Forever After

By dekmonika

104K 15.7K 1.6K

Seperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjua... More

Prolog
(1) Kehidupan yang Dinanti
(2) Gadis Misterius
(3) Insiden Tak Terduga
(4) Sebuah Kebetulan?
(5) Sisa Pengkhianatan
(6) Kebetulan Lagi?
Cast
(7) Orang-orang Mencurigakan
(8) Gerimis dan Kita
(9) Penasaran
(10) Kenangan Masa Lalu
(11) Ada Untukmu
(12) Rumah Pagar Putih
(14) Prasangka
(15) Melamar ?
(16) Mari Bercerita
(17) Gantung
(18) Payung Teduh
(19) Pertemuan Kembali
(20) Tidak Baik-baik Saja
(21) Yin & Yang
(22) Apa Kamu Rindu?
(23) Tabir Masa Lalu
(24) Kotak Musik
(25) Cemburu
(26) Ruangan Rahasia
(27) Pengganggu
(28) Gala Premier
(29) Malam yang Panjang (18+)
(30) Apa yang Terjadi?
(31) Hati-hati
(32) Jangan Takut
(33) Ketenangan
(34) Oma Diana
(35) Mimpi Buruk
(36) Fine Today
(37) Restu
(38) Menjagamu
(39) Pasti Kembali
(40) Baskara
(41) Serangan Tak Dikenal
(42) Musuh Misterius
(43) Hati ke Hati
(44) Putus?
(45) Hujan dan Airmata
(46) Segalanya Tentangmu
(47) Tampar
(48) Membuka Rahasia
(49) Selamat Tinggal
(50) Tunggu Aku
(51) Little Angel.
(52) Bintang Aldebaran
(53) Email: Jakarta - New York
(54) Andin's Graduation
(55) Dia Kembali ?
(56) Hari Bahagia (ENDING)
*SPECIAL EDITION* (21+)

(13) Pertemuan Mendadak

1.3K 239 14
By dekmonika

L A N J U T . . . . .

__________________

Aldebaran perlahan semakin mengikis jarak wajahnya dengan wajah gadis itu. Andin bak patung yang tak tahu harus berbuat apa saat pria itu kian mendekat. Andin hanya bisa merasakan jantungnya yang seperti akan melompat dari tempatnya.

"Belepotan." Ucap Aldebaran begitu pelan seraya menyeka sisa coklat yang terdapat di ujung bibir Andin. Menyadari akan hal itu, Andin sedikit menjauh dengan salah tingkah. Tangannya pun spontan ikut menyeka sudut bibirnya yang baru saja disentuh oleh Aldebaran.

"Maaf." Andin masih salah tingkah. Aldebaran yang menangkap kegugupan gadis itu, seketika terkekeh ringan. Pria itu menuju kursi di seberangnya, lalu menariknya.

"Ayo duduk." Aldebaran mempersilahkan Andin untuk duduk disana dengan rawut muka yang tak lagi dingin. Senyuman tipis itu sudah menghinggapi wajahnya.

"Nggak usah, Mas. Mas kan lagi sibuk. Aku juga mau lanjut kerja." Balas Andin. Namun Aldebaran kembali menahan lengannya.

"Duduk dulu." Kali ini kata-kata itu keluar seperti sebuah permintaan dari Aldebaran. Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling menatap. Hingga akhirnya Andin menuruti permintaan Aldebaran untuk duduk bersamanya.

Saat kedua orang itu sudah sama-sama duduk dengan posisi yang berseberangan, akan tetapi tak ada yang memulai pembicaraan. Aldebaran hanya tersenyum simpul memandangi gadis itu yang membuat Andin kurang nyaman. Andin kembali menyeka sudut bibirnya, takut jika masih ada sisa coklat yang menempel. Melihat reaksi Andin atas tatapannya, Aldebaran kembali tertawa.

Tatap kedua mataku

Hapuskan ragu, labuhkan hatimu

Mungkin tak selalu biru

Namun bersamamu, langitku tak lagi sendu

(Song: Luthfi Aulia- Langit Favorit)


"Kenapa sih? Masih belepotan ya?"

"Nggak."

"Terus, kenapa ngeliatin begitu?"

"Nggak boleh?" Aldebaran menjawab dengan sebuah pertanyaan yang membuat Andin tak berkutik menjawabnya.

"Tadi pagi saya ke rumah kamu. Tapi mama kamu bilang kamunya sudah pergi." Aldebaran memberi tahu.

"Oh ya? Kenapa nggak bilang?"

"Ini saya bilang." Jawab Aldebaran sontak membuat keduanya terkekeh.

"Maaf, ya. Tadi aku harus berangkat pagi-pagi karena ada rapat evaluasi bulanan sama yang lain disini."

"Iya, nggak apa-apa. Dijemput Daniel, kan?" Mendengar Aldebaran menyebutkan nama 'Daniel' entah mengapa membuat Andin menatapnya heran.

"Iya, Daniel yang jemput. Kenapa memangnya, Mas?"

"Mau memastikan saja." Meskipun jawaban Aldebaran terdengar gantung, akan tetapi Andin hanya ber'oh' ria saja, tak ingin memperpanjang.

"Daniel sering ya antar-jemput kamu?" Lanjut Aldebaran dengan pertanyaannya yang terdengar santai, namun sebenarnya menyimpan keposesifan itu.

"Emm, kadang-kadang sih." Jawab Andin, terlihat ragu.

"Memangnya kenapa sih, Mas? Kok malah jadi bahas Daniel?" Balas Andin diakhiri dengan kekehannya yang terdengar sumbang. Hal itu membuat Aldebaran sedikit salah tingkah dan menggaruk halus jambangnya yang tidak gatal.

"Nggak, nggak apa-apa, hehe." Aldebaran membalas dengan kikuk.

"Oiya, saya datang kesini karena ada janji dengan seorang konsultan interior, yang rencananya akan saya kenalkan juga ke kamu." Ungkap Aldebaran membuat Andin kaget.

"Heh? Serius, Mas? Hari ini? Disini? Bukannya janjiannya besok, ya?"

"Iya, hari ini. Mungkin dia sedang dalam perjalanan kemari. Besok dia mendadak tidak bisa karena harus menyelesaikan projeknya di Bandung." Aldebaran menjelaskan, membuat Andin mengerti. Namun raut kebingungan itu masih terlihat di paras cantiknya.

"Nggak apa-apa kan?" Tanya Aldebaran, memastikan.

"Nggak apa-apa sih, Mas. Tapi apa dia nggak masalah harus datang kesini? Harusnya kan aku yang datang ke kantornya. Nggak enak aku kalau harus ngerepotin."

"Kamu tenang saja, dia orangnya santai kok. Dia malah lebih suka mondar-mandir daripada harus seharian suntuk di kantornya."

"Mas, yakin?" Andin masih terlihat ragu. Aldebaran tersenyum menanggapinya. Pria itu sedikit menarik maju kursinya, kemudian kedua tangannya menjulur di atas meja, perlahan meraih tangan Andin yang juga ada disana, sedangkan matanya menatap gadis itu begitu dalam.

"Kamu percaya sama saya." Tutur Aldebaran begitu tenang. Andin seakan terhipnotis oleh tatapan meneduhkan serta suara dengan tone rendah yang terdengar menyejukkan perasaannya.

Dari lantai atas Coffeeshop tersebut, tampaknya ada Daniel yang diam-diam memperhatikan dua orang tersebut. Daniel menatapnya dengan rasa penasaran sekaligus cemburu. Pria itu lantas membuang mukanya dari pandangannya saat melihat Aldebaran menyentuh tangan sahabatnya, Andin.

"Permisi..."

Andin tersentak hingga refleks menarik tangannya saat seorang rekan baristanya datang dengan membawa beberapa pesanan dari pria yang ada di hadapannya. Andin melirik rekan kerjanya itu yang terlihat sedang menahan senyumannya sambil sibuk menata makanan dan minuman yang telah dibawa di meja mereka. Aldebaran ikut melirik barista perempuan itu dan Andin secara bergantian, sampai akhirnya Aldebaran paham bahwa Andin bisa jadi merasa malu karena tertangkap basah oleh rekan kerjanya.

"Aku tinggal dulu ya, Mas." Kata Andin seperti akan beranjak. Namun lagi-lagi Aldebaran menahannya.

"Tunggu dulu. Mau kemana sih buru-buru?"

"Aku harus lanjut kerja." Ucap Andin, membuat Aldebaran menghela nafasnya.

"Sudah, Ndin, nggak usah buru-buru. Anak-anak masih banyak kok." Sahut rekan kerjanya yang telah meletakkan pesanan Aldebaran pada meja tersebut, dengan mengulum senyum yang tertahan karena sikap salah tingkah Andin yang tertangkap basah.

"Apaan sih, Gab." Desis Andin pada teman kerjanya itu. Aldebaran kembali melirik rekan kerja Andin itu yang tampak sedang tersenyum usil.

"Beneran tidak apa-apa kalau Andin disini dulu sama saya?" Aldebaran bertanya membuat Andin melempar tatapannya pada pria itu.

"Nggak papa, Pak. Biasanya kalau menjelang makan siang begini, anak-anak yang lain juga pada ngumpul, jadi banyak yang handel." Jawab perempuan itu lantas melirik sahabatnya yang sedang menatapnya penuh tanda peringatan.

"Tuh, nggak apa-apa katanya." Aldebaran tersenyum miring melihat Andin yang tak dapat berkutik lagi.

"Yasudah, saya permisi ya, Pak. Selamat menikmati."

"Terima kasih, ya."

"Sama-sama." Perempuan itu melihat Andin yang akhirnya kembali duduk di tempatnya semula. Ia sedikit mendekat, lalu seperti membisikkan sesuatu.

"Selamat makan siang bersama ayang." Bisiknya membuat Andin membalasnya dengan tatapan kesal. Namun sebelum Andin melemparkan tatapan yang lebih mengerikan, ia langsung mengibrit pergi. Aldebaran terkekeh kecil melihatnya.

"Kamu belum makan siang, kan?" Tanya Aldebaran.

"Belum."

"Makan siang sama saya, mau?" Tawar Aldebaran membuat Andin sedikit menggigit bibir bawahnya, bingung memberikan jawaban atas penawaran itu.

"Aku akan makan siang sama yang lain saja, Mas, di belakang." Jawab Andin dengan penolakan yang halus.

"Saya ganggu kamu, ya?" Aldebaran bertanya, lembut. Andin langsung mengelak.

"Nggak, nggak begitu, Mas." Andin menjadi serba salah.

"Lalu?"

"Aku hanya merasa tidak enak. Aku barista disini, terus duduk satu meja sama costumer aku sendiri." Lebih tepatnya Andin terlalu gugup setiap berhadapan dengan pria di hadapannya itu, terlebih tatkala Aldebaran menatapnya. Seperti ada perasaan yang meletup-letup di hatinya yang sulit ia sembunyikan.

"Kenapa memangnya? Nggak ada larangan kan soal barista nggak boleh satu meja sama costumer-nya?" Aldebaran selalu bisa memberikan jawaban-jawaban yang pada akhirnya membuat Andin menyerah.

"Iya sih."

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Kamu pasti lapar, kan? Nih." Aldebaran menyodorkan sepiring spageti bolognais ke hadapan Andin, dan satunya lagi untuknya. Pria itu tampaknya memang dengan sengaja telah memesan dua porsi makan siang untuk mereka.

Andin memperhatikan sikap Aldebaran yang telaten mengambilkan sendok beserta garpu, kemudian pria itu sedikit mengelapnya menggunakan tisu. Dengan tersenyum simpul, Aldebaran meletakkan sendok dan garpu itu ke piring spageti Andin, lalu ke piring spageti miliknya. Hati perempuan mana yang tidak terpikat dengan perlakuan manis meski sesimpel itu.

"Suka spageti kan?" Aldebaran bertanya.

"Iya." Jawab Andin, singkat.

"Yuk, makan."

"Makasih." Ucap Andin membuat Aldebaran diam-diam mengulum senyuman.

Dua insan itu mulai menikmati makan siang mereka. Hanya berdua. Meski masih sedikit gugup, Andin berusaha bersikap santai di hadapan pria itu. Sesekali mereka terlihat saling melirik satu sama lain.

Aldebaran seringkali memperhatikan Andin yang sedang menyuap spageti ke mulutnya secara diam-diam. Begitu pun Andin, tanpa sepengetahuan Aldebaran, gadis itu melirik tipis-tipis dengan tatapan lembutnya. Hingga di satu momen, tatapan mereka bertemu dan sontak membuat keduanya salah tingkah, namun berakhir dengan tawa renyah mereka.

"Saya senang melihat kamu tertawa seperti ini." Ungkap Aldebaran, jujur. Mendengar ucapan itu, tawa Andin perlahan mereda dan menyisakan sebuah senyuman tipis.

"Berarti Mas adalah orang baik." Sahut Andin membuat Aldebaran mengerutkan keningnya, bingung.

"Maksudnya?"

"Iya. Hanya orang jahat yang tidak senang melihat orang lain tertawa." Lanjut Andin, dengan sedikit terkekeh. Aldebaran menatap gadis itu dengan menghela nafasnya.

"Benar, kan?" Andin mengulum senyumnya saat melihat ekspresi Aldebaran yang memaklumi maksud ucapannya.

"Iya sih, benar." Aldebaran mengalah, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Maksud saya, saya suka melihat kamu ceria seperti ini." Lanjut Aldebaran, membuat Andin yang baru saja menyedot minumannya tampak susah payah meneguknya.

Ia kembali melirik pria itu yang juga tengah menatapnya, lembut. Astaga! Tiba-tiba dadanya berdegup kencang lagi. Benar-benar tidak tahu tempat. Mengapa setiap kali ia mendapat tatapan seperti itu dari Aldebaran, perasaannya selalu tidak karuan? Kira-kira begitulah ocehan Andin seandainya ia bisa berkata-kata.

"Excusme!"

Teguran seseorang yang datang membuat keduanya teralihkan. Dia adalah orang yang mereka tunggu. Pria yang tampil mengenakan sebuah kaos polos longgar lengan pendek berwarna krim kecoklatan dengan aksesoris suspender yang di-match dengan celana jeans jenis straight fit berwarna biru dongker.

Kali ini ia tampil dengan rambut gondrong ikalnya yang tak terikat namun tetap terlihat rapi dengan adanya topi flatcap di kepalanya. Dia lah Darwin, sang konsultan interior, sekaligus sahabat Aldebaran.

(Source: Instagram David Jhon)


"Wah, lagi makan siang rupanya." Lanjut pria itu membuat Aldebaran lantas segera berdiri. Melihat sikap Aldebaran, Andin pun mengekor ikut berdiri.

"Eh, sudah sampai loe."

"Bagaimana perjalanan sampai kesini? Nyasar nggak?"

"Nyasar sih enggak, gue pakai driver soalnya. Tapi macetnya itu, astaga!" Jawab Darwin dengan keluhannya membuat Aldebaran terkekeh ringan.

"Namanya juga Jakarta, man."

"Oiya, kenalin ini dia teman gue yang perlu bantuan loe, namanya Andin. Dan Andin, dia ini konsultan interior yang semoga bisa membantu tugas-tugas kamu." Ujar Aldebaran memperkenalkan keduanya. Baik Andin maupun Darwin saling melempar senyuman hangat mereka satu sama lain dan kemudian saling berjabat tangan.

"Saya Andin, Pak."

"Saya Christ Darwin. Kamu bisa panggil saya Darwin."

"Atau Christ." Sahut Aldebaran menimpali, membuat Darwin meliriknya dengan tatapan memperingati.

"No. Darwin saja, saya tidak suka dipanggil Christ. Hanya pria ini saja yang selalu dengan menyebalkan memanggilku dengan panggilan itu." Darwin memperjelas membuat Aldebaran terkekeh mendengarnya.

Melihat sikap sang konsultan yang tampaknya cukup ramah dan hangat meski dengan orang baru menimbulkan rasa optimis di benak Andin bahwa dia akan menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik.

"Duduk dulu." Ujar Aldebaran. Mereka pun duduk pada bangku yang tersedia.

"Gue sama Andin sudah selesai makan siang. Loe kalau belum makan, gue pesankan dulu." Kata Aldebaran.

"Nggak usah. Gue sudah makan di jalan tadi. Gue mau kopi saja deh, penasaran juga sama kopi ala Coffeshop Jakarta." Tutur Darwin.

"Pak Darwin mau kopi apa? Biar sekalian saya yang buatkan." Tawar Andin.

"Menu kopi paling spesial disini apa?"

"Ada beberapa menu kopi spesial disini, Pak. Kalau yang panas ada Indonesian coffee, Americano, sama hazelnut coffee. Terus kalau dingin yang jadi favorit disini ada caramel macchiato." Beritahu Andin dengan fasih. Darwin menyimaknya dengan mengangguk-angguk.

"Hot hazelnut coffee, boleh." Sahut Darwin menimbulkan sebuah anggukan patuh dari Andin.

"Baik, kalau begitu saya izin membereskan meja ini dulu ya." Kata Andin, kembali berdiri dari duduknya.

"Biar saya panggil barista yang lain saja, Ndin." Tawar Aldebaran namun buru-buru ditolak oleh gadis itu.

"Nggak usah, Mas. Aku bisa kok. Sebentar ya Pak Darwin , maaf." Andin membereskan piring-piring serta gelas minuman bekas mereka makan beberapa saat yang lalu, kemudian meletakkan ke atas nampan yang tersedia. Lalu semua itu ia bawa pergi ke belakang, meninggalkan dua lelaki itu untuk beberapa saat.

"Mas?" Darwin melirik heran pada Aldebaran dengan kening yang mengerut. Aldebaran balas menatapnya dengan kening yang sama-sama mengerut.

"Sejak kapan seorang Aldebaran dipanggil 'Mas'?" Darwin melayangkan tatapan penuh curiga seraya menahan tawanya.

"Nggak usah mulai." Ucap Aldebaran kemudian menyeruput minumannya yang tersisa.

"Gue tanya serius. Itu panggilan kesayangan dia buat loe?" Mendengar pertanyaan spontan itu, Aldebaran sedikit tersedak, lalu menatap sahabatnya itu tajam.

"Kesayangan apa sih? Loe nggak usah ngada-ngada ya." Ucapan Aldebaran itu justru membuat Darwin kembali tertawa. Ia senang sekali rupanya membuat sahabatnya itu jengkel.

"Oh, jadi dia orangnya?" Darwin melirik usil.

"Apanya?" Sahut Aldebaran.

"Orang yang bisa membuat seorang Aldebaran mau berepot-repot meluangkan waktunya untuk sesuatu yang bukan menjadi urusannya."

"Gue cuma mau bantu dia." Jawab Aldebaran dengan tenang membuat Darwin terkekeh ringan.

"Ya ya ya, nggak apa-apa sih. Tapi ya anaknya memang cantik banget, wajar sih. Kok loe bisa kenal sama dia? Ketemu dimana?" Darwin melemparkan beberapa pertanyaan dengan penasaran. Namun bukannya mendapatkan jawaban, pria berkacamata itu hanya mendapatkan lirikan peringatan dari lawan bicaranya.

"Tidak usah banyak tanya, Christ Darwin."

"Astaga. Baru saja sikapnya manis dan hangat sekali di depan gadis itu. Sekarang sudah kembali kaku lagi." Gumam Darwin pelan, namun masih bisa didengar oleh Aldebaran samar-samar.

"What?" Aldebaran mengernyit.

"No. I'm just talk to my self." Sahut Darwin, spontan, diakhiri dengan cengiran kudanya.

Tak lama waktu berselang, Andin kembali bergabung dengan dua pria itu yang tampak masih saling mengbrol. Gadis itu membawa sebuah nampan kecil yang di atasnya terdapat sebuah mug sedang berisi kopi sesuai pesanan Darwin.

Setelahnya mereka tampak memulai obrolan serius, terkhusus bagi Andin dan sang konsultan interior yang memang menjadi tujuan utama dari pertemuan mereka. Pertama-tama baik Andin maupun Darwin saling memperkenalkan background pendidikan dan karir mereka berdua, kemudian berlanjut pada Darwin yang mengenalkan kantor cabangnya di Jakarta beserta sistem kerja mereka.

Sesekali Andin terlihat mencatat hal-hal yang ia anggap penting pada sebuah note yang selalu ia bawa. Gadis itu terlihat serius menyimak dan kadang-kadang melayangkan beberapa pertanyaan. Sementara itu, Aldebaran yang tak ingin terlalu ikut menimbrung pada pembicaraan mereka tampak hanya memperhatikan. Lebih tepatnya, memperhatikan Andin. Andin yang fokus menyimak penuturan santai dari Darwin, tak menyadari akan hal itu.

Sungguh hal yang menyenangkan, berlama-lama menatap kehadiran seseorang yang membuat kita merasa nyaman. Mungkin begitulah yang dirasakan oleh Aldebaran. Ia bahkan tak menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat, ketika Darwin ternyata telah menyelesaikan obrolannya dengan Andin.

Dan itu artinya, ia juga harus bergegas pergi dan kembali ke kantornya. Ia tidak menemukan alasan lain untuk terus ada disana, meskipun sebenarnya ia enggan pergi dari gadis itu. Namun, jika ia terus duduk disana, tentu Darwin akan semakin curiga. Astaga, Al! Padahal kapan saja ia bisa menemui Andin. Kenapa ia menjadi berlebihan seperti ini? Konyol.

________Bersambung________

Maaf ya readers, part kali ini agak pendek. Ide lagi mentok, trus waktu buat lanjut tulisannya juga rada mepet, hehe. Makanya ini pun up-nya rada malem banget ya, haha. Mungkin untuk selanjutnya aku bakal up tiap hari Senin sama Kamis aja kali, ya. Mudah-mudahan sekali-sekali nanti up bisa lebih dari satu part ya.

Kalau aku kelupaan ingetin juga ya, wkwk.

Oiya, terima kasih juga ya buat respon positif kalian di beberapa part sebelumnya.

Continue Reading

You'll Also Like

84.9K 8.6K 36
FIKSI
301K 26.5K 51
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
720K 58K 62
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
407K 30.1K 40
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG