringan yang bertubi-tubi. Namun seiring berjalannya waktu, sentuhan itu berubah menjadi lebih liar. Tak cukup dengan mengendus aroma yang memabukkan tersebut, Gaara menjulurkan lidahnya, menjilat permukaan kulit gadis itu seraya menyesapnya dalam. Perlakuan seperti itu sukses membuat tubuh Sakura meremang. Tanpa sadar, ia mencengkram kedua bahu Gaara dengan erat, menandakan jika ia tengah menahan gejolak aneh yang mendadak muncul di dalam dirinya.

"G-Gaara-kun.."

Sakura melenguh kala sentuhan yang ia terima semakin panas. Gaara sungguh melakukannya dengan sangat intens. Sesekali ia menjilat, menyesap, lalu menggigit kulitnya hingga membuat Sakura memekik tertahan. Setelah mendengar satu desahan lolos dari gadisnya, Gaara mengangkat wajah kemudian mempertemukan bibir mereka, membawa sang gadis ke dalam ciuman panjang.

Sakura kewalahan. Bukan pertama kali bagi mereka untuk berciuman panas seperti ini namun entah mengapa, khusus kali ini rasanya sangat berbeda. Sakura tak mampu memikirkan apapun ketika lidah Gaara menginvansi isi mulutnya secara besar-besaran. Akalnya seolah buntu, tak tau lagi harus memikirkan apa selain fokus pada sentuhan yang ditawarkan oleh sang suami. Sekian menit mereka berada dalam posisi ini, Sakura menepuk pundak Gaara, meminta pemuda itu untuk mengurai kontak fisik mereka lantaran butuh pasokan oksigen.

Sekejap dapat dilihat jika napas keduanya terengah-engah. Sakura tak berani mendongak lantaran tau jika Gaara tengah menatapnya. Wajah gadis itu memanas sepenuhnya, oleh karena itu ia tidak berani untuk menunjukkan mukanya di hadapan sang suami. Sementara di hadapannya, Gaara tersenyum tipis. Tanpa diduga, ia mengangkat tubuh Sakura ke dalam gendongannya, membuat gadis itu tersentak kecil lalu secara refleks melingkarkan kedua tangannya di leher pemuda itu.

Gaara membaringkan tubuh gadisnya secara perlahan di atas ranjang. Sakura terdiam, tak tau harus apa. Terlebih ketika Gaara memposisikan diri di atasnya, mengukung tubuhnya di antara kedua lengan serta lututnya lalu menatapnya intens. Sakura tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Maka dari itu, ia menarik napas panjang, siap untuk memulai tahap selanjutnya dari kegiatan mereka.

"Gugup?" tanya pemuda itu dengan nada lirih.

Sakura mengangguk kecil. "Hm."

Pemuda itu mengusap pipinya kembali dengan satu jari. Sakura memejamkan kedua matanya, menikmati sentuhan ringan yang membelai pipi hingga seluruh wajahnya dengan intens.

"Apa kau lelah, Sakura?"

Gadis itu membuka matanya, menatap Gaara dengan tatapan bertanya.

"Ingin istirahat?" tanya pemuda itu sekali lagi setelah sekian detik tak mendapat jawaban.

Sakura menahan senyumnya. Ah, meski di saat seperti ini, ternyata Gaara tetap memprioritaskan kenyamanannya, ya? Gadis itu terkekeh kecil, tak mampu menahan rasa geli yang menggelitik perutnya.

"Hei? Kenapa? Apanya yang lucu?" tanya Gaara setengah protes, sedikit tidak terima karena Sakura baru saja menertawakannya.

"Tidak, tidak ada," jawab Sakura. Gadis itu melingkarkan lengannya pada leher Gaara, menarik tengkuk pemuda itu lalu mengecup bibirnya singkat.

"Lakukanlah," bisik gadis itu tepat di depan bibir tipis sang suami.

"Kau yakin?"

"Kau ingin aku menolak?" tanya Sakura kembali yang justru dibalas dengan tawa dari pemuda itu.

"Jika kau kelelahan, kau boleh menolak."

"Jika tidak?"

"Maka kau tidak boleh menolak."

Keduanya tertawa bersama. Sungguh, padahal tidak ada satupun hal lucu dari percakapan mereka, namun hal tersebut terbukti efektif untuk mengusir rasa malu serta gugup yang sejak tadi menyerang batin Sakura. Gaara kembali mencium lembut bibir gadisnya, mempertemukan kedua material lembut itu dalam satu momen yang mana akan menjadi peristiwa bersejarah dalam hidup mereka. Sakura membalas ciuman pemuda itu tak kalah lembut. Satu tangan Gaara tergerak untuk membuka tali yang mengikat bathrobe pada tubuh Sakura, menjadi awal dari segala kegiatan ini. Mereka memulainya secara perlahan, seolah tengah merekam dengan jelas bagaimana sensasi dari sentuhan fisik satu demi satu di antara mereka malam ini.

Dan kegiatan mereka pun berlanjut hingga ke tahap berikutnya. Khusus untuk malam ini, dinginnya suhu ruangan akibat malam yang semakin larut seolah tak memberi pengaruh apapun pada kedua insan yang saling menghangatkan. Erangan serta desahan yang menyerukan nama masing-masing seolah menjadi lagu cinta yang mengiringi kegiatan panas mereka. Tak peduli akan hari esok, saat ini mereka hanya fokus pada sentuhan yang ditawarkan oleh tubuh mereka satu sama lain.

Setiap gerakan konstan dari sang pemuda membuat sang wanita- yang mana telah secara resmi melepas gelar gadisnya, membuat tubuhnya melayang. Hingga dalam satu waktu, kala gerakannya semakin intens, keduanya berhasil melepaskan hasrat yang telah membumbung tinggi. Suara yang menjeritkan nama dari sang pria menjadi penutup kegiatan mereka malam ini.

Keduanya terkekeh kecil. Gaara mengecup dalam kening sang istri yang telah dibasahi oleh peluh. Tak peduli akan rasa asin yang dikecap, pria itu membiarkan bibirnya lama bersarang di sana hingga pelepasannya berakhir. Setelah dianggap cukup, ia menurunkan kecupannya pada hidung, bibir, hingga menurunkan tubuhnya dan mengecup perut ramping wanitanya yang telah banyak meninggalkan bercak merah. Gaara melakukannya dengan sangat lembut. Diiringi dengan usapan berpola melingkar di sana, seolah tengah merapal harap semoga akan terbentuk kehidupan baru di dalam tubuh wanitanya secepat mungkin.

Sementara Sakura? Jangan tanyakan lagi. Sosok yang baru saja menjadi ratu malam ini sudah tak lagi mampu menahan air matanya. Tidak, ia menangis bukan pertanda sedih. Justru air mata yang luruh menandakan betapa besar kebahagiannya saat ini. Sakura bersyukur. Benar. Ia sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok seperti Gaara untuknya. Sosok yang tangguh, penuh kelembutan serta cinta yang diberikan seolah sudah cukup untuk Sakura, cukup untuk menjadi sosok teman yang akan menemani sisa hidupnya.

Gaara melepas kontak fisik antara mereka, membawa tubuhnya berbaring di sisi wanita itu lalu merengkuh pinggangnya. Sakura tak banyak berbicara. Ia menyambut pelukan sang suami dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang polos itu. Lagi, ia merasakan sentuhan bibir pria itu di keningnya kemudian mendengar bisikan lirih.

"Terima kasih."

Cup

"Terima kasih, Sabaku no Sakura."

Sakura tersenyum lebar lalu mengangguk kecil. Ia memejamkan mata, bersiap untuk menjemput alam mimpi setelah melalui kegiatan yang melelahkan untuknya.

Sadar jika istrinya tak memberi respon lebih lanjut, Gaara menunduukkan pandangan dan benar saja, ia mendapati istrinya telah terpejam dengan deru napas teratur. Ia melirik jam dinding yang ada di sisinya. Ah, sudah jam tiga pagi ternyata. Pantas saja jika Sakura merasa lelah.

Merasa jika dirinya juga butuh istirahat, Gaara menarik selimut guna menutupi tubuh polos keduanya. Setelahnya ia kembali merapatkan tubuhnya pada tubuh Sakura, ikut menyusul sang istri menuju alam penuh khayalan sebelum dihadapkan akan realita di hari baru.

*

*

*

Tbc...

OEMJIII! AKU BUAT APA INI YA ALLAH😭😭😭

Damn, aku kok malah jd malu sendiri aslkfdkhgiajugshliv

WKWKWKWKW AKHIRNYA SUDAH MEMASUKI FINAL CHAPTER BESTIE. Terima kasih banyak karena udah membaca dan mendukung woork ini. Eits, tapi jangan khawatir. Interaksi manis mereka ga berakhir sampa di sini kok, because aku udah nyiapin epilog buat kalian. Sooo, ditunggu untuk epilog nya yakk!

Btw ini kayaknya jd chapter terpanjang selama aku nulis Cicatrize. 3700k words sekian, cuy🥲

Berikut aku tampilin visualisasi setelan pak kades dan bu dokter di acara nikahan gengs.

Okey sesuai janji, aku double up
untuk menembus kesalahan aku yang mendadak ilang:( asliii, aku tuh sempet stuck di part sebelumnya makanya ga berani buat nulis buru-buru. Takutnya malah jadi aneh dan kalian ga suka huhu:(

Gimana untuk part inii? Semoga kalian suka yaakk hahaha. Buat temen-temen yang udah nikah- yang pastinya udah pernah nananina, mohon jangan ketawain aku karena aku masih amatir bgt. Maklum, ilmu yg aku dapetin cm dari wattpad, ga pernah praktek di lapangan🙂

Okede aku rasa sekian untuk chapter ini. Aku harap kalian suka. Seperti biasa aku mengharapkan vote dan komen dari kalian karena satu vote dan komentar kalian adalah semangat aku buat lanjut nulis. Akhir kata, terima kasih dan sampai ketemu di epilog🥰

Salam

Ilaa.

Continue Reading

You'll Also Like

12K 211 12
[Complete?] Leo and Raph has an argument, which leads Raph to say something over the lines of 'I love you.' Raph would then run to his room, frust...
6.6K 268 94
After being betrayed by the people she thought she could trust, Raya Black is left alone to raise her son, while her husband Sirius, is in Azkaban. O...
972K 60.1K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
647K 23.6K 98
The story is about the little girl who has 7 older brothers, honestly, 7 overprotective brothers!! It's a series by the way!!! 😂💜 my first fanfic...