ARJEAN || I Am (not) Villain...

By NihaOsh

229K 30.4K 54.5K

[17+] "Lebih suka cowok seumuran atau yang lebih tua?" -Arjean. "Siapa aja, asal bukan lo." -Shannon. ⚠️WARNI... More

00 || Arjean
01 || Bau Keong
02 || Poci
03 || Boba
04 || Pembunuh?
05 || Pap
06 || Mabuk
07 || Sate
08 || Sasaran selanjutnya
09 || Pengkhianatan
10 || Pilih Kasih
11 || Terluka
12 || Bukan orang baik?
13 || Donor
14 || Cara licik
15 || Mabuk (2)
16 || G-anas?
17 || Ferry dan Shannon
18 || Arjean dan Shannon
19 || Percaya?
20 || Mati?
21 || Kesalahan
22 || Dilanjut?
23 || Membunuh?
24 || Racun
25 || Pergi
26 || Sakit
27 || Aku butuh jantungnya
28 || Ketakutan yang tak berujung
30 || Dia orang baik [SELESAI]

29 || Masih ada harapan?

5.2K 942 1.4K
By NihaOsh

Udah baca chapter 28?

Spam komen yuk!

Jangan lupa Vote juga, makasih 💚💚

.
.
.

Theo pun menghampiri Shan, kemudian Theo berdiri di hadapan Shan hingga Shan harus mendongakkan kepalanya untuk menatap Theo.

"Shan, harapan kita udah berakhir," ujar Theo dengan mata yang memerah, membuat air mata Shan kembali menetes.

"A-ada apa?" Tanya Shan dengan suara gemetar, membuat Theo terdiam sejenak untuk menenangkan dirinya.

"J-Jean kenapa? Tadi sore gue abis ngobrol sama Jean, dia baik-baik aja kan?" Tanya Shan lagi.

Theo memejamkan matanya sejenak, kemudian ia kembali menatap Shan dengan tatapan sendu. "Jean gak sadar lagi. Jean mati otak, seluruh aktivitas otaknya berhenti secara permanen, sampai kapan pun Jean enggak akan pernah bangun walau jantungnya masih berdetak karena bantuan alat."

Shan terdiam, air matanya menetes semakin deras.

Theo pun berlutut di hadapan Shan sambil menggengam tangan Shan, "maafin gue, maaf karena selalu minta lo buat tenang, kenyataannya Jean udah gak bisa ditolong lagi."

"Tadi Jean udah membaik, Kak. Jean bahkan ngobrol sama gue sambil senyum, J-Jean- hks.. Jean gak akan pergi ke mana-mana," ucap Shan di sela tangisannya.

"Iya, tadi suster pun bilang sama gue kalau Jean sempat bangun. Tapi kondisi Jean memburuk lagi, gue gak tega bangunin lo yang jarang tidur karena mikirin Jean."

"T-terus sekarang gimana?" Tanya Shan.

"Semua alat ditubuh Jean bakal dilepas, dan mulai detik itu juga kita harus ikhlas-."

"J-jangan, Jean bilang apapun yang terjadi jangan pernah tinggalin dia, Jean bilang dia kesakitan, Jean sendirian dan ketakutan, Jean bilang dia enggak mau mati, Jean bilang dia bakal berusaha buat bangun walau susah, jangan pernah bunuh Jean dengan cara apapun!" Ujar Shan yang menyela ucapan Theo, membuat Theo terdiam dengan tatapan sendu.

"Pokoknya jangan, jangan lepasin alat-alat itu, jangan bunuh Jean! Jean bilang sama gue kalau dia pengen bangun, tapi gak bisa. Itu tandanya selama ini Jean lagi berjuang di sana, berjuang buat bangun dan nemuin kita! Jangan ya? Jangan bunuh Jean, dia enggak mau sendirian, dia ketakutan."

Shan terus memohon pada Theo, walau ia tahu bukan Theo yang bertugas untuk melakukan hal itu.

"Jawab gue, kak! Jangan bunuh Jean!"

"Bukan ngebunuh Jean, tapi selama apapun lo nunggu Jean, dia enggak akan pernah bangun. Secara medis, mati otak itu udah dianggap meninggal dunia, Jean udah enggak bisa merespon lagi, Jean udah gak bisa nafas sendiri lagi, bahkan jantungnya udah gak bisa berdetak sendiri lagi, semua itu harus pakai alat."

Tangisan Shan pecah begitu saja, membuat Theo segera membawa Shan ke dalam pelukannya.

Apa yang mereka takutkan pun tiba, di mana Jean tidak akan pernah terbangun lagi.

**

Pemuda RT 09 / RW 03

Theo: Guys, say Goodbye buat Jean.

Haikal: Idih bacot! Lo aja sana, gue masih mikirin mau bikin pesta apa kalau bang Jean udah sembuh dan dibolehin pulang, soalnya kata Shan bilang bang Jean udah bangun.

Ayang: Bang Jean suka pesta miras.

Haikal: Gblok 😭

Mark: Bang Jean suka pesta apapun asalkan ada Shannon.

Ayang: Bener juga.

Theo: Jean gak sadar lagi. Jean mati otak, dia udah enggak bisa ngerespon apapun, dia gak bisa bernafas sendiri, dan jantungnya udah gak bisa berdetak sendiri. Jadi dokter bakal lepas semua alat-alat di badan Jean, tapi belum dapet persetujuan dari keluarganya.

Haikal: Jangan becanda.

Ayang: Kalau masih bisa bernafas pake alat kenapa gak ditunggu sampe bang Je bener-bener bangun?

Theo: Kalau koma kemungkinan masih bisa bangun, tapi dokter udah nyatain Jean mati otak, yang mana sampai kapan pun Jean enggak akan pernah bangun, walau jantung sama nafasnya masih ada karena bantuan alat.

Theo: Guys, walau berat hati kita harus ikhlasin Jean. Semoga pelakunya ketangkep dan dijatuhin hukuman yang setimpal.

Theo: Dan apapun yang terjadi, jangan biarin Shan sendirian.

**

Jam menunjukan pukul 7 malam, Shua terus menangis lirih di pelukan Qian, sementara Shan hanya diam di pojokan sambil menyandarkan kepalanya di dinding, pikirannya terus tertuju pada Jean.

Shua menoleh ketika mendengar suara langkah kaki, terlihat Ferry dan Eric yang datang, mengingat Rana sudah menjenguk tadi siang.

"Malam, tante. Maaf baru bisa dateng sekarang, aku udah denger kabar terbaru soal Jean, aku turut berduka," ujar Ferry dengan tatapan cemas.

Shua meremat tangan Qian, kemudian ia menunjuk wajah Ferry, "Ferry yang nyelakain Jean!"

Ferry terkejut dalam diam, namun ia berusaha untuk terlihat sedih dan pura-pura tak mengerti dengan ucapan Shua.

"Apa maksud kamu Shua?" Tanya Qian dengan tatapan bingung.

Shua menangis sambil menunjuk wajah Ferry, "Ferry yang nyelakain Jean! Ferry pelakunya!"

"Kamu gak boleh nuduh sembarangan, Shua." Tegur Ferry.

"Aku serius, Ma! Bahkan Ferry dan Eric yang perkosa aku! Hks mereka pelakunya! Bukan Jean!" Jerit Shua yang membuat mereka terkejut.

Yuno yang sejak tadi berdiri di dekat pintu ICU sambil merenung pun menoleh, kemudian menghampiri Shua yang terlihat ketakutan.

Qian berusaha menenangkan Shua, namun Shua terus menangis sambil menunjuk wajah Ferry.

"Tenang, Shua. Ulangi ucapan kamu," pinta Yuno seraya memegang kedua bahu Shua.

"Papa, bukan Jean yang perkosa Shua selama ini, tapi Eric dan Ferry! Mereka ngancam Shua, kalau Shua bilang yang sebenarnya, mereka bakal ngebunuh Jean! Mereka jahat!" Sahut Shua di sela isak tangisnya.

Sontak Qian memeluk Shua dengan erat, ia menangis tersedu-sedu mendengar pengakuan Shua.

Yuno pun beralih menatap Ferry dan Eric, Eric terlihat jelas ketakutan, namun Ferry terlihat marah.

"Ferry juga yang mau bunuh Jean! Papa harus laporin dia ke polisi! Ferry dan Eric orang jahat! Sampai mati pun Shua enggak akan pernah maafin mereka!" Ujar Shua lagi.

"Aku gak lakuin apapun, om!" Ujar Ferry mengelak.

"Terserah, pergi dari sini, dan jangan terkejut ketika kalian ditahan atas kesalahan yang pernah kalian perbuat," desis Yuno, ia tidak mau membuat kegaduhan dulu untuk malam ini.

Ferry mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, tatapan tajamnya mengarah pada Shua yang masih menatapnya sambil menangis.

"Pergi!" Usir Yuno lagi, Ferry dan Eric pun pergi dari sana.

"Kak, gimana? Shua udah berani ngebongkar semuanya," tanya Eric yang terlihat panik.

"Lo naik taxi online aja, gue ke rumah Nathan dulu," sahut Ferry, kemudian ia pergi menuju basement, sementara Eric pergi menuju lobby.

Sesampainya di basement, tiba-tiba Ferry dibuat terkejut ketika pas bunga berukuran kecil mengenai kepala belakangnya, ia pun membalikan tubuhnya dan mendapati Shannon di sana.

"Lo apa-apaan?" Tanya Ferry yang terlihat marah.

Shan pun berjalan mendekati Ferry, "bakal gue pastiin lo membusuk di penjara," desisnya.

"Gue gak ngelakuin kesalahan apapun."

"LO NGEBUNUH JEAN!" Jerit Shan, kemudian ia mendorong bahu Ferry dan memukulnya dengan keras.

"Mungkin bagi lo nyawa Jean itu gak ada harganya, tapi bagi Jean dan orang-orang terdekatnya nyawa dia adalah hal yang paling berharga! Susah payah Jean bertahan sampai sejauh ini, tapi dengan teganya lo ngerenggut kehidupan Jean!" Ucap Shan dengan emosi yang memuncak, nafasnya terengah karena terlalu marah.

"Tutup mulut lo, lo gak tau apa-apa," desis Ferry seraya menunjuk wajah Shan, namun Shan menepis tangannya dengan kasar.

"Serahin diri lo ke polisi sekarang juga! Akuin semua kesalahan lo yang udah bikin Jean mati otak!"

Ferry mengabaikan Shan, ia hendak pergi, namun Shan menahan tangannya.

"Jean pernah bilang sama gue, dia gak pernah minta diakui sebagai bagian dari keluarga Learyant, dia cuma pengen lo semua perlakuin dia dengan baik. Sejahat apapun lo, Jean gak pernah dendam, dia ngelupain kesalahan lo dan yang lain walau rasa sakitnya gak bisa diungkapin!"

"Harusnya lo sadar, Fer. Apa yang udah lo lakuin ke Jean itu udah keterlaluan, lo ngeganggu hidup Jean cuma karena harta. Dan asal lo tau, kalau Jean bisa memilih, dia enggak mau lahir di keluarga Learyant yang isinya orang jahat semacem lo!"

Ferry menepis tangan Shan, "gue gak pernah nyesel dengan apa yang udah gue lakuin ke Jean-."

Ucapan Ferry terhenti ketika Shan meludahi wajahnya, hal itu membuat Ferry geram dan menampar wajah Shan dengan keras, hingga Shan jatuh terduduk di sana.

"Ahk!" Jerit Shan saat Ferry menendang pipi kanannya dengan keras, hingga celah gigi-gigi Shan mengeluarkan darah.

"Gue benci ketika semua orang memihak Jean, gue gak butuh ucapan lo seolah meminta gue buat sadar dan menyesal! Gue gak akan pernah menyesal, Shannon!"

"Dan asal lo tau, gue puas Jean mati, seenggaknya daftar orang yang gue benci berkurang," ucap Ferry lagi, kemudian ia pergi meninggalkan Shan di sana.

Shan menghela nafasnya, ia beranjak dari posisinya dan terdiam memandang kepergian mobil Ferry, kemudian ia tersenyum kecut, "buang-buang waktu ngomong sama orang gila, semoga lo mati di jalan. Kepala lo ancur sampe otak lo berceceran."

**

Yuno belum mengijinkan dokter untuk melepas semua alat ditubuh Jean, justru ia malah pulang ke rumahnya untuk menenangkan diri.

Sudah dua jam Yuno termenung di ruang kerjanya, menunggu Jean terbangun tak akan membuahkan hasil, benarkah ia harus merelakan Jean?

Yuno menghela nafas lirih, ia menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memandang meja kerjanya, orang tua mana yang rela membiarkan anaknya pergi? Walau ia sudah tahu bahwa tak akan ada harapan lagi untuk sang anak.

Yuno juga sudah membuat laporan soal kasus Ferry dan Eric, dan kini polisi tengah menyelidiki lebih lanjut.

Cklek

Yuno mengangkat kepalanya, dadanya semakin sesak ketika melihat Nathan yang memasuki ruang kerjanya dengan langkah pelan.

"Kenapa belum tidur, Na?" Tanya Yuno sambil tersenyum kecil.

"Pa, ada yang mau aku omongin sama papa."

"Ya, duduk."

Nathan pun duduk di hadapan Yuno, hanya tersekat meja kerja.

Yuno mengerutkan dahinya ketika melihat Nathan yang terlihat gugup, entah apa yang ingin Nathan bicarakan dengannya

"Kamu baik-baik aja, Na? Apa ada yang sakit sekarang?" Tanya Yuno dengan tatapan cemas, Nathan pun menggelengkan kepalanya.

"Pa, aku udah dapet kabar dari mama soal kondisi kak Jean," ujar Nathan, dan Yuno mengangguk kecil.

"Aku turut berduka, aku juga sedih dengernya. Tapi maaf banget pa, boleh gak kalau kak Jean donorin jantungnya buat aku?" Tanya Nathan yang membuat Yuno terkejut dalam diam.

Yuno tak pernah sekali pun berpikir sejauh itu, bahkan ia tidak rela Jean pergi meninggalkannya, namun Nathan dengan mudahnya meminta jantung Jean.

"Aku tau ini keterlaluan, tapi kak Jean udah gak bisa bangun lagi, aku denger pasien mati otak boleh jadi pendonor asal ada persetujuan dari pihak keluarga," ujar Nathan dengan suara pelan.

Yuno terus terdiam, kemudian ia menegakan punggungnya sambil menatap Nathan lamat-lamat.

"Na, donor jantung itu bukan hal yang spele, papa gak mau kamu terluka lebih dari ini, donor jantung itu resikonya tinggi, bahkan bisa menyebabkan kematian."

"Seengaknya aku melakukan usaha terbesar buat hidupku, pa. Terserah nanti hasilnya kayak gimana, aku cuma mencoba buat nerima donor jantung buat kesembuhan aku, walau kak Jean harus pergi."

Yuno kembali terdiam, ia kurang setuju dengan ucapan Nathan, namun jika dipikir-pikir akan sangat disayangkan jika Jean pergi begitu saja, memang dokter menyarankan Jean untuk menjadi pendonor organ untuk menyelamatkan banyak nyawa.

"B-boleh ya pa? Siapa tau aku bisa hidup lebih lama kalau nerima donor jantung, aku cape hidup kayak gini," lirih Nathan seraya menatap Yuno dengan tatapan penuh harap, matanya memerah siap untuk menangis.

Yuno menghela nafasnya, ia pun beranjak dari kursinya dan membantu Nathan untuk berdiri, "nanti kita bicarakan lagi, kamu harus tidur."

"Tapi aku serius, pa.."

"Iya, Na. Papa harus bicara sama mama Qian dan mamanya Jean, semua tergantung keputusan mereka."

Nathan mengangguk kecil.

**

Keesokan harinya, Yuno datang menemui Arin di rumahnya, ia terkejut melihat Arin yang dalam kondisi hamil besar, namun ia tidak bertanya siapa ayah dari anak yang Arin kandung.

Tujuan Yuno datang menemui Arin untuk mengabari tentang kondisi Jean dan meminta ijin untuk menjadikan Jean sebagai pendonor organ.

Arin terdiam dengan kepala tertunduk, kedua tangannya meremat pahanya sendiri setelah mendengar ucapan Yuno tentang Jean, bahkan ia belum menemui Jean namun sudah mendapat kabar yang begitu mengejutkan.

"Saya sangat berterimakasih jika kamu menyetujuinya, Jean akan menjadi pahlawan untuk orang-orang yang memiliki penyakit serius," ujar Yuno dengan hati-hati, sampai akhirnya tangisan Arin pecah.

Arin menangis tersedu-sedu, pikirannya tertuju pada Jean, terbesit bayangan Jean yang selalu ia lihat setiap hari. Jean memang dingin padanya, namun ia tahu Jean peduli padanya hingga bersikap kasar demi kebaikannya.

Arin menyesal selalu menyakiti Jean selama ini, ia menyesal tak pernah mendengarkan ucapan Jean, sekarang Jean akan pergi meninggalkannya untuk selamanya.

Jika Arin boleh meminta, ia tidak apa-apa jika Jean membencinya, yang terpenting ia masih bisa melihat Jean setiap hari, namun semuanya sudah terlanjur.

"Apa gak bisa ditunggu lagi? Siapa tau Jean bakal bangun," tanya Arin di sela tangisannya yang memilukan.

"Dokter sudah menyatakan bahwa Jean gak akan pernah bangun lagi, secara medis mati otak sudah dianggap meninggal dunia. Saya juga gak tega lakuin ini ke Jean, tapi apa boleh buat? Semuanya sudah takdir," sahut Yuno dengan penuh rasa bersalah, dan Arin tak menyahut lagi, Arin terus menangis dengan penuh penyesalan.

"Maafkan saya, Arin. Maaf, apa kamu setuju?" Tanya Yuno untuk memastikan lagi.

"J-jangan. Saya yakin Jean akan terbangun," sahut Arin, dan Yuno hanya menghela nafas lirih.

**

3 hari berlalu sejak Jean dinyatakan mati otak, pihak keluarga belum menyetujui untuk melepas semua alat di tubuh Jean, jadi Jean dibiarkan dalam kondisi tersebut sampai keluarga Learyant benar-benar memutuskan.

Pagi ini Eric dan Ferry sudah ditangkap atas dugaan pemerkosaan terhadap Shua dan rencana pembunuhan terhadap Jean.

Nathan membuat kesaksian bahwa Ferry memang merencanakan kematian Jean karena Ferry menginginkan warisan yang Jean dapat, hal tersebut membuat Ferry luar biasa terkejut, Nathan menghianatinya.

Ferry berusaha meyakinkan polisi bahwa Nathan lah yang membayarnya untuk membunuh Jean, namun Nathan dengan naturalnya menolak, hingga tak ada satupun yang percaya pada ucapn Ferry, mengingat tak ada bukti yang menujukan bahwa Nathan ikut andil dalam perencanaan pembunuhan Jean, terlebih Shua bungkam soal Nathan, Shu hanya memberi kesaksian soal perilaku Ferry dan Eric terhadapnya.

Sebenarnya Nathan sengaja meminta Ferry untuk membunuh Jean, agar ia tak perlu susah payah melakukan itu, terlebih Nathan membenci Ferry dan Eric karena telah memperkosa Shua, jadi Nathan menggunakan cara tersebut untuk balas dendam.

Dan pagi ini Nathan kembali dirawat di rumah sakit, sebab jika di rumah Nathan tak bisa diam hingga rasa sakitnya sering kambuh.

Kini jam sudah menunjukan pukul 2 siang, Yuno, Shan, dan Theo tengah terduduk di kursi tunggu ruang VVIP untuk mengobrol.

"Shan, Jean akan menjadi pendonor seluruh organnya, terutama menjadi pendonor jantung untuk Nathan, pihak keluarga Jean sudah setuju, dan donor jantung akan dilakukan minggu ini," ujar Yuno dengan hati-hati, membuat Shan terkejut.

Sementara Theo yang mendengarnya mengepalkan kedua tangannya di atas paha, "tolong selidiki dulu siapa yang udah bikin Jean kayak gini."

"Kami sudah menemukan pelakunya, dia sepupunya Jean, namanya Ferry, dia sengaja mau membunuh Jean karena gak rela Jean dapat harta warisan dari neneknya."

"Ada alasan lain?" Tanya Theo lagi, sementara Shan hanya diam dengan tatapan kosong.

"Gak ada," sahut Yuno dengan tatapan agak bingung, seolah Theo mengharapkan fakta lain.

"Kalau gitu selidiki lagi, sampai om tau siapa dalang dibalik semua ini!"

"Maksud kamu apa?"

"Om, apa om tau kalau selama ini Nathan mengharapkan jantung Jean yang sehat? Bahkan selama Jean masih hidup Nathan selalu meminta Jean untuk menjadi pendonor, setiap hari Nathan menginginkan kematian Jean," ucap Theo yang membuat Shan kembali terkejut, sementara Yuno masih terlihat bingung.

"Jean dibujuk buat nandatangin sebuah surat perjanjian, di mana di dalamnya tertulis bahwa Jean akan manjadi pendonor untuk Nathan, dan itu alasan kenapa mamanya Nathan selalu berbuat baik sama Jean, karena mamanya Nathan tau kalau suatu hari nanti Jean bakal jadi penyelamat buat Nathan," ujar Theo lagi.

"Kamu gak boleh ngomong sembarangan, anak dan istri saya gak mungkin seperti itu," balas Yuno.

"Saya serius, om. Jean bilang sama saya kalau dulu dia nyetujuin buat jadi pendonor buat Nathan karena dibujuk habis-habisan sama mamanya Nathan. Sekarang Jean udah dewasa, dia udah nerima jalan hidupnya, Jean pun ngebatalin surat perjanjian donor itu, tapi Nathan marah gak terima. Siapa tau Nathan nyuruh Ferry buat bunuh Jean biar dia bisa ambil jantungnya Jean!" Ucap Theo dengan telak, membuat Shan meremat celananya sendiri, sementara Yuno terdiam dengan tatapan tak percaya.

Yuno tau Ferry menyebut nama Nathan saat sedang diintrogasi, Ferry bilang Nathan lah yang membayarnya untuk membunuh Jean, namun ia tidak percaya karena ia yakin Nathan bukan orang yang seperti itu. Tapi saat ini Yuno meragukan Nathan setelah mendengar ucapan Theo.

"Lebih baik cabut semua alat yang ada di tubuh Jean dari pada harus kasih jantung Jean buat Nathan. Karena saya tau, saya tau sefrustasi apa Jean setiap harinya karena rundungan dari keluarga om, terutama Nathan dan mamanya yang selalu meminta Jean buat mati." Theo terus mengungkapkan rasa tidak setujunya ketika mendengar ucapan Yuno soal Jean yang akan menjadi pendonor untuk Nathan.

"Biarkan Jean menjadi penyelamat untuk banyak orang-."

"Termasuk nyelametin orang yang udah ngerencanain membunuhnya?" Theo menyela ucapan Yuno.

"Belum tentu Nathan ikut terlibat, siapa tau ini cuma kebetulan, atau memang sudah takdirnya Jean harus meninggal dunia dan menyelamatkan hidup Nathan," sahut Yuno yang membuat Theo tak habis pikir.

"Selama hidupnya Jean gak pernah dikasih kebahagiaan sama keluarga om! Bahkan di akhir hayatnya kalian masih menyakiti Jean!" Balas Theo, Shan pun beranjak dari kursinya.

"Tolong jangan bunuh Jean, biarkan dia bernafas walau gak bisa terbangun lagi," ucap Shan, kemudian ia melangkah pergi, menyisakan Yuno dan Theo di ruang tunggu VVIP.

"Saya hanya bisa mengikuti keinginan keluarga Jean, walau kalian tidak setuju, saya tetap akan menjadikan Jean sebagai pendonor," ujar Yuno seraya beranjak dari kursinya, sontak Theo pun ikut beranjak.

"Terus gimana soal Nathan dan Ferry? Om harus cari tau!"

"Nathan gak mungkin lakuin hal itu, saya permisi." Yuno pun pergi neninggalkan Theo di sana, membuat Theo mengerang frustasi.

Benar kata Jean, keluarga Jean dari pihak papanya itu memang terlihat baik, namun sebenarnya mereka licik.

Sementara itu Shan menggampiri Nathan di kamar rawatnya, terlihat Nathan yang tengah terduduk di atas brankar sambil memandang jendela.

Nathan menoleh dan bertemu tatap dengan Shan, membuat bahu Nathan agak menegang, sebab tatapan Shan menyiratkan kekecewaan dan kebencian.

Shan berjalan lebih mendekat pada Nathan, "ternyata selama ini aku belain orang yang salah."

Nathan meremat selimutnya, ia m tidak tahu harus menjawab apa.

"Selama ini yang punya niat busuk itu bukan Jean, tapi kamu! Kamu yang bikin Jean ketakutan selama ini. Kamu dan keluarga kamu yang bikin Jean terpuruk setiap harinya, kalian gak punya hati!"

"Gimana mungkin kamu setega itu sama Jean, Na? Dia punya salah apa sama kamu sampai kamu selalu mengharapkan kematiannya? Bahkan kehadiran di hidup kamu gak pernah bikin kamu rugi, dia gak pernah ngerepotin kamu, bahkan dia gak pernah jahatin kamu!"

"Kalau kamu benar-benar dapetin donor jantung dari Jean, aku gak bakal maafin kamu, sampai kapan pun aku benci sama kamu!"

Nathan mendengarkan semua keluhan Shan mengenai Jean, kemudian ia membuka mulutnya untuk menyahut, "Jean udah janji buat donorin jantungnya buat aku, jadi aku bakal tagih hal itu sampai kapan pun."

"Jean masih hidup!"

"Jean gak akan bisa bangun lagi, Shan. Selama apa pun kamu menunggu dia enggak pernah membuka matanya, tolong jangan egois, Jean-."

"Kamu yang egois, Nathan! Sejak Jean masih sehat pun kamu terus menagih janji Jean! Aku tau kamu yang bikin Jean terpaksa berjanji, kamu dan mama kamu orang jahat yang gak punya hati! Gimana kalau kamu yang ada di posisi Jean? Apa kamu bakal kasih kehidupan kamu buat orang yang membenci kamu?!" Balas Shan yang menyela ucapan Nathan.

"Selama ini kamu nyakitin Jean tanpa henti, dan sekarang di ujung kematian pun kamu masih nyakitin Jean! Seharusnya kamu sadar, gak semua bisa sesuai sama keinginan kamu, ada kalanya dunia gak berpihak sama kamu! Jadi jangan terlalu maksain buat dapetin jantung Jean sampai kamu nyuruh Ferry buat bunuh Jean!"

Kalimat terakhir Shan membuat Nathan terkejut dalam diam, dari mana Shan tahu soal itu? Bahkan penangkapan Ferry begitu tertutup.

Dan tanpa Nathan tahu, Theo sebenarnya hanya berasumsi, dan Shan mempercayai asumsi tersebut, dan sialnya untuk Nathan bahwa asumsi Theo benar adanya.

"Aku gak nyangka kamu sejahat itu, Na. Di mana hati nurani kamu? Selama ini Jean selalu bilang sama aku buat enggak terlalu percaya sama kamu, tapi aku gak bisa, kamu terlalu baik di mata aku sampai aku sempat membenci Jean karena udah nyakitin kamu. Aku nyesel gak percaya sama ucapan Jean!"

"Dan pada kenyataannya penjahat sebenarnya adalah kamu! Orang yang kematiannya berada di ujung tanduk tapi menolak buat mati!" Ujar Shan lagi dengan telak, membuat Nathan meneteskan air matanya.

"Aku ngelakuin banyak hal buat memperpanjang hidup ku biar bisa melihat kamu lebih lama lagi, Shan. Aku sayang sama kamu," lirih Nathan dengan suara serak.

"Jangan jadiin aku sebagai alasan buat semua kebusukan kamu. Seharusnya kamu mati sejak lama!" Balas Shan yang menbuat Nathan kembali bungkam.

"Sekali lagi aku ingetin, aku benar-benar bakal membenci kamu kalau sampai kamu mendapat donor dari Jean," desis Shan, kemudian ia pergi dari kamar rawat Nathan, menyisakan Nathan yang menangis tanpa suara.

Nathan tahu apa yang ia lakukan pada Jean selama ini sangatlah buruk, namun ia benar-benar tak ada pilihan lain, mendapat donor jantung tak segampang itu, hingga ia mengambil kesempatan dari kehadiran Jean.

**

Jam menunjukan pukul 9 malam, Yuno terduduk di kursi tunggu rumah sakit sambil memandang dokumen di tangannya, ia sudah membaca dokumen tersebut dengan begitu hati-hati, tak dipungkiri hatinya begitu sakit ketika harus merelakan Jean untuk anaknya yang lain.

Yuno pun mengeluarkan bolpoin dan menandatangani dokumen tersebut sebagai wali dari pendonor dan penerima donor, kemudian ia beranjak dari kursinya hendak memberikan dokumen itu pada pihak rumah sakit, namun ia terdiam ketika melihat Shan yang berjalan dari ujung lorong.

Shan melirik dokumen di tangan Yuno, tiba-tiba ia berlutut di hadapan Yuno sambil mengatur nafasnya dengan kepala tertunduk, membuat Yuno terkejut dalam diam.

"Om, saya mohon sama om, kalau Jean tetap gak bangun dalam waktu satu bulan, saya janji bakal ikhlasin Jean," ujar Shan seraya mengangkat kepalanya dan menatap Yuno dengan tatapan sendu, kedua tangannya terkepal di atas paha.

"Maaf Shan, saya gak bisa menunda lagi, Kasian Nathan."

"Kasian Jean, siapa tau Jean masih berusaha buat bangun, kasih Jean kesempatan!"

Yuno terdiam sejenak dengan tatapan sendu, kemudian ia menggeleng kecil.

"Om, tolong... saya belum siap buat kehilangan Jean, saya janji cuma satu bulan," lirih Shan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Shan, kita udah gak ada harapan lagi, Jean udah meninggal-."

"Walau pun memang Jean harus pergi, seenggaknya saya masih bisa liat fisik Jean selama satu bulan, tolong om," sahut Shan yang membuat Yuno menghela nafas lirih.

Yuno tidak tega melihat Shan yang begitu takut untuk kehilangan Jean, mengingat yang ia tahu Shan begitu bergantung pada Jean, begitu pun sebaliknya.

Yuno pun membantu Shan berdiri, "satu minggu ya?"

"O-om.." Shan berusaha menahan tangisnya, hingga bibir bawahnya gemetar hebat.

"Satu minggu, tolong kerjasamanya, keluarga Learyant udah ikhlas dengan kepergian Jean." Setelah mengatakan itu, Yuno melangkah pergi, Yuno akan menyimpan dokumennya untuk sementara waktu, ia memberi Shan kesempatan untuk tetap menemui Jean.

"Jadi, apapun yang terjadi nanti, tolong jangan pernah tinggalin aku, dan jangan pernah berhenti buat panggil namaku, aku bakal kembali, aku gak bakal pulang."

"Shannon, bilang Tuhan, aku enggak mau pulang sekarang."

Tiba-tiba ucapan Jean di dalam mimpi Shan kembali terngiang, membuat Shan menangis lirih.

Ucapan Jean seolah meminta Shan untuk tetap bersamanya, seolah Jean tidak mau mendonorkan jantungnya untuk Nathan, Jean meminta Shan untuk terus menggenggam tangannya dan memanggil namanya agar ia bisa kembali terbangun.

Shannon yakin akan ada keajaiban untuk hidup Jean, Jean harus kembali terbangun dan sembuh, dengan begitu Nathan tak akan bisa mendapatkan jantung Jean.

"Tuhan, siapapun boleh pergi, asal jangan orang terdekatku." —Shannon.

.
.
.
.
Tbc

Next?

💚💚🙏🏻💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

85.4K 14.1K 47
Jang Geunmin, gadis biasa yang menempuh study di bidang fashion design harus merelakan sepersekian persen hidupnya untuk menjalani hari hari sukar. D...
1.5M 136K 32
[Completed] Jung Jaehyun, pria yang telah meniduri kekasih sahabatnya sendiri saat SMA. Namun kesalahan lamanya tak membuat dirinya kapok, suatu saat...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.3M 299K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
6.2M 640K 62
"Gengsi dan cinta di waktu yang sama." Bagaimana rasa nya di posisi seorang Alena Darendra, menjadi satu-satu nya perempuan yang dapat berdekatan de...