-H A P P Y R E A D I N G-
***
Ruang dapur di kediaman Araya terlihat seperti kapal pecah. Kenapa demikian? Karena Araya sedang bereksperimen membuat sesuatu yang dilihatnya dari aplikasi bernama toktok.
"Abis ini tinggal ditambah air sama kaldu ayam," ucap Araya sembari menonton tutorial di ponselnya.
Kebiasaan Araya di kehidupannya dulu yaitu selalu membuat hal-hal baru yang berkaitan dengan makanan. Dan tidak banyak dari makanan yang dibuatnya itu gagal.
"Semoga aja rasanya enak."
Aldarren yang berniat mengambil minum seketika kedua matanya membulat sempurna, saat melihat keadaan dapur yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.
"Astaga!" ujar Araya terkejut saat tiba-tiba Darren sudah berdiri di sampingnya.
"Kebiasaan banget sih, lo. Ngagetin gue mulu," kesalnya tanpa embel-embel bang.
"Lo apain nih dapur?"
"Lo gak liat gue lagi masak?" ketus Araya.
Darren menyentil kening Araya sampai membuat gadis itu sedikit mundur.
"Yang sopan sama abang sendiri."
"Lo aja gak sopan sama gue," ujar Araya tak mau kalah.
Darren hanya memutar bola matanya malas. Dia tau sekarang adiknya telah berubah tidak seperti biasanya.
Sebenarnya kepribadian Araya Chalista dan Araya Loovany tidak berbeda jauh. Namun yang membedakan adalah, jika Araya Loovany mempunyai kepribadian yang lembut jika berbicara dengan orang terdekat, polos, sangat feminim, dan memiliki emosi yang tidak stabil. Sedangkan Araya Chalista kebalikannya, dia berbicara asal ceplos tapi sesuai logika, jauh dari kata polos, tidak feminim sama sekali, dan dia memiliki emosi yang stabil atau dewasa.
"Minggir, ah. Lo ngehalangin gue masak," usir Araya terang-terangan.
"Sejak kapan lo bisa masak? Sama api aja lo takut."
"Lo aja yang gak tau, karena sibuk sama dunia lo sendiri."
Darren tau Araya tengah menyindirnya. Dia melihat setiap gerak-gerik Araya dengan intens.
"Lo gak ada niatan buat pergi dari sini?" tanya Araya tanpa melirik Darren karena sibuk menuangkan masakannya ke mangkuk.
"Lo beda, Ay."
Aktivitas Araya sempat terhenti saat mendengar perkataan dari mulut Abangnya. Araya membalikkan badannya dengan tangannya memegang mangkuk berisi masakan eksperimennya.
"Yang namanya manusia, akan berubah kalo orang yang mereka percayai berubah."
Araya bisa pastikan kalau Darren mengerti akan ucapannya barusan. Ia langsung pergi meninggalkan Darren begitu saja dengan kondisi dapur yang sangat berantakan.
***
Araya segera keluar dari dalam mobil saat mobilnya berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya perlahan.
Bertepatan dengan itu, sekitar lima motor memasuki area sekolah. Semua mata memandang ke arah mereka.
"Gila! Anak Ravloska keren semua woi!"
"Andai gue jadi pacar salah satu dari mereka."
"Alaskar keren gak ada obat!!"
"Masa depan gue keren banget, njir!"
Dan masih banyak lagi kata-kata yang terlontar dari para mulut kaum hawa di sana. Araya yang mendengarnya merasa jengah.
"Kek gak pernah liat cowok aja," gumamnya sambil kembali melanjutkan jalannya yang sempat terhenti.
Di sepanjang koridor, tak sedikit Araya mendengar desas-desus orang yang sedang membicarakannya.
"Kemarin si Araya disiram sama si Yolla."
"Si Yolla temennya si Kiran?"
"Iya. Katanya sih gara-gara si Araya-nya kegatelan sama si Zayn."
"Loh, bukannya si Araya fanatik ke si Alaskar?"
"Ada yang bilang dia kan sasimo."
Araya ingin sekali menyumpal mulut dua gadis yang tengah membicarakannya dengan kaos kaki miliknya.
Apa sebenarnya yang Araya Loovany lakukan dulu sehingga orang-orang sangat tidak menyukainya? Kalau alasannya karena membuli sang tokoh utama protagonis, pastinya tidak akan sampai seperti ini. Pasti ada sesuatu hal lain yang terjadi, namun sang penulis tidak memasukkannya ke dalam novel.
Saat ia asik dengan dunianya sendiri, tiba-tiba seseorang menabraknya dari arah depan, membuat Araya hampir kehilangan keseimbangannya.
"Ma-maaf Araya, a-aku gak sengaja."
Kiran segera meminta maaf saat dirinya tidak sengaja menabrak Araya.
"Kalo jalan jangan nunduk, biar gak nabrak orang."
"I-iya maaf," ucap Kiran dengan terbata dan kepala menunduk.
"Lo–"
"ARAYA!"
Perkataan Araya terhenti kala seseorang berteriak memanggil namanya. Ia menoleh ke arah belakang, dan saat tau siapa yang meneriakan namanya, dia pun menghela napas jengah.
"Lo gak papa?"
"Aku gak papa Alaskar," jawab Kiran dengan nada sangat lembut membuat Araya geli mendengarnya.
"Lo apain si Kiran, hah?" tanya Garvan.
"Gak bisa, kah? Sehari aja lo gak gangguin si Kiran?" Kali ini Zeyn yang berbicara.
Araya hanya menatap mereka dengan malas sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Alaskar berjalan mendekat ke arahnya, yang dicegahnya langsung oleh sang pujaan hati.
"Jangan, Kar. Araya gak salah."
Namun Alaskar tidak menggubrisnya. Ia semakin memperdekat jarak dengan Araya. Mereka sudah menjadi pusat perhatian sedari tadi.
"Apa yang udah lo lakuin ke cewek gue?!"
Jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja. Namun hal itu tidak membuat Araya takut sama sekali.
Araya memiringkan kepalanya disertai senyuman terkesan meremehkan.
"Menurut lo?" tanya Araya memancing emosi cowok itu.
Wajah Alaskar mengeras, tatapan matanya sangat tajam. Siapapun yang mendapatkan tatapan itu pasti langsung menciut, tapi tidak dengan Araya.
"Lo apain Kiran, Araya Loovany?"
Araya menarik sudut bibirnya ke kanan, membuat sebuah senyuman smirk. Ia menarik kerah almamater yang dipakai oleh Alaskar sehingga jarak mereka semakin dekat. Raut wajah terkejut terlihat ketara di wajah laki-laki itu.
Semua mata yang melihat kejadian tersebut seketika tercengang. Bahkan Garvan dan Zeyn sudah menutup mata mereka menggunakan tangannya masing-masing.
"Jauh-jauh dari wajah gue, sialan."
Araya langsung mendorong tubuh Alaskar sehingga membuat wajah laki-laki itu menjauh darinya. Ia menatap satu persatu anggota Ravloska dan juga Kiran yang sedang menatapnya.
"Cih, drama," sindir Araya meninggalkan kerumunan.
-batas suci-