ARJEAN || I Am (not) Villain...

By NihaOsh

229K 30.4K 54.5K

[17+] "Lebih suka cowok seumuran atau yang lebih tua?" -Arjean. "Siapa aja, asal bukan lo." -Shannon. ⚠️WARNI... More

00 || Arjean
01 || Bau Keong
02 || Poci
03 || Boba
04 || Pembunuh?
05 || Pap
06 || Mabuk
07 || Sate
08 || Sasaran selanjutnya
09 || Pengkhianatan
10 || Pilih Kasih
11 || Terluka
12 || Bukan orang baik?
13 || Donor
14 || Cara licik
15 || Mabuk (2)
16 || G-anas?
17 || Ferry dan Shannon
18 || Arjean dan Shannon
19 || Percaya?
20 || Mati?
21 || Kesalahan
22 || Dilanjut?
24 || Racun
25 || Pergi
26 || Sakit
27 || Aku butuh jantungnya
28 || Ketakutan yang tak berujung
29 || Masih ada harapan?
30 || Dia orang baik [SELESAI]

23 || Membunuh?

5.2K 859 1.3K
By NihaOsh

Spam komen yuk!

Jangan lupa Vote juga, makasih 😍😍

.
.
.

Shan terbangun dari tidurnya, ia melihat Jean yang tengah mengambil pakaian di dalam lemari, kemudian ia beranjak dari kasurnya membuat Jean menoleh.

"Tidur lagi aja, nanti aku beli makanan buat sarapan," ucap Jean seraya berjalan memasuki toilet, namun ia terkejut saat Shan ikut masuk bersamanya.

"Ngapain?" Tanya Jean melihat Shan yang duduk di atas closet yang tertutup, mata Shan terlihat hampir menutup dengan bibir yang bengkak, bahkan pipinya ikut membengkak karena Shan menghabiskan satu cup mie sebelum tidur.

"Dengerin dulu," ucap Shan dengan suara purau.

"Hm? Apa?"

"Ada tirex," sahut Shan yang membuat Jean bingung.

"Di mana?"

"Di kamar, mereka banyak, terus mau makan aku."

"Kamu cuma mimpi."

"Tapi itu beneran."

"Kamu cuma mimpi." Jean mengulangi ucapannya, membuat Shan mengerang kesal.

"Sekarang kamu keluar, aku mau mandi," titah Jean.

"Aku takut, nanti ada tirex!"

"Masa kamu mau ikut mandi sama aku?" Tanya Jean, ia tahu Shan benar-benar ketakutan hanya karena mimpinya yang aneh.

"Mandi bareng aja," usul Shan yang membuat Jean menghela nafasnya.

"Kamu mau mandi duluan? Di kamar mandi gak ada tirex," tanya Jean, dan Shan menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu mandi, aku tunggu di luar."

"Temenin," ucap Shan dengan nada merengek, membuat Jean tak habis pikir, kenapa Shan bersikap seperti ini?

"Ah belum sadar banget," gumam Jean setelah menyadari sesuatu, kemudian ia menarik tangan Shan hingga Shan berdiri di depan wastafel, Jean memasang bando di surai Shan hingga rambut Shan tak menghalangi wajahnya, kemudian ia membasuh wajah Shan dengan air.

"Kenapa kamu takut tirex?" Tanya Jean seraya menatap Shan dari pantulan cermin di depannya, kini ia berdiri di belakang tubuh mungil Shan sambil membasuh wajah Shan dengan facial wash yang ia beli kemarin sore.

"Mereka makan tangan aku, terus kaki, dan terakhir kepala aku, di akhir tirexnya berubah jadi kepala Haikal," sahut Shan yang membuat Jean tertawa.

"Kayaknya kamu kangen Haikal."

"Gak tau, kayaknya iya."

"Kalau Haikal denger dia bakal syukuran di rumahnya," celetuk Jean, dan Shan hanya mengerang kecil.

"Tutup mata kamu," pinta Jean, Shan pun melakukannya.

Jean membasuh busa-busa itu di wajah Shan hingga mengenai kelopak mata Shan yang tertutup, kemudian ia membasuh wajah Shan dengan air hingga bersih.

"Kenapa gak gosok gigi dulu?" Tanya Shan seraya membuka matanya.

"Biar kamu gak ngantuk lagi dan gak takut tirex lagi," sahut Jean.

Shan mendengus kecil, keduanya pun gosok gigi bersama di depan wastafel, posisinya saling bersampingan, bahkan keduanya saling melirik dan tertawa.

Setelah selesai menggosok gigi, keduanya berkumur, kemudian menghela nafas lega.

"Masih takut tirex?" Tanya Jean.

"Itu cuma mimpi, tapi kayak nyata, wahhh gila," sahut Shan dengan tatapan tak percaya, membut Jean kembali tertawa.

Pagi ini Shan terlihat begitu menggemaskan.

Tiba-tiba Jean membalikan tubuh Shan hingga berhadapan dengannya, punggung Shan menyentuh wastafel di belakangnya, kemudian Jean menaruh kedua tangannya di atas wastafel hingga posisinya seperti tengah mengukung tubuh Shan.

Bahkan jarak wajah Jean dan Shan begitu dekat.

"Kamu agresif banget dari semalem, jangan begitu sama orang lain." Jean mengingatkan.

"Gak pernah gitu, cuma sama kamu," sahut Shan dengan suara yang memelan di akhir kalimat.

"Aku yang mandi duluan ya? Soalnya mau beli makanan buat sarapan," ucap Jean, namun Shan malah mengecup bibirnya, kemudian melumatnya dengan lembut.

Jean membalas lumatan Shan sejenak, "aku lagi ereksi, jangan macem-macem," bisiknya tepat di depan bibir Shan, kemudian ia mendorong tubuh Shan secara perlahan hingga keluar dari toilet, kemudian menutup pintunya.

Shan mendengus lirih, ia pun menarik kursi dan duduk di depan pintu toilet, "jangan lama-lama, nanti tirexnya muncul lagi!"

"Iyaa."

**

Jean menghabiskan waktu hari ini bersama Shan, tidak menyinggung soal masalah yang ada, sebab ia tidak mau Shan merasa sedih lagi.

"Jean, aku gak mau pulang."

"Jean.."

"Jean!"

"Jean Ish!"

Jean yang tengah menyetir mobil menoleh sejenak pada Shan, "besok sekolah."

"Yaudah berangkat sekolah dari apart kamu, nanti aku naik ojol."

"Gak," sahut Jean yang kembali memandang jalanan.

"Kenapa?!"

"Aku gak bisa fokus nugas kalau ada kamu, bawaannya pengen peluk kamu terus," sahut Jean, membuat Shan berdecak sebal.

"Alasan yang aneh."

"Aku serius, Shannon."

"Kalau gitu kamu jangan di apart, di rumah aja.."

"Kamu gak bilang dari tadi, aku ninggalin semua tugas aku di rumah, dan sekarang kita hampir sampe rumah kamu," ujar Jean yang membuat Shan mengerang kesal.

"Dahlah, malesin banget."

"Jangan marah, hari jum'at nanti aku jemput lagi, nginep sama minggu," ujar Jean berusaha menenangkan Shan, dan Shan tak menyahut.

Jean meraih ponselnya yang tiba-tiba berdering, ada telepon dari Theo.

"Ya, sayang?" Sapa Jean yang sontak membuat Shan menoleh dengan tatapan tajam.

Jean yang mengetahui hal itu menahan tawanya.

"Najis! Homo! Ngomong-ngomong gue sama anak komplek lagi malan nasi liwet di pos, sini dong."

"Kebetulan baru sampe komplek, nganter Shan pulang."

"Nah gabung dulu."

"Shannya lagi bete, nanti ngamuk," sahut Jean seraya melirik Shan.

"Apaa?" Tanya Shan dengan tatapn bingung.

"Theo ngajak makan nasi liwet di pos, kamu mau?" Balas Jean.

"Mau, tapi harus sama kamu," sahut Shan, Jean pun mengangguk kecil.

"Bucin banget, heran." Theo berujar di sebrang sana.

"Gue nyampe," ujar Jean, kemudian ia memutuskan sambungannya saat sudah sampai di depan pos.

Jean memarkirkan mobilnya di depan rumahnya, kemudian menggandeng tangan Shan menuju pos yang tak jauh dari rumahnya.

"Mana si Killian?" Tanya Jean yang tak menemukan Killian di pos.

"Dia gak dateng, katanya pergi sama bokapnya," sahut Julian.

"Tadinya mau gue ributin," ujar Jean yang membuat mereka bersorak heboh.

"Nanti gue telpon si Killian suruh dateng, gue suka keributan!" Ujar Haikal seraya menunjukan ponselnya, dan Jean hanya berdecak kecil.

"Yorka ke mana? Gak ikut?" Tanya Shan.

"Yorka lagi belajar, katanya besok ada ulangan fisika," sahut Nando.

"Gandengan mulu, kayak mau nyebrang,," sindir Haikal seraya melirik tangan Jean dan Shan yang saling tertaut.

"Takut disosor Killian, untungnya tuh orang gak ada," sahut Jean seraya melepaskan tangan Shan.

Theo menepuk tempat di sampingnya, Shan pun duduk di sana.

"Kenapa tempenya cuma dua?" Tanya Shan melihat tempe goreng di piringnya hanya ada dua, sontak Lucas memberikan tiga tempenya untuk Shan.

"Buat Ayang, nih punya Haikal juga ambil aja," ujar Lucas seraya mengambil tempe milik Haikal dan menaruhnya di piring Shan.

"Gue satu piring mau berdua sama Jean."

"Jangan mesra-mesraan!" Haikal agak berteriak, membuat Shan terkejut dengan tatapan kesal.

"Kenapa bentak-bentak?!" Balas Shan dengan bentakan.

Haikal pun tersenyum canggung, "gue agak sensitif hari ini, maaf. Jangan mesra-mesraan depan gue, takutnya ini wajan nampar kepalanya bang Jean."

Shan tak peduli, ia tetap bermesraan dengan Jean serasa pos milik berdua, hal itu membuat Haikal dan Julian kesal namun tak bisa berbuat apa-apa.

**

Setelah jean mengantar Shan pulang, Jean menemui ibunya terlebih dahulu, ibunya terlihat tengah memakan potongan buah melon di meja makan.

Jean memandang ke sekitarnya yang terlihat kotor dan berantakan, membuatnya kesal, kenapa ibunya tak rajin untuk merawat rumah?

"Mama pikir kamu lupa sama mama," gumam Arin tanpa menoleh.

"Seengaknya bayar orang lain buat beresin rumah," ujar Jean yang membuat Arin menoleh.

"Ah kamu marah karena rumah berantakan? Mama gak bisa kerja berat-berat, bahkan mama gak kerja lagi di resto, uang dari kamu hampir habis," sahut Arin.

Jean menghela nafas kasar, "ngomong-ngomong keluarganya Shan udah tau kalau mama selingkuh sama om David."

"Ya, mama tau, David ngabarin mama."

"Terus, cuma mama diem?"

"Ya mama harus apa? Mama cuma perlu nunggu kepastian David soal bayi yang mama kandung."

"Kenapa mama setenang ini? Padahal mama udah ngehancurin keluarganya Shan."

"Mama yang ngehancurin? David juga, kenapa harus nyalahin mama?"

"Mama tau om David udah punya istri bahkan anak, kenapa mama masih mau ngeladenin dia? Kalau mama waras mama gak mungkin jadi selingkuhan dia?!" Jean mulai membentak Arin.

"Berapa kali mama harus bilang, mama dan David saling mencintai-."

"Ma! Mau kalian saling mencintai atau enggak, kalau salah satu dari kalian udah punya pasangan kalian gak bisa bertindak sampai sejauh ini! Perselingkuhan gak bisa dibenarkan apapun alasannya!" Bentak Jean menyela ucapan Arin.

"Mama tuh udah dibegoin juga sama om David, mama mau tidur sama dia padahal om David belum cerai sama tante Diana, di sini yang paling dirugiin itu mama! Om David ngasih apa buat mama? Dia cuma pake mama kayak jalang, gak ada tindakan buat biayain kehidupan mama dan bayi yang mama kandung!" Lanjut Jean yang membuat Arin terdiam seraya meremat garpu di tangannya.

"Selesaiin semuanya, Ma! Aku malu punya mama kayak mama! Sejak dulu bisanya nyengsarain anak dan ngerusak rumah tangga orang!" Ujar Jean lagi yang membuat Arin meneteskan air matanya.

"Sekarang apa yang bakal mama lakuin? Tetap nunggu om David?" Tanya Jean seraya mendekat pada Arin, tatapannya terlihat begitu menusuk dengan rahang yang mengeras.

"Gak usah nangis Ma, gak usah ngerasa sakit hati sama omongan aku, karena sejak awal mama ngelahirin aku mama udah terlalu banyak nyakitin aku. Sikap buruk aku ke mama karena ulah mama sendiri!"

Setelah mengatakan itu, Jean pun pergi meninggalkan rumahnya.

Jean tidak tahu harus dengan cara apa lagi untuk menyadarkan kesalahan mamanya, memang semuanya sudah terlanjur, namun apa pantas mamanya bersikap sesantai itu?

Jean berharap mamanya berbicara dengan David untuk mengakhiri semuanya, namun David tak boleh melepaskan tanggung jawab atas bayi yang mamanya kandung, David harus membiayai bayi itu hingga beranjak dewasa.

**

Sementara itu di rumah Shan, Shan tidak tahu ke mana orang tuanya pergi, yang pasti hanya ada ia dan Yorka saja di rumah.

Shan berulang kali menghela nafasnya, ia hanya memainkan ludo online sambil menikmati pudingnya di meja makan, padahal jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari.

Cklek

Shan tak menoleh, ia tahu Yorka yang baru saja keluar dari kamarnya, dan tak lama kemudian Yorka tiba di dapur untuk mengambil air minum.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Yorka seraya melirik Shan.

"Papa sama mama ke mana?" Shan membalasnya dengan pertanyaan juga.

"Mereka berantem, gak tau pergi ke mana," sahut Yorka yang membuat Shan membalas tatapannya.

Yorka pun duduk di hadapan Shan, "bisa gak lo lupain salah satu masalah ini? Lo tetep bagian dari keluarga ini, jangan pernah pergi buat cari orang tua kandung lo."

"Gimana bisa gue ngelupain hal itu? Selama ini papa sama mama bersikap gak adil sama gue, mereka lebih sayang sama lo ketimbang gue, dan sekarang gue tau penyebab kenapa mereka kayak gitu, karena gue bukan anak mereka. Kalau emang mereka gak sayang sama gue, kenapa gak ngebiarin gue pergi?"

"Mama udah minta maaf soal itu."

"Apa maaf bisa ngilangin rasa sakit?"

"Shan, harusnya lo bersyukur masih ada yang peduli sama lo, masih ada yang mau ngurus lo walau mereka tau lo bukan anak kandung, kenapa lo bersikap kayak gini?" Tanya Yorka dengan tatapan tak percaya.

"Jahat banget," lirih Shan dengan tatapan sendu, seolah Yorka tak mengerti dengan perasaannya dan malah memperburuk perasaannya.

"Makasih banget selama ini udah nemenin gue, udah ngurus gue sampe sejauh ini, tapi perlakuan kalian semua bikin gue sakit hati. Lo inget? Kata bodoh gak pernah lepas dari mulut mama tentang gue, gak guna, gak berhak ikut campur, gak ada harapan, jadi gelandangan aja, jadi jalang aja, kata-kata itu masih gue inget sampai sekarang," lanjut Shan dengan suara gemetar, matanya nampak berkaca-kaca karana begitu sakit mengingatnya.

"Mama gak suka sama gue, terus kenapa dia minta gue buat tetap tinggal disaat gue tau kalau gue bukan anak kandung mereka? Apa karena gue belum bisa ngebales semua kebaikan mereka sampe gue harus di sini dan ngelupain fakta ini?"

"Selama ini gue sakit hati banget sama perlakuan kalian, Yorka. Tapi gue diem, gue berusaha buat ngambil hati mama biar dia enggak nyakitin gue lagi, tapi gak bisa. Gue sering beliin mama makanan yang dia suka, tapi gak pernah dimakan, bahkan mama bilang gue enggak akan diajak liburan kalau gue gak dapet nilai 90 di pelajaran matematika. Itu keterlaluan banget."

Yorka meremat minuman botolnya, dadanya terasa sakit mendengar ucapan Shan.

"Terus mau lo apa, Shan?" Tanya Yorka.

Shan menundukan kepalanya sambil menggeleng kecil, "gak tau, gue gak tau harus apa."

"Apa gue harus pergi? Gue belum sempet bales semua kebaikan kalian, tapi kalau tetep di sini gue yakin mama bakal ngulangin kesalahan yang sama. Dan asal lo tau, gue takut sama papa," ujar Shan dengan suara gemetar, ia mulai terisak lirih.

"Mungkin gue bakal nyari orang tua kandung gue, gak peduli gue gak akan nyaman tinggal sama orang baru, gue cuma perlu jauh dari mama," lanjut Shan.

"Lo pikir orang tua kandung lo bakal seneng liat lo pulang? Mereka udah buang lo," ujar Yorka yang membuat Shan menangis tersedu-sedu.

Entah sudah berapa kali Shan menangis akhir-akhir ini, ia mendadak cengeng karana rasa sakit di hatinya.

Ucapan Yorka benar, ia sudah dibuang sejak bayi, tandanya orang tua kandungnya tak menginginkan keberadaannya.

Yorka beranjak dari posisinya, kemudian ia mendekat pada Shan dan memeluk Shan sambil mengusap surai Shan dengan lembut.

"Gue paham, gue tau gimana sikap gue, mama, dan papa ke lo selama ini, gue minta maaf. Emang maaf gak bisa ngilangin rasa sakit, tapi gue bakal perbaikin semuanya, gue gak mau lo pergi ke mana pun, gue cuma pengen ngelanjutin hidup gue kayak biasanya, sama lo, sama papa, dan sama mama. Kita bisa perbaikin bareng-bareng," ujar Yorka dengan suara pelan.

"Gak tau, gue gak tau, gue gak tau," racau Shan di sela tangisannya.

Shan mengatakan ingin pergi dari rumah, namun ke mana? Tidak ada tempat untuknya, ia juga tidak mungkin membebankan Jean, Jean juga memiliki kehidupan sendiri, tak selamanya Jean memiliki waktu untuknya.

Shan sungguhan sakit hati dengan perlakuan keluarganya, terutama perlakuan Diana terhadapnya, sebab selama ini Diana sering melontarkan kata-kata yang menyakitkan dan begitu keterlaluan.

"Lo benci mama, Shan?" Tanya Yorka.

"Gue gak tau, hks gue kesel, gue sakit."

"Lo seriusan pengen ninggalin mama?"

"Y-ya, gue takut jauh lebih sakit dari ini kalau tetap di sini, mau sekuat apapun seseorang berjanji, sikap seseorang gak akan gampang berubah," sahut Shan yang membuat Yorka bungkam.

**

3 hari berlalu, selama 3 hari ini Shan jarang keluar kamar untuk menghindari Diana, sudah 3 hari pula David tidak pulang, entah di mana, dan Shan tidak peduli.

Shan sudah tidak sabar untuk menemui Jean, sebab Jean bilang malam ini Jean akan menjemputnya.

Namun nyatanya Jean tengah menemui David di pinggir jalan, David memasuki mobil Jean setelah David keluar dari mobilnya.

Jean berusaha untuk tenang walau rasanya ingin memukul wajah pria itu hingga babak belur.

"Waktu saya gak banyak, saya sibuk," ujar David yang terluhat santai.

"Sekarang Om maunya gimana setelah keluarga om tau kalu om selingkuh sama mama saya?" Tanya Jean.

David menoleh untuk menatap Jean, "katanya kamu gak peduli sama masalah ini."

"Emang gak peduli, tapi udah sepatutnya saya urusin masalah ini sampai selesai, pacar om itu masih mama kandung saya."

"Saya belum bisa memutuskan, saya gak bisa bercerai sama Diana."

"Kenapa? Takut tante Diana gak mau ngebagi hartanya buat om?" Tanya Jean seraya tersenyum remeh, membuat David terlihat kesal.

"Kalau gak punya apa-apa jangan banyak tingkah, harusnya om bersyukur karena tante Diana mau nikah sama om dan berbagi hartanya," ujar Jean.

"Tutup mulut kamu, kamu gak tau apa-apa tentang saya," desis David.

"Om gak perlu nikahin mama saya, om cuma perlu biayain kehidupan mama saya dan anak itu, sampai anak itu beranjak dewasa."

"Saya gak akan membiayai apapun jika saya gak menikahi Arin!"

"Om pikir masalahnya bakal selesai setelah om menikahi mama saya? Enggak, sampai mati pun saya gak akan ngebiarin om nikahin mama saya, saya cuma mau menuntut hak anak yang ada dikandungan mama saya!"

"Gak akan, kecuali kamu membiarkan saya menikahi Arin, kamu harus paham itu!"

Jean terdiam seraya meremat stir mobilnya, sebenarnya ia tidak keberatan David tidak mau bertanggung jawab, hanya saja Jean ingin sedikit memperjuangkan hal itu saat ini.

Jika pun David enggan menafkahi anak itu, terpaksa Jean yang akan menafkahi anak itu.

"Okay, om gak perlu mempertanggung jawabkan apapun, saya bakal datengin tante Diana, biar dia yang memutuskan buat pertahanin om atau menggugat cerai om," ujar Jean seraya tersenyum kecil.

"Kamu gak berhak ikut campur sama urusan saya dan Diana."

"Saya cuma membantu Shan, Shan udah cerita sama saya tentang perlakuan om ke Shan selama ini, mana ada orang tua yang mengancam anaknya yang menjurus pelecehan seksual? Seengaknya saya harus memastikan om gak tinggal di rumah tante Diana lagi dan jauh dari kehidupan Shan," sahut Jean dengan telak.

David terlihat begitu kesal, "lihat nanti, Jean. Saya akan menikahi Arin, dan saya akan membuat kamu berpisah dengan Arin."

"Hm, lakuin aja, aku gak peduli."

David pun keluar dari mobil Jean, menutup mobil Jean dengan keras.

David memasuki mobilnya sambil menghubungi Arin, tak lama Arin menjawab panggilannya.

"Kamu di mana? Ini udah 3 hari gak ada kabar," Tanya Arin yang terdengar kesal.

"Anak kamu meminta pertanggung jawaban aku atas bayi yang kamu kandung, aku gak akan menafkahi anak itu sebelum aku menikahi kamu!"

"Ya, kita bakal menikah, aku bakal nungguin kamu sampai kamu cerai sama Diana."

"Jean gak ngerestuin hubungan kita, kayaknya dia mau nafkahin bayi kita tanpa aku, dia mau pisahin kita, anak itu ngerti hukum."

"Abaikan Jean, keputusan cuma ada di aku, dia gak berhak ngatur hidup aku," sahut Arin yang membuat David menghela nafasnya sambil memejamkan matanya.

David kembali membuka matanya dan memandang mobil Jean yang menjauh dari sana.

"Apa aku harus membunuh Diana? Kalau Jean sampe menghasut Diana buat ceraikan aku sekarang, aku gak akan bisa dapet hartanya Diana, tapi kalau Diana mati, aku bisa ambil alih sebagian harta itu, kita bisa pergi jauh dari sini dan tinggal di kota lain," ujar David yang membuat Arin terdiam di sebrang sana.

"Arin, kamu janji kan gak akan kehasut Jean buat ninggalin aku?" Tanya David dengan nada penasaran.

"Ya, apa kamu serius mau membunuh Diana?"

"Ya, aku bisa jadiin Shan sebagai pelakunya."

.
.
.
Tbc

Next?

💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

209K 27.5K 26
Buktinya yang lemah akan kalah. Jaehyun x Rose Sebelum membaca, saya ingin menekankan kalau saya tertekan, g dong. Cerita ini berdasarkan kisah reali...
1.2M 101K 35
AREA 🔞🔞 HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA Aturan dasar bagi Agres adalah; tidak berbagi segala sesuatu apapun tentang Shasa serta bersifat mutlak. [ SER...
85.4K 14.1K 47
Jang Geunmin, gadis biasa yang menempuh study di bidang fashion design harus merelakan sepersekian persen hidupnya untuk menjalani hari hari sukar. D...
21.7K 1.2K 21
REBORN PYTHAGORAS Rayyan Afkara, biasa dipanggil Ray. Dia laki-laki pintar, tampan, dan mapan. Hidupnya tertata rapi, namun sangat monoton. Hingga ak...