Kak Ricko | ChaeMura

Por hoonienhy

1.3K 87 2

Kisah tentang Eileen yang diam-diam menyukai kakak kelas pendiam anggota ekskul basket. Namanya Kak Ricko. Más

•°'~the characters~'°•
• need to moving forward
• anxiety causing trembles
• eileen and her fruit salad
• something new
• here we go, again
• because of me
• then, who am i?
• warmth in coldness

• gotcha

71 9 0
Por hoonienhy


Terbebat dalam hangat, hidungnya mencium aroma mint seiring dengan suara radio yang terputar dengan berita laporan cuaca, kemacetan di titik tertentu sampai pada instrumen dentang piano. Semuanya indah dan sangat nyaman, juga asing di waktu bersamaan.

Dengan itu Eileen tersadar kalau hal-hal yang barusan dideskripsikannya itu sudah tentu bukan kebiasaan dirinya atau kakaknya. Maka Eileen mencoba membuka matanya yang terasa berat. Masih terbebani kantuk.

Tunggu, jaket ini, syal.. di dalam mobil..

"Ah, ya ampun, maafin aku kak!". Eileen sudah diserbu rasa malu. Sehingga matanya pun tak sanggup menatap kepada sosok yang berada dalam kursi kemudi.

Eileen memilih menggosok matanya untuk menyalurkan kekuatan agar terbuka sempurna. Juga memastikan tak ada kotoran mata yang tertinggal disana.

"Santai, nih minum dulu,". Ricko menyodorkan sebotol air mineral padanya.

"Makasih kak, maaf ngerepotin. Ya ampun, udah malem juga. Maaf ya kak,".

"Santai, santai,". Ricko berusaha menenangkan adik kelasnya yang panik dan tampaknya malu karena tertidur di mobilnya.

Seusai minum dan sepenuhnya sadar, Ricko mulai menanyakan nomor rumah Eileen. Ricko barusan memarkirkan mobil di area taman perumahan yang tadi mereka bicarakan. Sehingga tak begitu jauh dari jangkauan rumah mereka berdua.

"Sekali lagi makasih ya kak, nanti aku titipin ini lewat kakak yang sering ketemu anak basket,". Pamit Eileen bersiap turun sambil menunjuk jaket yang sedang dikenakannya.

"Iya gampang itu, nih tadi gue sempet beli makan,". Ricko menyodorkan paperbag dengan logo restauran cepat saji.

"Aduh, ngerepotin kak..,". Nada suara Eileen betulan merasa tidak enak.

"Udah terima aja, udah gue beliin loh. Sayang kalau kebuang,". Pinta Ricko yang pada akhirnya Eileen terima.

Kalimat akhir tadi mengingatkan Eileen pada pengalaman pahitnya, menghantarkan Eileen untuk membuka mata dan tak memejamkannya lagi. Melihat kenyataan!.

"Makasih kak,".

Lalu Ricko menangguk, dan mengucapkan sepatah dua patah kata yang tak Eileen sadari karena kepalanya sudah sibuk mengingat kejadian yang sudah berlalu, sebelum akhirnya cowok itu memutar balik mobilnya untuk pulang ke rumahnya.

Nyatanya kejadian ini memang bukan apa-apa, karena setelah kejadian itu, Eileen tak pernah lagi bertemu sampai pada bercengkrama.

Barang yang tadinya dipinjamkan, dititipkannya pada Justin langsung tanpa sepengetahuan kakak perempuannya, tentu dengan ancaman tak boleh buka kartu.

Hingga waktu sampai pada masa UAS dan kenaikan kelas.

Eileen dan kakaknya bersiap untuk mengalami fase LDR karena kakaknya itu lulus tahun ini, juga karena jarak kampus dengan rumah tidak memiliki jarak yang dekat, sehingga kakaknya itu harus tinggal di asrama mahasiswa dan hanya pulang ke rumah sekian pekan sekali.





"Dek, nonton tanding buat selebrasi kelulusan yuk,".

Ajak Sully pada adiknya yang selama berbulan-bulan ini sangat sulit diajak keluar. Apalagi jika itu menyangkut bertemu dengan teman-teman Kak Justin juga yang notabenenya tak jauh dari anak basket.

Karena anak klub olahraga nyatanya sering nongkrong betulan dibanding anak klub drama, musik, atau jurnalistik sekalipun.

"No, no, no,".

Sully tahu jawabannya akan begitu. Namun tak ada salahnya buat mencoba kan?

"Jihun sama Jeje sering nyariin tuh, mana mereka kemungkinan gabung sama klub basket tahun ini,". Sully memaparkan informasi yang di telinga Eileen sama sekali tak menarik. Jadi cewek itu cukup mengedikkan bahu untuk menjawab perkataan kakaknya barusan.

Eileen sibuk dengan agenda stock salad buah. Semenjak berjualan di stand, beberapa orang sering memesan salad buah padanya. Cukup bagus untuk menambah tabungan.

"Dan dari Jeje sama Jihun gue baru tahu kalau lo punya fans, namanya Eiloveen, hahahahaha,". Pernyataan barusan cukup membuat Eileen berhenti dengan kegiatan mengupas apelnya.

"Oh ya? emang mereka nge-fans karena apa coba? karena aku adeknya kakak gitu?". Eileen terlalu membuat dirinya terlihat kecil di matanya sendiri.

"Eh, kok gitu sih? You're actually cute, sweet, beautiful, and talented,". Sully sampai menangkup wajah adiknya, mengelus kedua sisi pipinya lembut.

"But not smart enough," Eileen cemberut.

"Ck, kamu itu udah masuk lima besar parallel seangkatan loh! ga boleh ya rendah diri gitu? oke?".

"Ck, iyhaaa..". Jawab Eileen sambil melemparkan sepotong apel ke mulutnya.

Lalu mengunyah sambil menggeram, sangat imut di mata kakaknya. Seperti anak kucing yang sedang makan dengan perasaan senang.

"Coba lihat anggotanya,". Sully menunjuk pada nama-nama yang tergabung ke fanbase twitter.

"Hahahaha, rata-rata anak klub musik-drama gitu anggotanya, dan yah mereka suka waktu aku nyanyi aja. Ah.. baru inget! mereka tuh getol banget waktu awal-awal ngajakin aku masuk klub mereka, tapi pada mundur soalnya aku kasih tampang judes,". Jelas Eileen sambil mempraktekkan wajah judes versinya, tentu saja di mata Sully sangat menggemaskan.

"Aih, gemesnya adek kakak nih,". Lalu keduanya tertawa.

"Tuh kan si Jihun-Jeje ngikutin fanbase ga jelas ini, pantesan mereka pernah sebut-sebut akun fans waktu kita nyanyi di rumah Kak Justin sambil ketawa-tawa,". Kepala Eileen tercerahkan juga.

"Ciyeeh banyak fans nya, pasti ada yang naksir nih,". Ledek Sully sambil menoel bahu adiknya.

"Apasih kak..". Eileen sejujurnya sama sekali tak merasa tersanjung.

Apa yang orang kira itu hanyalah asumsi mereka saja, pikirnya.

Namun ejekan kakaknya barusan membuatnya teringat pada seseorang yang rasanya tabu untuk disebut namanya. Sully pun terpikirkan satu nama yang sama, namun memilih menahan diri untuk tak lagi menyebut di depan adiknya. Ia berusaha mendukung apa pun itu keputusan adiknya.


"Piw piw piw, sendirian aja nih neng,".

Awal semester kelas sebelas, langit terhampar dengan cerah diikuti desau angin lembut.

Cukup membuat Eileen berharap adanya kisah baru nan menyegarkan untuknya melewati masa sekolah tanpa ada sang kakak.

Eileen tak tahu apa yang kakaknya jejalkan pada duo J maupun kepala sekolah yang membuatnya satu kelas dengan kedua lelaki yang saat ini membuntutinya tanpa gentar melemparkan gangguan.

"Bisa diem gak?".
Ujar Eileen gemas, gemas dalam konteks kesal.

Keduanya tersenyum usil. "Akhirnya dijawab juga sama si eneng, haduh capek banget dicuekin berbulan-bulan kan ya, Je?".

Jeje seperti biasa, menanggapi dengan tertawa sebelum menjawab, "Iya nih sampe pegel, nanti dipejetin ya neng?".

"Hidih, males,". Jawab Eileen sambil menahan tawa.

Melihat keabsurd-an duo J hari itu ternyata cukup mem-boost dirinya untuk tersenyum.

"Heleh gemes manis pisan atuh senyumnya neng,". Goda Jihun sekali lagi.

"Manisan mana atuh sama aku?". Ujar Jeje yang mampu membuat Jihun dan Eileen terbahak bersama, melupakan eksistensi oranglain di dunia.


"Gabung lah yuk disana, daripada lo sendirian,". Jihun mencoba membujuk Eileen.

Hari pertama sekolah memang tak sepenuhnya digunakan untuk menekuni mata pelajaran. Namun pendaftaran club berikut kumpul dan bertemu orang baru diharap dapat membantu mem-boost semangat belajar di hari selanjutnya.

"Siapa aku? biasanya yang ikut gabung tuh pacarnya, aku? mana ada..". Ujar Eileen, ia lelah namun berusaha kuat menanggapi celoteh duo j yang tak juga lepas darinya sejak upacara.

"Yuklah gampang, bisa nih pacaran.. eit atau pura-pura aja, tinggal pilih gue apa Jeje, cakep iya.. pinter main musik juga, lo udah lihat sendiri kan! apalagi coba yang kurang?". Ocehan Jihun tak Eileen pedulikan lagi.

"Kalian masih disini?". Kak Aiden selaku salah satu pentolan pebasket senior tahun ini memberi sapaan pada Jihun dan Jeje, lalu menganggukkan kepala singkat pada Eileen yang dibalas Eileen hal serupa.

"Hehehe, bentar ya kak mau ngebujuk crush kita,". Jawab Jihun asal.

"Kok 'kita'?".

"Iya, kita mah satu buat berdua,". Lanjut Jeje.

"All for one, and one for all,". Sambung Jihun teringat semboyan tontonan barbie adiknya yang berhasil membuat kakak kelasnya itu geleng kepala dan pergi ke area pertemuan terlebih dahulu.

Tak lama kemudian,

"Ayo kalian, kok masih disini?". Kali ini Kak Ricko.

"Bentar kak, lagi ngapelin crush kita,". Canda Jeje.

"Eh, Elena?". Salah sebut nama kali ini cukup membuat Eileen tersenyum kecut.

"Eileen, kak,". Jihun membenarkan.

"Oh iya, Eileen. Apa kabar?".

"Baik,". Jawab Eileen tanpa ada keinginan untuk balik melemparkan pertanyaan serupa atau semacamnya.

"Kakak.. tunggu!". Seseorang berlarian dan berhenti dengan menggelendot manja di lengan Ricko.

"Hehehe, disana kan?". Tanya gadis itu masih dengan gelendot manja dan jari menunjuk ke area perkumpulan anak basket.

"Iya, yuk kesana,". Balas Ricko membenarkan, dengan nada tak kalah antusias.

"Ayuk!". Mendengar suara nyaring nan gemas membuat Jihun dan Jeje ikut terpana.

"Duluan ya,". Pamit Ricko.

Keduanya pergi, dan duo j segera menggibahkan keduanya.

"Anak kelas 10 kan ya?".

"Iya, kelas IPS. Namanya Elisa kalau ga salah,".

"Gemes ya hahaha,".

Duo j tertawa tanpa beban, tentu saja hal itu berbanding terbalik dengan perasaan Eileen sekarang.

Sudahlah namanya terlupakan, dan sudah tentu Eileen bukan siapa-siapa di mata lelaki berinisial huruf R itu.

Eileen sudah mengusahakan yang terbaik dalam upayanya membebaskan diri dari belenggu rasa.

Namun ia tak dapat memungkiri adanya sisa yang masih bercokol kuat dan Eileen sendiri tak tahu bagaimana menghilangkannya.

"Gue duluan,". Eileen pergi tanpa mau menoleh lagi.

Sementara dua orang yang merasa sudah bersahabat namun tak teranggap itu menemukan titik terang pada akhirnya.

"Kak Ricko!". Seru keduanya bersamaan.

"Gue bingung kudu bantunya gimana,". Ujar Jihun.

"Diem aja dululah buat ambil aman, mana kak Ricko ternyata udah berpawang gitu,". Usul Jeje.

"Okeoke,". Jihun menyetujui.


Sepi. Seharusnya kini matahari bersinar dengan terang, namun hari ini kembali redup. Eileen sendiri lelah dengan perasaan sedihnya. Sepertinya ia perlu kegiatan baru di luar sekolah. 

Sambil menengkurapkan badan dan membalas pesan-pesan duo j yang tiada habisnya memohon untuk bisa main ke rumahnya namun segera Eileen tolak mentah-mentah.

Dia hanya ingin sendirian, dan memikirkan apa yang harus dilakukan untuk tidak berdiam diri dengan nelangsa karena perasaan--yang tinggal sedikit namun menancap itu--tak bercokol lagi. 

"I need to moving forward, i need to have something different. And I have to stop my feelings although it feels so sad,". Eileen menangis dalam sepi.

Ia merindukan kakaknya, rindu merebahkan kepala di atas pangkuan kakaknya sambil menceritakan berbagai hal.

Tak lupa dengan bagaimana jemari kakaknya dengan telaten dan lembut menyisir rambutnya hingga perasaan di hatinya kian membaik. Dan kini, Eileen harus belajar dan berusaha menanggung perasaannya sendiri. 






Seguir leyendo

También te gustarán

2M 57.4K 95
On the twelfth hour of October 1st, 1989, 43 women gave birth. It was unusual as none of them had been pregnant since the first day they started. Sir...
1.7M 98.6K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
289K 13.9K 93
Riven Dixon, the youngest of the Dixon brothers, the half brother of Merle and Daryl dixon was a troubled young teen with lots of anger in his body...
1.4M 32.1K 60
In which Daniel Ricciardo accidentally adds a stranger into his F1 group chat instead of Carlos Sainz.