Raga || NCT dream [END]

By bshskosufhf

418K 61.1K 6.5K

"Abang..." "Ya?" "Pernah gak sih, lo nangisin diri lo sendiri karena lo sadar kalau lo gak bisa apa apa?" "Ke... More

Cast
Prolog
1. Arkana
2. Pro Kontra Sabun
3. Langit
4. Malam, dan Rahasianya
6. Usaha Pasti Pernah Mengkhianati Hasil
7. Niat Baik
8. Perihal Melupakan
9. Lika Liku Diri Sendiri
10. Jadi Dewasa
11. Gue Gak Bisa Apa Apa
12. Truth Or Truth?
13. Manusia Dan Isi Pikirannya
14. Mengenang Masa Lalu
15. Bunda
16. Renjuna Arkana
17. Letnan Arkana
18. Rahasia Gelap
19. Orang Orang Disekitarmu
20. Kita Yang Dulu
21. Ajiandra Arkana
22. Gak Apa Apa
23. Tart
24. It's Okay For Men To Cry
25. Ayah
26. Parenting
27. Lagi Lagi Karena Bunda
28. Dia
29. Ketemu
30. Gue... Egois?
31. Denial
32. Maaf
33. Dear Alan
34. Arga
35. Lo Enggak Salah
36. Mama? Bunda?
37. Mirasol
38. Lo Bukan Bagian Dari Kita
39. Scars
40. Alandra Arkana
41. Benci
42. DNA Doesn't Make A Family
43. Ini Masalah Waktu
44. You Did Well
45. Tentang Kepercayaan
46. Because Of You
47. Farewell
48. Abichandra Arkana
49. Raga
Epilog
extra chapter 1 : Jeffry Anderson
extra chapter 2 : Alan
extra chapter 3 : Past And Memories
GOOD NEWS!!!!!

5. Si Sulung, Tengah, dan Bungsu

11K 1.4K 87
By bshskosufhf

"Pada hari sabtu ku ikut Juna ke pasar, naik motor bonceng tiga bersama si Aji, ku duduk bersama bang Njun yang sedang menggalau, mengendarai motor supaya nyungsep ke kolong, heyyy!!! Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk, tuk tik tak tik tuk tik tak suara motor Junaaaa!!!"

Juna geram dengan nyanyian cempreng Chandra yang sedang memanaskan motor kesayangannya di halaman rumah. Dengan lagu delman yang liriknya melenceng dari yang seharusnya, seolah Chandra membeli hak cipta lagu itu dan meremake lagunya.

Ingin sekali dia melempari kepala adiknya itu dengan pot kembang sepatu yang ada di dekatnya saat ini. Tapi gak boleh, bunga kembang sepatu mahal soalnya.

Memilih masuk daripada mendengar nyanyian setan, eksistensi si bungsu yang sedang bermain dengan Syamsul jauh lebih menarik untuk di tonton daripada melihat ondel ondel di halaman. Juna duduk di ruang tamu, di seberang Aji yang sedang melatih Syamsul duduk dan berdiri.

"Ji, jadi kan temenin abang ke pasar?"

"Jadi dong, sama bang Chandra, kan?"

"Iya. Tumben kamu mau diajak weekend begini ke pasar, kalau bukan karena Nana yang lagi terkilir kakinya, si Chandra mana mau ikut tuh."

"Aku tuh kasihan sama abang. Abang Njun kan pendek, kasihan kalau abang bawa banyak belanjaan bisa dikira anak ilang sama penjual ayam di pasar. Kalau bang Njun diculik sama tante tante jadi jadian gimana?"

Juna tersenyum kecut. Ternyata tidak ada yang normal baik Chandra maupun Aji. Juna memilih untuk diam sembari memperhatikan Aji yang sibuk dengan keponakannya.

"Syamsul, duduk!"

"Guk!"

"Bukan salto, Syamsul. Duduk!"

"Guk guk!"

"Itu kayang namanya, duduk!"

Layaknya guru tk yang mengajarkan murid muridnya baris berbaris, Aji dengan suara lembut dan kesabaran yang setebal kamus mengajari Syamsul yang gobloknya melebihi Jendral. Maklum lah, kan anjing. Hingga pada akhirnya, Letnan selaku ayah dari Syamsul datang, seolah mengerti jika majikannya berada disana, Syamsul segera melompat dari sofa dan berakhir menggeliat di kaki Letnan.

"Ututu, sayangku..." Letnan lantas menggendong anjing itu dan membawanya pergi ke kamar. Mengabaikan tatapan Aji yang kecewa karena masih belum puas mengajarkan Syamsul duduk dan berdiri.

"Aji, ulangan harian kimia kamu kapan?"

"Minggu depan."

"Udah belajar?"

"Mulai besok aja."

Juna menghela nafas pelan.
"Dari kemarin kemarin kamu terus bilang besok aja. Besoknya itu kapan, Aji?"

"Hari esok akan jauh lebih baik, bang. Makanya aku belajarnya besok aja."

"Gak gitu konsepnya, babysitter Syamsul!"

Juna berdecak kesal dan memilih bangkit dari sana, kini langkahnya beralih pada Jendral yang sedang sibuk dengan ml nya sembari menemani Naka yang memasak di dapur sambil duduk karena kakinya terkilir, Jendral duduk dimeja makan dengan posisi layaknya di warteg, dengan kaos putih polos yang hampir nerawang dan celana pendek selututnya.

"Loh, abang belum pergi ke pasar?" Tanya Naka saat menyadari Juna masih ada di rumah. Dia kira lelaki itu sudah pergi dari tadi.

"Bentar lagi, si Chandra lagi manasin motor soalnya."

"ABAAAANGGG!!!"

"Nah, pertanda tuhh." Ucap Jendral ketika mendengar suara Chandra yang menggelegar dari halaman depan.

"AYO!!! AJI, KEMON YEOREOBUN!!!"

"Nih si Naka mau hajatan apa begimane? Kenapa belanjaannya banyak banget?"

"Namanya juga belanja mingguan."

Chandra sibuk memperhatikan daftar belajar yang ditulis Naka, di sebelahnya ada Aji yang mendorong troli berisi belanjaan dan Juna sudah berjalan mendahului mereka sejak tadi. Iya, enggak jadi ke pasar. Soalnya kan Juna tarik tiga tuh sama dua bocah biadab ini, nahh, jalan ke pasar kebetulan lagi ada razia polisi, mana mereka gak pake helm lagi, jadi mereka terpaksa muter balik dan berakhir belanja di supermarket. Juna nelangsa, sebab yang bayar belanjaannya dia, uang dari Naka ya gak cukup lah kalau belanja di supermarket, Naka kan udah patokin harga pasar di daftar belanjaannya, ya terpaksa Juna nambahin karena enggak cukup. Kalau di supermarket gini kan gak bisa nawar.

"Ehh, kalau kita selipin ciki, sabi kali ya?" Usul Chandra dengan senyuman licik.

Bagaikan seorang ustad yang bijak sana, Aji menghela nafas pelan dengan wajah sabar.
"Mau sepintar apapun abang nyelipin ciki ke troli, pas dikasir pasti ketahuan juga, bang."

"Ehh, iya juga ya. Mana bang Njun lagi miskin." Chandra berubah cemberut, padahal matanya sudah menargetkan salah satu ciki di rak yang mereka lewatkan tadi.

"Nihh." Juna datang menghampiri keduanya sambil memasukkan dua botol sambel ke dalam troli.

"Habis ini makan bubur ayam yuk, abang laper." Ucap Juan dengan wajah dramatis. Perutnya sudah kroncongan sejak tadi.

"Tapi bang Naka kan udah masak di rumah, bang." Balas Aji.

"Bubur ayam mana bikin kenyang, setidaknya bisa mengganjal perut. Karena kita muter arah, jarak ke rumah kan jadi jauh banget."

"Yaudah, gas aja lahh!" Chandra seolah berada di garda terdepan, lelaki itu berjalan mendahului keduanya dengan tampang konyol sembari mengangkat tangannya ke atas seolah memimpin demo mahasiswa.

Ketiganya lantas berada di warung bubur ayam depan supermarket tempat mereka berbelanja tadi. Naas, saat sedang menunggu bubur ayam pesanan mereka, hujan tiba tiba turun begitu deras dan sampai sekarang belum berhenti. Membuat ketiga insan ini terpaksa neduh dengan tatapan harap harap cemas. Naka pasti udah ngamuk nih sekarang karena mereka perginya kelamaan.

Sambil menyesap kopi hitamnya, dan duduk dengan satu kaki terangkat sambil menatap hujan yang turun menghantam jalanan, Juna menghirup dalam dalam aroma petrichor yang sedikit tercampur bau asap kendaraan yang lewat. Mangkuk bubur ayam miliknya sudah tandas sejak tadi, milik Chandra pun begitu, hanya Aji yang masih memakan seperempat miliknya.

"Abang." Panggil Chandra.

"Hmm?" Balas Juna sambil menoleh.

"Tumben gak berangkat kerja sabtu begini. Biasanya gas aja tuh gak kenal hari."

"Kamu gak senang abang di rumah?"

"Seneng sihh, jadi ada bahan bully-an. Tapi tumben aja gitu."

Juna tersenyum tipis sambil terkekeh mendengar ucapan adiknya itu.
"Gak apa apa, abang pengin aja."

"Terus kerjaan abang gimana?" Kali ini Aji membuka suaranya.

"Ya kan ada karyawan lain. Bisa lah sebagian di handle sama mereka."

"Akhirnya pemikiran kamu terbuka lebar, wahai Renjuna. Dari kemaren kemaren kayak gitu dong. Abang kira abang itu babu apa, bos kok ngerjain semuanya. Terus kerja karyawannya cuma tim hore doang?" Ucap Chandra sewot.

Juna tergelak dibuatnya. Dia tidak marah karena ucapan Chandra ada benarnya, lelaki itu kembali menyesap kopinya.

"Abang capek kerja ya, bang? Makanya ambil cuti sehari kayak gini?" Tanya Aji polos, ucapan anak itu sontak membuat kopi yang Juna minum seolah tertahan di tenggorokannya begitu saja.

"Kok elu ngomongnya gitu sih, ji?" Bisik Chandra sambil menyenggol lengan adiknya itu.

Juna tersenyum kecut, lalu mengusap puncak kepala Aji yang duduk disebelahnya.

"Abang boleh jujur?"

Aji tampak mengangguk ragu, membuat Chandra melotot pada anak itu. Kalau bukan perkataannya yang semena mena, arah pembicaraan Juna pasti tidak akan semendalam lautan nantinya. Chandra sudah hafal betul sifat kakaknya yang satu itu.

"Iya, abang capek kerja. Makanya abang tuh butuh healing."

"Dimana mana orang tuh healingnya staycation, atau apa gitu. Lah, abang malah nganggur di rumah."

"Iya bener, Ji. Tapi healing abang itu ya di rumah. Sama kamu, sama Chandra, sama yang lain juga. Abang kepengin nemenin kalian, bukan sibuk bernagkat kerja buru buru kayak biasanya."

Aji mengunyah suapan terakhirnya, dan kembali bersuara.
"Lagian abang kenapa sibuk banget sih, bang?"

"Abang gak mau kalah sama bang Alan."

Kunyahan itu terhenti begitu saja, tatapan santuy Aji sontak berubah saat menatap sorot mata Juna yang masih fokus pada jalanan di hadapannya.

"Bang Alan yang kerjanya serabutan aja masih bisa nyekolahin kalian. Dulu, dia pasti lebih sibuk dibandingkan abang sekarang. Makanya abang gak mau kalah dari bang Alan, kerja kantoran kayak sekarang aja udah capek banget. Apalagi bang Alan yang kerjanya banyak banget, mana gak netap."

"Abang tuh jadi merasa insecure sama bang Alan. Takut gak bisa merawat kalian sebaik dia dulu pas masih sama kita. Abang masih selalu merasa kurang dan takut kalau kebutuhan finansial kalian gak tercukupi, abang jadi merasa gagal bertanggung jawab sama adik adik abang sendiri."

"Setelah bang Alan gak ada, dan abang ngerasain gimana rasanya banting tulang untuk keluarga, abang sadar kalau jadi anak sulung itu benar benar beraaaaat banget."

"Kita harus jadi pilar untuk keluarga, harus jadi hutan dimana semua hewan berlindung di dalamnya, harus jadi rumah tempat berpulang, harus jadi orang tua, harus jadi guru, dan harus jadi panutan. Berat, tapi hebatnya, anak sulung itu tuh pada kuat kuat banget. Kuat fisiknya, kuat mentalnya juga. Makanya abang salut banget sama bang Alan. Meskipun kita waktu itu cuma makan nasi sama kerupuk, meski waktu itu bang Alan nangis kejer sama kita sambil minta maaf, abang merasa bersyukur banget karena bang Alan masih setia sama tugasnya. Masih ada sama kita, masih jadi rumah untuk kita."

"Ihh, jadi takut jadi anak sulung deh." Gumam Chandra lebay.

Juna tertawa. Melihat ekspresi bocah tengik itu.
"Semua posisi anak itu sama beratnya."

"Anak tengah itu harus bisa mencontoh kakaknya, dan harus jadi contoh untuk adiknya. Harus bisa mengerti kakaknya, dan harus mengalah untuk adiknya. Anak tengah itu juga harus rela diduakan. Soalnya yang didahulukan orang tua pasti ya kakak sama adiknya. Alasannya, karena dia kakakmu, dan dia adikmu. Berat juga, harus makan hati tiap hari. Sakit hati tuh udah jadi kebiasaan sampai mati rasa. Maka dari itu, anak tengah itu juga sama kuatnya kayak anak sulung. Kuat fisik, apalagi mentalnya."

"Bener tuh, aku sebagai anak tengah terharu mendengarnya." Ucap Chandra sombong dan menatap Aji sambil menaik turunkan alisnya.

"Kamu mah tahu apa? Manjaaaa banget gak tahu tempat. Enak banget tuh jadi si bungsu."

Aji cemberut mendengar ejekan Chandra. Dia kesal dengan ucapan lelaki itu, namun kekesalannya tak berangsur lama karena Juna tiba tiba merangkulnya.

"Heh, siapa bilang? Jadi bungsu itu juga berat, kok!"

"Anak bungsu itu identik dengan bocah. Mau dia setua apapun, yang namanya anak bungsu pasti akan selalu dianggap sebagai anak anak yang gak tahu apa apa. Seolah anak bungsu itu gak pernah dewasa. Anak bungsu juga gak bakalan diakui kalau gak sehebat kakak kakaknya. Dia akan selalu dianggap remeh kalau gak bisa setara atau bahkan melebihi kakak kakaknya. Anak bungsu itu sasaran empuk untuk dibanding bandingkan. Kamu kok gak bisa kayak kakak kamu? Kamu kok gak sepintar kakak kamu? Kakak kamu apa seusia kamu udah begini, udah begitu. Muak banget pasti dengarnya. Sama kayak anak sulung dan tengah, anak bungsu itu juga kuat fisik dan mental."

"Makanya abang itu mau jujur sama kamu, Ji. Abang gak mau nutupin apa apa. Kalau capek, ya abang akan bilang capek. Kalau mau diskusi, kamu juga harus ikut ambil bagian. Karena kamu juga anggota keluarga, bagian dari Arkana juga. Jangan pernah minder sama kakak kakak kamu. Apalagi yang bentukannya kayak Chandra."

"Ehh?! Kok bawa bawa aku?!" Sewot Chandra.

"Mau anak sulung, tengah, bungsu, semua sama beratnya. Jadi anak itu berat, tak luput dari ekspetasi orang tua. Tapi gimanapun juga, meski berkedok ucapan demi kebaikan kamu, atau mama dan papa tahu mana ayng terbaik untuk kamu, percayalah. Mereka itu gak bohong. Orang tua itu punya pengalaman dan gak mau anak anak mereka sama kayak mereka dulu. Cuman, caranya aja yang salah. Sehingga terbentuklah istilah mengekang anak."

"Makanya, kita nihh. Abang anak sulung, Chandra anak tengah, dan Aji anak bungsu. Kita harus jadi pilar utama untuk yang lain. Jangan ada yang merasa minder satu sama lain, abang gak pernah beda bedain kalian. Kalian itu sama aja, benar benar setara. Abang sayang sama kalian."

"Apalagi kalau jadi anak tunggal. Beuhhhh, parah sih." Ucap Chandra yang disertai gelak tawa ketiganya.

Aji tersenyum penuh arti seusai mendnegar nasehat dari Juna.

"Abang." Panggil Jinan.

"Ya?"

"Abang juga jangan merasa minder dari bang Alan."

"Abang juga sama hebatnya kayak bang Alan, kok. Melebihi bahkan, jadi anak sulung tiba tiba itu kan gak enak. Makanya aku sakit banget sama abang. Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi, jangan pernah bandingin diri abang sendiri sama bang Alan. Aku sayang banget sama abang, abang itu udah lebih dari cukup buat aku."

"Azzeekkk, Aji teguh."

Juna menyentil jidat Chandra karena ejekan anak itu. Dia tersenyum bangga pada adiknya yang satu itu.

"Ututu, si bontot udah dewasa." Ucap Juna sambil meng-uyel uyel pipi Aji gemas.

"Kalau bentukannya begini, meski umurnya udah aki aki, tampangnya masih kayak bayi. Jadi makin cinta, dehh." Sambung Juna lagi.

Ketiganya tergelak. Meski suara tawa itu disamarkan oleh hujan, dan meski cuaca sangat dingin untuk ketiga lelaki yang tak memakai jaket dan masih terjebak hujan ini, mereka merasa hangat. Untuk sejenak, mereka melupakan kalau mereka lagi neduh karena terjebak hujan. Kehangatan itu muncul begitu saja dalam bentuk tawa yang dilontarkan ketiganya.

__________

Aaaaaa kiyowo banget yaaaa???

By the way, My Everything open PO tanggal 21 September nanti, Jangan sampai ketinggalan untuk peluk Jisung 🥰

Voment y'all ✨😊

Lop u all 💚💚💚💚💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

7.3K 985 31
[AGAK BAIKNYA FOLLOW DULU YA SEBELUM MEMBACA ^_^] Ini cerita tentang Ara dengan tujuh manusia unik dalam satu atap yang sama. Semuanya nampak baik-ba...
23.1K 2.1K 23
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YE] [Up setiap hari kamis] Tentang sikembar jihoon Yoshi junkyu yg mati dalam keadaan yg mengenaskan mereka tidak Mengetah...
29.1K 4K 35
(ADA BAIKNYA FOLLOW AKUN AKU SEBELUM BACA) 🍉🍑 Mina itu keras kepala, tapi paling lemah kalau sudah diusap rambutnya... Apalagi kalau yang usap itu...
47.1K 8.6K 15
Tentang Haechan dan Seungmin yang diganggu oleh sosok madam. Hingga suatu hari mereka mendapatkan bantuan dari Yeji, teman sekelas Haechan untuk meng...