TRAPPED IN MARRIAGE √ TAMAT [...

By NonaAns

177K 5.3K 463

[Juara #2 Kategori Fantastic Viewer Event Author Got Talent 2022] TERBIT 🥰🥰 Blurb : Menikah bukanlah prior... More

Spoiler Trapped In Marriage
#1. Seperti Jailangkung
#2. Bikin Cucu
#3. Satu Atap
#4. Serba Salah
#5. Kamu Cemburu?
#7. Wejangan
#8. Bertemu Sahabat
#9. Butuh Ketegasan
#10. Serigala Berbulu Ayam
Vote Cover and Giveaway
Open Pre- Order
Informasi : Cetak Ulang
Informasi | Open Pre-Order Kedua

#6. Dipersalahkan

5K 484 45
By NonaAns

Pagi-pagi benar Nayla dan Bima sudah membawa bingkisan-bingkisan itu ke ruang pertemuan. Mereka di bantu oleh dua orang anggota yang paling dekat dengan Bima di asrama, yaitu Serda Fajar dan Serda Putra Sianipar atau yang lebih dikenal dengan sebutan Serda Ucok.

Acara pun segera dimulai. Di buka dengan senam bersama, jalan santai bersama memutari kompleks asrama, makan bersama, lomba, dan pembinaan prajurit.

Mayor Dharma didampingi oleh istrinya, Mbak Rena memberikan beberapa wejangan pada para prajuritnya baik yang sudah menikah maupun yang masih lajang. Dalam pembinaan tersebut, Mayor Dharma menekankan akan pentingnya komunikasi yang terjalin antar pasangan. Hal yang cukup menampar Bima dan Nayla.

Sesekali Bima melirik ke arah Nayla yang tampak memperhatikan apa yang di sampaikan oleh Mayor Dharma.

"Jadi, wujud perhatian kita terhadap pasangan itu tidak melulu harus mewah, perhatian yang kecil-kecil saja dan jangan lupa beri mereka pujian. Sedikit rasa terima kasih juga dapat membuat mereka merasa bahagia. Yang paling penting, kita sebagai laki-laki harus bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita pasangan kita. Tidak perlu menanggapi berlebihan, dengarkan saja. Terkadang, perempuan itu hanya butuh di dengarkan, begitu saja mereka sudah lega. Besok pagi masak enak. Kan, siapa yang diuntungkan? Suami, " ucap Mayor Dharma seraya terkekeh di tempatnya.

"Jadi, jangan remehkan yang namanya komunikasi. Hubungan terjalin baik, hangat, itu kuncinya cuma komunikasi. Pesan saya, selagi kita punya umur panjang, jalinlah komunikasi dengan pasangan, keluarga, orang tua, rekan, sanak saudara kita dengan sebaik-baiknya.  Hidup, umur, siapa yang tahu. Selagi masih ada, selagi masih bisa, lakukan!"

Mayor Dharma menutup akhir pidatonya dengan nyanyian yel yel yang kembali menggugah semangat para prajuritnya. Sebelum akhirnya mereka bergotong royong membersihkan lokasi acara.

"Dek Hera, saya tidak sangka, loh ternyata Dek Hera bisa membungkus bingkisan secantik itu. Pilihan bingkisannya juga berbeda dari biasanya. Cantik-cantik pecah belahnya. Terus bingkisan anaknya juga menarik, pemilihan makanannya juga makanan sehat di tambah dengan susu. Wah, memang benar-benar memperhatikan kesehatan anak-anak, " ucap Rena saat menghampiri Hera. Banyak juga ibu-ibu yang memuji Hera tanpa tahu siapa orang yang mengerjakan bingkisan-bingkisan itu sebenarnya.

"Kapan-kapan saya harus meminta Dek Hera mengajarkan cara membungkus bingkisan yang rapi dan menarik seperti ini pada ibu-ibu yang lain. Kita perlu juga punya keterampilan melipat kado seperti itu. Rapi, bagus, dan menarik,"lanjut Rena.

"Siap, Mbak, dengan senang hati, " ucap Hera seraya mengangguk. Semua orang kini telah bersiap pulang, sementara itu Nayla menunggu kesempatan yang tepat untuk menemui Hera.

"Mbak Hera." Nayla menghampiri Hera dan mengajak wanita itu ke ruang kosong di sisi luar ruang pertemuan.

"Ada apa, Dek Bima?"

"Ijin, Mbak, saya ingin menyerahkan nota pembelian bingkisan kemarin, Mbak, " ucap Nayla. Hera mengernyitkan dahinya menerima selembar kertas panjang itu. Ia sedikit terkejut dengan nominal belanja yang di berikan Nayla.

"Duh, Dek Bima, jujur saja, anggaran kami tidak sebanyak ini," ucap Hera dengan senyum tanpa dosa. Nayla membulatkan manik matanya, rupanya ia benar benar harus mengatur emosinya jika berhadapan dengan Ibu Wakil Komandan ini.

"Ijin, Mbak, tapi kemarin Mbak Hera tidak bilang berapa anggarannya hanya mengatakan yang penting sederhana saja. Saya rasa nominal satu juta lima ratus dengan jumlah dan ragam bingkisan yang ada sudah termasuk sederhana, Mbak, " ucap Nayla. Hera tersenyum sinis lalu mengambil dompet dari dalam tasnya.

"Dek Bima, saya sarankan kalau belum tahu itu ada baiknya Dek Bima bertanya. Di grup chat  ada nomor saya. Instruksi saya juga sudah jelas, barangnya yang sederhana saja, tetapi Dek Bima malah membeli barang-barang mahal seperti itu. Cara pembungkusannya juga menurut saya terlalu berlebihan. Pembelian plastik dan kertas kado sudah pasti membengkak 'kan? Saya bukannya tidak mau menukar uang Dek Bima, tetapi memang anggarannya tidak sebanyak itu," ucap Hera. Nayla mencoba menahan emosinya dengan memejamkan manik matanya sejenak.

"Ijin, Mbak Hera, tadi saya sempat mendengar kalau Mbak Dharma tidak mempermasalahkan jenis bingkisan, justru Mbak Dharma merasa senang dengan bingkisannya. Artinya, tidak ada masalah dengan anggarannya, Mbak?" tanya Nayla mencoba sesopan dan sedatar mungkin.

"Dek Bima, kamu itu orang baru ya disini, tahu apa soal masalah anggaran? Yang pegang uang anggaran selama ini saya, jadi saya tahu betul mana yang sesuai anggaran mana yang berlebihan, dan yang Dek Bima lakukan ini terlalu berlebihan. Wajar saja kalau saya menegur. Jangan mentang-mentang kamu istri dari Lettu Bima anak mantan KSAU lantas membuat kamu seenaknya sama orang lain! Saya ini istri dari Wakil Komandan di Detasemen ini, hormati keputusan dan instruksi saya, dong!" ucap Hera tegas. Nayla kembali menahan amarahnya, tetapi sepertinya batas kesabarannya sudah pada puncaknya. Ia menatap tajam ke arah Hera seolah memindai wanita berpenampilan glamour dan menor itu dengan seksama.

"Ijin, Mbak, sebenarnya salah saya apa ya, Mbak? Jujur saja, saya tersinggung dengan ucapan Mbak Hera barusan. Saya sudah berusaha melaksanakan apa yang ditugaskan pada saya sebaik mungkin. Seharusnya Anda malu, karena melemparkan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab Anda kepada orang lain! Seharusnya Anda berterimakasih karena saya tidak mengatakan yang sebenarnya pada Mbak Dharma jika bingkisan yang menjadi tanggung jawab Anda itu tidak Anda kerjakan dengan baik. Saya jadi bertanya-tanya, sebenarnya letak kesalahan saya di mana. Karena saya tidak merasa apa yang saya buat itu salah. Mbak Dharma juga tidak mengungkapkan kekecewaannya, justru sebaliknya. Jujur saja, saya tidak mau dipersalahkan seperti ini! Saya mohon ijin mendahului."

Hera menatap Nayla tidak suka. Terlebih saat Nayla berjalan menjauh.

Dasar arogan. Lihat saja, setelah ini kamu dan suamimu akan menerima akibatnya karena berani melawan saya, batin Hera.

"Nay, sudah selesai?" tanya Bima saat melihat Nayla berjalan cepat di sampingnya tanpa memedulikan jika Bima sedang berbicara dengan atasannya. Nayla diam. Ia terus berjalan cepat, tidak berniat menunggu Bima.

"Nay, berhenti dulu!"

Bima menarik kasar tangan Nayla membuat wanita itu berbalik dan menatap tajam ke arah Bima.

"Kamu apa-apaan, sih? Kamu kenapa langsung jalan begitu saja? Itu ada Komandan aku di sana! Langsung jalan tanpa peduli, dipanggil nggak berhenti! Punya etika sedikit, dong!" ucap Bima kesal. Nayla menatap Bima dengan mata berkaca-kaca.

"Udah, deh, Bim! Aku lagi nggak mau ribut!" ucap Nayla tegas.

"Ini bukan masalah ribut atau enggak, Nay, tetapi apa yang barusan kamu lakukan itu mirip sama perempuan yang nggak punya tata krama, nggak punya etika! Jelas ada Komandan aku di sana, kamu nggak sapa dia, hormat saja tidak! Maksud kamu apa?" tanya Bima dengan nada bicara sedikit meninggi. Nayla kembali menahan napasnya, mencoba untuk tetap waras, tetapi gagal. Emosi Nayla sudah pada puncaknya.

"Aku mau pulang. Aku udah capek dengerin kamu dan orang-orang itu salahin aku! Aku capek karena kamu  nggak pernah mau mengerti posisiku. Menurut kamu nggak bener, kamu langsung marah tanpa tanya kenapa! Sejak awal memang aku nggak pernah ada benernya di mata kamu! Semua salah! Aku capek, aku mau pulang! "

Nayla kembali berjalan cepat, meninggalkan Bima. Ia segera membereskan barang-barangnya dan berjalan menuju mobilnya. Bersamaan dengan itu, Bima datang dengan motornya dan menghentikan langkah Nayla.

"Nay, kamu mau kemana?" tanya Bima seraya menghentikan pintu mobil yang hendak ditutup oleh Nayla. Wanita itu melirik tajam lalu kembali menatap lurus ke depan.

"Aku mau pulang," ucap Nayla tegas. Bima mengerutkan dahinya menatap Nayla dengan seksama.

"Kamu nggak berpikir mau pulang ke Semarang 'kan, Nay?" tanya Bima.

Nayla menoleh. Ia menatap Bima lebih tajam. Pandangannya sedikit kabur karena air mata yang mengambang di pelupuk matanya. Nayla sudah pada puncak kesabarannya.

"Rumahku di Semarang, Bima. Kamu pikir aku mau kemana kalau bukan ke sana?!"

Air mata Nayla sedikit menetes, cepat-cepat Nayla menghapus air matanya dan menutup pintu mobilnya. Bima mengerutkan dahinya dan tertegun menatap Nayla yang begitu emosional.

Dia nangis? Batin Bima. Pria itu terus memandang mobil Nayla yang kian lama kian menghilang dari jarak pandangnya.

***

"Jadi, besok malam kita akan melakukan pengintaian di kawasan pelabuhan Tanjung Emas. Menurut laporan Perez, akan ada transaksi besar-besaran besok malam. Saya harap seluruh tim dapat mempersiapkan diri dengan baik. Sebelum saya akhiri, apakah ada pertanyaan?" tanya Ganesha tegas.

"Siap, tidak!" jawab seluruh anak buah Ganesha.

Rapat terbatas pun usai. Pandangan Ganesha tertuju pada Nayla yang sejak kedatangannya lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya.

"Lo sakit?" tanya Ganesha seraya menyentuh puncak kepala Nayla, memeriksa kondisi tubuh wanita itu. Nayla berjengit dan menatap Ganesha sedikit canggung.

"Nggak, Bang. Capek aja."

"Setir sendiri?"

Nayla mengangguk.

"Sorry kalau karena rapat ini buat lo jadi buru-buru balik ke Semarang. Oya, lo udah makan belum? Temenin gue makan, yuk?" ajak Ganesha. Nayla menggeleng, berusaha menolak secara halus ajakan Ganesha. Rasanya dia tidak sedang bersemangat untuk makan. Namun, Ganesha segera meraih tangan Nayla dan menarik gadis itu menuju ke mobil pribadinya.

"Bang.... "

"Gue tahu lo belum makan. Jangan sampai maag lo kambuh. Jadi mending sekarang kita makan."

Ucapan Ganesha bagai perintah yang tidak dapat di bantah oleh Nayla. Ia pun mengangguk dan menuruti permintaan Ganesha. Nayla sedikit terkejut saat Ganesha memilih mengajaknya makan di salah satu food court di Tentrem Mall, tetapi Nayla tidak begitu ambil pusing. Hitung-hitung melepaskan penat, makan di mall tidak begitu buruk.

Usai makan, Ganesha meminta Nayla untuk sejenak menemaninya mencari hadiah untuk ibunya yang akan berulang tahun. Mereka terlibat perbincangan yang begitu hangat, mengikis senioritas yang ada di antara mereka.

"Kalau lagi berdua sama gue, lo biasa aja, Nay. Nggak usah terlalu formal," ucap Ganesha usai memberikan segelas minuman boba pada Nayla.

"Saya yang nggak enak, Bang. Masa sama atasan nggak formal. Bisa di bilang kurang ajar nanti," ucap Nayla seraya tersenyum.

"Kan, kalau lagi berdua sama gue. Kalau ada yang lain ya beda lagi," ucap Ganesha. Pria itu menatap Nayla lekat.

"Lo cantik kalau senyum gini, Nay," ucap Ganesha kemudian. Nayla membulatkan matanya, terkejut dengan pernyataan Ganesha barusan. Tiba-tiba saja wajahnya memanas dan merona merah.

"Eh, sorry, Nay. "

Ganesha mengusap lembut noda cheesecream di bibir Nayla, membuat wanita itu berjengit kaget.

"Lo lagi ada masalah? Gue perhatiin daritadi murung?" tanya Ganesha lirih. Nayla mengerjap-ngerjapkan kedua matanya lalu tersenyum canggung.

"Kalau lo ada masalah, lo boleh cerita sama gue, Nay. Kalau gue bisa bantu, gue dengan senang hati akan bantu," lanjut Ganesha seraya tersenyum manis. Nayla menahan napasnya sejenak karena kini ia dapat dengan jelas memandang wajah Ganesha dari jarak dekat. Nayla tersenyum kemudian, tetapi pandangannya tertuju pada seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri tepat di belakang mereka dengan sorot mata yang begitu tajam.

"Bima?"

Mendengar gumaman Nayla itu, Ganesha menoleh. Ia sedikit terkejut saat melihat Bima sudah berdiri tegak di belakang mereka sembari bersedekap. Rahang kokoh Bima tampak mengeras dan wajahnya terlihat sangat tegang. Dapat dipastikan jika Bima tidak dalam kondisi yang baik sekarang.

Tanpa pikir panjang, Nayla segera berjalan ke arah Bima. Namun, lelaki itu sengaja menjauh, berjalan cepat meninggalkan Nayla.

"Bima, tunggu!" ucap Nayla seraya setengah berlari mengejar Bima

"Bima!"

Nayla berhenti mendadak saat Bima tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Tatapannya menajam dengan napas yang memburu.

"Ternyata kamu keburu-buru pulang ke Semarang semua karena dia?" Tanya Bima dengan suara lirih tetapi penuh penekanan. Nayla menelan salivanya susah payah. Otaknya benar-benar buntu saat ini, tidak tahu harus menjawab apa.

"Kamu jangan salah paham, aku dan Bang Ganesh.... " Nayla menghentikan ucapannya saat Bima semakin menajamkan tatapannya, matanya nampak memerah, kelihatan sekali jika Bima sedang menahan amarahnya.

"Jelaskan sama aku, bagian mana yang salah paham, Nay? Kamu mesra-mesraan sama atasan kamu itu. Aku sengaja langsung ikuti kamu ke Semarang karena aku khawatir gimana jadinya kamu nyetir sendirian jarak jauh, aku bahkan nungguin kamu di loby Polda, tetapi kamu masih nggak sadar saking  asyik gandengan tangan sama dia! Jelaskan di mana letak salah pahamnya, Nay? JELASKAN, NAY!"

______________________

Trapped In Marriage bakal hadir lagi besok. Tolong bilang siapa yang salah....

Lanjut?

Continue Reading

You'll Also Like

53K 2.4K 23
Cerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang baru di...
1.1M 15.4K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.1M 57.9K 49
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
4.6K 385 20
-Seperti Angkasa yang dibalik keindahannya menyimpan banyak bahaya- Mengandung unsur fakta 😊 COPY? DOSAA WOYY!! -Start 2019 [12.7.20] rat 1 on Klate...