Dendam Arwah Bapak

By DewiJambi8

517K 33.8K 1.7K

Setelah 40 hari kematian Bapak, rumah More

Part 1
part 2
part 3
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
part 17
part 18
part 19
part 20
part 21
part 23
part 24
part 25
part 26
part 27
part 28
part 29
part 30
part 31
part 32
part 33
part 34
part 35
part 36
part 37
part 38
part 39
part 40
part 41
part 42
part 43
part 44
part 45
part 46
part 47
part 48
part 49
part 50
part 51
part 52
part 53
part 54
part 55
part 56
Part 57
part 58
part 59
part 60
part 61
part 62
part 63
part 64
part 65
part 66
part 67
part 68
part 69
season 2
part 71
part 72
Part 73
part 74
part 75
part 76
part 77
part 78
part 79
part 80

part 22

7.9K 578 18
By DewiJambi8

Bismillah

          POCONG ITU BAPAKKU

#part 22

#by: R.D.Lestari.

Ibu menatap sedih Indah, sesaat kemudian Ibu memandang ke arah berbeda dan mengunci pintu.

"Buk...,"

"Indah... kamu jangan berpikiran buruk tentang Bapakmu. Tipu daya setan itu luas, Nak,"

"Jadi, kita hanya tinggal menunggu saja. Ibu senang, karena perbuatan orang-orang tak punya hati itu akhirnya terbalas,"

"Buk... Indah percaya itu bukan Bapak, Bu," Indah menatap dua bola mata ibunya dengan yang terlihat sendu.

"Buk... keuangan Ibu semakin menipis, 'kan? kita tidak bisa terus begini, Bu. Indah akan mencari kerja,"

"Indah? kenapa tiba-tiba?"

"Indah tau, Bu. Kita tidak mungkin terus hidup dengan belas kasihan orang. Izinkan Indah mencari kerja, Bu,"

Ibu terdiam. Pikirannya menerawang.  Benar kata Indah, mereka tak mungkin hidup dalam belas kasih orang, mereka harus mampu berdiri sendiri, apa pun itu alasannya.

"Boleh, tapi jangan yang pulang malam, ya?"

"Siap, Bu. Indah janji akan cari kerja yang pulang sore. Lagi pula, kampung kita sepi kalau malam. Indah tak berani pulang sendirian,"

Ibu mengulas senyum manisnya. Ia bangga terhadap Indah. Anak gadisnya yang solehah.

Begitupun Indah, ia dengan semangat berjuang, bertekad untuk mencari kerja di kampung sebelah besok hari. Malam ini, ia akan menyiapkan bahan-bahan untuk lamaran pekerjaan.

***

Tap!

Lampu padam serentak dengan turunnya hujan yang tiba-tiba. Langit memang sudah mendung sedari sore, angin cukup kencang berhembus, tapi hujan baru turun setelah usai azan magrib.

Kartini mengumpulkan ketiga anaknya dalam satu ruangan. Lilin hanya ada satu, yang sengaja ia simpan di dalam kamarnya.

"In, jaga Adik, yo. Ibu mau ambil lampu teplok di dapur," seru Kartini. Indah yang saat itu sedang memeluk Danang yang ketakutan karena bunyi petir dan takut gelap itu mengangguk.

Ia menggeser tubuhnya mendekati Mulyani, Adik bungsunya dan menarik tangan Danang agar mendekat padanya.

Danang menarik kedua kakinya yang tadi menggantung di ranjang. Ia menempelkan punggungnya pada punggung Indah.

Indah meraih bahu adiknya dan salah satu tangannya menepuk pelan paha si bontot dengan sayangnya.

"Jangan takut, Nang. Selama masih ada Ibu dan Mbak Indah, kami akan melindungi kamu," ujar Indah. Danang semakin merapatkan tubuhnya. Merasakan kehangatan dan cinta Mbaknya.

"Danang Sayang Mbak," lirihnya.

***

Sementara Kartini, melangkah sembari meraba-raba dinding. Takut tersandung karena suasana amat gelap, tak ada cahaya sedikitpun. Ia hanya menerka-nerka di mana letak lampu teplok. Korek api yang ia punya hanya tinggal dua batang.

Saat berada di dapur, ia merasakan kuduknya meremang. Wangi aroma kantil menguar menusuk hidungnya.

Gemetar. Tubuh Kartini tiba-tiba gemetar saat merasakan dingin yang teramat sangat di belakang tubuhnya.

Irama jantungnya mulai tak beraturan. Batinnya berkata jika ada sesuatu di balik punggungnya. Ia ingin berbalik, tapi rasa takut kian menyengat tubuhnya.

Peluh mengucur seiring hembusan angin yang menyentuh tengkuknya.

Tap!

"Alhamdulillah," desisnya saat tangannya mampu menggapai lampu teplok yang tergantung di dinding.

Cess!

Ia menggosok pentol korek api, dan api kecil pun menyala. Kartini membuka penutup yang terbuat dari kaca dan lampu teplok pun bercahaya.

Perlahan, ia membalikkan badannya, dan ... kosong! tak ada siapa pun selain dirinya di dapur.

Kartini bernapas lega. Ia kembali melangkah ke dalam kamar. Di mana ke tiga anaknya sedang berkumpul menunggunya.

"Buk... kok lama?" tanya Danang.

"Iya, Nang, maafin Ibu, ya,"

"In, malam ini temani Danang tidur di kamarmu,yo. Hujan tambah deres, belum lagi kilat ngampar-ngampar diluar," pesan ibunya.

Indah mengiyakan dan menggeser tubuhnya. Ia turun dan mengajak adiknya turut serta. Ia menerima lampu teplok yang ibu berikan.

Indah dan Danang keluar dari kamar Ibu dan masuk ke kamar Danang. Bocah itu tidur di ranjang sementara Indah memilih duduk, menjaga adiknya. Ia susah memejamkan mata. Pikirannya melayang. Ia sudah tak sabar untuk mencari kerja. Berdoa semoga Tuhan mempermudah langkahnya.

***

Lilin di kamar Kartini hampir saja meleleh sepenuhnya. Ibu muda itu menguap beberapa saat sebelum akhirnya ia terlelap bersama bayi Mulyani di sebelahnya.

Bunyi air hujan yang mengenai atap seng terdengar berisik, terkadang suaranya malah mirip seperti orang berbisik.

Kartini yang sudah berada di alam mimpi, merasakan sesuatu seperti memeluk tubuhnya dari belakang, saat Kartini ingin berbalik, suara yang amat ia kenal menghentikannya.

"Biar begini saja, Buk. Bapak kangen Ibu,"

"Buk... Bapak ndak bisa lama-lama lagi, Buk...,"

"Bapak ...," lirih Kartini. Ia berbalik dan menatap wajah yang amat ia rindu.

"Pak ... Bapak kok di sini? Bapak kan sudah meninggal?" ucap Kartini pada suaminya dengan haru.

"Bapak kangen sama Ibu, Ibu jaga anak kita baik-baik, yo,"

Kartini mengangguk pelan. Tangis mulai membanjiri sudut pipinya. Ia begitu rindu pada sosok suaminya.

Namun, batinnya berkata, jika ini hanya mimpi belaka. Meski begitu, Kartini tetap bersyukur. Bertemu dengan suaminya adalah doa yang terus tersemat dalam solatnya.

Di saat yang bertepatan, Indah kebelet pipis, ia meminjam lampu teplok, sempat menoleh ke arah adiknya yang tengah terlelap.

"Mbak pinjam dulu, Dek. Kamu jangan bangun, yo," Indah berbisik pada Danang.

Ia melangkah lamat-lamat sembari berjingkat.

Degh!

Ia seperti melihat sesuatu di kamar Ibunya ketika ia melewati kamar Ibu. Indah ragu. Ia seperti melihat sekilas benda seperti guling berwarna putih tapi dengan ukuran yang tak biasa.

Ukurannya lebih panjang dari tubuh Ibunya dan benda itu seperti menempel di tubuh ibunya.

"Ga mungkin! Ibu tak punya guling! semua guling ada di kamarku dan juga Danang!" gumam Indah.

Rasa sesak itu tiba-tiba hilang seketika. Indah berbalik dan berniat kembali ke kamar ibunya.

'Tapi ...kalau bukan guling, trus apa?'

'Hantukah? atau itu pocong yang diisukan warga? apa betul itu bapaknya?'

Berbagai pertanyaan merasuk di dalam batinnya. Indah mengepal tangannya. Menepis rasa takut yang ada di dalam dirinya.

Peluh mengucur, seiring detak jantung yang berpacu. Ia memilih berbalik dan memastikan jika itu bukan makhluk tak kasat mata yang mengganggu keluarganya.

Satu dua langkah, Indah berusaha menahan napasnya barang sejenak. Berniat mengintip dari balik dinding kayu yang sebagian sudah lapuk di makan rayap.

Tangannya menempel di dinding, saat wajah itu mulai menyembul. Mata bulat Indah semakin membesar.

Jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat sesuatu berdiri tegak di samping ibunya.

Tubuh Indah seketika gemetar. Meski tak terlihat wajahnya, sosok putih yang diikat kepalanya itu bertubuh sangat tinggi, hampir menyentuh langit-langit kamar.

"Oekkk!"

Tiba-tiba adik bungsunya itu menangis histeris.

Slappss!

Dengan matanya sendiri, Indah melihat makhluk itu melesat terbang menembus bubungan rumah. Indah ....

Continue Reading

You'll Also Like

115K 6.4K 48
Creepypasta random yang author ambil dan bersumber dari internet, mulai dari horror, thriller ataupun mystery. "Sumber dicantumkan" Kritik & Saran: ...
347 76 40
Kisah tentang para siswa yang bisa melihat hal diluar nalar...
39.1K 3.1K 49
Kumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebel...
152K 8.4K 17
Menjadi cantik dan awet muda merupakan impian setiap wanita. Tapi, jika melewati jalan yang salah apa masih bisa di benarkan? Edi membuat istrinya te...