Imamku Musuhku [ END ]

By NgrhniNs_20

96.6K 5.9K 248

🐢[ 𝐒𝐩𝐢𝐫𝐢𝐭𝐮𝐚𝐥- 𝐑𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞 ]🐢 🚫PLAGIAT HARAP MINGGAT JAUH.🚫 [ HARAP VOTE TERLEBIH DAHULU SEBEL... More

prolog
IM : 1
IM :2
IM : 3
IM : 4
IM : 5
IM : 6
Part 7
IM : 8
IM : 9
IM : 10
IM : 11
IM : 12
IM : 13
IM : 14
IM : 15
IM : 16
IM : 17
IM: 18
IM: 19
IM: 20
IM : 21
IM : 22
IM : 23
IM : 24
IM : 25
IM : 26
IM : 27
IM : 28
IM : 29
IM : 30
IM: 31
IM : 32
IM : 33
IM : 34
IM : 35
IM : 36
IM : 37
IM : 38
IM :40
IM : 39
IM : 41
IM : 42
IM : 43
IM : 44
IM:45
IM : 46
CAST IM
IM : 47
IM : 48
IM : 49
IM : 50
IM :52
IM : 53
IM : 54
IM : 55
IM : 57
IM : 56
IM : 58
IM : 59
IM:60
IM : 61
IM : 62
IM : 63
IM : 64
IM: 65
IM : 66
IM : 67
IM : 68
IM : 69
IM : 70
IM : 71
IM : 72
IM : 73
IM : 76
IM : 74
IM : 75
IM : 77
IM : 78
IM : 79
IM : 80
IM : 81 - Rasyad Al-Kahf
IM : 82
IM : 83 - Mendadak Reuni
IM: 84 - Secercah Kebahagiaan
IM 85 - Yeah, Finisih!
IM : 86 - Welcome to Kakak ipar
IM : 87 - Yang di nanti
IM : 88 - Tingkah Absurd Mbok Darsih.
IM : 89- Hadeh, toxic people lagi.
IM : 90 - Gender Reveal
IM : 91 - Kerikil Kecil
IM : 92 - Makna kebahagian
IM : 93 - Badai Lagi.
IM : 94 - Hari Super Bahagia
IM : 95 - Tujuh Bulanan Adik Bayi
IM : 96 - Welcome, Jogja!
IM : 97 - Maternity Shoot in Malioboro
IM : 98 - Cobaan Silih Berganti
IM 99 - Fase Terberat
IM : 100 - THE FINAL
pengumuman

IM:51 - Special Days

992 59 0
By NgrhniNs_20

Haiiii haiiii haiiiii.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ava kabar?

Semoga selalu sehat ya.

Oiya maaf baru bisa post lagi, mama sy sakit tolong doanya agar beliau cepat sehat kembali.❤

Sudah siap untuk bacaaa part ini???

Yuk sebelum baca, spam vote komen dulu di part sebelumnya, Be smart readers mengapresiasi dengan bintang yaa temans.😁😁

Bismillahirrahmanirrahim,
















"*
   Keesokan harinya ba'da subuh Ninda beserta keluarga dan sahabatnya sudah tiba di hotel, untuk melakukan proses make up yang diselenggarakan di sebuah kamar besar yang sudah disewa. Tak tanggung-tanggung Mama Laila menghadirkan MUA & jasa kecantikan yang sudah terkenal di kalangan papan atas dengan harga fantastis untuk merias sang calon mantu.

Sebelum sesi rias dimulai Ninda pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya terlebih dahulu, atas permintaan MUA Ninda diminta merangkap pakaiannya dengan kimono handuk lantas ia pun melangkah keluar menghampiri sang MUA yang sudah menunggunya.

"Wah, MasyaAllah cantik sekali calon mantu Bu Laila, mari duduk disini, Mbak." ujar salah satu perias yang bernama Avalia.

Ninda mengangguk lalu menuruti perkataan Avalia. Dirinya merasakan gugup yang luar biasa, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya demi menetralisir rasa gugupnya Ninda menggumamkan lafadz lafadz kalam Allah.

"Jujur ya, Mbak. Saya sangat senang mendapatkan klien seperti, Mbak. Sudah akhlaknya cantik, wajahnya pun terawat, jadi saya tidak kesusahan untuk memoles wajah, Mbak." puji Avalia sembari mengukir alis Ninda.

Avalia sengaja memancing Ninda untuk berbicara, dengan tujuan mengurangi rasa gugup yang menerpa klien. Meskipun pada umumnya setiap calon pengantin pasti merasakan gugup yang luar biasa apalagi detik-detik menjelang ijab kabul dimulai.

"Mbak Ava bisa aja muji, terimakasih ya, Mbak." balas Ninda tersenyum tipis. "Oiya, Mbak. Maaf sebelumnya saya mau minta jangan pasang bulu mata palsu ya, Mbak. Biarlah seperti ini cukup tambahkan maskara saja."

Avalia tersenyum kagum, sesuai dengan yang ia duga. Ninda bukanlah orang yang bertabaruj dalam berdandan, ia juga tahu hukum seluk beluk memasang bulu mata palsu, menyambung rambut dan kuku. Ulama dan para kyai yang jelas-jelas mengharamkannya.

Allah SWT berfirman:

”Hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dan seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab: 33)

Dan masih banyak dalil yang lain.

"Mbak, maaf ya," ucap Ninda lagi.

"Iya gapapa, Mbak. Saya memakluminya kok, saya semakin kagum sama Mbak. Pemahaman agamanya cukup baik," puji Avalia.

"Makasih ya, Mbak. Ilmu saya masih sedikit, Mbak. Hehe." Ninda merendah, sebab memang benar ilmunya belum seberapa, tapi setidaknya ia paham sedikit dan bisa mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.

Avalia menganggukan kepala. "Sama-sama, Mbak. Mbak Ninda jangan terlalu gugup, badannya lho sampai gemetar,"

"Wajar kalau gugup, Mbak. Namanya saja calon pengantin, Mbak." kekeh seseorang dari belakang.

Ninda bisa melihat dari pantulan cermin di depannya bahwa yang datang adalah Bian yang gagah dalam balutan jas hitam.

"Mas ini calon suaminya mbak Ninda?" tanya Avalia penasaran.

Bian dan Ninda langsung bertatapan lewat cermin sembari mengulum senyum.

"Itu Abang saya, Mbak." Ninda terkekeh geli.

Avalia menggaruk pelipisnya yang tak gatal gegas ia mengatupkan kedua tangannya. "Maafkan saya ya, Mas. Maklum saya ndak tahu,"

"Iya nggak masalah, Mbak." Bian mendudukan diri di ranjang. "Tolong di rias yang senatural mungkin ya, Mbak Ava. Adik saya nggak suka kalau terlalu menor."

"Baik, Mas. Aslinya Mbak Ninda sudah cantik poll, tanpa make up pun terasa seperti make up." sahut Avalia.

"Abang, acaranya dimulai jam berapa?" tanya Ninda.

"Setengah delapan, Dek."

Ninda mengangguk paham. "Oalah, terus Bunda, Uti, Bridesmaid pada kemana?"

Bian menghela napasnya kasar. "Mereka semua sama kaya kamu, lagi dirias di kamar sebelah. Ingat pesan Abangmu, Dek! Sudah resmi istri orang, kamu harus bersikap dewasa, kamu kan juga masih kuliah. Jadi pintar-pintarlah dirimu membagi waktumu antara istri dan mahasiswi, kurangi nongki yang sekiranya tak ada faedahnya, mungkin sesekali boleh nongki tapi harus ingat waktu juga. Bila Alif ada salah kata maka kamu harus menegurnya dengan cara baik di selesaikan juga dengan cara baik pula, tak perlu pakai emosi begitupun sebaiknya, tugas Abang kini sudah selesai menggantikan Ayah sebagai walimu. Namun, Abang tetap menjadi abangmu yang akan selalu mencintaimu setiap waktu."

Netra Ninda berkaca-kaca seperkiandetik air mata mulai meluruh, gegas ia berlari menubruk badan kekar sang hero yang menjadi tumpuannya selama ini. "Abang," ucapnya parau.

Bian menyeka sudut matanya yang basah, ia merengkuh Ninda erat sesekali ia mengecup puncuk kepala sang adik. "Abang sayang sama kamu, sayang banget. Saat tahu Bunda hamil kamu Abang girang banget layaknya seorang kakak yang bermimpi menjadi pelindung bagi princess kecilnya, kamu lahir kita bermain bersama, tumbuh bersama dan kamu tetap selamanya adik kecil di mata Abang, Nin."

Avalia yang menyaksikan pemandangan di depannya pun turut menitikkan air mata. Dirinya terharu akan ketulusan cinta dari dua bersaudara itu.

Bian melepaskan pelukannya lalu mengusap sisa air mata Ninda. "Udah, ah, princess gaboleh nangis di hari bahagianya. Sekarang rias lagi, gih! Abang keluar dulu ya,"

"Iya,"

***
Satu jam Avalia mengulangi riasan Ninda, kini Ninda sudah cantik dalam balutan gaun pernikahan dengan sanggul yang terbalut dalam untaian kerudung dipadu dengan mahkota dan bunga hiasan.

Aminah, Nina, Laila serta para bridesmaid berdecak kagum melihat pesona Ninda yang sungguh cantik.

"MasyaAllah, Nduk. Kamu kok cantik sekali ya Allah mirip widodari, Nin." ucap Aminah berlinang air mata.

"Widodari itu apa, Kay?" bisik Devina sembari menyenggol lengan Kayla.

Kayla mengangkat bahunya acuh. "Gatau, mungkin bidadari kali."

"Betul, Bu Aminah. Riasan Avalia memang joss, makasih ya Avalia. Saya puas dengan hasilnya." Laila tertawa pelan.

Avalia mengangguk lalu tersenyum tipis. "Sama-sama, Ibu. Sebuah kehormatan bagi saya bisa merias calon menantu dari keluarga Hermansyah."

"Sudah hampir jam delapan, sebaiknya kita turun," ajak Nina melirik jam dinding.

Mereka semua mengangguk setuju, para bridesmaid mengambil alih tugasnya yaitu menggiring sang mempelai wanita sampai di kursi khusus keluarga besar.

Tamu-tamu undangan mulai berdatangan dan mencari posisi duduk ternyaman, di bawah sana Alif sudah bernampilan gagah dengan pakaian pengantin modern yang dimana warnanya senada dengan pakaian milik Bian.

Alif berkali-kali menghela napasnya kasar, bulir-bulir keringat pun mulai membasahi pelipisnya, jantungnya pun sudah berdentum keras di dalam sana seakan-akan ingin melompat dari tempatnya. Di hadapannya kini sudah ada Bian bersama penghulu dan kedua saksi yaitu Papa Herman dan Rustam - Kakek Ninda.

Pembawa acara pun meminta pihak perempuan masuk ke area pernikahan, salawat nabi serta decakan kagum menyambut kedatangan Ninda. Bisikan pujian pada Ninda pun terdengar jelas di telinga Laila.

"Masyaallahh ini toh calonnya Mas Alif benar-benar perfect." ujar salah satu istri kolega Papa Herman.

"Andai saya yang nemu duluan, saya jadiin mantu, Bu." timpal ibu dengan riasan menor.

"Dengar-dengar calonnya ini masih kuliah ya sekampus sama Mas Alif, tapi sudah mau KKN sih,"

"Sayang sih masih kuliah udah nikah, apa enggak mau ngebahagiain Mamanya gitu?"

"Dih, iri ya, Bu. Kurangi julid biar hidup bisa tenang dan berkah, Bu."

"Ya gapapa dong, Bu. Namanya saja sudah jodoh lagipula calonnya ini selevel sama-sama anak konglomerat almarhum ayahnya punya banyak usaha yang sukses dan memiliki banyak cabang, apalagi Abangnya yang duduk di sana tuh! Lulusan dari Amerika."

"Hush,kalian ini ghibah terus! Acaranya sudah hampir dimulai." tegur seseorang.

Ninda memilih menulikan telinga atas pujian-pujian yang menyanjung dirinya dan keluarga.

Alif sesekali menoleh ke arah belakang melihat calon istrinya, memastikan Ninda duduk dengan nyaman, sesaat pandangan mereka beradu, Alif pun melempar senyum kepada Ninda yang berakhir menjadi cuitan godaan Kayla dan Devina.

Semua itu tak luput dari tatapan Bian, selangkah lagi tanggung jawabnya akan sang adik berganti dengan lelaki yang di depannya ini, Bian menatap Alif yang tengah menatapnya juga.

"Sebelum memulai, aku dengan kerendahan hatiku akan menyerahkan perempuan berharga yang aku miliki. Seorang adik perempuan yang wajahnya sama dengan wajahku. Aku serahkan padamu untuk kau jaga dia dengan sepenuh ragamu, kau cintai setulus hatimu, kau sayangi lahir dan batin, kau bimbing dan kau membawanya ke sebuah ikatan pernikahan yang InsyaAllah nantinya akan berujung pada surga-Nya kelak,"

Alif menganggukkan kepalanya. "Aku siap menerimanya, aku siap menjaganya, mencintainya, menyanyanginya, membimbingnya sampai akhir hayat hidupku nanti, dan apabila Allah menghendaki kami berdua untuk bersama di Jannah-Nya kelak, pasti aku akan membawanya bersama denganku."

"Busyeng Alif bukan main, mazzeh," Juan terkikik geli.

Daniel menatap tajam manusia di sampingnya itu. "Diam! Merusak suasana aja lo, Ju."

"Baik, apakah bisa kita mulai pak penghulu?"tanya Bian pada penghulu.

Penghulu itu mengangguk. "Bisa, silahkan Mas Bian yang berjabat tangan dengan Mas Alif, saya akan menjadi saksi ketiga sebab Mas Bianlah yang berhak menikahkan Mbak Ninda."

Bian menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan dan menjabat tangan Alif.
"Bismillahirrahmanirrahim, wahai engkau saudara Alif Hermansyah Bin Hermansyah aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan adikku satu-satunya Ninda Khairunnisa Adiwijaya Binti Alm. Rian Adiwijaya dengan maskawin seperangkat alat salat, emas 250 gram dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Ninda Khairunnisa Adiwijaya binti Alm. Rian Wijaya dengan maskawin tersebut dibayar tunai." balas Alif dengan lancar.

"Bagaimana para saksi?"

"SAHHHH."

"SAHHH."

"Alhamdulillah, Baarakallahu laka wa baraaka alaika wa jamaa bainakuma fill khoir, selamat Mas Alif dan Mbak Ninda sekarang sudah sah menjadi pasangan suami istri, saya doakan semoga pernikahan kalian selalu dalam lindungan-Nya, diberikan zuriat keturunan yang shaleh shalehah, semoga selalu sakinah mawaddah warahmah till jannah. Aamiin allahuma aamiin." ujar Penghulu tersenyum tipis.

Bian meminta sang adik untuk duduk di samping Alif, guna menandatangani buku nikah dan sesi tukar cincin. Dengan perlahan dan dibantu para bridesmaid Ninda melangkahkan kaki menuju tempat sang suami berada.

Alif tak melepas pandangannya sama sekali dari sang istrinya. Ninda mendudukkan dirinya lalu mencium tangan Alif dengan takzim.

Alif terkesiap ketika bibir itu menempel pada punggung tangannya, ada rasa geleyar aneh yang meliputi hati kecilnya. Bangga bercampur haru karena ia lancar mengucapkan kalimat ijab dan menunaikan wasiat terakhir dari almarhum Rian.

Alif mengecup kening Ninda, meletakkan tangannya di ubun-ubun lalu membacakan doa dengan nada lirih.
"Allahuma inni as aluka khoyroha wa khoyro maa jabaltahaa alaih. WA a'udzubika min syarri haa waa min syarri maa jabaltahaa alaih ( Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelakan atas yang engkau ciptakan)"

"Aamiin." Ninda mendongakkan kepalanya dan tersenyum lebar.

Bian berdeham. "Hemm.."

Rustam terkekeh lantas berbisik pada Papa Herman. "Dia itu posesif, Pak. Sepertinya belum rela liat adik kesayangannya jadi milik orang lain."

"Ya namanya juga kakak, Pak. Saya sendiri memakluminya butuh waktu untuk merelakannya,"  balas Papa Herman tersenyum.

Setelah menandatangani buku nikah dan tukar cincin, seorang fotografer mendekat lalu memotret momen yang perlu diabadikan itu. Baru setelah itu Juan, Fahri, Daniel serta Kayla dan Devina menghampiri sahabatnya.

"MasyaAllah princeeesss akhirnyaa sah juga, Alhamdulillah ikut senang woy." ujar Kayla menggebu-gebu.

"Gue juga, nih. Lo yang nikah gue ikut deg-deg an, sakinah mawaddah warahmah sayangku." Devina memeluk erat Ninda.

Ninda tersenyum bahagia, netranya berkaca-kaca lalu membalas erat pelukan dari sang sahabatnya. "Aamiin, aamiin terimakasihh atas doa baiknya ya para kucrut gue. Maapin kalo gue sering banget ngrepotin lo pada aaish bakal kangen masa momen gadis gue dong, terimakasih sekali lagi udah mau jadi bridesmaid gue cintakkk deh."

"Love you more," sahut Kayla dan Devina kompak.

Juan menepuk bahu Alif. "Congrats, Bro! Setelah proses panjang lo menemukan kebahagian di hari ini. Samawa Bos!"

"Thanks, Ju. Ini semua enggak lepas doa dari kalian semua, thanks juga udah bersedia jadi growsnement gue." balas Alif terkekeh.

"You're welcome, lo ketua dari kita, kita  juga udah lama berteman jadi ga masalah dong, santai aja, Lif."timpal Daniel. 

"Jangan lupa kasih gue ponakan yang gemeshhh yakkk," Fahri cekikikan.

Daniel merangkul bahu Fahri. "Bener tuh apa yang dibilang sama fafah! Jangan lupa hasil bulan madunya ya hahahaha."

"Madu gitu?" Alif mengulum senyum.

Juan menepuk dahinya pelan. "Ponakan bukan madu, Bro!"

"Nin, gue ada kado buat lo. Eits... Tapi dibukanya nanti ya pas malam pertama." bisik Kayla mengulurkan sebuah kotak berwarna merah nyala yang dihiasi pita cantik bewarna pink.

Ninda mengernyitkan alisnya heran, ia memincingkan matanya. "Jangan bilang kado aneh, Kay. Gue nggak mau terima."

"Astaga.. Suudzon bae sih! Enggak lho, ini ga aneh insyaallah bakal bermanfaat dan bikin Alif klepek-klepek, percaya deh sama gue,Nin," sahut Kayla.

Ninda menghela napasnya kasar. "Yaudah deh, lo bawa dulu gue masih ribet nih,"

Kayla mengangguk semangat. "Asiyap, nanti gue tumpuk sama kado lain. Eh, punya gue buka duluan yak! Ini udah gue kasih nama yang gede."

"Iya, terserah lo aja."

Ninda mengalihkan pandangannya menjadi menatap Bian yang duduk bersama Nina, rona kebahagiaan jelas menghiasi wajah mereka berdua tiba-tiba sekelebat bayangan Ayah Rian tersenyum padanya, netranya tampak berkaca-kaca dan posisi Ayah Rian tepat di belakang Bian sembari merentangkan kedua tangannya.

Reflek Ninda berlari menghampiri Bian, dan bayangan pun menghilang.

"Ayah," gumam Ninda dengan tatapan kosong.

Nina melihat kedatangan sang putri berdiri dan menepuk bahu Ninda.

"Nind, ada apa sayang?" tanyanya lembut.

Ninda menghembuskan napasnya kasar lalu memeluk Nina dan menumpahkan tangis di sana.

"Aku tadi lihat Ayah disamping Bunda, Ayah senyum sama aku terus Ayah merentangkan kedua tangannya seolah-olah pengen meluk aku. Tapi-"

Nina tersenyum, ia tahu perasaan sang putri, tangannya tak berhenti memeluk tubuh Ninda. "Hanya bayangan, Nin. Ayah pasti bahagia melihat impiannya sudah terwujud, putri yang ia jaga dan sayangi kini menemukan pangeran yang akan memberikan kebahagiaan." tuturnya.

Ninda memejamkan mata, menarik napas panjang membuangnya kasar. "Astaghfirullahalazim, atas kangennya sama Ayah. Aku sampe halu, ya Allah berilah kebahagiaan Ayah diatas sana."

"Sudah jangan nangis, ini hari spesial kamu banyak tamu undangan yang lihat. Nggak baik sayang! Ayook kita ke sana saja acara sungkeman segera dimulai." hibur Nina.

Ninda menganggukkan kepala. "Iya, Bun."

"Ayoo, Bunda gandeng." Nina menggandeng tangan Ninda, membawanya ke pelaminan yang dimana sudah ada Herman, Laila, Alif yang duduk disana.

Laila tersenyum hangat melihat menantunya datang, ia membantu Ninda untuk naik ke pelaminan dengan menjinjingkan gaun.Di waktu yang sama Bian menyusul dan membantu Nina untuk duduk di kursi.

"Lo nangis?" pekik Alif melihat netra Ninda yang memerah.

Ninda menggelengkan kepalanya. "Enggak, kok. Ini cuma kelilipan," elaknya.

"Please, jangan bohong, Nin," desis Alif.

Ninda mengulum senyum. "Enggak bohong, nanti gue cerita kok,"

"Para hadirin tamu undangan yang terhormat, alhamdulillah prosesi ijab kabul sudah terlaksana dengan lancar. Mas Alif begitu lantang mengucapkannya, kini pasangan baru tengah berbahagia di atas sana. Prosesi selanjutnya kita masuk ke acara sungkeman, baiklah tak perlu lama-lama kita mulai saja," ujar Pembawa Acara.

Suasana berubah menjadi haru, semua tamu undangan terenyuh akan pemandangan yang di sungguhkan. Salawat pun menjadi pengiring acara sungkeman, beberapa kali Bian menahan tangis yang akan meledak sepertinya ia belum sepenuhnya ikhlas melepas adik kesayangannya itu.

"Bang, minta restunya supaya pernikahan kami berkah. Maafin gue selama ini masih banyak perkataan atau perbuatan yang salah sama Abang," Alif berjongkok menyalimi tangan Bian.

Bian menghela napasnya kasar, meminta Alif berdiri dan menepuk bahu cowok itu.

"Iya, gue percaya lo bisa bimbing die ke arah yang lebih baik lagi, jaga kepercayaan gue! Andai gue tau lo sakitin dia sekali saja, gue pastikan hidup lo ga aman." ujar Bian tegas.

"Siap, Bang."

"Semoga ini yang terbaik ya sayang, Mama titip Alif ya, tegur dia kalau kelewatan batas sama kamu ya, Sayang." Laila memeluk menantu satu-satunya itu membubuhkan kecupan di kedua pipi Ninda.

Ninda tersenyum tipis. "Siap, Ma. InsyaAllah Ninda akan  mendampingi Alif selalu."

"Pa," ujar Alif pelan.

Herman tersenyum lalu menarik tubuh Alif ke atas dan memeluknya erat.

"Papa percaya anak Papa pasti hebat, jaga kepercayaan Papa ya, Nak! Maafkan apabila selama ini Papa masih belum sempurna menjadi Papamu." ucap Herman dengan nada menahan tangis.

Alif menggelengkan kepalanya. "No! Papa adalah papa terbaik yang Alif punya, terimakasih atas kebaikan Papa selama ini. A-alif sayang Papa,"

Kedua laki-laki berbeda usia itu saling merangkul, memeluk, menumpahkan tangis sekaligus meluapkan segala kerinduan yang tertahan benteng kokoh yang telah bersenyam lama di hati Alif.

***

BERSAMBUNG.....

OMAIGATTTT GIMANA PART INI GAESSSSS🙀🙀🙀🙀

BAPER?

UWUW?

MANIS KEK OTHOR NGGAK?

KOMEN YUUUUKS BIAR SEMANGAT NERUSIN INI CERITA😝😝.

Don't forget to follow my Instagram & tiktoks ya gaes ya.

@heniiiii._
@wp.heniiiii._
@aliffhrmnsyh._
@ninda_khr._

Cerita ini masih terus berlanjut dengan konflik yang pastinya akan lebih seru lagii soo support terus yaa😘😘😘😘..

See you next part.
Byee byee cuap mwahh...



Byl, 01 Juni 2022.

Continue Reading

You'll Also Like

3M 238K 60
^^^^^^^^^^ ______________ "Bu, ibu jangan khawatirin dhiraa, yangv penting ibu sehat,dhira gapapa capek kerja " #Nadhira prameswari " Bundaa, nyari...
2M 163K 65
FOLLOW SEBELUM BACA😍 [ TAHAP REVISI ] "Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur waradhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq" "SAH" Atas izin All...
171K 13.6K 26
Gladysa Makmuma Al-Fath. Seorang perempuan yang selalu mengusik ketenangan seorang Imam El. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Galydsa sangat membenci...
2.5M 117K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞