ARJEAN || I Am (not) Villain...

By NihaOsh

229K 30.4K 54.5K

[17+] "Lebih suka cowok seumuran atau yang lebih tua?" -Arjean. "Siapa aja, asal bukan lo." -Shannon. ⚠️WARNI... More

00 || Arjean
01 || Bau Keong
02 || Poci
03 || Boba
04 || Pembunuh?
05 || Pap
06 || Mabuk
07 || Sate
08 || Sasaran selanjutnya
09 || Pengkhianatan
10 || Pilih Kasih
11 || Terluka
12 || Bukan orang baik?
13 || Donor
14 || Cara licik
15 || Mabuk (2)
16 || G-anas?
17 || Ferry dan Shannon
18 || Arjean dan Shannon
19 || Percaya?
20 || Mati?
21 || Kesalahan
22 || Dilanjut?
23 || Membunuh?
24 || Racun
25 || Pergi
26 || Sakit
28 || Ketakutan yang tak berujung
29 || Masih ada harapan?
30 || Dia orang baik [SELESAI]

27 || Aku butuh jantungnya

5.6K 893 1.5K
By NihaOsh

Spam komen yuk!

Jangan lupa Vote juga, makasih 😍😍

.
.
.

Qian keluar dari rumahnya setelah tahu Jean datang bersama Shan, ia pun menghampiri Jean yang tengah memberi makan kelinci milik Shua di halaman depan.

"Jean," panggil Qian, Jean pun menoleh, kemduian ia mencuci tangannya dan membiarkan Qian berdiri di sampingnya sambil memandang kelinci putih.

"Mama tau jawaban kamu tetap sama, tapi mama cuma mau memastikan sekali lagi, kamu serius membatalkan perjanjian donor jantung itu?" Tanya Qian dengan suara pelan.

"Ya, setiap manusia punya waktu hidupnya masing-masing, aku bakal hidup sampai Tuhan benar-benar membawaku pergi."

"Kehadiran Shan ngeubah semuanya?"

"Ya, aku pikir Shan obat setiap aku kesakitan dan setiap aku kelelahan karena menghadapi masalah yang bahkan bukan aku penyebabnya."

Qian menoleh untuk menatap Jean, "maafin mama, mama tau mama egois, mama cuma bingung dan ketakutan."

Jean tersenyum, "aku ngerti, setiap orang pasti membuat kesalahan, dan aku selalu memaafkan."

Qian tersenyum harus kemudian ia merentangkan kedua tanganya, membuat Jean mengerti, Jean pun sedikit membungkuk untuk memeluk Qian, membiarkan Qian menaruh dagu di bahunya.

Qian mengusap punggung Jean dengan lembut, "Terimakasih, Jean. Mama gak nyangka bisa ketemu sama orang baik kayak kamu."

Jean tak menyahut, ia hanya meresponnya dengan usapan di bahu Qian, rasanya begitu lega ketika mendengar ucapan tulus dari seseorang, hal itu membuatnya semakin yakin bahwa masih banyak yang menyayanginya.

Qian pun melepaskan pelukannya, "masuk dulu, mama bikin kue hari ini."

"Maaf, aku gak bisa, nanti Shan curiga."

"Kamu belum ngasih tau Shan soal hubungan kamu sama Nathan?" Tanya Qian, dan Jean menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Qian lagi.

"Nathan pernah bilang sama aku, jangan pernah ngakuin fakta itu depan Shan, sampai benar-benar Nathan yang ngasih tau ke Shan."

Qian mengangguk kecil, "kalau gitu mama masuk dulu."

"Ya."

Qian pun memasuki rumahnya, sementara Jean berjalan menuju halaman belakang, sampai akhirnya ia mematung tak jauh dari sana saat melihat Shan tengah mengecup bibir Nathan, Nathan terlihat bahagia terbukti dari senyuman yang mengembang di wajah tirusnya.

Jean pun memalingkan wajahnya dan memandang langit yang berwarna oren di sana, matahari mulai tenggelam hingga menyisakan senja yang terlihat indah.

Jean terdiam untuk beberapa detik, kemudian ia tersenyum nanar sambil memegang dadanya sendiri, "sakit banget."

**

Kini Shan dan Jean dalam perjalanan pulang, Shan terus terdiam sambil memandang keluar jendela, matanya nampak sembab karena habis menangisi Nathan.

"Kammu belum mau pisah sama Nathan? Aku bisa antar kamu lagi ke rumahnya," tanya Jean.

"Gak gitu."

"Terus kenapa kamu diem terus?"

"Aku bingung caranya mutusin Nathan, aku kasihan sama Nathan, di bener-bener berharap lebih sama aku, seolah dia pengen aku selalu ada di sampingnya," sahut Shan dengan suara lirih.

"Kenapa mau kamu mau mutusin Nathan?"

"Sekarang aku cuma cinta sama kamu, dan perasaan aku ke Nathan udah berubah."

Jean tersenyum kecil, kemudian ia meraih tangan Shan dan menggenggamnya, sementara tangan kananya sibuk mengendalikan stir mobil.

"Gak perlu bingung, jalanin aja tanpa mutusin Nathan. Mau ada status atau enggak, aku bakal tetap sama kamu, Shan."

Shan menoleh untuk memandang wajah Jean dari samping. Secara tidak langsung, Jean mengatakan bahwa hidup Nathan tak akan lama lagi, jadi biarkan Shan berstatus sebagai kekasih Nathan sampai Nathan benar-benar pergi, setelah itu baru Shan dan Jean bersama, agar kesannya tak terlalu kejam memutuskan Nathan disaat kondisi Nathan kembali memburuk.

"Aku masih nyimpen pertanyaan ini sejak lama," gumam Shan.

"Apa?"

"Apa hubungan kamu sama Nathan dan adiknya Nathan?"

"Nanti juga kamu bakal tau, tunggu aja. Jangan kaget."

"Aku ngerasa dibegoin."

"Enggak kayak gitu, gak usah dipikirin lagi. Ngomong-ngomong mau makan apa?" Tanya Jean, mengingat mereka belum makan malam.

"Yang ada udang bakar madunya."

"Okay!"

**

Setelah makan malam, Jean mengantarkan Shan pulang, seperti biasa Shan tak akan langsung turun dari mobilnya.

"Ayok nginep," ajak Shan yang terlihat memohon.

"Ada nenek, nanti diomelin. Lagian besok aku kuliah, bakal full dari pagi sampe malem, banyak tugas."

Shan terdiam dengan tatapan kesal, membuat Jean tertawa keras, ia pun keluar dari mobil dan mengantarkan Shan sampai kamar, Shan tak kunjung melepaskan genggaman tangannya.

Sesampainya di kamar, Shan memeluk Jean dengan erat dan menyandarkan pipinya di dada Jean, "aku sedih gara-gara Nathan, gimana kalau dia pergi?"

Jean mengusap surai Shan sejenak, "jangan terlalu dipikirin, ngomong-ngomong aku mau istrihat, aku pulang sekarang ya?"

"Hm gak boleh, dua jam lagi."

Jean melirik jam yang sudah menunjukan pukul 11 malam, "perjalanan ke Jakarta kurang lebih satu jam, kapan aku istirahatnya?"

Shan pun melepaskan pelukannya, "pulang ke Jakarta?"

"Ya."

"Kenapa?"

"Gak apa-apa, nanti balik lagi. Jadi besok kamu pergi sama Yorka ke sekolah."

"Yaudah," sahut Shan yang terlihat pasrah.

Jean memegang kedua bahu Shan sambil tersenyum kecil untuk menenangkan Shan, "kamu udah kelas 3, belajar yang rajin, jangan tidur terlalu larut lagi, kalau gak bisa tidur telpon aku aja."

"He.em." Shan menganggukan kepalanya.

Jean nengecup bibir Shan sejenak, "aku sayang kamu, jangan sedih lagi, Nathan bakal baik-baik aja. Aku pulang.."

Jean pun keluar dari kamar Shan, ia melihat nenek Mar yang berdiri di depan kamarnya di lantai bawah.

"Kenapa pulangnya malem banget, Je?" Tanya Nenek Mar.

"Iya, Shan gak mau pulang, dia sedih terus gara-gara Nathan."

"Emang kondisinya Nathan gimana?"

"Aku gak tau, keliatannya makin gak baik. Aku pulang dulu ya, Nek. Harus pulang ke Jakarta malam ini."

"Iya, hati-hati, Je."

"Ya, Nek."

Jean pun pergi, ia melajukan mobilnya menjauh dari rumah Shan. Untuk menuju jalan tol, Jean memasuki jalanan yang sepi sebagai jalan pintas karena ada perbaikan jalan di jalan utama, ia melirik kaca spion mobilnya dan mengerutkan dahinya ketika melihat ada mobil lain yang melaju kencang dari belakangnya.

Jean pun meminggirkan mobilnya agar mobil itu bisa menyalip mobilnya, kemudian ia melirik spion lain hingga ia nenyadari ia berada di sebuah jembatan layang.

Tiba-tiba mobil di belakangnya menabrak mobilnya dengan kekerasan dari sisi kanan, hingga ia berhenti melajukan mobilnya karena terkejut.

"Ahk sial!" Maki Jean seraya memeluk lengan kanannya sendiri karena benturan keras dari pintu mobilnya, benturan itu benar-benar keras hingga membuat pintu mobilnya terlihat rusak parah.

Jean melihat beberapa orang berpakaian serba hitam yang keluar dari mobil lain, kemudian mereka berjalan menghampirinya, membuatnya sadar bahwa dirinya sedang dalam bahaya.

Jean hendak meraih ponselnya yang jatuh ke atas karpet mobil, namun ia sadar tangan kanannya bermasalah, ia pun mengambilnya dengan tangan kiri.

Belum sempat menghubungi polisi, jendela mobilnya dihancurkan, dan pintunya dibuka secara paksa.

Jean terdiam bertemu tatap dengan seorang laki-laki di sana, kemudian laki-laki itu menarik penutup wajahnya hingga wajahnya terlihat jelas.

"Hai Je," sapa Ferry sambil tersenyum licik, membuat Jean tahu akan ada hal buruk lebih dari ini yang menimpanya.

"Lo milih jalan pintas yang bagus, Jean." Ferry pun menarik tubuh Jean hingga keluar dari mobil.

"Kenapa lo cuma diem? Lo pasrah?" Tanya Ferry, kemudian menonjok rahang Jean dengan keras, lalu menendang dada Jean hingga Jean tersungkur.

Jean mengerang kesakitan, ia tidak bisa bergerak lebih ketika rasa sakitnya berkumpul di lengan kanannya yang patah akibat benturan keras itu.

"Mau lo apa, anjng?!" Maki Jean saat Ferry menarik kerahnya dan menonjok rahangnya lagi.

"Gue dapet titipan dari Nathan, katanya dia pengen jantung lo," sahut Ferry yang membuat Jean terdiam, tak dipungkiri jantungnya berdebar semakin keras karena merasa takut.

"Je, malang banget nasib lo, lo tuh gak pernah dibutuhin di keluarga Learyant, tapi sekalinya dibutuhin cuma buat mati," ujar Ferry sambil tertawa mengejek.

"Lo mau bunuh gue?" Tanya Jean dengan suara pelan.

"Ya, gimana menurut lo?" Balas Ferry yang membuat Jean terdiam sejenak.

"Jangan."

Ferry tertawa keras, "jangan? Apa lo lagi memohon buat enggak gue bunuh?"

"Ya, jangan sekarang."

"Jangan sekarang? Ah cewek lo belum lama ditinggal mati sama nyokapnya kan? Makanya lo gak bisa ninggalin dia gitu aja?" Tebak Ferry.

"Ya, gue bakal kasih apapun yang lo mau, termasuk harta yang gue dapet dari nenek," ucap Jean dengan tatapan dinginnya, namun jauh dilubuk hatinya ia berharap Ferry tak membunuhnya, ia masih ingin hidup untuk menemani Shan.

"Sekarang semua itu gak berlaku," gumam Ferry, kemudian ia beranjak dari posisinya.

"Pukulin dia, hindarin dada," titah Ferry pada ketiga temannya, kemudian mereka pun memukuli tubuh Jean, sementara ia berjalan menuju mobil milik Jean.

Ferry mengobrak-abrik isi mobil Jean, ia mengambil apapun yang berharga, sebab ia akan menjadikan kasus ini sebagai kasus perampokan dan pembunuhan.

Akan lebih dicurigakan jika Ferry hanya membunuh saja, semuanya akan terbongkar.

Setelah mengambil barang berharga, Ferry memasukan semua itu ke dalam mobilnya, kemudian menghampiri Jean yang wajahnya sudah dipenuhi luka, Jean benar-benar tak bisa melawan karena tangannya patah, di tambah jumlah lawannya lebih banyak.

Ferry menarik kerah Jean hingga Jean terbangun dari posisinya, kemudian mendorong tubuh Jean ke pembatas jembatan.

Jean dengan sisa tenaganya memegang kerah jaket Ferry dengan tangan kirinya, menatap Ferry dengan tajam, "Biarin gue nyelesaiin urusan gue sama Nathan, lo gak perlu ikut campur!"

"Gue dibayar sama Nathan, jadi gue cuma ikutin maunya dia, bayarannya gede banget, lumayan kan?" Balas Ferry yang terlihat menyebalkan.

"Fer, selama ini gue gak pernah gangguin hidup lo, gue gak pernah ngambil apa yang lo punya, semuanya gue dapetin diluar kemauan gue, kenapa lo terus bersikap kayak gini ke gue?" Ujar Jean yang mulai mengutarakan ketidaknyamanannya dengan sikap Ferry selama ini.

"Kalau sejak awal udah benci susah, Je. Terserah lo mau anggap gue orang jahat atau apapun, gue cuma enggak suka liat lo hidup di keluarga Learyant dan nikmatin semua harta keluarga Learyant. Padahal kakek gak pernah nganggap lo bagian dari keluarganya, jadi sampai detik ini gue masih anggap lo sebagai orang asing yang berada diantara keluarga Learyant."

"Jadi semuanya karena harta? Apa lo semiskin itu sampe lo iri sama semua yang gue punya? Lo kekanakan, Fer!"

"Gue bilang kalau udah benci, susah! Semua yang lo lakuin dimata gue itu salah! Bahkan lo bernafas pun gue enggak suka-."

"Gila! Kenapa gak lo aja yang mati dan kasih jantung lo buat Nathan?!" Balas Jean menyela ucapan Ferry.

"Banyak bacot."

Bugh

Ferry menunjuk wajah Jean, hingga gigi-gigi Jean mengeluarkan darah.

"Ini udah saatnya lo mati, Jean. Nathan ngebutuhin jantung lo-."

"Fer!" Jean menahan tangan Ferry saat Ferry mendorong tubuhnya, tangan Jean nampak gemetar, bahkan tatapan tajamnya berubah menjadi sendu karena ketakutan.

"Shannon masih butuh gue, jangan bunuh gue," bisik Jean, namun Ferry hanya diam dengan rahang mengeras

"Gue masih punya hutang sama Shan, hutang buat bahagiain dia, gue janji bakal donorin jantung gue buat Nathan, tapi Biarin gue ketemu Shan," ujar Jean dengan suara gemetar, matanya memerah dan berkaca-kaca.

"Fer, kali ini aja. G-gue enggak mau mati hari ini, banyak yang harus gue lakuin buat hidup gue dan orang-orang di sekitar gue, F-Fer!" Jean mencengkram tangan Ferry ketika Ferry semakin mendorong tubuhnya ke belakang.

Ferry terdiam untuk beberapa detik, menatap mata Jean yang memohon pada dirinya untuk tidak dibunuh hari ini, ia dapat melihat sorot ketakutan di mata Jean saat ini.

"Gue pengen hidup lebih lama lagi, pengen ngerasain dewasa yang sebenarnya. G-gue pengen ngerasain hidup berkeluarga kayak orang-orang pada umumnya, gue mohon sama lo Fer, jangan lakuin ini," lirih Jean lagi yang sudah tak peduli denga rasa bencinya terhadap Ferry, yang ia rasakan saat ini hanya ketakutan.

"Enggak, ajal lo detik ini," desis Ferry, kemudian ia mendorong tubuh Jean dibantu oleh kedua temannya, hingga tubuh Jean benar-benar jatuh ke bawah sana.

Brugh!

Suaranya terdengar begitu mengerikan.

Jean mengerang lirih ketika tubuhnya terjatuh dari atas jembatan, kini tubuhnya tergelatak di atas aspal dengan tatapan yang mengarah pada langit malam.

Bibir bawah Jean gemetar kecil seolah ingin mengucapkan sesuatu, namun lidahnya mendadak kelu dan suaranya tak keluar.

Jean dapat merasakan basah di belakang kepala hingga punggungnya, kemudian air matanya menetes ketika bayangan masa kecilnya hingga saat ini terputar seperti kaset rusak.

Perlahan namun pasti, mata itu mulai menutup dengan nafas yang terputus-putus.

Sementara Ferry yang melihat hal itu dari atas sana mendengus kecil, kemudian ia pergi dari lokasi kejadian, ia harap Jean benar-benar mati.

**

Ddrrtt
Ddrrtt

Yuno yang tengah berkutat dengan dokumen-dokumen di ruang kerja meraih ponselnya yang berdering, kemudian ia menjawab panggilan dari nomor tak dikenal.

"Ya?"

"Selamat malam, pak. Maaf menggangu selarut ini, apa benar ini dengan Bapak Learyant Yuno?"

"Benar, pak. Dengan siapa ini? Dan ada apa?" Tanya Yuno sambil menandatangani dokumen-dokumen penting di depannya.

"Saya Hermawan dari kepolisian *****, apa benar bapak memiliki anak bernama Learyant Jeffrey Arjean? Usia 19 tahun, mengendarai mobil putih Lexus rx 2022 dengan plat F 1273 JH?"

"Ya, benar. Apa yang terjadi, pak?" Tanya Yuno yang mulai menghentikan kegiatannya, ada perasaan tidak enak yang menyerangnya begitu saja.

"Telah terjadi perampokan di jalan layang daerah ****, korban bernama Learyant Jeffrey Arjean, petugas medis menyatakan kondisinya kritis karena terjatuh dari jalan layang, kami belum bisa memastikan kejadian sebenarnya seperti apa. Saat ini korban sudah dibawa ke rumah sakit Sentra medika Cibinong."

Yuno terlihat begitu terkejut, jangungnya berdebar begitu keras hingga menimbulkan rasa sakit, "s-saya akan ke rumah sakit sekarang."

"Baik, pak. Hati-hati diperjalanan." Setelah mengatakan itu pak Hermawan pun memutuskan sambungannya.

Yuno terdiam di kursinya masih dengan tatapan terkejut, nafasnya mulai memburu hebat kerika membayangkan separah apa kondisi Jean saat ini hingga petugas medis menyatakan kritis.

Yuno memang sempat bilang bahwa ia membenci Jean ketika Jean memperkosa Shua, namun sebagai seorang ayah ia akan tetap sedih dan merasakan sakit ketika mendapat kabar buruk tentang anak kandungnya.

Yuno pergi ke rumah sakit bersama Qian, sebab Qian terbangun saat ia hendak pergi.

Sesampainya di rumah sakit Yuno mendapat kabar bahwa dokter tengah melakukan operasi darurat karena Jean mengalami patah tulang punggung, tulangnya lengan, keretakan tempurung kepala, dan pendarahan hebat di kepalanya.

Kini Yuno dan Qian tengah terduduk di kursi tunggu ruang operasi, Yuno menoleh pada Qian yang tak berenti menangis sejak tadi, kemudian ia meraih tangan Qian dan menggenggamnya.

Qian sungguhan sedih dan merasa bersalah, ia tahu dirinya sudah sering menyakiti hati Jean, kini hatinya begitu sakit ketika mendengar berita buruk soal Jean.

Hidup bersama Jean membuat Qian sadar bahwa selama ini ia sudah menganggap Jean sebagai anak kandungnya, walau terkadang sikapnya tak terkontrol karena begitu takut kehilangan Nathan.

"Kabarin Arin," pinta Qian di sela isakan lirihnya.

"Udah, tapi dia gak angkat telepon dari aku," sahut Yuno, kemudian memandang ponsel Jean yang ia dapat dari pak Hermawan yang ia temui di depan rumah sakit.

Ada pesan dari Shannon yang terlihat dari layar ponsel tersebut, "tolong kabari Shannon," ujar Yuno.

Qian menggeleng kecil, "aku gak tau harus bilang apa sama Shan, dia habis kehilangan ibunya, aku gak bisa ngabarin masalah ini ke Shan."

Benar, Qian bingung bagaimana mengatakannya, sebab ia tahu begitu terpuruknya Shan selama beberapa bulan ini setelah ditinggal pergi oleh ibunya.

"A-aku punya banyak salah sama Jean, aku harap Jean bakal sembuh," ujar Qian yang tangisannya mulai terdengar memilukan.

"Dokter bakal lakuin yang terbaik buat Jean," sahut Yuno seraya memeluk Qian, kemudian mengecup pucuk kepala Qian.

**

"Seorang mahasiswa ditemukan tergeletak di tengah jalan dengan luka parah di kepalanya, diduga korban dihadang oleh mobil lain dan dirampok, korban melawan hingga si perampok menjatuhkan tubuh korban dari jalan layang, akibatnya korban mengalami luka patah tulang lengan, tulang punggung, dan pendarahan hebat di kepalanya, korban sudah ditangani di rumah sakit Sentra Medika, sejauh ini polisi masih menyelidiki kasus perampokan tersebut dan memburu pelakunya."

Shan keluar dari dapur dan melirik neneknya yang tengah menonton berita setiap pagi setelah membuatkan sarapan.

"Aku-."

"Korban bernama Learyant Jeffrey Arjean, mahasiswa jurusan psikologi, berusia 19 tahun."

Ucapan Shan terhenti, matanya mengarah pada televisi di depannya, kemudian ia saling melirik dengan Nenek Mar.

"Mungkin namanya aja yang sama," ujar Nenek Mar dengan suara pelan, Shan pun pergi memasuki kamarnya, kemudian meraih ponselnya untuk menelpon Jean, namun ia tak kunjung mendapat jawaban, ia pun terus menelpon Jean berharap Jean menjawab panggilannya.

"Halo-."

"Jean? Jean, kamu baik-baik aja kan?" Shan menyela ucapan seseorang disebrang sana.

"Selamat pagi, Shannon. Saya papanya Jean, Jean baru aja terkena musibah, tapi kamu gak perlu khawatir Jean bakal baik-baik aja."

Shan terdiam dengan tatapan kosong, bibir bawahnya nampak gemetar kecil, ia begitu takut, takut kondisi Jean jauh lebih buruk dari apa yang ia pikirkan.

"Jean sedang dioperasi, ini operasi yang kedua, jadi kamu bisa ke sekolah dulu, setelah itu ke sini kalau memang mau ketemu Jean," ujar Yuno lagi dengan suara yang tenang, agar Shan tidak begitu panik.

"G-gimana kondisi Jean? Kenapa harus dioperasi dua kali?" Tanya Shan dengan suara gemetar.

"Jean mengalami patah tulang lengan dan punggung."

"Aku boleh ke sana y-ya, om?"

"Operasinya bakal lama, Jean baru bisa dijenguk nanti malam, jadi kamu bisa sekolah dulu, setelah ini kemari," saran Yuno.

"Om serius kan? Maksudnya, J-Jean bakal baik-baik aja?"

"Ya, sampai ketemu nanti sore, Shan." Setelah itu Yuno memutuskan sambungannya.

Tangan Shan terkulai lemas di kedua sisi tubuhnya, kemudian ia menoleh pada pintu kamarnya yang terbuka, memperlihatkan Yorka yang menatapnya dengan tatapan cemas.

"Shan.."

"Berita itu bener, Jean terluka," ujar Shan dengan suara pelan, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Tapi kata papanya Jean, Jean lagi dioperasi dan baru bisa dijenguk nanti malam, kita harus sekolah, abisnya itu ke rumah sakit," ujar Shan seraya meraih tasnya, kemudian berjalan lebih dulu melewati Yorka.

Shan nampak berusaha terlihat tenang, walau perasaannya begitu ketakutan, dan ia berusaha yakin bahwa Jean memang akan baik-baik saja.

**

Pemuda RT 09 / RW 03

Haikal: Woy! Berita itu bener gak sih? Emak gue ketar-ketir dari tadi, pengen nanyain ke nyokapnya bang Jean katanya males.

Julian: Telpon bang Jean lah.

Haikal: Udah, tapi gak diangkat.

Ayang: Gue udah di sekolah, berita apaan?

Lucas: Cek gugel, yang. Ada noh beritanya banyak, gue nunggu info dari sini aja. Semoga bukan bang Jean.

Julian: Tapi namanya jelas itu Jean, semoga dia baik-baik aja.

Theo: Bentar, gue bingung mau nelpon siapa, tante Arin gak angkat telpon gue.

Haikal: Tanya Shan atau Yorka coba!

Yorka: Shan udah telpon bokapnya bang Jean, katanya iya.

Theo: Iya apa??

Yorka: Iya berita di tv itu bener, Bang Jean dirampok, gue gak paham kenapa sampe jatoh dari jembatan layang, kayaknya parah banget deh sampe harus operasi dua kali.

Shannon: Katanya Jean bakal baik-baik aja, gak perlu khawatir.

**

Selama di sekolah Shan banyak diam, bahkan ia mengabaikan orang-orang di sekitarnya, sejak kepergian ibunya Shan memang sikap Shan berubah, tapi kali ini benar-benar terdiam seolah pikirannya hanya tertuju pada Jean.

Setelah bel pulang berbunyi, Shan pergi seorang diri ke rumah sakit, ia berkirim pesan pada Yorka bahwa Yorka tak perlu ikut bersamanya.

Sesampainya di rumah sakit, Shan dijemput oleh Yuno di lobby, kemudian Shan mengikuti langkah Yuno yang memasuki ruang tunggu ruang ICU, kemudian ia menghentikan langkahnya ketika Yuno membalikan tubuhnya.

"Ada yang mau mamanya Jean bicarain sama kamu, kamu duduk aja," ujar Yuno seraya melirik ke samping, Shan pun mengikuti arah pandang Yuno dan mengerutkan dahinya ketika mendapati Qian di sana.

"Mamanya Jean?" Tanya Shan dengan tatapan bingung.

"Ya, saya pergi dulu," sahut Yuno, kemudian ia pergi dari sana.

Shan pun duduk di samping Qian masih dengan tatapan bingung, "mamanya Jean? K-kenapa mamanya Jean?"

Qian meraih tangan Shan dan menggenggamnya, ia terus mengarahkan pandangannya ke lantai seolah terlalu takut untuk menatap Shan.

Qian pun mulai menceritakan tentang hubungannya dengan Jean dan Nathan, namun Qian tak menceritakan soal donor, sebab Nathan akan begitu marah padanya.

Shan yang mendengarnya hanya terdiam dengan tatapan kosong, namun sebenarnya ia terkejut dengan pengakuan Qian, ia tidak tahu harus menjawab apa, semua diluar pemikirannya.

Ternyata Shua adalah adiknya Jean, bukan kekasih. Lalu kenapa Nathan mengatakan hal itu?

"Tolong jangan tanya kenapa Nathan lakuin itu, tante gak bisa jelasin, tapi tolong jangan membenci Nathan mau pun Jean setelah kamu tau soal ini. Maafin tante, Shan."

Shan menghela nafasnya, kemudian ia membalas genggaman tangan Qian, "ya, aku ngerti, tante."

"Makasih, Shan. Maaf tante harus ngungkapin hal ini biar kamu gak bingung, tapi jujur tante sayang sama Jean, tante sudah menganggap Jean sebagai anak kandung tante."

"Ya, ngomong-ngomong Jean ada di ICU?" Tanya Shan dengan suara pelan.

"Y-ya."

"Kenapa? Apa separah itu?"

Qian pun menatap Shan dengan mata yang memerah dan berkaca-kaca, "Jean koma."

"A-apa?" Shan nampak terkejut.

"Katanya Jean sengaja didorong dari jembatan layang. Semalem Jean habis operasi bagian kepala, ada pendarahan hebat di sana, dan ada keretakan tempurung kepalanya, dan tadi pagi operasi patah tulang punggung dan tulang lengan. Tapi tante yakin, Jean bakal bangun dan sembuh lagi," ujar Qian yang membuat Shan meneteskan air matanya.

Shan berusaha untuk tenang walau sulit, "a-aku udah bisa jengukin Jean?"

"Boleh, tapi kamu yakin?"

"Kalau begitu silahkan, tante tunggu di sini."

Shan pun beranjak dari kursinya, ia menghampiri seorang suster di sana, kemudian ia memasuki ruang ICU untuk disterilkan sejenak, setelah itu menghampiri Jean yang berada di brankar paling ujung.

Shan baru saja membuka tirainya, ia mematung dengan tangan yang meremat tirai di sana, ia sama sekali tak membayangkan kondisi Jean akan terlihat separah ini.

Shan pun membalikan tubuhnya dan keluar dari ruang ICU, bahkan ia melewati Qian begitu saja, membuat Qian yakin Shan tak kuasa menahan tangisnya saat melihat kondisi Jean.

Dan malam itu Shan menangis tersedu-sedu di taman rumah sakit, semalam Jean baik-baik saja, masih ada senyum di wajahnya, namun kali ini wajah itu terlihat pucat dengan masker oksigen yang menutup mulut dan hidungnya, ditambah alat perekam ritme jantung yang membuat Shan begitu ketakutan.

"B-bukan Jean, dia bukan Jean," ucap Shan di sela tangisannya, kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"J-jangan, jangan ada yang pergi lagi."

**

Nathan terduduk di pinggiran kasur sambil menundukan kepalanya, kedua tangannya meremat celana pajamanya dengan erat, mulutnya terus bergumam setelah tahu kondisi Jean saat ini.

"M-mati, Jean harus mati, Jean harus mati. A-aku butuh jantungnya."

.
.
.
Tbc

Next?

💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

AFVARA By scftriani

Teen Fiction

4K 524 36
"Hatiku sudah hancur dan ragaku sudah melebur. Tapi jangan sampai masa depanku ikut menjadi luntur." "Diri ini sudah dirampas, dan sakitnya akan teru...
333K 49K 28
[SELESAI] Shannon hanya gadis polos yang ingin disayang oleh Jean, namun Jean malah mengambil kesempatan untuk merusaknya. "Ya, seharusnya aku tidak...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
209K 27.5K 26
Buktinya yang lemah akan kalah. Jaehyun x Rose Sebelum membaca, saya ingin menekankan kalau saya tertekan, g dong. Cerita ini berdasarkan kisah reali...